بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
·
اَلْحَمْدُ
ِللهِ الَّذِى لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَ اْلاَرْضِ وَ هُوَ عَلَى كُلّ شَيْءٍ
قَدِيْرٌ. نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ
إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُولُه. اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ
إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكرِيْم:
· يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
· يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً. وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي
تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
· يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيمًا.
· أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ
الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللَّهَ وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّي اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّالْأُمُوْرِ مُحْدَثاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعُةٌ
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِىالنَّارِ.
Ma'asyiral
muslimin rahimakumullah
Alkhamdulillah kita haturkan hanya kepada Allah SWT.
Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Hanya Allah-lah
yang berhak kita ibadahi. Allah yang telah memberikan nikmat sekaligus karunia kepada
kita. Nikmat yang menjadi keharusan bagi kita untuk bersyukur. Melalui karunia
Allah, kita semuanya masih diberi kesempatan untuk beribadah kepada Allah.
Berikutnya, selawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW yang telah
membawa risalah Islam ke umatnya. Semoga kita semuanya tergolong umatnya yang
senantiasa melaksanakan ajaran Islam di dalam sendi-sendi kehidupan kita,
sehingga kita selamat dunia akhirat, dan tentunya terbentuk warga negara yang
religius sebagaimana amanat Pancasila sebagai ideologi negara, khususnya pada sila
pertama.
Selanjutnya
dari mimbar ini saya serukan khususnya kepada diri saya sendiri dan kepada
jamaah salat Jum’at pada umumnya agar senantiasa menjaga, mempertahankan, dan
terus berusaha meningkatkan iman dan takwa. Iman dengan mengimani rukun iman
yang enam dan takwa dengan mentaati segala perintah Allah dan Rasulullah, serta
menjauhi apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Ma'asyiral
muslimin rahimakumullah.
Indonesia sudah merdeka sejak
tahun 1945. Kemerdekaan Indonesia diperingati setiap tanggal 17 Agustus. Indonesia
sejak merdeka merupakan negara yang berideologi Pancasila. Sila pertama
Pancasila adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ketika mengamalkan sila-sila Pancasila,
tidak dapat dilakukan secara terpisah. Perihal Ketuhanan menjadi nomer satu dan
dianggap paling penting. Hal tersebut merupakan syarat utama dari pengamalan sila-sila
berikutnya. Tentu, sila pertama Pancasila mengharuskan Warga Negara Indonesia memeluk
agama yang diyakininya. Selain itu, Undang Undang Dasar 1945 juga mengatur
tentang kebebasan beragama bagi Warga Negara Indonesia.
Pasal 29 UUD 1945 menyatakan bahwa, negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu. Melalui amanat yang ada pada sila pertama Pancasila dan UUD 1945 Pasal 29,
kita sebagai umat Islam telah diberi kesempatan oleh negara untuk memeluk dan
beribadah sebagaimana syariat dalam agama Islam. Oleh karena itu, sebagai warga
negara yang berketuhanan, kita tanyakan pada diri kita sendiri, apakah sudah
menjalankan amanat sila pertama Pancasila dan UUD 1945 Pasal 29 di sepanjang
hidup kita ini?
Hendaknya jangan jadi
warga negara yang hanya membenci perilaku orang-orang yang tidak percaya Tuhan
dalam sejarah kelam Indonesia, tetapi ternyata bila ditanya tidak paham akan syariat
agamanya sendiri. Kita sebagai seorang muslim sekaligus Warga Negara Indonesia
semestinya berusaha memahami syariat agama Islam. Allah SWT berfirman,
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَىٰ
عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ ۗ
وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ. ال
عمران: 101
Artinya: Dan bagaimana kamu
(sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan
Rasul-Nya (Muhammad) pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa berpegang
teguh kepada (agama) Allah, maka sungguh, dia diberi petunjuk kepada jalan yang
lurus (QS. Ali Imran: 101).
Ayat tadi berisi renungan yang
dibuka dengan pertanyaan. Renungan tentang kembalinya manusia kepada kekufuran
yang semula sebelum mereka beriman. Padahal Al-Qur'an telah dibacakan dan telah
diajarkan dari masa ke masa. Selain itu juga ada Rasul berada di tengah-tengah manusia
di jaman dahulu. Keterangan lebih lanjut bisa langsung ditanyakan Rasulullah.
Namun di jaman sekarang bisa dianalogikan ulama yang menjelaskan agama dan
menghilangkan keraguan. Dijaganya Al-Qur’an yang tidak ada keraguan di dalamnya
merupakan nikmat luar biasa bagi manusia sebagai panduan berjalan di rel
kebenaran. Selain itu di jaman sekarang juga banyak ulama yang menjadi pewaris
Nabi untuk mengajarkan risalah Islam.
Apabila manusia kesulitan dalam
mempelajari Al-Qur’an yang merupakan sumber agama Islam itu bisa tanya kepada
ulama, ustadz, ataupun da’i. Nikmat tersebut sudah Allah anugerahkan kepada
manusia. Namun mengapa anugerah tersebut tidak disyukuri dengan belajar agama?
Apakah mesti menunggu banyak ulama yang wafat sehingga kita sadar akan
pentingnya belajar agama Islam? Pada masa pandemi Covid-19 ini, sudah berapa
banyak ulama yang diwafatkan oleh Allah? Hal tersebut diantaranya tanda
dicabutnya ilmu dari muka bumi. Kita semua mesti segera sadar bahwa kita harus kembali
kepada Allah dan berpegang teguh kepada ajaran agama Islam. Seseorang yang
kembali kepada Allah dan berpegang teguh kepada ajaran agama Islam itu
melakukan perbuatan yang sungguh baik. Hal tersebut adalah tanda ditunjukkan ke
jalan keberuntungan dan kebahagiaan oleh Allah.
Ma'asyiral
muslimin rahimakumullah.
Dikatakan keberuntungan dan
kebahagiaan karena seseorang yang mempelajari Al-Qur-an itu pasti mengarah pada
kebaikan. Seseorang yang mempelajari Al-Qur-an digambarkan sebagaimana buah
Utrujjah yang rasanya lezat dan baunya juga sedap. Hal tersebut sebagaimana
hadis berikut.
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالْأُتْرُجَّةِ
طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ وَالَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالتَّمْرَةِ
طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلَا رِيحَ لَهَا وَمَثَلُ الْفَاجِرِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ
كَمَثَلِ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ الْفَاجِرِ الَّذِي
لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ طَعْمُهَا مُرٌّ وَلَا رِيحَ لَهَا.
البخاري
Artinya: dari Abu Musa Al
Asy’ari, dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Perumpamaan orang yang membaca
Al-Qur’an adalah seperti buah Utrujjah, rasanya lezat dan baunya juga sedap.
Sedang orang yang tidak membaca Al-Qur’an adalah seperti buah kurma, rasanya
manis, namun baunya tidak ada. Adapun orang Fajir yang membaca Al-Qur’an adalah
seperti buah Raihanah, baunya harum, namun rasanya pahit. Dan perumpamaan orang
Fajir yang tidak membaca Al-Qur’an adalah seperti buah Hanzhalah, rasanya pahit
dan baunya juga tidak sedap." (HR. Bukhari, no. 4632)
Hadis tadi menjelaskan bahwa:
1. Perumpamaan orang mukmin
yang membaca Al-Qur’an itu rasanya manis baik dilihat dari
perkataan, perbuatan, pikiran, dan hatinya baik. Hal tersebut menjadikan
seseorang tersebut dirindukan orang lain. Digambarkan pula orang mukmin yang
membaca Al-Qur’an itu baunya sedap karena omongannya akan didengar, perilakunya
akan dilihat orang lain itu menyenangkan. Pada intinya kebaikannya akan
dikenal.
2. Perumpamaan orang mukmin yang
tidak membaca Al-Qur’an itu seperti buah kurma. Maksudnya memiliki
akhlak yang baik meskipun tidak dikenal oleh orang banyak. Pada dasarnya tetap
orang baik.
3. Perumamaan orang fajir
(durhaka) yang membaca Al-Qur’an itu seperti buah Raihanah. Maksudnya
orang tersebut terkenal tetapi memiliki akhlak yang jelek. Jadi hanya terlihat bagus
dan hebat di hadapan orang lain, tetapi ternyata akhlaknya jelek. Hal ini hanya
akan bisa dirasakan orang yang dekat, misalnya keluarga. Sikap kepada orang lain
itu halus dan menimbulkan kesan hebat, tetapi keras dan kasar kepada keluarga
sendiri. Mau bagaimanapun kejelekan akan tercium. Hal tersebut dikarenakan
hatinya yang jelek.
4. Orang Fajir yang tidak
membaca Al-Qur’an adalah seperti buah Hanzhalah. Maksudnya akhlaknya
jelek dan dikenal orang lain juga jelek.
Sebagaimana hadis tadi, kita
tentu menghendaki penggambaran yang pertama. Sebagai seorang muslim itu perkataan,
perbuatan, pikiran, dan hatinya baik dan omongannya akan didengar, perilakunya
akan dilihat orang lain itu menyenangkan. Hal tersebut digambarkan rasanya
lezat dan baunya sedap. Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim sekaligus
Warga Negara Indonesia yang baik semestinya berusaha memahami syariat agama
Islam. Hal itu merupakan usaha mewujudkan amanat sila pertama Pancasila dan UUD
1945 Pasal 29. Seseorang yang mempelajari Al-Qur’an itu pasti mengarah pada
kebaikan dan pada akhirnya terbentuk Warga Negara yang religius yang berakhlak
karimah. Hal tersebut menjadikan sebab Negara Indonesia yang gemah ripah loh
jinawi, negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Demikian
yang bisa saya sampaikan. Semoga bisa menjadi pengingat bagi diri saya dan
bermanfaat bagi jamaah secara umum. Mohon maaf apabila terdapat tutur kata yang
kurang berkenan.
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيْمِ. إِنَّاۤ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ.
اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ. وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ
خَيْرُ الرَّ حِمِيْنَ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا
وَ خَيْرًا مَجِيْدًا، هُوَ الَّذِى اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِاْلهُدَى وَ دِيْنِ
اْلحَقّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدّيْنِ كُلّهِ وَ لَوْ كَرِهَ اْلمُشْرِكُوْنَ. وَ
الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى اَشْرَفِ اْلاَنْبِيَاءِ وَ اْلمُرْسَلِيْنَ وَ
عَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ، اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
الَّذِى لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَمَّا بَعْدُ.
فَيَااَ
يُّهَاالنَّاسُ، اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ،
يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. يَا
اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ.
· اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّـيْتَ عَلَى آلِ اِبـْرَاهِيْمَ. وَ بَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ
اِبـْرَاهِيْمَ، فِى اْلعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
· اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
أَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعَوَاتِ.
· رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا، وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ، وَلَا
تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا، غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا، رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ
رَحِيمٌ
· رَبَّنَا هَبْ
لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ، وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا.
· اللَّهُمَّ اِنَّا
نَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ الْأَسْقَامِ.
· رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
·
سُبْحَانَ
رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ،
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
· وَأَقِمِ الصَّلَاةَ.
Penyampai: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd.