Sunday, November 18, 2018

Kultum: Sejarah Singkat Kelahiran Nabi Muhammad SAW Hingga Menjadi Rasul




Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Sebagai kaum muslimin dan muslimat yang baik, kita sudah semestinya ittiba’ atau meneladani dan mencontoh Rasulullah SAW. Bagian ittiba’ yang bisa kita lakukan pada tahap awal-awal adalah dengan mempelajari sejarah Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW merupakan nabi sekaligus rasul penutup. Nabi Muhammad-lah yang menjadi panutan bagi kaum muslim di seluruh dunia, termasuk kita. Sebagai seorang muslim kita juga diwajibkan untuk menuntut ilmu, termasuk diantaranya adalah di bidang tarikh. Allah SWT telah berfirman didalam Surat An Nisa’ ayat 115:

وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا. النسآء: 115

115. Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.  [QS. An Nisa’: 115]

Dari beberapa hal yang menegaskan kepada kita, sudah semestinya kita menunaikan kewajiban menuntut ilmu dan ittiba’ kepada Rasulullah secara sukarela.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Silsilah Nabi Muhammad SAW baik dari ayahnya maupun ibunya yang ada sandaran adalah sampai kepada ‘Adnan. Pada kenyataannya, ‘Adnan adalah keturunan Nabi Ismail AS, putra Nabi Ibrahim AS. Namun dari Nabi Ismail sampai ke ‘Adnan secara rinci satu per satu tidak tercatat secara jelas dalam kitab-kitab tarikh.

Menurut silsilah pribadi Nabi Muhammad SAW, dari pihak ayah dan ibunya ada suatu silsilah yang bila dirunut sampai pada nenek yang kelima dari pihak ayah. Beliau adalah Kilab bin Murrah yang mempunyai dua anak lelaki. Kedua putra Kilab bin Murrah bernama Qushayyi dan Zuhrah. Qushayyi yang kelak menurunkan Abdullah dan Zuhrah yang kelak menurunkan Aminah. Maka dapat disimpulkan bahwa Abdullah dan Aminah berasal dari satu bangsa Quraisy, dari satu Negeri Hijaz, dan dalam keturunan yang dekat sekali.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Pada waktu Abdullah belum dilahirkan, ayahandanya yakni Abdul Muththalib pernah bernazar kepada berhalanya bahwa ia akan mengorbankan anak lelakinya yang ke sepuluh kepada berhalanya. Sampai waktunya telah tiba, lahirlah putra Abdul Muththalib yang ke sepuluh. Putra yang ke sepuluh ini diberi nama berbeda dengan putra-putra sebelumnya seperti Abdul Uzza yang berarti “hamba berhala Uzza”, atau Abdul Manaf yang berarti “hamba berhala Manaf”. Namun putra yang ke sepuluh ini diberi nama Abdullah yang berarti “hamba Allah”. 

Setelah beberapa tahun, Abdul Muththalib mendapat tanda-tanda untuk menyempurnakan nazarnya. Sebelum dilaksanakan, ia mengumpulkan kesepuluh putranya, lalu dilakukan undian untuk menentukan siapa yang akan dikorbankan. Jatuhlah undian itu kepada Abdullah putra kesayangannya. Karena undian sudah jatuh ke putra kesayangannya, mau tidak mau ia harus melaksanakannya. 

Seketika kabar tersebut tersiar ke seluruh penjuru Mekah sehingga datanglah seorang kepala agama penjaga Ka’bah untuk menghalangi perbuatan Abdul Muththalib. Kepala agama penjaga Ka’bah melarang Abdul Muththalib supaya kelak perbuatan Abdul Muththalib yang menyembelih anaknya itu tidak dicontoh oleh orang banyak. Masukan itu kemudian diterima Abdul Muththalib dan nazarnya diganti dengan penyembelihan 100 ekor unta.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Diri pribadi Abdullah bin Abdul Muththalib adalah sebaik-baik pemuda dari bangsa Quraisy pada waktu itu. Abdullah merupakan pemuda yang terbagus wajahnya dari bangsa Quraisy sehinga tidak sedikit gadis-gadis mencoba menggodanya, tetapi kesopanan Abdullah tetap terjaga. Pada masa itu juga tidak ada gadis bangsa Quraisy yang parasnya cantik dan paling terkenal kemuliaan budi pekertinya selain Aminah. Secara singkat dapat diceritakan bahwa Abdul Muththalib dan Wahbin semufakat untuk mengawinkan Abdullah dan Aminah yang keduanya berusia kurang dari dua puluh tahun.

Kurang lebih setelah tiga bulan setengah perkawinan Abdullah dengan Aminah, Abdullah pergi ke negeri Syam untuk berdagang seperti biasanya. Pada saat itu Aminah tengah tampak hamil. Ketika perjalanan pulang dari negeri Syam dan mencapai kota Yatsrib (Madinah), Abdullah mendadak jatuh sakit. 

Kawan-kawan Abdullah yang pulang dari negeri Syam sudah sampai di kota Mekah, tetapi Abdullah tidak ikut serta dalam kafilah tersebut. Abdul Muththalib yang tahu anaknya tidak ada dalam kafilah tersebut bertanya mengapa anaknya tidak ada didalam kafilah tersebut. Teman-teman Abdullah pun menjawab bahwa Abdullah mendadak demam di kota Yatsrib dan Abdullah tinggal di rumah salah satu bangsa Quraisy dari Bani ‘Ady. Seketika Abdul Muththalib menyuruh anaknya yang sulung yang bernama Harits untuk menjemput Abdullah. Ketika Harits sampai di Yatsrib terkejut bahwa Abdullah ternyata sudah meninggal dan dimakamkan beberapa hari yang lalu. Ketika itu Nabi SAW tengah berada di kandungan ibunya, yakni Aminah kurang lebih tiga bulan.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Setelah cukup sembilan bulan mengandung, Aminah melahirkan pada waktu subuh, Hari Senin tanggal 12 bulan Rabiul Awal tahun Fiel ke I yang bertepatan tanggal 20 April tahun 571 Masehi. Pada waktu itu lahirlah Nabi Muhammad SAW dengan selamat di rumah ibunya di Kampung Bani Hasyim Kota Mekah. Ketika itu yang menjadi bidan untuk merawatnya adalah Sitti Syifa’ yang merupakan ibu sahabat Abdur Rahman bin ‘Auf RA. Ibu susunya adalah Tsuaibah lalu Halimah Binti Abi Dzuaib, kemudian yang merawat Nabi Muhammad pada waktu itu adalah Ummu Aiman.

Ketika Abdul Muththalib sedang thawaf disekeliling Ka’bah, tiba-tiba suruhan Aminah datang mengabarkan bahwa Aminah telah melahirkan bayi laki-laki. Seketika Abdul Muththalib datang ke rumah Aminah untuk melihat cucunya yang baru lahir. Setelah tujuh hari pasca kelahiran, akhirnya Abu Muththalib meng-khitan cucunya dan memberinya nama Muhammad.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Ketika Nabi Muhammad berusia sekitar 5 tahun dipulangkan ke ibunya di Kota Mekah. Setelah beliau dalam perlindungan ibunya hingga menginjak usia sekitar 6 tahun, beliau menyaksikan langsung kematian ibunya (Aminah). Kemudian Nabi Muhammad diasuh oleh Abdul Muththalib. Nabi Muhammad begitu dicintai oleh Abdul Muththalib. Sesampainya beliau berusia 8 tahun, Abdul Muththalib yang merupakan kakeknya juga meninggal. Setelah Abdul Muththalib wafat, Nabi Muhammad diasuh oleh pamannya bernama Abdu Manaf yang bergelar Abu Thalib.

Abu Thalib sangat menyayangi Nabi Muhammad. Hingga menginjak usia 12 tahun, Nabi Muhammad memberanikan diri ikut pamannya ke Negeri Syam. Nabi Muhammad pergi ke Negeri Syam pertama kali pada tahun 583 Masehi. 

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Nabi Muhammad terkenal sebagai pemuda yang berbudi luhur, berperangai mulia, dan jujur sehingga beliau dijuluki “Al Amin” yang berarti orang yang dapat dipercaya. Ketika itu Nabi Muhammad berusia kurang lebih 25 tahun. Pada waktu itu juga ada seorang wanita yang terkenal akan kekayaannya, kebangsawanannya, kemuliaan budi pekerti, dan keluasan pemikirannya. Seorang wanita itu tergolong pedagang besar di Kota Mekah. Seorang wanita itu bernama Khadijah, putri Khuwailid dari keturunan Asad bin Abdul Uzza bin Qushayyi. Jadi silsilahnya dengan Nabi Muhammad sangatlah dekat. 

Khadijah pun mendengar bahwa ada pemuda yang dijuluki Muhammad Al Amin. Karena kasih sayang Abu Thalib, Abu Thalib menemui Khadijah agar keponakannya yakni Muhammad bisa menjadi pembawa barang sekaligus menjualkan dagangan Khadijah ke Negeri Syam. Abu Thalib berharap bahwa Muhammad bisa memperoleh mata pencaharian yang lebih baik. Khadijah pun menyetujuinya. Untuk meyakinkan apakah Nabi Muhammad dapat dipercaya, Khadijah meminta pelayannya yang bernama Maisarah untuk mengamati gerak-gerik Nabi Muhammad.

Setibanya di Negeri Syam, tepatnya di Kota Bushra, Nabi Muhammad seorang diri beristirahat dan berteduh di suatu pohon besar dekat pasar. Maisarah semenjak dari berangkat hingga tiba di Negeri Syam akhirnya memberanikan diri untuk meninggalkan Nabi Muhammad. Kemudian dalam perjalanan menuju rumah kenalannya, ia dihampiri oleh Pendeta Nasrani yang bernama Masthuraa. Lantas sang Pendeta menanyakan kepada Maisarah perihal siapa yang berani duduk dan bernaung dibawah pohon besar itu. Pendeta Nasrani itu memperoleh informasi bahwa Nabi Muhammad berasal dari tanah Haram (Mekah) dan di kedua mata Nabi Muhammad ada tanda merah. Informasi tersebut menguatkan bahwa itulah tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad. Lalu Pendeta Nasrani itu menghampiri Nabi Muhammad kemudian menciumi kakinya lalu berkata kepada Nabi Muhammad bahwa Pendeta itu yakin bahwa Muhammad adalah Nabi dan Pesuruh Allah sesuai didalam Kitab Taurat.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Ketika tiba saatnya pulang ke Mekah, Nabi Muhammad bersama-sama Maisarah mencarikan dan membelikan apa yang dipesan Khadijah. Setelah semua didapat, barulah kafilah Nabi Muhammad bertolak ke Kota Mekah. Setibanya di Kota Mekah, Nabi Muhammad diminta Maisarah untuk langsung menghadap Khadijah sebelum pulang ke rumahnya. Permintaan dari Maisarah itu agar Khadijah mengerti hasil usaha Nabi Muhammad. Khadijah pun kagum mengetahui peristiwa yang diluar dugaan itu dan barang-barang dagangannya telah habis terjual dan memperoleh laba yang besar.

Berbagai prestasi yang ditunjukkan Nabi Muhammad membuat Khadijah semakin kagum. Hingga pada suatu ketika Khadijah menyuruh Nafisah yang merupakan pelayannya untuk menyampaikan isi hati kepada Nabi Muhammad di rumah pamannya, yaitu Abu Thalib. Nabi pun menjawab bahwa belum bisa mengambil keputusan sebelum mendapat persetujuan dari pamannya. Kemudian pada suatu ketika Nafisah datang ke rumah Abu Thalib untuk menanyakan perihal besar itu dan Abu Thalib menyampaikan pesan ke Nafisah untuk disampaikan kepada Khadijah. 

Pada suatu ketika Abu Thalib bersama keponakannya, yakni Nabi Muhammad SAW, pergi ke rumah pamannya Khadijah yang bernama Amr Bin Al-Asad. Hal itu dilakukan karena ayahnya Khadijah telah wafat. Oleh Amr Bin Al-Asad diterima dengan baik dan tidak mempermasalahkan pernikahan Khadijah dan Muhammad asalkan kedua belah pihak sama-sama setuju.

Tidak berapa lama kemudian dilangsungkan pernikahan antara Nabi Muhammad dengan Khadijah. Pada waktu itu usia Nabi Muhammad adalah 25 tahun dan usia Khadijah adalah 40 tahun. Berkat pernikahan antara Nabi Muhammad dengan Khadijah melahirkan enam anak. Enam anak Nabi Muhammad bersama Khadijah antara lain, Al Qasim, Zainab, Abdullah, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Al Qasim dan Abdulah adalah putra Nabi Muhammad yang meninggal ketika masih muda. Maka dari itu Nabi Muhammad dan Khadijah merasa susah. Oleh sebab itu, ditawarkan kepada beliau seorang budak lelaki yang bernama Zaid Bin Haritsah. Beliau Nabi Muhammad mendesak istrinya untuk membelinya dan seketika sudah dibeli, lalu dimerdekakan budak tersebut dan diangkat menjadi anak angkat Nabi Muhammad dan Khadijah. Anak angkat tersebut kemudian terkenal dengan nama Zaid Bin Muhammad karena Nabi Muhammad memeliharanya sebagaimana anaknya sendiri.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Setelah Nabi Muhammad berusia 40 tahun, maka kian hari kian mendalam hasratnya untuk menjauhkan diri dari masyarakat ramai. Maka dari itu beliau sering pergi meninggalkan keluarga dan rumah tangganya untuk mencari tempat ber-khalawat/ menyepi. Maksud beliau adalah untuk menjernihkan pikiran yang selanjutnya untuk mencari kebenaran yang hakiki.

Tak lama kemudian, beliau mendapatkan gunung yang ada goanya. Tempat itu tingginya kurang lebih 200 meter dan terkenal dengan nama “Jabal Hiraa” yang kemudian terkenal dengan nama “Jabal Nur”, dan goanya terkenal dengan goa Hiraa. Di tempat itulah Nabi Muhammad mendapatkan wahyu yang pertama kali. Aktivitas beliau di goa Hiraa adalah mengerjakan tahannuts (mengasingkan diri untuk menempa nafs). Di dalam tahannuts, ketika sedang tidur beliau bermimpi. Mimpi beliau tidak biasa karena mimpi tersebut adalah mimpi yang benar (Arru’yaa Ashshaadiqah).

Pada waktu malam 17 Ramadhan bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610 Masehi, Nabi Muhammad tengah ber-tahannuts di goa Hiraa. Kemudian datanglah Malaikat Jibril AS membawa tulisan dan menyuruh Nabi Muhammad untuk membacanya. Katanya, “bacalah”. Dengan terperanjat Nabi Muhammad menjawab, “aku tidak bisa membaca”. Beliau direngkuh beberapa kali oleh Malaikat Jibril hingga nafasnya sesak, lalu dilepaskannya dan menyuruhnya untuk membacanya lagi. Tetapi Nabi Muhammad berkata bahwa beliau tidak bisa membaca. Peristiwa itu terulang sampai tiga kali. Hingga akhirnya Nabi SAW berkata, “apa yang kubaca?”. Lalu Malaikat Jibril menyampaikan Surat Al Alaq ayat 1 sampai 5. 

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِى خَلَقَ {١} خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ {٢} اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ {٣} الَّذِى عَلَّمَ بِالْقَلَمِ {٤} عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ {٥} {العلق}

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia.
4. Yang mengajar (manusia) dengan pena.
5. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

Semenjak peristiwa itu, Nabi Muhammad telah diangkat menjadi Rasul. Beliaulah panutan kaum muslim diseluruh dunia.