Wednesday, March 18, 2020

Doa Agar Terhindar dari Penyakit yang Buruk

 

 

Masa pandemi mengharuskan kita semua agar senantiasa sabar. Salah satu tempat baik seorang muslim adalah apabila diuji itu tetap bersabar. Masa pandemi seperti sekarang ini adalah ketetapan Allah. Tidak ada yang bisa menghalangi ketetapan Allah. Oleh karenanya kita sebagai umat muslim agar senantiasa bersabar dan memohon kepada Allah agar terhindar dari wabah penyakit. Hal tersebut sebagaimana firman Allah,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ. غافر: 60

Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir:60).

Sebagai seorang muslim, kita mestinya senantiasa berdoa dan memohon pertolongan maupun petunjuk dari Allah atas apa yang kita hadapi. Termasuk kita dalam menghadapi pandemi Covid-19, kita mesti terus berdoa agar terhindar dari bahaya Covid-19. Adapun lafal doa khusus agar terhindar dari wabah penyakit yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW sebagaimana tertuang dalam hadis berikut:

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ أَخْبَرَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئْ الْأَسْقَامِ. أبو داود

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail(1), telah menceritakan kepada Kami Hammad(2), telah mengabarkan kepada Kami Qatadah(3) dari Anas(4) bahwa Nabi SAW mengucapkan: "ALLAAHUMMA INNII A'UUDZU BIKA MINAL BARASHI WAL JUNUUNI WAL JUDZAAMI WA MIN SAYYI-IL ASQAAM" (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kusta, gila, lepra, dan dari penyakit yang buruk). (HR. Abu Dawud, no. 1329).

Daftar Perawi:

(1) Musa bin Isma'il, At Tabudzakiy Al Manqiriy, Abu Salamah, Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan, wafat tahun 223 H, hidup di Bashrah, wafat di Bashrah. Komentar Adz Dzahabi adalah hafizh, sedangkan Ibnu Kharasy berkomentar shaduq (jujur).

(2) Hammad bin Salamah bin Dinar, Abu Salamah, Al Khazzaz, Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan, wafat tahun 167 H, hidup di Bashrah. Imam An Nasa’i berkomentar tsiqah.

(3) Qatadah bin Da'amah bin Qatadah, As Sadusiy, Abu Al Khaththab, Tabi'in kalangan biasa, wafat tahun 117 H, hidup di Bashrah, wafat di Hait. Adz Dzahabi berkomentar hafizh, sedangkan Yahya bin Ma’in berkomentar tsiqah.

(4) Anas bin Malik bin An Nadlir bin Dlamdlom bin Zaid bin Haram, Al Anshariy Al Madaniy, Abu Hamzah, Shahabat, wafat tahun 91 H, hidup di Bashrah.

Keterangan:

Hadis tersebut adalah hadis hasan karena ada perawi Musa bin Isma'il yang dikomentari shaduq (jujur) oleh Ibnu Kharasy.

Melalui hadis tadi, kita bisa berdoa sebagaimana lafal “ALLAAHUMMA INNII A'UUDZU BIKA MINAL BARASHI WAL JUNUUNI WAL JUDZAAMI WA MIN SAYYI-IL ASQAAM" (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kusta, gila, lepra, dan dari penyakit yang buruk). Namun demikian ada juga yang menggubah doa tersebut untuk menerangkan permohonan dari sekumpulan orang. Maksudnya “aku berlindung kepada-Mu” diubah menjadi “kami berlindung kepada-Mu”. Perubahan lafal doa tidak bisa disandarkan kepada Nabi SAW. Lafal yang dimaksud adalah sebagai berikut:

اللَّهُمَّ إِنّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ، وَالْجُنُونِ، وَالْجُذَامِ، وَمِنْ سَيِّئِ الأَسْقَامِ

ALLAAHUMMA INNAA NA'UUDZU BIKA MINAL BARASHI WAL JUNUUNI WAL JUDZAAMI WA MIN SAYYI-IL ASQAAM" (Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari penyakit kusta, gila, dan lepra, dan penyakit yang buruk).

Melalui doa tadi harapannya kita semua bisa terbebas dari bahaya Covid-19. Tentu doa tersebut kita amalkan dan diimbangi dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), selalu cuci tangan, menggunakan masker saat keluar rumah, jaga jarak aman, dan upaya lainnya supaya terhindar dari bahaya Covid-19. Utamanya, marilah senantiasa bertawakal kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam bish-shawab

Friday, March 13, 2020

Khotbah Jum'at: Berlaku Mudahlah



بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
·       اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَ اْلاَرْضِ وَ هُوَ عَلَى كُلّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه. فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكرِيْم:
·       يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
·       يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً. وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
·       يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
·       أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللَّهَ وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّي اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّالْأُمُوْرِ مُحْدَثاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعُةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِىالنَّارِ.
·       اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Syukur alkhamdulillah pada siang ini kita diberi kesempatan untuk melaksanakan rangkaian ibadah salat Jum’at. Insya Allah, kita laksanakan rangkaian tersebut dari mandi janabah, memakai wewangian dan bersiwak (gosok gigi), memakai pakaian yang terbaik, berangkat di awal waktu, salat Tahiyatul Masjid, kemudian dilanjutkan salat Intidhar sampai khotib berdiri di mimbar, lalu diam mendengarkan ketika khotbah sedang berlangsung, salat Jum’at secara berjamaah dan dilanjutkan berdzikir, hingga salat Bakdiyah Jum’at. Kesempatan beramal salih ini merupakan sebagian dari nikmat Allah yang dianugerahkan kepada kita semua. Tak lupa, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah SAW yang telah membawa risalah Islam kepada umatnya.
Selanjutnya dari mimbar ini saya serukan secara khusus kepada diri saya sendiri dan kepada jamaah salat jumat pada umumnya agar senantiasa menjaga, mempertahankan, dan terus berupaya meningkatkan iman dan takwa. Sebab dengan berbekal iman dan takwa, kita dapat selamat di dunia dan di akhirat.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Seorang manusia hidup di dunia tidaklah seorang diri. Seorang manusia di dalam kehidupannya mengenal akan kebutuhan. Berbagai kebutuhan tersebut terangkum dalam kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan bahkan kebutuhan tersier. Upaya memenuhi kebutuhan seorang manusia tersebut tidak lepas dari manusia lain. Oleh karenanya, manusia disebut dengan makhluk sosial. Dalam memenuhi urusan kebutuhannya, seorang manusia perlu berinteraksi dengan manusia lain. Sehingga dalam interaksi ketika memenuhi kebutuhan, kita mestinya berlaku baik. Sebagaimana tertuang di dalam Alquran Surat Al Baqarah ayat 195:
 وَ اَحْسِنُوْا، اِنَّ اللهَ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ. البقرة:195
Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. [QS. Al-Baqarah: 195]
Melalui Surat Al Baqarah ayat 195 tadi bisa kita ambil pengertian bahwa kita sebagai seorang muslim diminta untuk berbuat baik. Sebab Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Berbuat baik ini dalam berbagai hal, termasuk interaksi dalam memenuhi kebutuhan. Selain itu, di dalam sebuah hadis disebutkan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اسْمَحْ يُسْمَحْ لَكَ. احمد
Dari Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Berlaku mudahlah, niscaya kamu diberi kemudahan”. [HR. Ahmad]
Melalui hadis tadi ada anjuran dari Rasulullah bahwa kita mesti berlaku mudah untuk suatu urusan, terlebih-lebih urusan saudara terhadap seiman kita, maka niscaya kita akan diberi kemudahan. Berbagai kemudahan tersebut diantaranya tentang jual beli, hutang, melapangkan saudara yang rejekinya sempit, dan berlaku mudah dalam urusan dunia yang mubah lainnya. Sebagaimana dalam hadis berikut:
 عَنْ عُثْمَانَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَدْخَلَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ رَجُلاً كَانَ سَهْلاً، مُشْتَرِيًا وَ بَائِعًا، وَ قَاضِيًا وَ مُقْتَضِيًا اْلجَنَّةَ. النسائى
Dari ‘Utsman RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla memasukkan surga bagi orang yang mudah dalam jual beli dan mudah dalam mengembalikan hutang dan menagih hutang”. [HR. Nasai]
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Melalui hadis tersebut dijelaskan bahwa seorang muslim yang berlaku mudah dalam jual beli dan mudah dalam mengembalikan hutang dan menagih hutang, Allah ‘Azza wa Jalla akan memasukkan seorang muslim itu ke surga. Betapa besar fadilah dalam berlaku mudah. Berlaku mudah dalam jual beli atau mengembalikan hutang dan menagih hutang saja, Allah akan memasukkan ke surga. Sungguh seluruh urusan kaum muslim itu menjadi kebaikan baginya. Jika mendapat kesenangan, ia bersyukur. Bila mendapat musibah, ia bersabar. Oleh karenanya, marilah kita berlaku mudah, terlebih-lebih kepada sesama kaum muslim. Mengingat semua urusan dunia itu dibolehkan, sebagaimana kaidah:
اْلأَصْلُ فِي الشُّرُوْطِ فِي الْمُعَامَلاَتِ الْحِلُّ وَالْإِبَاحَةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ
Hukum asal menetapkan syarat dalam mu’amalah (urusan dunia) adalah halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil (yang melarangnya).
Melalui kaidah tadi bisa dipahami bahwa semua urusan dunia itu halal dan boleh, kecuali adanya dalil yang melarangnya. Maka dalam hai ini kita perlu tahu berbagai larangan yang disampaikan Allah dan Rasulullah. Diantaranya ada salah satu larangan dari Allah pada Surat Al Ahzab ayat 58, Allah berfirman:
وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا. الاحزاب:58
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. [QS. Al-Ahzaab: 58]
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Melalui Surat Al Ahzab ayat 58 tadi bisa dipahami bahwa seorang muslim dilarang menyakiti (atau berbuat zalim) kepada kaum muslim laki-laki maupun perempuan yang lain. Apabila larangan itu dilanggar, maka akan mendapat dosa. Selain itu juga ada larangan dari Rasulullah:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ. البخارى 1: 8
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Orang muslim itu adalah orang yang orang muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah itu ialah orang yang berhijrah dari apa yang Allah melarang dari padanya”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 8]

Melalui hadis tersebut, kita tahu bahwa Rasulullah melarang seorang muslim berbuat zalim kepada sesama kaum muslim baik dari lisan maupun perbuatannya. Orang yang berhijrah adalah orang yang menjauhi larangan Allah. Sehingga bila seorang berbuat baik kepada sesama muslim, pada hakikatnya ia telah berbuat baik kepada dirinya sendiri. Berlaku zalim mengakibatkan doa yang tidak diijabah, memohon hujan tidak dikabulkan, serta mohon kemenangan tidak akan diberi kemenangan. Sebagaimana hadis berikut:

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: لاَ تَظْلِمُوْا فَتَدْعُوْا فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ، وَتَسْتَسْقُوْا فَلاَ تُسْقَوْا، وَتَسْتَنْصِرُوْا فَلاَ تُنْصَرُوْا. الطبرانى، فى الترغيب و الترهيب 3: 184
Dari Ibnu Mas'ud RA, ia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW pernah bersabda, “Janganlah kalian berlaku zalim, (jika kalian berlaku zalim), maka (akibatnya) kalian berdoa (kepada Allah) tidak dikabulkan, kalian minta hujan tidak diberi hujan, dan kalian mohon kemenangan tidak diberi kemenangan”. [HR. Thabarani, dalam Targhib wat Tarhib juz 3, hal. 184]

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Demikianlah khotbah jumat yang pertama. Semoga limpahan taufik dan hidayah Allah tetap dicurahkan kepada kita, sehingga mampu meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan. Semoga yang sedikit ini mampu memotivasi kita semua sebagai umat muslim untuk senantiasa Berlaku Mudah, terlebih-lebih terhadap saudara sesama muslim.
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. إِنَّاۤ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ. وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّ حِمِيْنَ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا وَ خَيْرًا مَجِيْدًا، هُوَ الَّذِى اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِاْلهُدَى وَ دِيْنِ اْلحَقّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدّيْنِ كُلّهِ وَ لَوْ كَرِهَ اْلمُشْرِكُوْنَ. وَ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى اَشْرَفِ اْلاَنْبِيَاءِ وَ اْلمُرْسَلِيْنَ وَ عَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ، اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ الَّذِى لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَمَّا بَعْدُ.
فَيَا عِبَادَ الله، وَ اتَّقُوا اللهَ وَ اعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ. يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ.
·      اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّـيْتَ عَلَى آلِ اِبـْرَاهِيْمَ. وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ اِبـْرَاهِيْمَ، فِى اْلعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
·      اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، أَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.
·      رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا، وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا، غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا، رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
·      رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ، وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا.
·      رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
·      سُبْحَانَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
·      وَأَقِمِ الصَّلَاةَ.

Penyampai: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd. 

Sunday, March 1, 2020

Kultum: Syirik Menghapus Amal



Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Seorang muslim hendaknya selalu menjaga dirinya dan keluarganya dari siksa api neraka. Semua anggota keluarga bahu membahu dalam menggapai rida Allah SWT. Seorang suami menjalankan kewajibannya untuk mendidik, mengarahkan serta memengertikan istri kepada kebenaran. Kemudian memberinya nafkah lahir dan batin, mempergauli serta menyantuni istrinya dengan baik. 

Sebagaimana suami mempunyai hak dan kewajiban terhadap istri, begitu pula istri mempunyai hak dan kewajiban terhadap suami. Haknya istri adalah kewajiban bagi suaminya, dan begitu pula haknya suami adalah menjadi kewajiban istri terhadap suami tersebut. Salah satu upaya menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka adalah dengan mengertikan tentang bahaya syirik.

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Syirik berarti mempersekutukan Allah SWT. Adapun perbuatan syirik disebut musyrik. Mempersekutukan Allah bisa dipahami menganggap adanya sesuatu makhluk atau tandingan yang mempunyai sifat atau kekuasaan seperti yang dimiliki oleh Allah SWT. Manusia sebelum diturunkan Alquran dalam keadaan syirik, dengan bermacam-macam makhluk yang dianggapnya mempunyai sifat dan kekuasaan seperti Allah. Ada yang mengadakan sesembahan seperti berhala atau patung, ada yang menyekutukan Allah dengan sesama manusia, sepertihalnya raja-raja, kepala suku-kepala suku atau ketua-ketua adat. Ada lagi yang menyekutukan Allah dengan ahbar-ahbar atau rahib-rahib di kalangan ahli Kitab. Oleh karenanya banyak ayat di dalam Alquran yang melarang manusia menyekutukan Allah atau berbuat kemusyrikan. Diantaranya ada dalam Surat An Nisa (4) ayat 48:

وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا. النّساء: 48
Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar. [QS. An Nisa (4): 48]

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Melalui Surat An Nisa ayat 48 tadi terdapat larangan berbuat kemusyrikan. Perbuatan tersebut adalah perbuatan yang mendatangkan dosa yang besar. Allah memang Maha Pengampun, tetapi Allah tidak akan mengampuni orang yang berbuat dosa yang besar. Pada hakikatnya, orang yang melakukan kemusyrikan adalah menzalimi dirinya sendiri. Pengertian bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa besar itu tertuang dalam surat An Nisa (4) ayat 116:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا. النّساء: 116
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali. [QS. An Nisa (4): 116]

Melalui surat An Nisa ayat 116 tadi bisa kita mengerti bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Namun Allah mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah pun memperingatkan bahwa perbuatan mempersekutukan Allah adalah keadaan tersesat yang jauh sekali. Selain itu, perbuatan syirik itu melenyapkan amalan yang telah dikerjakan. Sebagaimana di dalam Surat Al Anam (6) ayat 88:

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ. الأنعَام: 88
Sekiranya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan. [QS. Al Anam (6): 88]

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Surat Al Anam ayat 88 tadi bisa kita ambil pengertian bahwa, orang yang melakukan kesyirikan sudah pasti lenyap amal kebaikan yang telah dikerjakan. Oleh karenanya kita perlu menghindari perbuatan syirik. Adapun agar kita bisa menghindari perbuatan menyekutukan Allah atau syirik, kita perlu memahami jenis atau macam dari syirik. Mari kita bahas satu per satu.

1.     Syirik dalam Ibadah (اَلشِّرْكُ فِى الْعِبَادَةِ)
Maksudnya adalah merasa diri sebagai hamba kepada selain Allah, sehingga melakukan upacara-upacara yang bersifat keagamaan yang diatur oleh kepercayaan yang dianggap tuhan selain Allah.

Contoh dari syirik ini adalah melakukan upacara peribadatan agama lain atau yang menyerupai. Bisa juga sebagai contoh adalah melaksanakan upacara peribadatan seperti yang dilakukan oleh penganut aliran kepercayaan, entah itu animisme ataupun dinamisme. Animisme adalah pemujaan kepada roh nenek moyang atau arwah leluhur.  Sedangkan dinamisme adalah pemujaan terhadap benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan mistis di luar nalar manusia, seperti halnya jimat. 

Seorang muslim tidak akan melakukan upacara peribadatan seperti upacara peribadatan agama lain atau aliran kepercayaan lain. Sebab ia kenal kaidah bahwa: 

اْلأَصْلُ فِي شُـرُوْطِ الْعِبَـادَاتِ الْمَنْـعُ وَالْحَظْـرُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ. اْلأَصْلُ فِي الشُّرُوْطِ فِي الْمُعَامَلاَتِ الْحِلُّ وَالْإِبَاحَةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ.
Hukum asal syarat sah suatu ibadah tidaklah ada kecuali jika ada dalilnya. Hukum asal menetapkan syarat dalam mu’amalah (urusan dunia) adalah halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil (yang melarangnya).

Sehingga bisa kita pahami bahwa, semua ibadah itu dilarang, kecuali ada dalil perintah. Sebaliknya, semua urusan dunia itu diperbolehkan, kecuali ada dalil larangan. Kita dalam hal ini berupaya untuk beribadah sesuai dengan perintah Allah yang disampaikan kepada Rasulullah SAW. Kita juga berupaya menjauhi apa yang menjadi larangan dalam urusan dunia.

2.     Syirik dalam Memohon Pertolongan (اَلشِّرْكُ فِى الْاِسْتِعَانَةِ)
Maksudnya memohon pertolongan kepada selain Allah yang mana pertolongan itu hanya bisa dilakukan oleh Allah. Permohonan tersebut diantaranya adalah: mohon dipanjangkan umurnya, mohon diberi keselamatan, mohon mendapat kelancaran rejeki, mohon terhindar dari malapetaka, dan lain sebagainya. Padahal Rasulullah SAW bersabda:

وَ اِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِا للهِ. الترمذى 4: 76، رقم: 2635
Dan apabila kamu mohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. [HR. Tirmidzi, juz 4, hal. 76, no. 2635]  

3.     Syirik dalam Hukum (اَلشِّرْكُ فِى الْاَحْكَامِ)
Maksudnya adalah menganggap hukum ciptaan manusia (hukum wadl’iy) lebih baik atau lebih sempurna dari pada hukum-hukum Allah. Adapun hukum wadl’iy adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang sebab, syarat, mani’ (sesuatu yang menjadi penghalang kecakapan untuk melakukan hukum taklifi). 

Sedang hukum taklifi adalah ketentuan-ketentuan Allah yang menyangkut perbuatan mukalaf, baik dalam bentuk perintah, anjuran untuk melakukan, larangan, anjuran untuk tidak melakukan, atau dalam bentuk memberi kebebasan untuk berbuat atau tidak berbuat. Maka dalam fiqih kita kenal hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
Oleh karenanya, mukalaf mesti paham akan kaidah: 

الحكم يدور مع علته وجودا وعدما
Hukum itu berputar pada illatnya. Ada illat ada hukum, tak ada illat tak ada hukum.

Maka dalam hal ini perlu kita ketahui, illat adalah sifat yang ada pada hukum ashal yang digunakan sebagai dasar hukum. Sehingga mukalaf tidak mengatakan bahwa hukum asal sesuatu adalah mubah dikatakan haram, hukum asal sesuatu adalah mubah dikatakan sunnah, hukum asal sesuatu adalah mubah dikatakan haram, bahkan hukum asal sesuatu haram dikatakan sunnah atau wajib, dan lain sebagainya. Jangan sampai terjadi pada kita sebagai mukalaf. Oleh karena itu, pentingnya kita dalam mengaji seperti pada kesempatan kali ini, agar mengetahui perkara yang haq dan bathil

4.     Syirik dalam Zat (اَلشِّرْكُ فِى الذَّاتِ)
Maksudnya adalah menganggap Zat Allah itu tidak tunggal atau menganggap selain Allah ada tuhan lagi. Allah berfirman:

 لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ. الإخلاص: 3أاااييي
Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. [QS. Al Ikhlas: 3]

Melalui Surat Al Ikhlas (112) ayat 3, bisa ketahui bahwa Allah sendiri menerangkan bahwa Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan sepertihalnya makhluk.

5.     Syirik dalam Sifat (اَلشِّرْكُ فِى الصِّفَاتِ)
Maksudnya adalah menganggap adanya makhluk yang mempunyai sifat seperti Allah yang sepenuhnya. Padahal Allah berfirman: 

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ. الإخلاص: 4
Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia. [QS. Al Ikhlas: 4]

Melalui Surat Al Ikhlas (112) ayat 4 tadi bisa kita pahami bahwa Allah sudah menerangkan bahwa tidak ada satupun makhluk yang sifatnya setara dengan Allah SWT.

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Melalui pemaparan jenis atau macam dari syirik, kita berupaya untuk menjauhi perilaku syirik. Adapun jenis atau macam syirik (mempersekutukan Allah) yang merupakan dosa besar diantaranya: (1) syirik dalam ibadah; (2) syirik dalam memohon pertolongan; (3) syirik dalam hukum; (4) syirik dalam Zat; dan (5) syirik dalam sifat.

Penyampai: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd.