Maasyiral muslimin wal muslimat
rahimakumullah.
Seorang muslim hendaknya selalu menjaga
dirinya dan keluarganya dari siksa api neraka. Semua anggota keluarga bahu
membahu dalam menggapai rida Allah SWT. Seorang suami menjalankan kewajibannya
untuk mendidik, mengarahkan serta memengertikan istri kepada kebenaran.
Kemudian memberinya nafkah lahir dan batin, mempergauli serta menyantuni
istrinya dengan baik.
Sebagaimana suami mempunyai hak dan kewajiban
terhadap istri, begitu pula istri mempunyai hak dan kewajiban terhadap suami.
Haknya istri adalah kewajiban bagi suaminya, dan begitu pula haknya suami
adalah menjadi kewajiban istri terhadap suami tersebut. Salah satu upaya
menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka adalah dengan mengertikan
tentang bahaya syirik.
Maasyiral muslimin wal muslimat
rahimakumullah.
Syirik berarti mempersekutukan
Allah SWT. Adapun perbuatan syirik disebut musyrik. Mempersekutukan Allah bisa
dipahami menganggap adanya sesuatu makhluk atau tandingan yang mempunyai sifat
atau kekuasaan seperti yang dimiliki oleh Allah SWT. Manusia sebelum diturunkan
Alquran dalam keadaan syirik, dengan bermacam-macam makhluk yang dianggapnya
mempunyai sifat dan kekuasaan seperti Allah. Ada yang mengadakan sesembahan
seperti berhala atau patung, ada yang menyekutukan Allah dengan sesama manusia,
sepertihalnya raja-raja, kepala suku-kepala suku atau ketua-ketua adat. Ada
lagi yang menyekutukan Allah dengan ahbar-ahbar atau rahib-rahib di kalangan
ahli Kitab. Oleh karenanya banyak ayat di dalam Alquran yang melarang manusia
menyekutukan Allah atau berbuat kemusyrikan. Diantaranya ada dalam Surat An Nisa
(4) ayat 48:
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا
عَظِيمًا. النّساء: 48
Barangsiapa mempersekutukan
Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar. [QS. An
Nisa (4): 48]
Maasyiral muslimin wal muslimat
rahimakumullah.
Melalui Surat An Nisa ayat 48
tadi terdapat larangan berbuat kemusyrikan. Perbuatan tersebut adalah perbuatan
yang mendatangkan dosa yang besar. Allah memang Maha Pengampun, tetapi Allah
tidak akan mengampuni orang yang berbuat dosa yang besar. Pada hakikatnya, orang
yang melakukan kemusyrikan adalah menzalimi dirinya sendiri. Pengertian bahwa
Allah tidak akan mengampuni dosa besar itu tertuang dalam surat An Nisa (4)
ayat 116:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ
وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا. النّساء: 116
Allah tidak akan mengampuni
dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa
selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa mempersekutukan
Allah, maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali. [QS. An
Nisa (4): 116]
Melalui surat An Nisa ayat 116
tadi bisa kita mengerti bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Namun
Allah mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah pun
memperingatkan bahwa perbuatan mempersekutukan Allah adalah keadaan tersesat
yang jauh sekali. Selain itu, perbuatan syirik itu melenyapkan amalan yang
telah dikerjakan. Sebagaimana di dalam Surat Al Anam (6) ayat 88:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ. الأنعَام: 88
Sekiranya mereka
mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan. [QS. Al
Anam (6): 88]
Maasyiral muslimin wal muslimat
rahimakumullah.
Surat Al Anam ayat 88 tadi bisa
kita ambil pengertian bahwa, orang yang melakukan kesyirikan sudah pasti lenyap
amal kebaikan yang telah dikerjakan. Oleh karenanya kita perlu menghindari
perbuatan syirik. Adapun agar kita bisa menghindari perbuatan menyekutukan
Allah atau syirik, kita perlu memahami jenis atau macam dari syirik. Mari kita
bahas satu per satu.
1. Syirik
dalam Ibadah (اَلشِّرْكُ فِى
الْعِبَادَةِ)
Maksudnya
adalah merasa diri sebagai hamba kepada selain Allah, sehingga melakukan
upacara-upacara yang bersifat keagamaan yang diatur oleh kepercayaan yang dianggap
tuhan selain Allah.
Contoh dari
syirik ini adalah melakukan upacara peribadatan agama lain atau yang
menyerupai. Bisa juga sebagai contoh adalah melaksanakan upacara peribadatan
seperti yang dilakukan oleh penganut aliran kepercayaan, entah itu animisme
ataupun dinamisme. Animisme adalah pemujaan kepada roh nenek moyang atau arwah
leluhur. Sedangkan dinamisme adalah
pemujaan terhadap benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan mistis di luar
nalar manusia, seperti halnya jimat.
Seorang
muslim tidak akan melakukan upacara peribadatan seperti upacara peribadatan
agama lain atau aliran kepercayaan lain. Sebab ia kenal kaidah bahwa:
اْلأَصْلُ فِي
شُـرُوْطِ الْعِبَـادَاتِ الْمَنْـعُ وَالْحَظْـرُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ. اْلأَصْلُ
فِي الشُّرُوْطِ فِي الْمُعَامَلاَتِ الْحِلُّ وَالْإِبَاحَةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ.
Hukum asal
syarat sah suatu ibadah tidaklah ada kecuali jika ada dalilnya. Hukum asal
menetapkan syarat dalam mu’amalah (urusan dunia) adalah halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil (yang melarangnya).
Sehingga
bisa kita pahami bahwa, semua ibadah itu dilarang, kecuali ada dalil perintah.
Sebaliknya, semua urusan dunia itu diperbolehkan, kecuali ada dalil larangan.
Kita dalam hal ini berupaya untuk beribadah sesuai dengan perintah Allah yang
disampaikan kepada Rasulullah SAW. Kita juga berupaya menjauhi apa yang menjadi
larangan dalam urusan dunia.
2. Syirik
dalam Memohon Pertolongan (اَلشِّرْكُ
فِى الْاِسْتِعَانَةِ)
Maksudnya
memohon pertolongan kepada selain Allah yang mana pertolongan itu hanya bisa
dilakukan oleh Allah. Permohonan tersebut diantaranya adalah: mohon
dipanjangkan umurnya, mohon diberi keselamatan, mohon mendapat kelancaran
rejeki, mohon terhindar dari malapetaka, dan lain sebagainya. Padahal
Rasulullah SAW bersabda:
وَ اِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِا للهِ.
الترمذى 4: 76، رقم: 2635
Dan apabila
kamu mohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. [HR.
Tirmidzi, juz 4, hal. 76, no. 2635]
3. Syirik
dalam Hukum (اَلشِّرْكُ فِى
الْاَحْكَامِ)
Maksudnya
adalah menganggap hukum ciptaan manusia (hukum wadl’iy) lebih baik atau
lebih sempurna dari pada hukum-hukum Allah. Adapun hukum wadl’iy adalah
ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang sebab, syarat, mani’ (sesuatu
yang menjadi penghalang kecakapan untuk melakukan hukum taklifi).
Sedang hukum
taklifi adalah ketentuan-ketentuan Allah yang menyangkut perbuatan mukalaf,
baik dalam bentuk perintah, anjuran untuk melakukan, larangan, anjuran untuk
tidak melakukan, atau dalam bentuk memberi kebebasan untuk berbuat atau tidak
berbuat. Maka dalam fiqih kita kenal hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, dan
haram.
Oleh
karenanya, mukalaf mesti paham akan kaidah:
الحكم يدور مع علته وجودا وعدما
Hukum itu
berputar pada illatnya. Ada illat ada hukum, tak ada illat tak ada hukum.
Maka dalam
hal ini perlu kita ketahui, illat adalah sifat yang ada pada
hukum ashal yang digunakan sebagai dasar hukum. Sehingga mukalaf tidak
mengatakan bahwa hukum asal sesuatu adalah mubah dikatakan haram, hukum asal
sesuatu adalah mubah dikatakan sunnah, hukum asal sesuatu adalah mubah
dikatakan haram, bahkan hukum asal sesuatu haram dikatakan sunnah atau wajib,
dan lain sebagainya. Jangan sampai terjadi pada kita sebagai mukalaf. Oleh
karena itu, pentingnya kita dalam mengaji seperti pada kesempatan kali ini, agar
mengetahui perkara yang haq dan bathil.
4. Syirik
dalam Zat (اَلشِّرْكُ فِى
الذَّاتِ)
Maksudnya
adalah menganggap Zat Allah itu tidak tunggal atau menganggap selain Allah ada
tuhan lagi. Allah berfirman:
لَمْ
يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ. الإخلاص: 3
Allah tidak
beranak dan tidak pula diperanakkan. [QS. Al Ikhlas: 3]
Melalui
Surat Al Ikhlas (112) ayat 3, bisa ketahui bahwa Allah sendiri menerangkan
bahwa Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan sepertihalnya makhluk.
5. Syirik
dalam Sifat (اَلشِّرْكُ فِى
الصِّفَاتِ)
Maksudnya
adalah menganggap adanya makhluk yang mempunyai sifat seperti Allah yang
sepenuhnya. Padahal Allah berfirman:
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ. الإخلاص: 4
Dan tidak
ada sesuatu yang setara dengan Dia. [QS. Al Ikhlas: 4]
Melalui
Surat Al Ikhlas (112) ayat 4 tadi bisa kita pahami bahwa Allah sudah
menerangkan bahwa tidak ada satupun makhluk yang sifatnya setara dengan Allah
SWT.
Maasyiral muslimin wal muslimat
rahimakumullah.
Melalui pemaparan jenis atau macam dari
syirik, kita
berupaya untuk menjauhi perilaku syirik. Adapun jenis atau macam syirik
(mempersekutukan Allah) yang merupakan dosa besar diantaranya: (1) syirik dalam
ibadah; (2) syirik dalam memohon pertolongan; (3) syirik dalam hukum; (4)
syirik dalam Zat; dan (5) syirik dalam sifat.
Penyampai: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd.
No comments:
Post a Comment