Sunday, March 1, 2020

Kultum: Syirik Menghapus Amal



Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Seorang muslim hendaknya selalu menjaga dirinya dan keluarganya dari siksa api neraka. Semua anggota keluarga bahu membahu dalam menggapai rida Allah SWT. Seorang suami menjalankan kewajibannya untuk mendidik, mengarahkan serta memengertikan istri kepada kebenaran. Kemudian memberinya nafkah lahir dan batin, mempergauli serta menyantuni istrinya dengan baik. 

Sebagaimana suami mempunyai hak dan kewajiban terhadap istri, begitu pula istri mempunyai hak dan kewajiban terhadap suami. Haknya istri adalah kewajiban bagi suaminya, dan begitu pula haknya suami adalah menjadi kewajiban istri terhadap suami tersebut. Salah satu upaya menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka adalah dengan mengertikan tentang bahaya syirik.

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Syirik berarti mempersekutukan Allah SWT. Adapun perbuatan syirik disebut musyrik. Mempersekutukan Allah bisa dipahami menganggap adanya sesuatu makhluk atau tandingan yang mempunyai sifat atau kekuasaan seperti yang dimiliki oleh Allah SWT. Manusia sebelum diturunkan Alquran dalam keadaan syirik, dengan bermacam-macam makhluk yang dianggapnya mempunyai sifat dan kekuasaan seperti Allah. Ada yang mengadakan sesembahan seperti berhala atau patung, ada yang menyekutukan Allah dengan sesama manusia, sepertihalnya raja-raja, kepala suku-kepala suku atau ketua-ketua adat. Ada lagi yang menyekutukan Allah dengan ahbar-ahbar atau rahib-rahib di kalangan ahli Kitab. Oleh karenanya banyak ayat di dalam Alquran yang melarang manusia menyekutukan Allah atau berbuat kemusyrikan. Diantaranya ada dalam Surat An Nisa (4) ayat 48:

وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا. النّساء: 48
Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar. [QS. An Nisa (4): 48]

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Melalui Surat An Nisa ayat 48 tadi terdapat larangan berbuat kemusyrikan. Perbuatan tersebut adalah perbuatan yang mendatangkan dosa yang besar. Allah memang Maha Pengampun, tetapi Allah tidak akan mengampuni orang yang berbuat dosa yang besar. Pada hakikatnya, orang yang melakukan kemusyrikan adalah menzalimi dirinya sendiri. Pengertian bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa besar itu tertuang dalam surat An Nisa (4) ayat 116:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا. النّساء: 116
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali. [QS. An Nisa (4): 116]

Melalui surat An Nisa ayat 116 tadi bisa kita mengerti bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Namun Allah mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah pun memperingatkan bahwa perbuatan mempersekutukan Allah adalah keadaan tersesat yang jauh sekali. Selain itu, perbuatan syirik itu melenyapkan amalan yang telah dikerjakan. Sebagaimana di dalam Surat Al Anam (6) ayat 88:

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ. الأنعَام: 88
Sekiranya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan. [QS. Al Anam (6): 88]

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Surat Al Anam ayat 88 tadi bisa kita ambil pengertian bahwa, orang yang melakukan kesyirikan sudah pasti lenyap amal kebaikan yang telah dikerjakan. Oleh karenanya kita perlu menghindari perbuatan syirik. Adapun agar kita bisa menghindari perbuatan menyekutukan Allah atau syirik, kita perlu memahami jenis atau macam dari syirik. Mari kita bahas satu per satu.

1.     Syirik dalam Ibadah (اَلشِّرْكُ فِى الْعِبَادَةِ)
Maksudnya adalah merasa diri sebagai hamba kepada selain Allah, sehingga melakukan upacara-upacara yang bersifat keagamaan yang diatur oleh kepercayaan yang dianggap tuhan selain Allah.

Contoh dari syirik ini adalah melakukan upacara peribadatan agama lain atau yang menyerupai. Bisa juga sebagai contoh adalah melaksanakan upacara peribadatan seperti yang dilakukan oleh penganut aliran kepercayaan, entah itu animisme ataupun dinamisme. Animisme adalah pemujaan kepada roh nenek moyang atau arwah leluhur.  Sedangkan dinamisme adalah pemujaan terhadap benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan mistis di luar nalar manusia, seperti halnya jimat. 

Seorang muslim tidak akan melakukan upacara peribadatan seperti upacara peribadatan agama lain atau aliran kepercayaan lain. Sebab ia kenal kaidah bahwa: 

اْلأَصْلُ فِي شُـرُوْطِ الْعِبَـادَاتِ الْمَنْـعُ وَالْحَظْـرُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ. اْلأَصْلُ فِي الشُّرُوْطِ فِي الْمُعَامَلاَتِ الْحِلُّ وَالْإِبَاحَةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ.
Hukum asal syarat sah suatu ibadah tidaklah ada kecuali jika ada dalilnya. Hukum asal menetapkan syarat dalam mu’amalah (urusan dunia) adalah halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil (yang melarangnya).

Sehingga bisa kita pahami bahwa, semua ibadah itu dilarang, kecuali ada dalil perintah. Sebaliknya, semua urusan dunia itu diperbolehkan, kecuali ada dalil larangan. Kita dalam hal ini berupaya untuk beribadah sesuai dengan perintah Allah yang disampaikan kepada Rasulullah SAW. Kita juga berupaya menjauhi apa yang menjadi larangan dalam urusan dunia.

2.     Syirik dalam Memohon Pertolongan (اَلشِّرْكُ فِى الْاِسْتِعَانَةِ)
Maksudnya memohon pertolongan kepada selain Allah yang mana pertolongan itu hanya bisa dilakukan oleh Allah. Permohonan tersebut diantaranya adalah: mohon dipanjangkan umurnya, mohon diberi keselamatan, mohon mendapat kelancaran rejeki, mohon terhindar dari malapetaka, dan lain sebagainya. Padahal Rasulullah SAW bersabda:

وَ اِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِا للهِ. الترمذى 4: 76، رقم: 2635
Dan apabila kamu mohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. [HR. Tirmidzi, juz 4, hal. 76, no. 2635]  

3.     Syirik dalam Hukum (اَلشِّرْكُ فِى الْاَحْكَامِ)
Maksudnya adalah menganggap hukum ciptaan manusia (hukum wadl’iy) lebih baik atau lebih sempurna dari pada hukum-hukum Allah. Adapun hukum wadl’iy adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang sebab, syarat, mani’ (sesuatu yang menjadi penghalang kecakapan untuk melakukan hukum taklifi). 

Sedang hukum taklifi adalah ketentuan-ketentuan Allah yang menyangkut perbuatan mukalaf, baik dalam bentuk perintah, anjuran untuk melakukan, larangan, anjuran untuk tidak melakukan, atau dalam bentuk memberi kebebasan untuk berbuat atau tidak berbuat. Maka dalam fiqih kita kenal hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
Oleh karenanya, mukalaf mesti paham akan kaidah: 

الحكم يدور مع علته وجودا وعدما
Hukum itu berputar pada illatnya. Ada illat ada hukum, tak ada illat tak ada hukum.

Maka dalam hal ini perlu kita ketahui, illat adalah sifat yang ada pada hukum ashal yang digunakan sebagai dasar hukum. Sehingga mukalaf tidak mengatakan bahwa hukum asal sesuatu adalah mubah dikatakan haram, hukum asal sesuatu adalah mubah dikatakan sunnah, hukum asal sesuatu adalah mubah dikatakan haram, bahkan hukum asal sesuatu haram dikatakan sunnah atau wajib, dan lain sebagainya. Jangan sampai terjadi pada kita sebagai mukalaf. Oleh karena itu, pentingnya kita dalam mengaji seperti pada kesempatan kali ini, agar mengetahui perkara yang haq dan bathil

4.     Syirik dalam Zat (اَلشِّرْكُ فِى الذَّاتِ)
Maksudnya adalah menganggap Zat Allah itu tidak tunggal atau menganggap selain Allah ada tuhan lagi. Allah berfirman:

 لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ. الإخلاص: 3أاااييي
Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. [QS. Al Ikhlas: 3]

Melalui Surat Al Ikhlas (112) ayat 3, bisa ketahui bahwa Allah sendiri menerangkan bahwa Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan sepertihalnya makhluk.

5.     Syirik dalam Sifat (اَلشِّرْكُ فِى الصِّفَاتِ)
Maksudnya adalah menganggap adanya makhluk yang mempunyai sifat seperti Allah yang sepenuhnya. Padahal Allah berfirman: 

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ. الإخلاص: 4
Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia. [QS. Al Ikhlas: 4]

Melalui Surat Al Ikhlas (112) ayat 4 tadi bisa kita pahami bahwa Allah sudah menerangkan bahwa tidak ada satupun makhluk yang sifatnya setara dengan Allah SWT.

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Melalui pemaparan jenis atau macam dari syirik, kita berupaya untuk menjauhi perilaku syirik. Adapun jenis atau macam syirik (mempersekutukan Allah) yang merupakan dosa besar diantaranya: (1) syirik dalam ibadah; (2) syirik dalam memohon pertolongan; (3) syirik dalam hukum; (4) syirik dalam Zat; dan (5) syirik dalam sifat.

Penyampai: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd.


No comments:

Post a Comment