Wednesday, June 28, 2023

Khotbah Idul Adha: Meneladani Musyawarah Nabi Ibrahim AS

 

Meneladani Musyawarah Nabi Ibrahim AS

Oleh: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., S.Pd., M,Pd.

 

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ

الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا. نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ. رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي. اللَّهُمَّ لَا سَهْلَ إِلَّا مَا جَعَلْتَهُ سَهْلًا وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلًا. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكرِيْم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ {آل عمران: 102}. لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْ، كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ، وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ {الحج: 37}. وَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَاَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَـمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ ولِلَّهِ الْحَمْدُ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ رَحِمَكُمُ اللهُ،

 

Syukur alkhamdulillah senantiasa kita haturkan kepada Allah SWT yang menjadikan mati dan hidup. Hanya Allah yang mampu menciptakan kematian dan kehidupan. Allah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji manusia, siapa diantara mereka yang beriman dan beramal saleh. Selawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa risalah Agama Islam kepada umatnya. Semoga kita semuanya tergolong umat Rasulullah Muhammad SAW yang senantiasa melaksanakan ajaran-ajaran Agama Islam di semua sendi-sendi kehidupan kita. Melalui ajaran-ajaran agama Islam yang kita laksanakan semaksimalnya di dalam kehidupan kita, harapannya kita semua bisa selamat di dunia maupun di akhirat. Aamiin.

 

Selanjutnya dari mimbar ini saya serukan kepada diri saya sendiri dan umumnya kepada jamaah salat Idul Adha agar senantiasa menjaga, mempertahankan, dan terus berusaha meningkatkan iman dan takwa. Iman dengan mengimani rukun iman yang enam dan takwa dengan mentaati segala perintah Allah dan Rasulullah, serta menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Marilah saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.

 

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ ولِلَّهِ الْحَمْدُ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ رَحِمَكُمُ اللهُ،

Banyak cara mendekatkan diri kepada Allah. Cara mendekatkan diri kepada Allah sudah tertuang dalam ajaran Agama Islam. Salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan menjalankan ibadah nusuk kurban. Kedudukan hukum nusuk kurban adalah sunah muakaddah (sunah yang dianjurkan). Secara pengertian, kurban adalah pendekatan diri kepada Allah dengan cara menyembelih binatang ternak dan dilaksanakan dengan tuntunan dalam rangka mencari rida Allah SWT. Dalil pelaksanaan kurban sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an Surat Al Hajj ayat 37. Allah berfirman,

 

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ. الحج: 37

Artinya: Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin. (QS. Al Hajj: 37).

 

Ibadah kurban tidak terlepas dari kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Kisah tersebut terdapat dalam Al-Qur’an Surat As Saffat ayat 102 sampai dengan 107. Peristiwa kala itu Nabi Ibrahim mengabarkan tentang mimpinya kepada anaknya, yaitu Ismail. Nabi Ibrahim berkata,

 

يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ.

Artinya: “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”

 

Mendengar pertanyaan sang bapak, Ismail pun menjawab,

 

يَـٰۤأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ، سَتَجِدُنِىۤ إِن شَاۤءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ.

Artinya: “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

 

Ismail merupakan anak yang dicintai Nabi Ibrahim, anak yang selama ini menjadi salah satu kesenangan hidup Nabi Ibrahim di dunia, seorang anak yang kehadirannya dinanti untuk melanjutkan risalah dakwahnya. Hingga tiba waktunya, mereka pun melaksanakan apa yang diperintahkan Allah.

 

Saat keduanya berserah diri dan siap melaksanakan perintah Allah, lalu Allah pun melarang Nabi Ibrahim menyembelih Ismail. Kemudian untuk meneruskan kurban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan yang besar. Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya ibadah nusuk kurban yang dilaksanakan pada Hari Raya Idul Adha/ Haji. Peristiwa tersebut senantiasa menjadi pelajaran bagi umat di akhir zaman untuk senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Semua yang diupayakan seorang hamba adalah semata-mata untuk mengharap rida Allah SWT.

 

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ ولِلَّهِ الْحَمْدُ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ رَحِمَكُمُ اللهُ،

Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mensiratkan bangunan musyawarah antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam mengambil keputusan yang terbaik. Bisa saja Nabi Ibrahim selaku bapak dari Ismail berlaku otoriter dengan memaksa anaknya harus patuh pada Nabi Ibrahim. Namun yang dilakukan Nabi Ibrahim sebailkya, yaitu mengajak anaknya untuk bermusyawarah. Hal tersebut menunjukkan kebolehan berpendapat yang merupakan cerminan demokrasi. Begitu mulia Nabi Ibrahim yang merupakan bapak para nabi mengajarkan nilai-nilai musyawarah. Hal tersebut menjadikan pelajaran bagi kita sebagai bapak/ pemimpin keluarga supaya senantiasa mengedepankan nilai-nilai musyawarah dalam memimpin keluarga. Setiap anggota keluarga memiliki hak untuk mengutarakan pendapat. Kebolehan berpendapat artinya merdeka dalam mengutarakan buah pemikiran. Melalui berbagai pendapat yang ada, diambil keputusan yang terbaik sebagai mufakat, yang juga tentunya keputusan tersebut masih berada di rel kebenaran Al-Qur’an dan As-Sunah. Allah berfirman,

 

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍۢ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ، وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـٰلًۭا مُّبِينًۭا. الأحزاب: 36.

Artinya: Tidaklah pantas bagi mukmin dan mukminat, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketentuan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata. (QS. Al Ahzab: 36).

 

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ ولِلَّهِ الْحَمْدُ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ رَحِمَكُمُ اللهُ،

Hendaknya kita tidak mendahului ketetapan Allah. Kita serahkan semua ketetapan kepada Allah. Hal tersebut sebagaimana kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang bermusyawarah untuk memperoleh keputusan terbaik. Keputusan tersebut tentu dilandasi dengan kepasrahan dan hati yang bening untuk memperoleh rida Allah SWT. Marilah kita semua mencintai Allah dengan penuh ketaatan, serta mendekatkan diri kepada-Allah dengan mengikuti perintah Nabi-Nya, serta membersihkan diri dengan amal saleh. Melalui upaya tersebut, harapannya Allah mengampuni dosa-dosa kita semua. Demikian yang bisa saya sampaikan pada kesempatan hari ini. Semoga bisa menjadi pengingat bagi diri saya dan umumnya bermanfaat bagi jamaah semuanya. Kebenaran datangnya dari Allah, sementara kesalahan datangnya dari diri saya pribadi. Saya beristigfar memohon ampun kepada Allah, dan mohon maaf apabila terdapat tutur kata yang kurang berkenan. Mari kita tutup khotbah ini dengan berdoa.

وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، أَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى ٱلدُّنْيَا حَسَنَةًۭ وَفِى ٱلْـَٔاخِرَةِ حَسَنَةًۭ وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَبِاللهِ التَّوْفِيْقُ والهِدَايَةُ، وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ.

 

~ooOoo~

Monday, June 26, 2023

Puasa Arafah

Umat Islam yang sedang tidak melaksanakan ibadah haji disarankan untuk menjalani ibadah puasa Arafah. Supaya lebih jelas, akan kita bahas di antaranya: (a) pengertian puasa Arafah; (b) hukum puasa Arafah; (c) orang yang melaksanakan puasa Arafah; (d) waktu pelaksanaan puasa Arafah; (e) tata cara puasa Arafah; (f) keutamaan puasa Arafah; dan (g) penjelasan singkat.

 

A. Pengertian Puasa Arafah

Puasa disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan). Puasa juga berarti salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Sementara itu, Arafah menurut KBBI dijelaskan sebagai nama tempat yang terletak sekitar 25 km di luar kota Makkah yang digunakan oleh jemaah haji untuk wukuf pada pelaksanaan haji tanggal 9 Zulhijah. Oleh karena itu, pengertian puasa Arafah adalah puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah yang bertepatan dengan pelaksanaan ibadah wukuf di Arafah yang dilakukan oleh jamaah haji.

 

B. Hukum Puasa Arafah

Hukum puasa Arafah adalah sunah muakkadah. Dalil puasa Arafah sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Pertama

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ حَرْمَلَةَ بْنِ إِيَاسٍ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَةً وَصَوْمُ عَاشُورَاءَ يُكَفِّرُ سَنَةً مَاضِيَةً. أحمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Manshur dari Mujahid dari Harmalah bin Iyas dari Abu Qatadah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Puasa pada hari 'Arafah (tanggal 9 Zulhijah) itu bisa menghapus dosa-dosa dua tahun, yaitu setahun yang lampau dan setahun yang akan datang. Dan puasa 'Asyura' (tanggal 10 Muharam) bisa menghapus dosa setahun yang lalu." (HR. Ahmad, no. 21496).

 

C. Orang yang Melaksanakan Puasa Arafah

Siapa saja yang disunahkan melaksanakan puasa Arafah? Jawabannya adalah orang Islam yang sedang tidak berhaji di padang Arafah. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Kedua

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنِي حَوْشَبُ بْنُ عَقِيلٍ حَدَّثَنِي مَهْدِيٌّ الْعَبْدِيُّ عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى أَبِي هُرَيْرَةَ فِي بَيْتِهِ فَسَأَلْتُهُ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ، فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ. ابن ماجه

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Ali bin Muhammad, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Waki' berkata: telah menceritakan kepadaku Hausyab bin Aqil berkata: telah menceritakan kepadaku Mahdi Al 'Abdi dari Ikrimah ia berkata: Saya pernah datang kepada Abu Hurairah di rumahnya, lalu saya bertanya kepadanya tentang puasa hari 'Arafah di 'Arafah, maka jawab Abu Hurairah: "Rasulullah SAW melarang puasa hari 'Arafah di padang 'Arafah'. (HR. Ibnu Majah, no. 1722).

 

Larangan pada hadis di atas ditujukan pada kaum muslim yang sedang melaksanakan wukuf di padang Arafah. Wukuf menurut KBBI artinya adalah salah satu rukun ibadah haji dengan berdiam (hadir) di Arafah yang waktunya dimulai saat tenggelamnya matahari pada tanggal 9 Zulhijah, dan berakhir pada saat terbitnya fajar di tanggal 10 Zulhijah. Kaum muslim yang sedang melaksanakan wukuf di padang Arafah tidak melaksanakan puasa. Hal tersebut sebagaimana petunjuk Rasulullah SAW pada hadis berikut.

 

Hadis Ketiga

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي النَّضْرِ عَنْ عُمَيْرٍ مَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْعَبَّاسِ عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ، أَنَّ نَاسًا اخْتَلَفُوا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: هُوَ صَائِمٌ. وَقَالَ: بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ. فَأَرْسَلْتُ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abu An Nadhar dari 'Umair maula Ibnu 'Abbas RA dari Ummu Al Fadll binti Al Harits, bahwasanya orang-orang berbantah di sisinya pada hari 'Arafah tentang puasanya Nabi SAW. Sebagian dari mereka berkata, "Beliau SAW berpuasa." Dan sebagian lainnya berkata, "Beliau SAW tidak berpuasa." Kemudian Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada Nabi SAW, pada waktu itu Nabi SAW sedang wukuf di atas untanya, lalu Nabi SAW meminumnya." (HR. Bukhari, no. 1551).

 

D. Waktu Pelaksanaan Puasa Arafah

Puasa Arafah dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah. Tanggal tersebut bertepatan dengan jamaah haji yang wukuf di padang Arafah. Puasa Arafah pada tanggal 9 Zulhijah sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Keempat

حَدَّثَنَا سُرَيْجٌ وَعَفَّانُ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ حَدَّثَنَا الْحُرُّ بْنُ الصَّيَّاحِ. قَالَ سُرَيْجٌ عَنِ الْحُرِّ عَنْ هُنَيْدَةَ بْنِ خَالِدٍ عَنِ امْرَأَتِهِ عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ. قَالَ عَفَّانُ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنْ الشَّهْرِ وَخَمِيسَيْنِ. أحمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Suraij dan 'Affan, keduanya berkata: Telah bercerita kepada kami Abu 'Awanah, telah bercerita kepada kami Al Hurr bin Ash Shoyyah. Berkata Suraij, dari Al Hurr dari Hunaidah bin Khalid dari Istrinya (Imra’ah) dari salah satu istri Nabi SAW, berkata: Rasulullah SAW puasa pada tanggal sembilan Zulhijah, hari 'Asyura` dan tiga hari setiap bulan. Berkata 'Affan: Senin pertama setiap bulan dan dua Kamis. (HR. Ahmad, no. 21302).

Keterangan: Hadis tersebut lemah (dla’if) karena belum jelas diketahui istri Nabi SAW yang meriwayatkan Rasulullah SAW puasa pada tanggal sembilan Zulhijah, hari 'Asyura` dan tiga hari setiap bulan.

 

Meskipun hadis di atas lemah, tetapi memuat informasi yang menegaskan bahwa puasa tanggal 9 Zulhijah adalah puasa Arafah.

 

E. Tata Cara Puasa Arafah

Tata cara puasa Arafah sebagaimana tata cara puasa Ramadan. Tata cara puasa Arafah adalah dengan menahan diri untuk tidak makan, minum, termasuk merokok, dan bersetubuh, dari mulai fajar hingga terbenam matahari karena mencari rida Allah. Adapun syarat dan rukun puasa sebagaimana puasa Ramadan. Penjelasan syarat dan rukun puasa dapat disimak dengan cara klik di sini.

 

F. Keutamaan Puasa Arafah

Keutamaa puasa Arafah adalah menghapus kesalahan (dosa) setahun lalu dan setahun yang akan datang. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Kelima

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ حَرْمَلَةَ بْنِ إِيَاسٍ الشَّيْبَانِيِّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ سَنَةٍ مَاضِيَةٍ وَسَنَةٍ مُسْتَقْبَلَةٍ وَصَوْمُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ كَفَّارَةُ سَنَةٍ. أحمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Abdur Razzaq, telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Manshur dari Mujahid dari Harmalah bin Iyas Asy Syaibani dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Puasa hari 'Arafah menghapus (dosa) setahun sebelumnya dan setahun berikutnya dan puasa 'Asyura` menghapus (dosa) satu tahun." (HR. Ahmad, no. 21542).

 

Keutamaan puasa Arafah ini besar sekali, yaitu menghapus kesalahan (dosa) dua tahun, yakni setahun sebelumnya dan setahun berikutnya. Oleh karena itu, semaksimal mungkin kita melaksanakan puasa Arafah untuk meraih keutamaan tersebut.

 

G. Penjelasan Singkat

Puasa Arafah ini tata caranya sebagaimana puasa-puasa lainnya. Puasa tersebut dilakukan sebagaimana waktu yang telah ditentukan. Namun demikian, sering bagi kita umat Islam yang ada di Indonesia kebingungan terkait konversi tanggal Hijriyah ke Masehi sebagai waktu pelaksanaan puasa. Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam penentuan awal bulan hijriah yaitu Rukyatul Hilal, Imkan rukyat, Wujudul Hilal.

 

1. Rukyatul Hilal

Rukyat adalah pengamatan visibilitas Hilal pada saat matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Kamariah. Dengan kata lain, Rukyat hanya dilakukan jika telah terjadi konjungsi Bulan-Matahari dan Hilal berada di atas ufuk dan dalam posisi terlihat pada saat matahari terbenam. Jika Hilal tidak terlihat pada hari itu, baik karena cuaca atau karena belum terlihat, maka bulan Kamariah digenapkan menjadi 30 hari. Metode ini biasanya digunakan menjelang hari-hari besar umat Islam seperti awal Ramadan, Syawal dan Zulhijah. Namun, kelemahan dari metode Rukyat adalah tidak memungkinkannya umat Islam untuk membuat kalender. Melalui metode ini, tanggal tidak dapat ditentukan jauh-jauh hari, karena hanya diketahui pada hari ke-1 atau ke-29 (bahkan tidak jelas bagaimana kita tahu kapan tanggal 29). Selain itu, rentang waktu Rukyat sangat terbatas sehingga memaksa umat Islam untuk menempatkan awal bulan secara berbeda, termasuk bulan-bulan ibadah, yang bahkan menyebabkan masalah dalam melakukan puasa Arafah.

 

2. Imkan Rukyat

Imkan rukyat merupakan bagian dari metode hisab hakiki, yaitu perhitungan astronomis terhadap posisi bulan pada sore hari terjadinya konjungsi (ijtimak). Menurut metode ini, kalender Hijriah memulai perhitungan baru ketika bulan berada pada ketinggian di atas ufuk saat matahari terbenam pada sore hari tanggal 29 bulan Kamariah yang sedang berjalan, yang memungkinkan untuk dapat dilihat. Kelemahan dari metode ini adalah bahwa para ahli tidak sepakat tentang seberapa tinggi bulan harus berada di atas cakrawala agar dapat terlihat. Kriteria baru yang ditetapkan oleh Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) menentukan sudut elevasi minimum bulan 3 derajat dan elongasi minimum 3 derajat. Sementara di negara lain seperti Mesir, sudut elevasi bulan minimal 4 derajat, di komunitas Muslim Amerika minimal 15 derajat. Kriteria ini hanya berdasarkan kesepakatan dan bukan berdasarkan alasan astronomis.

 

3. Wujudul Hilal

Menurut metode ini, bulan baru dimulai ketika tiga kondisi berikut secara kumulatif terpenuhi pada saat matahari terbenam di hari ke-29, yaitu: (a) ijtimak telah terjadi; (b) ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam; dan (c) pada saat matahari terbenam, bulan (piringan atasnya) masih berada di atas ufuk. Menjadikan keberadaan bulan di atas ufuk pada saat terbenamnya matahari sebagai kriteria awal bulan baru merupakan abstraksi dari kaidah rukyat dan penggenapan bulan tiga puluh hari apabila hilal tidak dapat dirukyat. Seperti halnya imkan rukyat, metode wujudul hilal juga merupakan bagian dari hisab hakiki. Bedanya, wujudul hilal memberikan kepastian yang lebih tinggi dibandingkan hisab imkan rukyat. Jika bulan sudah berada di atas ufuk saat matahari terbenam, tidak peduli seberapa tinggi (meskipun hanya 0,1 derajat), maka besok adalah hari pertama bulan baru.

 

Masyhur di Indonesia terkait tiga metode tersebut. Salah satu di antara metode yang ada dijadikan pegangan kaum muslim untuk menentukan kapan akan melaksanakan ibadah, termasuk juga adalah penentuan kapan waktu puasa Arafah. Namun demikian terkait puasa Arafah, penulis lebih condong dan meyakini bahwa puasa Arafah dilaksanakan oleh umat Islam tidak berhaji yang bersamaan dengan jamaah haji melakukan wukuf di padang Arafah pada tanggal 9 Zulhijah. Hal tersebut karena tanggal 9 Zulhijah di Arab Saudi dan Indonesia adalah jatuh pada hari yang sama, tetapi hanya berbeda jam. Arab Saudi dan Indonesia (bagian barat) kira-kira terpaut 4 jam di hari yang sama. Sebagai muslim yang benar-benar mengamalkan ajaran agama Islam semestinya tidak menjadikan masalah atau tidak menimbulkan perpecahan terhadap perbedaan pendapat yang ada. Hal tersebut karena sesama muslim adalah saudara. Wallahu a'lam.

 

Demikianlah berbagai dalil ataupun pelajaran yang bisa menjadi acuan kita dalam ibadah puasa. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan puasa dengan baik dan istiqamah sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.