Monday, September 25, 2023

Zakat

 


 

Berbagai bentuk ibadah disyariatkan untuk umat Islam. Ibadah yang ada bisa bersifat wajib maupun sunah. Kategori ibadah wajib bisa berupa salat, puasa, maupun haji. Selain yang disebutkan, ada bentuk ibadah lainnya yang masuk kategori wajib, yaitu zakat. Supaya lebih ada gambaran mengenai zakat, akan diulas di antaranya: (a) pengertian zakat; (b) hukum zakat; (c) macam zakat; (d) haul dan nisab zakat; (e) orang yang mengeluarkan zakat; (f) orang yang menerima zakat; (g) ucapan orang yang menerima zakat; (h) keutamaan zakat; dan (i) ancaman bila zakat tidak dikeluarkan.

 

A. Pengertian Zakat

Kata “zakat” ditinjau dari segi bahasa merupakan kata dasar dari “zakaa” yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu “zakaa” berarti tumbuh dan berkembang dan seseorang itu “zakaa” berarti orang itu baik. Melalui kata “zakaa” (زكى), menjadi kata “zakat,” maksudnya sesuatu yang dikeluarkan oleh manusia dari sebagian haknya untuk disalurkan kepada mustahik (orang yang berhak menerima zakat). Dinamai demikian karena padanya ada harapan mendapat berkah atau membersihkan jiwa atau menumbuhkannya dengan kebaikan dan berkah. Bahasa dalam Al-Qur'an itu tidak ada perbedaan istilah antara zakat, infak, dan sedekah. Hal tersebut tampak pada Al-Qur'an seringkali menggunakan kata “sedekah” (صَدَقَةً) yang sebenarnya dimaksudkan adalah “zakat” (ٱلزَّكَوٰةَ). Demikian pula ada penyebutan “infak” (اَنْفِقُوْا) terhadap perintah “zakat” (ٱلزَّكَوٰةَ).

 

Zakat menurut bahasa adalah berkembang dan suci, yaitu membersihkan jiwa atau mengembangkan keutamaan-keutamaan jiwa dan menyucikannya dari dosa-dosa dengan menginfakkan harta wajib di jalan Allah dan menyucikannya dari sifat kikir, dengki, dan lain-lain. Zakat menurut istilah adalah memberikan (menyerahkan) sebagian harta tertentu untuk orang tertentu yang telah ditentukan syariat dengan niat karena Allah. Kata zakat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak. Selain itu, zakat berarti salah satu rukun Islam yang mengatur harta yang wajib dikeluarkan kepada mustahik. Definisi zakat juga tertuang dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Disebutkan pada Pasal 1 bahwa zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariah Islam. Sementara menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 mendefinisikan bahwa zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha yang dimiliki oleh orang Islam untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

 

B. Hukum Zakat

Istilah zakat diberikan untuk beberapa arti. Namun, yang berkembang dalam masyarakat, istilah “zakat” digunakan untuk sedekah wajib dan kata “sedekah” digunakan untuk sedekah sunah. Dalil terkait perintah diwajibkannya zakat adalah sebagai berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-1

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ. البقرة: 43

Artinya: Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk (QS. Al Baqarah: 43).

 

Melalui Surat Al Baqarah dapat diketahui bahwa hukum zakat adalah wajib. Hal tersebut karena ayat tersebut memuat perintah. Para ulama fikih memasukkan ibadah zakat sebagai ibadah qadla’iy (ibadah yang jika tidak dilaksanakan, ada hak orang lain yang terambil) dan bukan termasuk ibadah dayaaniy (ibadah yang jika tidak dilaksanakan tidak ada hak orang lain yang terambil, contoh salat). Sifat zakat yang qadla’iy mengakibatkan pelaksanaan zakat tidak bisa dilakukan secara individual. Oleh karena itu, pengelolaan zakat menjadi tugas dan tanggung jawab penguasa dan bukan tugas masyarakat secara perorangan pada zaman Rasul dan para sahabat. Nilai sosial dalam ibadah begitu kental sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan kelompok orang yang bertugas mengelola segala aspek perzakatan, tidak diserahkan kepada kesadaran individu masing-masing. Hukum zakat yang wajib meniscayakan bahwa zakat bukan semata merupakan bentuk kedermawanan. Namun zakat merupakan bentuk ketaatan kepada Allah SWT sehingga harus diperhatikan mengenai tata cara pembayaran dan pembagiannya. Zakat dengan maksud tumbuh dan berkembang, yaitu tumbuh dan berkembang yang bisa dilihat dari dua sisi, yaitu sisi muzaki (orang yang wajib mengeluarkan zakat) dan mustahik (golongan yang berhak menerima zakat).

 

Dalil Al-Qur’an Ke-2

۞ يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَآ إِثْمٌۭ كَبِيرٌۭ وَمَنَـٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ ٱلْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلْـَٔايَـٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ. البقرة: 219

Artinya: Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir (QS. Al Baqarah: 219).

 

Melalui dalil yang ada, jelaslah zakat adalah infak di jalan Allah yang hukumnya wajib. Di balik hukumnya yang wajib, terdapat hikmah yang besar. Allah SWT menjanjikan bagi muzaki yang mengeluarkan sebagian hartanya dalam bentuk zakat, infak, maupun sedekah akan diberi ganjaran yang berlipat. Hal tersebut baik ganjaran di akhirat maupun kebaikan di dunia. Kenyataan di lapangan terbukti bahwa belum pernah ada seorang yang jatuh miskin dan bangkrut karena rajin membayar zakat. Setelah zakat dibayarkan, kemudian tumbuh berkembang harta dari sisi mustahik. Zakat didayagunakan dan dikelola secara terprogram bagi mustahik akan mampu mengubah status sosial ekonomi seseorang yang asalnya mustahik menjadi seorang muzaki.

 

C. Macam Zakat

Banyak diantara macam zakat yang disyariatkan dalam Agama Islam. Beberapa macam zakat adalah sebagai berikut.

1. Zakat Fitrah

2. Zakat Harta Benda

3. Zakat Perhiasan

4. Zakat Hasil Bumi

5. Zakat Hewan Ternak

6. Zakat Perdagangan

7. Zakat Harta Temuan

8. Zakat Barang Galian

 

Penjelasan dari masing-masing macam zakat insya Allah akan diulas pada postingan-postingan/ pembahasan mendatang.

 

 

D. Haul dan Nisab Zakat

Terdapat waktu kapan umat Islam mengeluaran zakat. Haul dalam KBBI maksudanya adalah jangka waktu satu tahun yang menjadi batas kewajiban membayar zakat bagi pemilikan harta kekayaan, seperti perniagaan, emas, ternak. Secara umum dapat dikatakan bahwa haul adalah batasan waktu satu tahun hijriah (12 bulan kamariah) kepemilikan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ke-1

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ النُّفَيْلِيُّ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَقَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ ضَمْرَةَ وَعَنْ الْحَارِثِ الْأَعْوَرِ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ زُهَيْرٌ أَحْسَبُهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّه قَالَ هَاتُوا رُبْعَ الْعُشُورِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمٌ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ شَيْءٌ حَتَّى تَتِمَّ مِائَتَيْ دِرْهَمٍ فَإِذَا كَانَتْ مِائَتَيْ دِرْهَمٍ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ فَمَا زَادَ فَعَلَى حِسَابِ ذَلِكَ وَفِي الْغَنَمِ فِي أَرْبَعِينَ شَاةً شَاةٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ إِلَّا تِسْعٌ وَثَلَاثُونَ فَلَيْسَ عَلَيْكَ فِيهَا شَيْءٌ وَسَاقَ صَدَقَةَ الْغَنَمِ مِثْلَ الزُّهْرِيِّ قَالَ وَفِي الْبَقَرِ فِي كُلِّ ثَلَاثِينَ تَبِيعٌ وَفِي الْأَرْبَعِينَ مُسِنَّةٌ وَلَيْسَ عَلَى الْعَوَامِلِ شَيْءٌ وَفِي الْإِبِلِ فَذَكَرَ صَدَقَتَهَا كَمَا ذَكَرَ الزُّهْرِيُّ قَالَ وَفِي خَمْسٍ وَعِشْرِينَ خَمْسَةٌ مِنْ الْغَنَمِ فَإِذَا زَادَتْ وَاحِدَةً فَفِيهَا ابْنَةُ مَخَاضٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ بِنْتُ مَخَاضٍ فَابْنُ لَبُونٍ ذَكَرٌ إِلَى خَمْسٍ وَثَلَاثِينَ فَإِذَا زَادَتْ وَاحِدَةً فَفِيهَا بِنْتُ لَبُونٍ إِلَى خَمْسٍ وَأَرْبَعِينَ فَإِذَا زَادَتْ وَاحِدَةً فَفِيهَا حِقَّةٌ طَرُوقَةُ الْجَمَلِ إِلَى سِتِّينَ ثُمَّ سَاقَ مِثْلَ حَدِيثِ الزُّهْرِيِّ قَالَ فَإِذَا زَادَتْ وَاحِدَةً يَعْنِي وَاحِدَةً وَتِسْعِينَ فَفِيهَا حِقَّتَانِ طَرُوقَتَا الْجَمَلِ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ فَإِنْ كَانَتْ الْإِبِلُ أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ فَفِي كُلِّ خَمْسِينَ حِقَّةٌ وَلَا يُفَرَّقُ بَيْنَ مُجْتَمِعٍ وَلَا يُجْمَعُ بَيْنَ مُفْتَرِقٍ خَشْيَةَ الصَّدَقَةِ وَلَا تُؤْخَذُ فِي الصَّدَقَةِ هَرِمَةٌ وَلَا ذَاتُ عَوَارٍ وَلَا تَيْسٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ الْمُصَدِّقُ وَفِي النَّبَاتِ مَا سَقَتْهُ الْأَنْهَارُ أَوْ سَقَتْ السَّمَاءُ الْعُشْرُ وَمَا سَقَى الْغَرْبُ فَفِيهِ نِصْفُ الْعُشْرِ وَفِي حَدِيثِ عَاصِمٍ وَالْحَارِثِ الصَّدَقَةُ فِي كُلِّ عَامٍ قَالَ زُهَيْرٌ أَحْسَبُهُ قَالَ مَرَّةً وَفِي حَدِيثِ عَاصِمٍ إِذَا لَمْ يَكُنْ فِي الْإِبِلِ ابْنَةُ مَخَاضٍ وَلَا ابْنُ لَبُونٍ فَعَشَرَةُ دَرَاهِمَ أَوْ شَاتَانِ. حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْمَهْرِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ وَسَمَّى آخَرَ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ ضَمْرَةَ وَالْحَارِثِ الْأَعْوَرِ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبَعْضِ أَوَّلِ هَذَا الْحَدِيثِ قَالَ فَإِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ يَعْنِي فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ قَالَ فَلَا أَدْرِي أَعَلِيٌّ يَقُولُ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ أَوْ رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ إِلَّا أَنَّ جَرِيرًا قَالَ ابْنُ وَهْبٍ يَزِيدُ فِي الْحَدِيثِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ. أبي داود

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad An Nufaili, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq dari 'Ashim bin Dhamrah dan Al Harits Al A'war dari Ali RA, Zuhair berkata: Aku mengiranya dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda: "Berikan seperempat puluh, dari setiap empat puluh dirham satu dirham. Dan tidak ada kewajiban sedikitpun atas kalian hingga sempurna seratus dirham. Maka apabila telah berjumlah dua ratus dirham maka padanya terdapat zakat lima dirham, kemudian selebihnya sesuai perhitungan tersebut. Pada kambing, untuk jumlah empat puluh kambing zakat satu kambing, maka apabila hanya berjumlah tiga puluh sembilan maka tidak ada kewajiban sedikitpun atas kalian." Dan ia menyebutkan zakat kambing seperti yang disebutkan Az Zuhri. Ia berkata: Dan mengenai sapi pada setiap tiga puluh ekor terdapat seekor tabi', pada jumlah empat puluh terdapat satu musinnah, sapi yang digunakan untuk kerja tidak ada kewajiban sedikitpun, pada unta ia menyebutkan zakatnya seperti yang telah disebutkan Az Zuhri. Ia berkata: Dan pada jumlah dua puluh lima terdapat zakat lima kambing, kemudian apabila lebih satu ekor maka padanya terdapat zakat satu ekor bintu makhadh, kemudian apabila tidak ada bintu makhadh maka ibnu labun jantan, hingga tiga puluh lima. Kemudian apabila lebih satu ekor maka padanya zakat satu ekor bintu labun, hingga empat puluh lima. Kemudian apabila lebih satu ekor maka padanya terdapat zakat satu ekor hiqqah yang siap bunting, hingga enam puluh. Kemudian ia menyebutkan seperti hadis Az Zuhri. Ia berkata: kemudian apabila lebih satu ekor yaitu sembilan puluh satu ekor maka padanya terdapat zakat dua hiqqah yang siap untuk bunting, hingga seratus dua puluh. Kemudian apabila unta tersebut lebih banyak dari itu maka pada setiap lima puluh terdapat zakat satu hiqqah, dan tidak dipisahkan antara unta yang digabungkan, dan tidak digabungkan antara unta yang dipisahkan karena khawatir wajib mengeluarkan zakat. Dan tidak diambil dalam zakat unta yang tua dan telah tanggal giginya, serta yang memiliki cacat, dan unta pejantan, kecuali petugas zakat menghendakinya. Dan dalam tumbuh-tumbuhan yang diairi sungai atau disirami air hujan terdapat zakat sepersepuluh, dan yang disirami dengan ember maka padanya terdapat seperdua puluh. Dan dalam hadis 'Ashim serta Al Harits disebutkan: zakat pada setiap tahun. Zuhair berkata: aku mengira ia berkata lagi: Dan dalam hadis 'Ashim disebutkan: Apabia diantara unta tersebut tidak ada bintu makhadh dan juga ibnu labun maka diganti sepuluh dirham atau dua ekor kambing. Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Daud Al Mahri, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengabarkan kepadaku Jarir bin Hazim dan ia menyebutkan orang yang lain, dari Abu Ishaq, dari 'Ashim bin Dhamrah serta Al Harits Al A'war dari Ali RA dari Nabi SAW dengan sebagian awal hadis ini, ia berkata : “Apabila kamu mempunyai uang perak dua ratus dirham dan sudah disimpan satu tahun, maka padanya wajib zakat lima dirham. Dan tidak ada padamu kewajiban zakat pada emas, sehingga kamu mempunyai dua puluh dinar. Apabila kamu mempunyai dua puluh dinar dan telah disimpan satu tahun, maka padanya wajib zakat setengah dinar, lalu selebihnya dihitung demikian itu.” Zuhair berkata : Aku tidak tahu, apakah perkataan “lalu selebihnya dihitung demikian itu,” itu perkataan Ali atau sabda Nabi SAW, dan pada perkataan “dan tidak ada pada harta kewajiban zakat sehingga disimpan satu tahun.” Hanya saja Jarir menambahkan dalam hadis (kata Ibnu Wahbin), dari Nabi SAW: “Tidak ada kewajiban zakat pada harta sehingga disimpan satu tahun.” (HR. Abu Daud, no. 1342).

 

Waktu kapan umat Islam mengeluaran zakat adalah ketika tiba haul. Adapun haul sebagaimana yang sudah disebutkan adalah batasan waktu satu tahun hijriah (12 bulan kamariah). Namun demikian ada pengecualian ketentuan batas waktu minimal kapan waktu pengeluaran untuk zakat-zakat tertentu. Nisab dalam KBBI maksudanya jumlah harta benda minimum yang dikenakan zakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa nisab adalah batasan minimum harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Ditinjau dari berbagai macam zakat yang ada, ketentuan nisabnya juga berbeda.

 

Sebagaimana yang sudah kita tahu, zakat itu menurut hukum Islam wajib. Tentang nisab dan haul ada perbedaan pemahaman. Ada yang menggunakan nisab dan haul, ada yang tanpa nisab dan haul. Melalui pemaparan yang ada, penulis lebih condong pada zakat itu tanpa menunggu sampai nisab maupun tiba haul. Hal tersebut mengingat zakat yang mencapai nisab dan tiba haul hampir tidak mungkin dilakukan di jaman sekarang. Berbeda dengan jaman Rasulullah dan sahabat, umat di jaman ini rentan untuk mengakali haul dan nisab. Apabila haul dan nisab diakali, maka tidak akan tertunaikan zakat seorang muslim. Dampaknya adalah orang-orang yang termasuk penerima zakat tidak akan pernah lagi menerima zakat. Oleh sebab itu, penulis dalam berzakat berpegang kepada jiwa zakat. Berapapun rezeki yang Allah titipkan hendaknya dizakati. Kapan rezeki datang, saat itulah langsung bisa dizakati.

 

E. Orang yang Mengeluarkan Zakat

Orang yang temasuk wajib mengeluarkan zakat adalah orang beriman yang mampu. Kadar untuk mengukur mana yang mampu dan belum mampu adalah dengan melihat kriteria seorang muslim. Kriteria yang dimaksud adalah bukan termasuk orang-orang yang menerima zakat. Orang beriman di luar orang orang yang berhak menerima zakat adalah wajib untuk mengeluarkan zakatnya. Dalil bahwa orang beriman yang mampu untuk diwajibkan membayar zakat adalah sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat 267.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-3

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ. البقرة: 267

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al Baqarah: 267).

 

F. Orang yang Menerima Zakat

Sasaran atau orang yang berhak menerima zakat diatur dalam firman Allah. Hal tersebut tertuang pada surat At Taubah ayat 60.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-4

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَاْلعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَاْلغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ، فَرِيْضَةً مِّنَ اللهِ، وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ. التوبة:60

Artinya: Sesungguhnya zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (QS. At Taubah: 60).

 

Melalui Surat At Taubah ayat 60 dapat diketahui siapa saja yang berhak menerima zakat fitrah. Adapun yang berhak menerima zakat fitrah ialah sebagai berikut:

 

1.Orang-Orang Fakir (اَلْفُقَرَآ)

Orang-orang fakir merupakan orang-orang yang di dalam kehidupan sehari-hari untuk kebutuhan hidupnya (baik bagi dirinya sendiri dan atau orang yang menjadi tanggungannya), hanya mampu mencukupi kurang dari separuh keperluannya. Sebagai contoh, kebutuhan setiap harinya adalah Rp. 40.000,- tetapi hanya mampu menyediakan Rp. 15.000,-.

 

2. Orang-Orang Miskin (اَلْمَسٰكِيْن)

Orang-orang miskin yaitu sebagaimana nomor 1, tetapi lebih dari separuh dan kurang dari kebutuhannya. Sebagai contoh, kebutuhan setiap harinya Rp. 40.000,-, tetapi hanya mampu menyediakan Rp.30.000,-. Demikian menurut pendapat sebagian 'ulama. Adapun pengertian fakir/ miskin menutut hadis sebagaimana berikut.

 

Hadis Ke-2

أَخْبَرَنَا الْفَضْلُ بْنُ الْحُبَابِ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمَدِينِيِّ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنِي رَبِيعَةُ بْنُ يَزِيدَ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنِي أَبُو كَبْشَةَ السَّلُولِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ سَهْلَ بْنَ الْحَنْظَلِيَّةِ الأَنْصَارِيَّ، أَنَّ عُيَيْنَةَ وَالأَقْرَعَ سَأَلاَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا فَأَمَرَ مُعَاوِيَةَ‏:‏ أَنْ يَكْتُبَ بِهِ لَهُمَا فَفَعَلَ، وَخَتَمَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَمَرَهُ بِدَفْعِهِ إِلَيْهِمَا فَأَمَّا عُيَيْنَةُ، فقَالَ‏:‏ مَا فِيهِ‏؟‏ فقَالَ‏:‏ فِيهِ مَا أُمِرْتُ بِهِ فَقَبَّلَهُ وَعَقَدَهُ فِي عِمَامَتِهِ، وَأَمَّا الأَقْرَعُ، فقَالَ‏:‏ أَحْمِلُ صَحِيفَةً لاَ أَدْرِي مَا فِيهَا كَصَحِيفَةِ الْمُتَلَمِّسِ‏؟‏ فَأَخْبَرَ مُعَاوِيَةُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَوْلِهِمَا فَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَاجَتِهِ فَمَرَّ بِبَعِيرٍ مُنَاخٍ عَلَى بَابِ الْمَسْجِدِ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ، ثُمَّ مَرَّ بِهِ مِنْ آخِرِ النَّهَارِ وَهُوَ عَلَى حَالِهِ، فقَالَ‏:‏ أَيْنَ صَاحِبُ هَذَا الْبَعِيرِ‏؟‏ فَابْتُغِيَ فَلَمْ يُوجَدْ، فقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ‏:‏ اتَّقُوا اللَّهَ فِي هَذِهِ الْبَهَائِمِ ارْكَبُوهَا صِحَاحًا، وَكُلُوهَا سِمَانًا، كَالْمُتَسَخِّطِ آنِفًا، إِنَّهُ مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنْ جَمْرِ جَهَنَّمَ، قَالَ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا يُغْنِيهِ‏؟‏ قَالَ‏:‏ مَا يُغَدِّيهِ وَيُعَشِّيهِ‏.‏قَالَ أَبُو حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ‏:‏ قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ‏:‏ يُغَدِّيهِ وَيُعَشِّيهِ‏:‏ أَرَادَ بِهِ عَلَى دَائِمِ الأَوْقَاتِ وَفِي قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ‏:‏ ارْكَبُوهَا صِحَاحًا كَالدَّلِيلِ عَلَى أَنَّ النَّاقَةَ الْعَجْفَاءَ الضَّعِيفَةَ يَجِبُ أَنْ يُتَنَكَّبَ رُكُوبُهَا إِلَى أَنْ تَصِحَّ، وَفِي قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ‏:‏ وَكُلُوهَا سِمَانًا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ النَّاقَةَ الْمَهْزُولَةَ الَّتِي لاَ نِقْيَ لَهَا يُسْتَحَبُّ تَرْكُ نَحْرِهَا إِلَى أَنْ تَسْمَنَ‏.‏ ابن حبان

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Al Fadhl bin Al Hubab, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ali bin Al Madini, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim, ia berkata: telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, ia berkata: telah menceritakan kepadaku Rabi’ah bin Yazid, ia berkata: telah menceritakan kepadaku Abu Kabsyah As-Saluli, bahwa ia mendengar Sahal bin Al Hanzhaliyah bahwasannya Uyainah dan Al Aqra’ bertanya kepada Rasulullah SAW tentang sesuatu hal. Lalu beliau memerintahkan Mu’awiyah untuk mencatat dengan sesuatu itu untuk keduanya. Mu’awiyah pun mengenakannya. Dan (setelah selesai) Rasulullah SAW menstempelnya dan memerintahkannya untuk menyerahkan kepada keduanya (Uyainah dan Al Aqra’). Adapun Uyainah; la bertanya: Apa isinya? Mu’awiyah menjawab: Sesuatu yang kamu di perintahkan untuk menjalankannya, la lalu menerimanya dan mengikatkannya pada surbannya. Adapun Al Aqra’; Ia berkata: Aku membawa sebuah lembaran yang aku sendiri tidak tahu, apakah isinya seperti Shahifah Al Mutalammis? Lalu Mua’wiyah memberitahu Rasulullah SAW dengan ucapan keduanya (Uyainah dan Al Aqra’). Rasulullah SAW lalu keluar untuk hajatnya. Kemudian di awal siang beliau melewati seekor unta yang diikat di pintu masjid, lalu pada akhir siang beliau melewati unta tersebut masih dalam keadaan semula. Beliau bertanya, “Di mana pemilik unta ini?” Orang-orang lalu mencarinya namun tidak menemukannya.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Takutlah kamu kepada Allah SWT terhadap perkara hewan-hewan ini. Tunggangilah hewan-hewan yang sehat. Makanlah daging unta yang gemuk. Seperti orang yang memiliki unta ini. Sesungguhnya ia adalah orang yang selalu meminta-minta padahal di sisinya terdapat sesuatu (makanan) yang mencukupkannya. Maka sesungguhnya ia hanya memperbanyak bahan bakar neraka Jahannam." Mu’awiyah berkata: Wahai Rasulullah SAW, apakah yang dapat mencukupinya itu? Beliau menjawab: Perkara yang di dapatnya pada pagi hari dan sore hari.” Abu Hatim berkata, “Sabda Nabi SAW, “Perkara yang di dapatnya pada pagi hari dan sore hari”; Maksudnya adalah waktu yang terus menerus. Dan pada sabda Nabi SAW: “Tunggangilah hewan-hewan yang sehat.” Seperti dalil bahwa unta yang kurus dan lemah tidak boleh ditunggangi dulu hingga ia sehat. Dan pada sabda Nabi SAW, “Makanlah daging unta yang gemuk ” Dalil bahwa unta yang kurus, yang tidak mempunyai daging atau lemak maka disunahkan untuk tidak di sembelih dulu hingga ia gemuk. (HR. Ibnu Hibban, no. 545).

 

3. Orang-orang yang mengurusi zakat/ amil zakat (اَلْعَامِلِيْن)

Amil zakat yaitu beberapa orang yang ahli tentang seluk-beluk zakat (hukum-hukumnya, barang-barang dan kadar masing-masing yang dizakati dan sebagainya) yang diangkat oleh Nabi SAW/ Pimpinan ummat Islam dan bertugas sebagai penghitung dan penerima serta penagih zakat dari kaum Muslimin. Selanjunya amil zakat menyalurkan sebagaimana mestinya. Walaupun ia bukan fakir/ miskin, tetapi berhak menerima zakat. Namun demikian, tentang "Panitia Zakat Fitrah" atau semacamnya, bila boleh berpendapat dan menyarankan, sebaiknya panitia zakat fitrah tidak mendudukkan diri sebagai 'amil. Namun berperan sebagai sukarelawan saja untuk membantu pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan zakat fitrah. Hal itu karena yang berhak mengangkat dan menugaskan 'Amil adalah Nabi SAW/ Pimpinan ummat Islam. Jika diantara anggota panitia itu ada orang yang fakir/ miskin, maka mereka berhak menerima zakat sebagai fakir/ miskin, dan bukan sebagai 'amil.

 

4. Orang-orang yang dijinakkan hatinya (اَلْمُؤَلَّفَة قُلُوْبُهُمْ)

Orang-orang yang dijinakkan hatinya mengandung beberapa pengertian. Adapun pengertian-pengertian yang dimaksud diantaranya: (a) Orang yang baru masuk Islam, agar makin mantap keislamannya; (b) Orang yang diharapkan masuk Islam dan telah tampak tanda-tanda simpati dan perhatiannya terhadap Islam, ia berhak menerima zakat tersebut agar makin memperlancar ke-Islam-an orang itu; (c) Orang-orang yang sangat memusuhi Islam dan berpengaruh dalam masyarakat. Minimal diharapkan dengan pemberian zakat kepadanya itu, dapat memperlunak sikapnya atau menghentikan sama sekali permusuhannya terhadap Islam. Ketiga golongan tadi termasuk (اَلْمُؤَلَّفَة) yang berhak menerima zakat, sekalipun mereka tergolong mampu dan bukan fakir/ miskin.

 

5. Budak-budak (اَلرِّقَاب)

Budak merupakan salah satu diantaranya mereka berhak mendapat bagian zakat untuk membebaskan dirinya dari cengkeraman perbudakan.

 

6. Orang-orang yang berhutang (اَلْغَارِمِيْن)

Orang-orang yang berhutang adalah orang-orang Islam yang kesulitan dan kepayahan karena terbelit oleh hutang-hutangnya yang bukan disebabkan karena pemborosan/ maksiat (judi dan sebagainya). Golongan ini berhak mendapat penyaluran zakat untuk melunasi hutangnya.

 

7. Jalan Allah (سَبِيْل اللهِ)

Orang-orang yang berjuang di jalan Allah yaitu setiap sarana dan tempat serta orang-orang yang berhubungan dengan hal-hal yang berguna bagi agama maupun masyarakat luas. Sebagai contoh, masjid-masjid, sekolahan-sekolahan, madrasah-madrasah, lembaga-lembaga dakwah, tempat pengajian, dan sebagainya termasuk orang-orang yang menyelenggarakan serta mengurusinya. Selain itu juga termasuk sabiilillaah ialah hal-hal yang bermanfaat bagi kepentingan umum dan dibenarkan oleh agama, seperti mendirikan rumah sakit, gedung pertemuan, membangun jembatan dan sebagainya.

 

8. Orang yang dalam perjalanan/musafir (اِبْن السَّبِيْلِ)

Musafir yang dimaksud adalah orang yang dalam perjalanan, lalu putus bekal dan dikhawatirkan terlantar dalam perantauannya itu. Oleh karenanya, yang demikian inipun berhak menerima zakat untuk bekal pulang ke negeri/ daerah asalnya. Hal tersebut dapat dimengerti dan diambil hikmah yang besar yang terkandung di dalamnya, yaitu diantaranya agar dimana saja orang Islam itu berada, ia selalu merasa mempunyai saudara seiman yang selalu siap menolongnya, sehingga ia tidak merasa asing di perantauannya.

 

G. Ucapan Orang yang Menerima Zakat

Ketika kita diamanahi sebagai panitia zakat, hendaknya ketika kita menerima zakat yang dikeluarkan oleh muzaki dengan mengucapkan sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah. Ucapan yang dimaksud sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ke-3

حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أَوْفَى، وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ الشَّجَرَةِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَاهُ قَوْمٌ بِصَدَقَةٍ قَالَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِمْ فَأَتَاهُ أَبِي بِصَدَقَتِهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ أَبِي أَوْفَى. البخارى

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Amru bin Murrah ia berkata; aku mendengar Abdullah bin Abu Aufa, (dia adalah sahabat yang ikut berbai'at di bawah pohon) katanya; "Adalah Rasulullah SAW, apabila ada suatu kaum datang kepada beliau untuk menyerahkan zakat, beliau mengucapkan Alloohumma Shalli 'alaihim (Ya Allah berilah selawat kepada mereka). Kemudian bapakku Abu Aufa datang kepada beliau untuk menyerahkan zakatnya, lalu Nabi SAW mengucapkan Alloohumma Shalli 'alaa aali Abi Aufa (Ya Allah berilah selawat kepada keluarganya Abu Aufa)". (HR. Bukhari, no. 3848).

 

Melalui hadis tadi, ketika kita diamanahi sebagai panitia zakat fitrah atau semacamnya, hendaknya ketika kita menerima zakat yang dikeluarkan oleh muzaki dengan mengucapkan sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah. Adapun lafal ucapan yang dimaksud adalah Alloohumma Shalli 'alaihim (Ya Allah berilah selawat kepada mereka) atau dengan menyebut nama sehingga lafalnya adalah Alloohumma Shalli 'alaa aali (Fulan) (Ya Allah berilah selawat kepada keluarganya (fulan)).

 

H. Keutamaan Zakat

Zakat memiliki keutamaan yang besar. Keutamaan zakat adalah mampu menyucikan dan membersihkan diri seorang muslim. Zakat mampu membersihkan diri seorang muslim dari kekikiran dan cinta yang berlebihan terhadap harta. Hal tersebut sebagaimana dalil berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-5

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ. التوبة: 103

Artinya: Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan332) dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At Taubah: 103).

Catatan: 332) Zakat membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebihan terhadap harta.

 

I. Ancaman Bila Zakat Tidak Dikeluarkan

Terdapat ancaman bagi orang beriman yang mampu dan tidak mau mengeluarkan zakat. Sebab orang beriman yang menumpuk harta bendanya tanpa dizakati diancam dengan azab Allah. Azab yang dimaksud adalah harta benda yang tidak dikeluarkan infaknya kelak itu dipanaskan dalam neraka Jahanam lalu disetrikakan pada dahi, lambung, dan punggung mereka yang tidak mengeluarkan zakat. Hal tersebut sebagaimana dalil Al-Qur’an berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-6

۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ يَّوْمَ يُحْمٰى عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوٰى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوْبُهُمْ وَظُهُوْرُهُمْۗ هٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ فَذُوْقُوْا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُوْنَ. التوبة: 34 - 35

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para rabi dan rahib benar-benar memakan harta manusia dengan batil serta memalingkan (manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kabar ‘gembira’ kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih (34), pada hari ketika (emas dan perak) itu dipanaskan dalam neraka Jahanam lalu disetrikakan (pada) dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan), “Inilah apa (harta) yang dahulu kamu simpan untuk dirimu sendiri (tidak diinfakkan). Maka, rasakanlah (akibat dari) apa yang selama ini kamu simpan.” (35). (QS. At Taubah : 34 – 35).

 

Demikian diantaranya yang berkaitan dengan zakat. Semoga yang informasi yang didapat membuat kita semakin paham dengan ilmu agama dan kita bisa mengamalkannya. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan ibadah dengan baik dan istikamah sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.