Saturday, March 8, 2014

Kepiting Bakau


A. Klasifikasi Kepiting Bakau

Kepiting bakau tergolong dalam kelas Crustacea, subkelas Malacostraca, ordo Decapoda, famili Portunidae dan genus Scylla. Saat ini ada empat spesies dari genus Scylla, yakni Scylla serrata, Scylla tranquebarica, Scylla paramamosain, dan Scylla olivacea. Pembedaan keempat spesies ini dilakukan berdasarkan pada electrophoresis allozyme, pembagian mitokondria DNA dan analisis morphometrik.

Klasifikasi ilmiah bagi spesies Scylla serrata adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Subfamili : Portuninae
Genus : Scylla
Species : Scylla serrata
  Gambar 1. Kepiting Bakau
B. Ciri Penting Kepiting Bakau

Ciri- ciri kepiting bakau menurut Kasry (1996) adalah sebagai berikut: karapas berwarna sedikit kehijauan, pada kiri-kanannya terdapat Sembilan buah duri-duri tajam, dan pada bagian depannya diantaranya tangkai mata terdapat enam buah duri, sapit kanannya lebih besar dari sapit kiri dengan warna kemerahan pada kedua ujungnya, mempunyai tiga pasang kaki pejalan dan satu kaki perenang yang terdapat pada ujung abdomen dengan bagian ujungnya dilengkapi dengan alat pendayung.

Menurut Moosa et al. (1985) mendeskripsikan kepiting bakau sebagai berikut: karapas pipih dan agak cembung berbentuk heksagonal atau agak persegi, bentuk umum adalah bulat telur memanjang, karapas umumnya berukuran lebih lebar dari panjangnya dengan permukaan yang tidak selalu jelas pembagian daerahnya, tepi anterolateral bergigi lima sampai sembilan buah. Dahi lebar, terpisah dengan jelas dari sudut supra orbital, bergigi dua samapi enam buah, sungut kecil terletak melintang atau menyerong. Pasangan kaki terakhir berbentuk pipih menyerupai dayung terutama dua ruas terakhirnya. Perbedaan kepiting jantan dan betina terletak pada ruas abdomennya. Ruas abdomen kepiting jantan berbentuk seperti segitiga sedang pada betina berbentuk sedikit membulat dan lebih melebar.

Pola poligon dan warna kepiting bakau yakni Chela dan kaki-kakinya memiliki pola poligon yang sempurna untuk kedua jenis kelamin dan pada abdomen betina. Warna bervariasi dari unggu, hijau sampai hitam kecoklatan. Duri pada dahi tinggi, sempit, dan agak tumpul, dasar cekungan (lembah) diantara dua duri membulat. Duri pada bagian luar cheliped memiliki sepasang duri tajam pada carpus dan. dua duri tajam pada propodus di bagian tepi atas, di belakang dactilus (Keenan, 1998).

C. Distribusi Kepiting Bakau

Distribusi merupakan gambaran pergerakan makhluk hidup dari suatu tempat ke tempat lain. Distribusi suatu spesies dalam satu area tertentu dapat disusun dalam tiga pola dasar yaitu acak, mengelompok dan teratur (reguler). Untuk menjelaskan fenomena pergerakan ini biasa digunakan istilah migrasi yakni pergerakan sejumlah besar spesies dari suatu tempat ketempat lain (Soetjipta, 1993).

Selanjutnya menurut Gunarto, dkk (2001) distribusi merupakan penyebaran spesies yang dipengaruhi oleh adanya selang geografi (geographic range) suatu perairan. Informasi mengenai distribusi kepiting bakau pada suatu perairan sangat membantu usaha penangkapan kepiting bakau, terutama berkaitan dengan kemudahan mendapatkan fishing ground dan nilai komersiel penangkapan.

Pola distribusi tergantung pada beberapa faktor antara lain : musim pemijahan, tingkat kelangsungan hidup dari tiap-tiap umur serta hubungan antara kepiting dengan perubahan lingkungan. Kepiting bakau biasanya terdapat pada dasar perairan lumpur berpasir, keberadaan mangrove dan masukan air laut sampai sungai (Sulaiman, 1992). Secara ekosistem, penyebaran kepiting bakau di bagi dua daerah, yaitu daerah pantai dan daerah perairan laut. Pada perairan pantai yang merupakan daerah nursery ground dan feeding ground kepiting bakau berada pada stadia muda; menjelang dewasa; dan dewasa, sedangkan diperairan laut merupakan spawning ground, kepiting bakau berada pada stadia dewasa (matang gonad), zoea sampai megalops.

D. Habitat Kepiting Bakau

Kepiting bakau biasanyalebih menyukai tempat yang agak berlumpur dan berlubang-lubang di daerah hutan mangrove. Moosa et al., (1985) menyatakan bahwa distribusi kepiting menurut kedalaman hanya terbatas pada daerah litoral dengan kisaran kedalaman 0 – 32 meter dan sebagian kecil hidup di laut dalam.

Kepiting bakau dalam menjalani kehidupannya beruaya dari perairan pantai ke perairan laut, kemudian induk dan anak-anaknya akan berusaha kembali ke perairan berhutan bakau untuk berlindung, mencari makan atau membesarkan diri. Kepiting melakukan perkawinan diperairan bakau, setelah selesai maka secara perlahan-lahan kepiting betina akan beruaya dari perairan bakau ke tepi pantai dan selanjutnya ke tengah laut untuk melakukan pemijahan. Kepiting jantan yang telah melakukan perkawinan atau telah dewasa berada di perairan bakau, ditambak atau sekitar perairan pantai yang berlumpur dan memiliki organisme makanan berlimpah (Kasry, 1991).

E. Reproduksi

Kepiting betina yang telah berupaya ke perairan laut akan berusaha mencari perairan yang kondisinya cocok untuk tempat melakuan pemijahan, khususnya terhadap suhu dan salinitas air laut. Setelah telur menetas maka muncul larva tingkat I (Zoea I) dan terus menerus berganti kulit, sambil terbawa arus perairan pantai, sebanyak lima kali (Zoea V), kemudian berganti kulit lagi menjadi megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan kepiting dewasa kecuali masih memiliki bagian ekor yang panjang (Toro, 1992). Pada tingkat megalopa ini dia mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju perairan pantai, dan biasanya pertama kali memasuki perairan muara sungai, kemudian keperairan bakau untuk kembali melangsungkan perkawinan.

Gambar 2. Siklus hidup kepiting bakau

Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan spesies yang khas berada di kawasan bakau. Pada tingkat juvenil, kepiting bakau jarang terlihat di daerah bakau, karena lebih suka membenamkan diri ke dalam lumpur. Juvenil kepiting bakau lebih menyukai tempat terlindung seperti alur-alur laut yang menjorok kedaratan, saluran air, di bawah batu, di bentangan rumput laut dan di sela-sela akar pohon bakau. Kepiting bakau baru keluar dari persembunyiannya beberapa saat setelah matahari terbenam dan bergerak sepanjang malam terutama untuk mencari makan. Ketika matahari akan terbit kepiting bakau kembali membenamkan diri, sehingga kepiting bakau digolongkan hewan malam (nokturnal). Dalam mencari makan kepiting bakau lebih suka merangkak. Kepiting lebih menyukai makanan alami berupa algae, bangkai hewan dan udang-udangan. Kepiting dewasa dapat dikatakan pemakan segala (omnivorous) dan pemakan bangkai (scavanger). Sedangkan larva kepiting pada masa awal hanya memakan plankton (Soim, 1999). Kepiting menggunakan sapitnya yang besar untuk makan, yaitu menggunakan sapit untuk memasukan makanan ke alam mulutnya. Kepiting mempunyai kebiasaan unik dalam mencari makan, bila di daerah kekuasaannya diganggu musuh, misalnya oleh kepiting lain, kepiting dapat saja menyerang musuhnya dengan ganas.

F. Daftar Referensi

Gunarto, Daud, Pirzan dan Utojo. (2001). Pematangan Gonad kepiting Bakau, Scylla spp. di Perairan Mangrove Muara Sungai Cenranae Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 7(1) : 47-52.

Kasry, A. (1991). Budidaya kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Penerbit PT. Bhratara Niaga Meda, Jakarta.

Keenan, C.P. (1998). A Revision of the Genus Scylla De Haan ( crustacea: decapoda, brachyura, portunidae). The Raffles Bulletin of Zoology. National University of Singapore, 217-245.

Moosa, M.K, 1985. Kepiting Bakau (Scylla serrata Forskal) Dari Perairan Indonesia. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Lembaga Oseanologi Nasional, Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia. Jakarta.

Soetjipta. (1993). Dasar-dasar Ekologi Hewan. Depdikbud. Jakarta.

Soim, A. (1999). Budidaya Kepiting Bakau. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sulaiman, Hanafi. (1992). Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup dan kematangan Gonad Kepiting Bakau (Scylla serrata) pada Kegiatan Produksi Kepiting Bertelur dengan Sistem Kurungan Tancap. Buletin Penelitian Perikanan 1 (2) : 43-49.

Toro, A.V. (1982). Pengetahuan Segi-segi Biologi Kepiting Bakau (Scylla serrata Forskal) di Perairan Segara Anakan, Cilacap. Kongres Nasional V. Seminar II Ekosistem Mangrove. Prosiding. Baturaden 3-5 Agustus 1982. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Thursday, January 30, 2014

Hereditas






Hereditas merupakan penurunan sifat-sifat genetik dari orang tua kepada anaknya. Ilmu yang mempelajari hereditas disebut genetika.


A.     Materi Genetik

Analisis secara kimia dari sel menunjukkan bahwa terdapat karbohidrat, lemak, protein dan asam nukleat. Asam nulkeat terdapat dalam nukleoplasma. Nukleoplasma merupakan plasma yang terdapat di dalam nukleus (inti sel). Didalam inti sel terdapat lokus kromosom yang terdiri dari komponen penyusun gen yang disebut DNA.


1.      Struktur Gen

Struktur DNA terdiri atas molekul kompleks yang tersusun oleh gula pentosa, fosfat dan basa nitrogen. Basa nitrogen terdiri atas purin (guanin dan adenin) dan pirimidin (timin dan sitosin).

Replikasi DNA merupakan kemampuan DNA untuk membentuk DNA baru yang sama persis, atau disebut autokatalik. Sedangkan heterokatalik ialah kemampuan DNA membentuk molekul kimia dari salah satu atau sebagian rantainya. Replikasi berlangsung pada sel-sel muda saat interfase ketika pembelahan mitosis. Replikasi melibatkan beberapa enzim, antara lain:

  • Helikase yang mempermudah membuka rantai ganda (double helix) DNA menjadi rantai tunggal (single helix).
  • Polimerase yang menggabungkan dengan deoksiribonukleosida trifosfat.
  • Ligase yang menggabungkan bagian-bagian rantai tunggal DNA yang terbentuk.

2.      RNA

Macam RNA ialah sebagai berikut:

  • RNA duta (mRNA) dibentuk oleh DNA didalam nukleus, berperan membaca kode genetika dari DNA.
  • RNA ribosom (rRNA) banyak terdapat di ribosom.
  • RNA transfer (tRNA) berasa di sitoplasma, berperan mengikat asam amino.

3.    Sintesis Protein

Sintesis protein meliputi tahapan replikasi, transkripsi, dan translasi.

  1. Transkripsi merupakan pembentukan mRNA dari satu pita DNA dengan bantuan enzim RNA polimerase.

  • Inisiasi terjadi ketika RNA polimerase menyalin gen yang bukan sekedar potongan DNA. Ikatan awal RNA polimerase ke rantai molekul DNA yaitu tepat pada tempat DNA yang akan disalin (promotor).
  • Elongasi ditandai dengan enzim RNA polimerase bergerak disepanjang molekul DNA, bereaksi dan membuka pilinan ganda DNA. Sementara itu meningkatkan ribonukeotida-ribonukleotida ke ujung 3’ dari molekul RNA yang sedang tumbuh.
  • Terminasi terjadi di gen terakhir yang disalin, ditandai dengan terdisosiasinya enzim polimerase RNA dari DNA dan lepasnya salinan RNA.

  1. Translasi terjadi ketika ribosom akan membaca kode yang ada pada mRNA dengan bantuan RNA transfer (tRNA). Pada sitoplasma banyak terdapat tRNA dan asam amino.

  • Inisiasi terjadi ketika menempelnya ribosom subunit kecil ke molekul mRNA. Ribosoma bila tak terlibat dalam sintesis protein, disitosol selalu terdisosiasi menjadi subunit besar dan subunit kecil. Menempelnya ribosoma subunit kecil pada mRNA di tempat khusus sebelum kodon pemrakarsa dari gen disalin. Tempat khusus tersebut disebut urutan Shine-Dalgarno. Setelah terikat pada tempatnya, ribosoma bergeser ke arah 3’ sampai bertemu kodon AUG. Kodon ini menjadi kodon pemrakarsa pada proses penerjemahan. Penerjemahan dimulai apabila tRNA yang telah memuat asam amino berpapasan dengan kodon pemrakarsa yang terletak di subunit kecil ribosoma.
  • Elongasi terjadi saat ribosoma subunit besar menempel pada ribosoma subunit kecil. tRNA inisiator menempati sisi P (peptidil). Sisi A (aminoasil) siap menerima tRNA lainnya. Elongation factor dibutuhkan dalam pemanjangan.
  • Terminasi terjadi saat kodon penghenti (UAA, UAG, UGA) masuk ke sisi A. Kodon penghenti tidak memiliki antikodon. Lalu masuklah release factor (RF) ke tempat A. RF ini melepas rantai polipeptida bersama dengan molekul GTP.

4.      Kode Genetik

Kode genetik merupakan suatu cara untuk menetapkan jumlah serta urutan nukleotida yang berperan dalam menentukan posisi yang tepat dari tiap asam amino dalam rantai peptida yang panjang. Kode genetik dengan mRNA buatan antara lain: singlet, duplet, dan triplet.


5.      Gen

Gen merupakan urutan DNA yang memiliki fungsi tertentu. Fungsi gen antara lain: mengatur perkembangan metabolisme individu dan menyampaikan informasi genetik kepada generasi berikutnya.


6.      Kromosom

Kromosom merupakan struktur didalam sel yang berupa deret panjang DNA. Berdasarkan letak sentromer, kromosom dapat dibedakan menjadi telosentrik (sentromer terletak di ujung lengan kromosom), metasentrik (sentromer terletak di tengah-tengah antara kedua legan) dan akrosentrik (sentromer terletak didekat ujung kromosom). Kromosom dapat dibedakan menjadi dua yaitu autosom (kromosom tubuh) dan genosom (kromosom seks).



  1. Pembelahan Sel

1.      Mitosis

Mitosis merupakan pembelahan sel menghasilkan dua sel anakan yang masing-masing memiliki sifat dan jumlah kromosom yang sama dengan sel induknya. Tahapan mitosis ialah sebagai berikut:

  • Profase ditandai dengan sentriol yang bergerak ke ujung sel berlawanan. Terbentuk benang spindel yang nantinya akan menghubungkan sentriol dan kromosom. Selaput inti sudah menghilang.
  • Metafase ditandai dengan kromosom terletak di equator sel yang terhubung dengan sentriol dikedua ujung/ kutub.
  • Anafase terjadi ketika sentromer terbagi. Saat itu, setiap kromosom individu berasal dari: 1 kromosom dengan 2 kromatid untuk: 2 kromosom dengan satu kromatid masing-masing. Benang spindel menarik dan kromosom tertarik ke kedua kutub..
  • Telofase ditandai dengan kromatid yang berada diujung kutub. Selaput inti terbentuk kembali.
 2. Meiosis
Meiosis merupakan pembelahan sel yang menghasilkan empat anakan sel yang haploid. Tahapan meiosis ialah sebagai berikut:
a.    Profase I
  • Leptonema: benang-benang kromatin menjadi kromosom.
  • Zigonema: kromosom yang sama bentuknya atau kromosom homolog berdekatan dan bergandengan setiap homolog disebut bivalen.
  • Pakinema: tiap bagian kromosom mengganda, namun masih dalam satu ikatan sentromer, sehingga terbentuk tetrad.
  • Diplonema: kromatid dari tiap-tiap belahan kromosom memendek dan membesar. Pemisahan kromosom homolog, namun belum sempurna karena masih ada perlekatan yang disebut chiasma (tempat terjadinya crossing over).
  • Diakinesis: terbentuk benang-benang spindel, dua sentriol sampai pada kutub yang berlawanan dan membran inti nukleus melebur.
b.    Metafase I: kromosom berada di ekuator sel.
c.    Anafase I: kromosom homolog ditarik ke masing-masing kutub berlawanan.
d. Telofase I: kromatid memadat, selubung inti terbentuk, kemudian sitokinesis berlangsung.
e.    Profase II: sentriol terletak pada kutub yang berlawanan dan dihubungkan dengan benang spindel. Pada fase ini, membran inti lenyap.
f.     Metafase II: kromosom di bidang ekuator.
g.    Anafase II: kromatid bergerak menuju arah kutub-kutub sel.
h.  Telofase II: kromatid berkumpul pada kutub pembelahan, yang kemudian terbentuk kromatin. Pada tahap ini, terbentuk empat sel anakan dengan masing-masing intinya yang haploid.

Wednesday, January 15, 2014

Antibodi Monoklonal



Antibodi merupakan senyawa alam yang terdapat di dalam tubuh sebagai bagian dari sistem pertahanan tubuh. Molekul antibodi memiliki bagian yang dapat mengidentifikasi antigen (epitope) atau benda asing yang ada dalam tubuh dan bagian yang dapat menghancurkan benda asing melalui cara-cara tertentu baik bekerja sendiri maupun bekerja sama dengan komponen pertahanan tubuh yang lain (Widyastuti, 2007). Ikatan antibodi dan epitope membentuk kompleks antigen-antibodi yang dapat dikenali makrofag untuk didegradasi (Ermantoko, 2001). 

Antibodi di dalam tubuh pada umumnya bersifat poliklonal yaitu mempunyai banyak sisi aktif yang dapat mengikat berbagai jenis antigen sehingga antibodi tersebut bekerja secara tidak spesifik. Antibodi banyak digunakan sebagai alat deteksi di bidang klinis dan biomedisinal. Deteksi ini dapat berupa deteksi protein atau deteksi mikroorganisme (Ermantoko, 2001). Tetapi perkembangan ilmu dan teknologi memungkinkan untuk dapat mengembangkan antibodi yang hanya mempunyai satu sisi aktif yang disebut dengan antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal yang diturunkan dari antibodi yang berasal dari suatu jaringan tumor akan bekerja secara spesifik terhadap jenis tumor tersebut, dengan demikian dapat diproduksi berbagai jenis antibodi monoklonal yang bekerja spesifik terhadap tumor jenis tertentu (Widyastuti, 2007; Grimaldi dan French, 1995). 
  
Pembentukan antibodi monoklonal dengan menginjeksikan (imunisasi) antigen kedalam tubuh mencit secara subkutan dengan tujuan agar menstimuli produksi sel B yang berbeda tipe. Setelah tahap penginjeksian antigen selesai, maka hewan diseksi dan diambil limpanya secara aseptis dan dibuat suspensi limfosit (Hasibuan dan Sadi, 1998).

Saat tahap persiapan, sel mieloma dibiakkan ulang hingga pertumbuhannya stabil. Kemudian suspensi limfosit yang didapat dicampur dengan sel mieloma untuk dilakukan fusi hingga terbentuk hibridoma. Fusi merupakan fase yang paling kritis pada proses pembuatan antibodi monoklonal. Faktor yang menentukan keberhasilan fusi ialah: (1) asal dan kondisi sel yang difusikan; (2) kemurnian, berat molekul, jenis dan konsenrasi PEG-6000 yang digunakan; (3) teknik fusi yang digunakan (Sumiyarto, dkk., 2004). Perbandingan sel mieloma dan sel limfosit spesifik ialan 1:10 (Hasibuan dan Sadi, 1998). Hibridoma ialah sel hybrid artifisial yang memproduksi antibodi monoklonal pada setiap sel hibridoma hanya menghasilkan satu antibodi. Kemudian dilakukan seleksi dan dilakukan pengklonan (pengembangbiakan). Klon hibridoma antibodi monoklonal yang didapat bisa disimpan, diinjeksikan ke suatu binatang atau dibiakkan dalam kultur untuk produksi antibodi dalam jumlah besar.


Kegunaan antibodi monoklonal antara lain ialah:
  • Untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin (HCG) dalam urin wanita hamil. 
  • Untuk mengikat racun dan menonaktifkannya, contohnya racun tetanus dan kelebihan obat digoxin dapat dinonaktifkan. 
  • Mencegah penolakan jaringan terhadap sel hasil transplantasi jaringan lain. 
  • Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah diagnostik seperti mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi auto, mengukur protein dan level obat pada serum, mengenali darah dan jaringan, mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat dalam respon kekebalan dan mengidentifikasi serta mengkuantifikasi hormon.

Friday, January 3, 2014

Model ASSURE



Model ASSURE merupakan panduan secara umum langkah-langkah pada perencanaan pembuatan teknologi dan media pembelajaran. Mengikuti model ASSURE, Anda mulai membuat pengalaman belajar dengan menilai karakteristik peserta didik dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dengan demikian diketahui Anda berada di posisi yang baik untuk memilih tipe media atau sistem pembelajaran yang digunakan dan mempertimbangkan bahan-bahan spesifik yang mungkin Anda butuhkan.

Sebenarnya pertemuan peserta didik dengan media dan bahan-bahan juga membutuhkan perhatian dalam perencanaan. Apa yang akan mereka lakukan? Model ASSURE menempatkan sebuah penekanan pada keterlibatan aktif peserta didik pada kegiatan pembelajaran.

Setelah pembelajaran, bagaimana Anda akan menentukan apakah peserta didik mampu mencapai tujuan pembelajaran? Baik peserta didik dan proses pembelajaran membutuhkan evaluasi. Apakah bahan-bahan cukup efektif? Apakah kegiatan menarik? Menjawab pertanyaan seperti itu menutup pengulangan dan membawa Anda kembali ke permulaan siklus lain.

Analyze Learners (Menganalisis Peserta didik)
Langkah pertama pada perencanaan ialah mengidentifikasi peserta didik. Peserta didik Anda mungkin misalnya, perserta pelatihan, atau anggota dari sebuah organisasi seperti halnya sekolah minggu, organisasi kemasyarakatan, organisasi pemuda atau organisasi persaudaraan. Anda harus mengetahui peserta didik Anda untuk memilih media yang terbaik untuk memenuhi tujuan. Peserta dapat dianalisis dalam hal: (1) karakteristik secara umum; (2) kompetensi spesifik (pengetahuan, kemampuan, dan sikap tentang topik) dan; (3) gaya pembelajaran.

State Objective (Tujuan Pembelajaran)
Langkah berikutnya ialah menetapkan tujuan pembelajaran secara khusus memungkinkan. Tujuan mungkin berasal dari silabus, tercantum dalam buku, diambil dari panduan kurikulum, atau dibuat oleh instruktur. Kesemuanya itu semestinya dinyatakan dalam hal apa saja yang nantinya pelajar akan mampu melakukan sebagai hasil dari pembelajaran. Kondisi dimana siswa atau peserta pelatihan akan melakukan dan tingkat kinerja yang dapat diterima semestinya mempengaruhi.

Select Methods, Media, and Materials (Memilih Metode, Media dan Bahan-bahan)
Setelah Anda mengidentifikasi peserta Anda dan menetapkan tujuan pembelajaran, Anda telah menentukan titik awal permulaan (pengetahuan, kemampuan, dan sikap peserta sekarang) dan titik akhir (tujuan) pembelajaran. Tugas Anda sekarang ialah membuat jembatan antara dua titik tersebut dengan memilih metode, teknologi dan format media yang sesuai, kemudian memutuskan bahan-bahan untuk menerapkan pilihan-pilihan tersebut. Terdapat tiga pilihan: (1) memilih bahan-bahan yang tersedia; (2) memodifikasi bahan-bahan yang ada; atau (3) merancang bahan-bahan yang baru.

Utilize Media and Materials (Memanfaatkan Media dan Bahan-bahan)
Entah memilih, memodifikasi atau merancang bahan-bahan, Anda kemudian harus merencanakan bagaimana media, bahan-bahan, dan teknologi akan digunakan untuk menerapkan metode Anda. Pertama, pratinjau bahan-bahan dan praktek penerapan. Lalu, menyiapkan kelas dan menyiapkan peralatan yang diperlukan dan fasilitas. Kemudian melakukan pembelajaran dengan memanfaatkan teknik-teknik. Siswa mungkin menggunakan media dan bahan-bahan secara individu, seperti pada petunjuk mandiri, atau pada grup kecil, sepertinya pembelajaran kooperatif. Mereka menggunakan bahan-bahan cetak, seperti buku kerja, atau teknologi berbasis komputer, seperti halnya internet.

Require Learner Participation (Memerlukan Partisipasi Peserta Didik)
Untuk keefektifan, pembelajaran semestinya membutuhkan mental keterlibatan aktif oleh peserta didik. Harus ada aktivitas yang mengijinkan peserta didik untuk mempraktekkan pengetahuan atau kemampuan dan menerima umpan balik yang tepat pada upaya mereka sebelum penilaian formal. Praktek mungkin melibatkan siswa cek mandiri, pembelajaran dengan bantuan komputer, aktivitas internet atau grup permainan. Umpan balik mungkin diberikan oleh guru, komputer, siswa lainnya atau evaliasi mandiri.

Evaluate and Revise (Mengevaluasi dan Merevisi)
Setelah pembelajaran, perlu adanya evaluasi dampak dan keefektivan dan untuk menilai siswa. Untuk memperoleh gambaran total, Anda harus mengevaluasi seluruh proses pembelajaran. Apakah peserta didik mencapai tujuan pembelajaran? Apakah metode, media dan teknologi membantu pelatihan dalam mencapai tujuan pembelajaran? Bisakah semua siswa menggunakan bahan-bahan dengan tepat? Dimanapun perbedaan antara apa yang Anda maksudkan dan apa yang Anda capai, Anda membutuhkan revisi rencana pembelajaran untuk kesempatan lain.

Sumber: 
Smaldino, Sharon. Lowter, Deborah. Russel, James D. 2011. Instructional Technology and Media for Learning: 5th Edition. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.