Antibodi merupakan
senyawa alam yang terdapat di dalam tubuh sebagai bagian dari sistem pertahanan
tubuh. Molekul antibodi memiliki bagian yang dapat mengidentifikasi antigen
(epitope) atau benda asing yang ada dalam tubuh dan bagian yang dapat
menghancurkan benda asing melalui cara-cara tertentu baik bekerja sendiri
maupun bekerja sama dengan komponen pertahanan tubuh yang lain (Widyastuti,
2007). Ikatan antibodi dan epitope membentuk kompleks antigen-antibodi yang
dapat dikenali makrofag untuk didegradasi (Ermantoko, 2001).
Antibodi di dalam tubuh
pada umumnya bersifat poliklonal yaitu mempunyai banyak sisi aktif yang dapat
mengikat berbagai jenis antigen sehingga antibodi tersebut bekerja secara tidak
spesifik. Antibodi banyak digunakan sebagai alat deteksi di bidang klinis dan
biomedisinal. Deteksi ini dapat berupa deteksi protein atau deteksi
mikroorganisme (Ermantoko, 2001). Tetapi perkembangan ilmu dan teknologi
memungkinkan untuk dapat mengembangkan antibodi yang hanya mempunyai satu sisi
aktif yang disebut dengan antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal yang
diturunkan dari antibodi yang berasal dari suatu jaringan tumor akan bekerja
secara spesifik terhadap jenis tumor tersebut, dengan demikian dapat diproduksi
berbagai jenis antibodi monoklonal yang bekerja spesifik terhadap tumor jenis
tertentu (Widyastuti, 2007; Grimaldi dan French, 1995).
Pembentukan antibodi
monoklonal dengan menginjeksikan (imunisasi) antigen kedalam tubuh mencit secara
subkutan dengan tujuan agar menstimuli produksi sel B yang berbeda tipe.
Setelah tahap penginjeksian antigen selesai, maka hewan diseksi dan diambil
limpanya secara aseptis dan dibuat suspensi limfosit (Hasibuan dan Sadi, 1998).
Saat tahap persiapan,
sel mieloma dibiakkan ulang hingga pertumbuhannya stabil. Kemudian
suspensi limfosit yang didapat dicampur dengan sel mieloma untuk dilakukan fusi
hingga terbentuk hibridoma. Fusi merupakan fase yang paling kritis pada proses
pembuatan antibodi monoklonal. Faktor yang menentukan keberhasilan fusi ialah:
(1) asal dan kondisi sel yang difusikan; (2) kemurnian, berat molekul, jenis
dan konsenrasi PEG-6000 yang digunakan; (3) teknik fusi yang digunakan
(Sumiyarto, dkk., 2004). Perbandingan sel mieloma dan sel limfosit spesifik
ialan 1:10 (Hasibuan dan Sadi, 1998). Hibridoma ialah sel hybrid artifisial
yang memproduksi antibodi monoklonal pada setiap sel hibridoma hanya
menghasilkan satu antibodi. Kemudian dilakukan seleksi dan dilakukan pengklonan
(pengembangbiakan). Klon hibridoma antibodi monoklonal yang didapat bisa
disimpan, diinjeksikan ke suatu binatang atau dibiakkan dalam kultur untuk
produksi antibodi dalam jumlah besar.
Kegunaan antibodi monoklonal antara lain ialah:
- Untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin (HCG) dalam urin wanita hamil.
- Untuk mengikat racun dan menonaktifkannya, contohnya racun tetanus dan kelebihan obat digoxin dapat dinonaktifkan.
- Mencegah penolakan jaringan terhadap sel hasil transplantasi jaringan lain.
- Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah diagnostik seperti mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi auto, mengukur protein dan level obat pada serum, mengenali darah dan jaringan, mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat dalam respon kekebalan dan mengidentifikasi serta mengkuantifikasi hormon.
No comments:
Post a Comment