Tuesday, December 17, 2013

Kisah Air Mendidih



Seorang anak mengeluh dan menanyakan kepada ayahnya tentang kehidupan yang begitu berat. Si anak sudah merasa lelah berjuang karena satu permasalahan belum selesai, datang lagi masalah berikutnya. Ayahnya yang seorang koki membawa si anak ke dapur. Sang ayah kemudian mengisi tiga panci dengan air dan menaruhnya diatas perapian. Setelah air dalam panci pada masing-masing tersebut mendidih, sang ayah menaruh wortel di panci pertama, telur di panci kedua dan kopi bubuk di panci ketiga. Sang ayah membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata.

Si anak terdiam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dilakukan ayahnya. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Sang ayah menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain. Lalu ia bertanya kepada anaknya, “apa yang kamu lihat, Nak?”
Gambar wortel, telur dan bubuk kopi

“Wortel, telur, dan kopi”, jawab anak itu. Ayahnya mengajaknya mendekat dan meminta si anak untuk merasakan wortel, setelah ia melakukan, wortel terasa lunak. Kemudian ayahnya memintanya untuk merasakan telur. Setelah kulit telur dibuang, si anak mendapati telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi.

Si anak tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang harum. Setelah itu ia bertanya, “apa arti semua ini, ayah?”. Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya menghadapi kesulitan yang sama, perebusan. Namun masing-masing ketiganya menunjukkan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Namun setelah direbus, berubah menjadi lembut dan lunak. Telur sebelum direbus mudah pecah yang cangkang tipisnya melindungi cairan yang ada didalamnya. Namun setelah direbus, telur yang sebelumnya cairan berubah menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan unik, setelah berada didalam rebusan air, bubuk kopi tersebut malah mengubah air. Kemudian sang ayah bertanya kepada anaknya, “kamu termasuk yang mana?”. Lalu sang ayah melanjutkan, “ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kamu menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur ataukah kopi?”

Jika kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, setelah adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kemu kehilangan kekuatanmu. Apabila kamu adalah telur, yang pada semula memiliki hati lembut, jiwa yang dinamis, tetapi setelah adanya kematian, perceraian, patah hati, atau pemecatan berubah menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatannya sama, tapi apa kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku? Ataukah kamu adalah bubuk kopi?”.

Ayahnya menerangkan bahwa bubuk kopi mengubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal hingga mendidih. Ketika air mendidih, kopi makin nikmat. Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan memburuk, kamu akan semakin membaik dan begitu pula keadaan di sekitarmu juga membaik.

Wednesday, December 4, 2013

Hukuman Hammurabi





 Hammurabi, Raja Babilon
(Sumber: wikipedia.org)

Sistem hukum pertama yang terlengkap dan komperhensif ialah kodex Hammurabi. Sistem hukum tersebut dibuat oleh Raja Hammurabi yang merupakan raja ke enam dalam dinasti I Babilon. Pemerintahannya dari tahun 2123 sampai dengan 2080 STU (Sebelum Tarikh Umum). Kodex yang dibuatnya ditulis dengan huruf kuneiform kuna (tulisan pahat) pada keping tanah liat dalam bahasa Babilon-Semit.

Hukuman dalam kodex Hammurabi mulai dari denda perak hingga pada hukuman berat yang mengerikan, misalnya dibakar di perapian ataupun di rumah yang sengaja dibakar. Tujuan dari hukuman tersebut adalah menakutkan bagi orang-orang yang akan melanggar hukum. Hukuman juga dilaksanakan di muka umum dan dipertontonkan bagi banyak orang yang menggemari tontonan tersebut maupun sebagai penebar teror. Tingkat kebudayaan masa itu, hukum berperikemanusiaan tidak berlaku secara efektif.

Contoh hukuman Hammurabi antara lain: kening yang dicap dengan besi panas, dikubur hidup-hidup, dimutilasi dan ditenggelamkan. Hukum balas dendam (lex tailonis) juga diberlakukan, misalnya nyawa diganti dengan nyawa, singkat cerita, orang yang membunuh, hukumannya dibunuh. Kadang hukum diambil dengan tangan sendiri, misalnya mobbing (pengeroyokan) atau dengan membunuh saudaranya. Tindakan tersebut juga dibalas oleh keluarga pembunuh yang dibunuh.

Sisa praktek hukuman Hammurabi masih ada di beberapa tempat. Dalam evolusi budaya emansipasi hukum tidak menunjang lagi hukuman mati, baik dengan cara menggantung, memenggal kepala, menembak, memberi aliran listrik atau menyuntikkan obat bius dosis tinggi. Tidak diterima lagi hukuman rajam sampai mati, cambuk, cabut kuku, aniaya, pembakaran badan, peniadaan rangsang (sensory deprivation), pengasingan di gurun, maupun penyaliban. Hal tersebut sebenarnya bertentangan dengan hak asasi manusia.

Terjemahan dalam penutup mukadimah kodex Hammurabi berbunyi:

... dan begitulah ketika marduk, menganjurkan aku mengarahkan penduduk negeri menganut perilaku yang patut, aku pimpin negeri ini untuk berlaku dengan adil dan benar dan memperbaiki kesejahteraan rakyat ...

Hal tersebut sebenarnya tujuan sistem hukum dalam kata-kata dan semangat, bukan hanya dalam berbagai cara dan tulisan-tulisan yang legalistis, dengan mengambil nyawa dan tidak mendidik manusia jahat karena pembawaan, kemiskinan, terpaksa ataupun dipaksa. Semestinya orang-orang (warga) tidak berbuat jahat bukan karena takut hukuman, melainkan karena lebih beradab.