Monday, May 29, 2023

Puasa Sunah

 

Pada bulan Ramadan, umat Islam diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa. Selain puasa yang hukumnya wajib, ada pula puasa sunah sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Hikmahnya secara umum adalah menambah penghambaan dan pendekatan diri kepada Allah. Selain itu juga meraih kecintaan dan keridaan-Nya, serta keselamatan diri dari siksa api neraka. Oleh sebab itu, pada ulasan kali ini akan disampaikan mengenai: (a) pengertian puasa sunah; (b) dalil adanya puasa sunah; (c) contoh puasa sunah; (d) fadilah puasa sunah; (e) tata cara puasa sunah; (f) puasa sunah boleh berniat puasa di pagi hari; dan (g) seorang istri dilarang berpuasa sunah tanpa seizin suami.

 

A. Pengertian Puasa Sunah

Puasa sunah merupakan diantaranya sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Puasa sunah termasuk dari bagian latihan diri dalam upaya mengembangkan ketakwaan kepada Allah SWT. Puasa sunah menjadi puasa yang dilakukan dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW di luar puasa wajib. Puasa disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan). Puasa juga berarti salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Kata sunah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya jalan yang biasa ditempuh, kebiasaan. Selain itu juga berarti aturan agama yang didasarkan atas segala apa yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut baik perbuatan, perkataan, sikap, maupun kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkannya; hadis. Sunah juga berarti perbuatan yang apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Bisa dikatakan bahwa puasa sunah adalah jenis puasa yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan bila tidak dikerjakan tidak akan mendapat dosa ataupun pahala.

 

B. Dalil Adanya Puasa Sunah

Dalil yang mendasari adanya puasa sunah adalah sebagaimana apa yang disampaikan Rasulullah SAW kepada seorang arab gunung. Adapun hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Pertama

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِي سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَائِرَ الرَّأْسِ, فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَخْبِرْنِي مَاذَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ؟ فَقَالَ: الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا. فَقَالَ: أَخْبِرْنِي مَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصِّيَامِ؟ فَقَالَ: شَهْرَ رَمَضَانَ إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا. فَقَالَ: أَخْبِرْنِي بِمَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الزَّكَاةِ؟ فَقَالَ: فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ. قَالَ: وَالَّذِي أَكْرَمَكَ لَا أَتَطَوَّعُ شَيْئًا وَلَا أَنْقُصُ مِمَّا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ شَيْئًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ أَوْ دَخَلَ الْجَنَّةَ إِنْ صَدَقَ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, telah menceritakan kepada saya Isma'il bin Ja'far dari Abu Suhail dari Bapaknya dari Thalhah bin 'Ubaidullah, bahwasanya ada seorang Arab gunung yang rambutnya acak-acakan datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata, “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, salat apa yang difardukan oleh Allah kepadaku?” Jawab Rasulullah SAW, “Salat lima waktu, kecuali kalau engkau mau salat sunah.” Seorang Arab gunung bertanya lagi: “Beritahukanlah kepadaku puasa apakah yang Allah wajibkan bagiku?” Nabi menjawab: "Puasa di bulan Ramadan, kecuali jika engkau ingin melaksanakan yang sunah." Seorang Arab gunung bertanya: 'Beritahukanlah kepadaku, zakat apakah yang Allah wajibkan atasku?” (Thalhah bin 'Ubaidullah) berkata: Maka Rasulullah SAW memberitahukan kepadanya syariat-syariat Islam, dan Arab gunung tersebut mengatakan: “Demi Zat yang memuliakanmu, saya tidak akan melakukan yang sunah, tetapi juga tidak akan mengurangi sedikitpun apa yang telah Allah fardukan atas diriku.” Maka Rasulullah bersabda: "Dia beruntung jika ia jujur, (atau dengan redaksi) ia masuk surga jika jujur." (HR. Bukhari, no. 1758).

 

Banyak pelajaran yang dapat diambil dari hadis tadi yang bersandar pada Thalhah bin 'Ubaidullah. Hadis yang dimaksud tadi merupakan hadis yang shahih mengenai disyariatkannya puasa sunah. Sebagaimana dalam hadis, dapat dipetik pelajaran bahwa selain puasa wajib di bulan Ramadan adalah adanya puasa sunah/ tathawwu'.

 

C. Contoh Puasa Sunah

Berikut adalah diantaranya contoh puasa sunah dalam ajaran Islam. Puasa yang disebutkan ini dapat dikerjakan oleh umat muslim sebagai penambah pahala (tathawwu').

1. Puasa Syawal

2. Puasa Arafah

3. Puasa Tasu’a dan Asyura’

4. Puasa Sya’ban

5. Puasa Senin dan Kamis

6. Puasa Tiga Hari Tiap Bulan Qamariyah (Ayyamul Bidh)

7. Puasa Dawud (Berselang Hari)

Berbagai contoh puasa sunah insya Allah akan dijelaskan pada postingan lain dalam ulasan-ulasan mendatang.

 

D. Fadilah Puasa Sunah

Berbagai fadilah puasa sunah pada masing-masing contoh puasa tentunya memiliki fadilah secara khusus sehingga membedakan dengan fadilah amalan puasa sunah yang lain. Namun demikian pada umumnya, fadilah puasa sunah adalah sebagai berikut.

1. Puasa sunah menyempurnakan puasa wajib di hari perhitungan

Puasa sunah yang dikerjakan akan menjadi penyempurna puasa wajib ketika datang hari perhitungan kelak. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Kedua

أَخْبَرَنَا أَبُو دَاوُدَ قَالَ حَدَّثَنَا شُعَيْبٌ يَعْنِي ابْنَ بَيَانِ بْنِ زِيَادِ بْنِ مَيْمُونٍ قَالَ كَتَبَ عَلِيُّ بْنُ الْمَدِينِيِّ عَنْهُ أَخْبَرَنَا أَبُو الْعَوَّامِ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلَاتُهُ. فَإِنْ وُجِدَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتُقِصَ مِنْهَا شَيْءٌ، قَالَ: انْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ لَهُ مِنْ تَطَوُّعٍ يُكَمِّلُ لَهُ مَا ضَيَّعَ مِنْ فَرِيضَةٍ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ سَائِرُ الْأَعْمَالِ تَجْرِي عَلَى حَسَبِ ذَلِكَ. النسائي

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Abu Daud, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Syu'aib yaitu Ibnu Bayan bin Ziyad bin Maimun, dia berkata: Ali bin Al Madini telah menulis darinya, telah mengabarkan kepada kami Abul 'Awwam dari Qatadah dari Al Hasan dari Abu Rafi' dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya pertama-tama perbuatan manusia yang akan dihisab pada hari kiamat adalah salat wajibnya. Maka apabila didapati salat wajibnya itu sempurna, dicatatlah sempurna. Jika didapati salat wajibnya itu ada kekurangannya, Allah berfirman (kepada para malaikat), “Lihatlah, apakah kalian mendapati salat sunahnya untuk menyempurnakan kekurangan salat wajibnya?” Kemudian semua amal-amal yang wajib diperlakukan seperti itu.” (HR. Nasa’i, no. 462).

 

2. Puasa menjadi perisai

Fadilah puasa secara umum adalah menjadi perisai yang menjaga seorang hamba yang istiqamah dalam berpuasa. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ketiga

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ عَنْ أَبِي صَالِحٍ الزَّيَّاتِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa, telah mengabarkan kepada kami Hisyam bin Yusuf dari Ibnu Juraij, ia berkata: telah mengabarkan kepada saya 'Atha' dari Abu Shalih Az Zayyat bahwa dia mendengar Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: Allah berfirman, ”Setiap amal anak Adam itu untuknya kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku akan membalasnya. Puasa itu perisai. Apabila salah seorang diantara kalian berpuasa pada suatu hari, maka janganlah berkata keji dan jangan berteriak-teriak. Jika ada seseorang yang mencaci makinya atau menyerangnya maka hendaklah ia mengatakan, “Sesungguhnya saya sedang berpuasa.” Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sungguh bau mulutnya orang yang berpuasa itu di sisi Allah lebih harum dari pada bau kasturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan yang dirasakannya, yaitu apabila ia berbuka, bergembira karena bukanya, dan apabila ia bertemu dengan Tuhannya, bergembira karena puasanya.” (HR. Bukhari, no. 1771).

 

3. Membentengi diri dari syahwat

Puasa menjadi sarana membentengi diri dari syahwat. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Keempat

و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ ح و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ ح و حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ. الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ، فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dan Waki' dari Al A'masy. Dalam riwayat lain, dan telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al A'masy. Dalam riwayat lain, dan telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al Asyajj, lafal juga miliknya, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Setiap amal (kebaikan) anak Adam dilipat gandakan pahalanya, satu kebaikan diberi balasan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya. Ia meninggalkan syahwatnya dan makannya karena Aku." Bagi orang berpuasa ada dua kegembiraan yang dirasakannya, yaitu gembira ketika berbuka dan gembira ketika bertemu dengan Tuhan-nya. Dan sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum dari pada bau minyak kasturi." (HR. Muslim, no. 1945).

 

4. Masuk surga dari pintu Arrayyan

Orang mukmin yang senantiasa gemar berpuasa, kelak akan dijanjikan masuk surga melalui pintu Arrayan. Hal tersebut sebagamana hadis berikut.

 

Hadis Kelima

حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو حَازِمٍ عَنْ سَهْلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ: أَيْنَ الصَّائِمُونَ؟ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ. فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Mukhallad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal, berkata: telah menceritakan kepada saya Abu Hazim dari Sahal RA dari Nabi SAW beliau bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat pintu yang disebut Arrayyan, yangmana besok pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa masuk dari pintu itu. Dan tidak ada seorangpun yang masuk dari pintu itu selain mereka. Dikatakan, ”Dimanakah orang-orang yang berpuasa?” Maka mereka berdiri, tidak ada seorangpun selain mereka yang masuk darinya. Apabila mereka sudah masuk, maka pintu itu ditutup sehingga tidak ada seorangpun yang masuk darinya.” (HR. Bukhari, no. 1763).

 

E. Tata Cara Puasa Sunah

Tata cara puasa sunah sebagaimana tata cara puasa Ramadan. Tata cara puasa sunah adalah dengan menahan diri untuk tidak makan, minum, termasuk merokok, dan bersetubuh, dari mulai fajar hingga terbenam matahari karena mencari rida Allah. Adapun syarat dan rukun puasa sebagaimana puasa Ramadan. Penjelasan syarat dan rukun puasa dapat disimak dengan cara klik di sini.

 

F. Puasa Sunah Boleh Berniat Puasa di Pagi Hari

Khusus puasa sunah, boleh berniat di pagi hari. Maksudnya adalah belum berniat puasa di malam harinya dan melakukan sahur. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Keenam

و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ طَلْحَةَ بْنِ يَحْيَى عَنْ عَمَّتِهِ عَائِشَةَ بِنْتِ طَلْحَةَ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ: دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ؟ فَقُلْنَا: لَا. قَالَ: فَإِنِّي إِذَنْ صَائِمٌ. ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ، فَقَالَ: أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا. فَأَكَلَ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Thalhah bin Yahya dari Bibinya Aisyah binti Thalhah, dari Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata: “Pada suatu hari Nabi SAW masuk ke rumah lalu bertanya, "Apakah kamu mempunyai sesuatu (makanan)?" Kami menjawab, "Tidak ada." Maka beliau bersabda, "Bila demikian maka aku akan berpuasa." Dan di lain hari beliau datang, lalu kami berkata, "Ya Rasulullah, ada orang yang menghadiahkan hais (makanan yang dibuat dari kurma, samin, dan susu kambing) kepada kita." Beliau bersabda, "Perlihatkanlah kepadaku, karena sesungguhnya aku berpagi dalam keadaan berpuasa.” Kemudian beliau makan." (HR. Muslim, no. 1951).

 

G. Seorang Istri Dilarang Berpuasa Sunah tanpa Seizin Suami

Hendaknya seorang istri ketika hendak berpuasa sunah sepengetahuan atau dengan izin suami. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ketujuh

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَمَا أَنْفَقَتْ مِنْ نَفَقَةٍ عَنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّهُ يُؤَدَّى إِلَيْهِ شَطْرُهُ. وَرَوَاهُ أَبُو الزِّنَادِ أَيْضًا عَنْ مُوسَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ فِي الصَّوْمِ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abu Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tidak halal seorang perempuan berpuasa (sunah) bila suaminya tidak bepergian melainkan seizinnya. Dan sesuatu yang ia infakkan tanpa seizinnya, maka setengahnya harus dikembalikan pada suaminya." Hadis ini juga diriwayatkan oleh Az Zinad dari Musa dari Bapaknya (Sa'id, maula Al Mughirah bin Syu'bah) dari Abu Hurairah dalam bab shaum. (HR. Bukhari, no. 4796).

 

Demikianlah berbagai dalil ataupun pelajaran yang bisa menjadi acuan kita dalam ibadah puasa. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan puasa dengan baik dan istiqamah sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.

Monday, May 22, 2023

Puasa Nazar



Umat Islam ketika mengarungi romantika kehidupan itu terkadang melakukan nazar. Tidak luput juga dari sekian opsi nazar adalah puasa nazar. Supaya memahami tentang puasa nazar (kadang ada yang menulisnya nadzar), pada kesempatan kali ini akan membahas tentang: (a) pengertian puasa nazar; (b) hukum puasa nazar; (c) kafarat nazar; (d) waktu pelaksanaan puasa nazar; (e) tata cara puasa nazar; dan (f) orang yang suka bernazar itu biasanya orang bakhil.

 

A. Pengertian Puasa Nazar

Puasa disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan). Puasa juga berarti salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Sementara nazar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti janji (pada diri sendiri) hendak berbuat sesuatu jika maksud tercapai. Nazar secara bahasa adalah janji (melakukan hal) baik atau buruk. Sedangkan nazar menurut pengertian syara’ adalah menyanggupi melakukan ibadah (qurbah; mendekatkan diri kepada Allah) yang bukan merupakan hal wajib (fardu ‘ain) bagi seseorang. Sementara itu, puasa nazar adalah puasa yang difardukan sendiri oleh seseorang muslim atas dirinya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Selain itu, puasa nazar adalah puasa yang dilakukan untuk memenuhi janji untuk menghendaki suatu tujuan tertentu.

 

B. Hukum Puasa Nazar

Nazar wajib ditunaikan menurut nazar yang dinazarkan oleh seorang muslim. Allah SWT tahu atas segala sesuatu yang dinazarkan hamba-Nya. Hal tersebut sebagaimana firman Allah SWT berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Pertama

وَمَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ نَّفَقَةٍ اَوْ نَذَرْتُمْ مِّنْ نَّذْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُهٗ ۗ وَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ اَنْصَارٍ. البقرة: 270

Artinya: Infak apa pun yang kamu berikan atau nazar apa pun yang kamu janjikan sesungguhnya Allah mengetahuinya. Bagi orang-orang zalim tidak ada satu pun penolong (dari azab Allah). (QS. Al Baqarah: 270).

 

Nazar ini ada yang harus dipenuhi dan ada nazar yang tidak boleh dipenuhi. Nazar yang harus dipenuhi adalah nazar yang termasuk dalam koridor kebaikan dan menjadi maslahat bagi yang menazarkan. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Pertama

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ الْقَاسِمِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim, telah menceritakan kepada kami Malik dari Thalhah bin Abdul Malik dari Al Qasim dari 'Aisyah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda: Barangsiapa bernazar untuk taat kepada Allah, maka hendaklah ia taat kepada-Nya. Dan barangsiapa bernazar untuk maksiat kepada-Nya, maka janganlah ia maksiat kepada-Nya." (HR. Bukhari, no. 6202).

 

Sementara itu, terdapat nazar yang tidak boleh dilaksanakan. Hal tersebut meliputi nazar yang mengarah pada perbuatan syirik, maksiat, dan justru tidak jadi maslahat (mudarat) bagi orang yang bernazar. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Kedua

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ:بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَائِمٍ. فَسَأَلَ عَنْهُ. فَقَالُوا: أَبُو إِسْرَائِيلَ نَذَرَ أَنْ يَقُومَ وَلَا يَقْعُدَ وَلَا يَسْتَظِلَّ وَلَا يَتَكَلَّمَ وَيَصُومَ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مُرْهُ فَلْيَتَكَلَّمْ وَلْيَسْتَظِلَّ وَلْيَقْعُدْ وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ.قَالَ عَبْدُ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, dia berkata: Sewaktu Nabi SAW berkhotbah, tiba-tiba ada seorang laki-laki berdiri di terik matahari. Maka beliau menanyakannya. Sahabat menjawab, “Dia Abu Israil yang bernazar untuk berdiri, tidak duduk, tidak berteduh, tidak berbicara, dan ia berpuasa.” Beliau bersabda, “Suruhlah dia berbicara, berteduh, duduk, dan hendaklah dia menyempurnakan puasanya.” Abdul Wahhab mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Ikrimah dari Nabi SAW. (HR. Bukhari, no. 6210).

 

Di antara nazar yang ada adalah berpuasa. Oleh sebab itu, apabila seseorang bernazar untuk berpuasa, maka wajib baginya untuk melaksanakan puasanya. Apabila nazar puasa maupun nazar yang lainnya (bukan termasuk kesyirikan, maksiat, atau mudarat) itu tidak mampu dilaksanakan, maka hendaknya membayar kafarat nazar.

 

C. Kafarat Nazar

Apabila seorang muslim bernazar, lalu ia tidak mampu melaksanakan nazar maka hendaknya ia membayar kafarat. Adapun kafarat nazar sepertihalnya kafarat sumpah. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ketiga

حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ وَيُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى وَأَحْمَدُ بْنُ عِيسَى قَالَ يُونُسُ أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ كَعْبِ بْنِ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِمَاسَةَ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كَفَّارَةُ النَّذْرِ كَفَّارَةُ الْيَمِينِ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepadaku Harun bin Sa'id Al Aili dan Yunus bin Abdul A'la dan Ahmad bin Isa, Yunus berkata: telah mengabarkan kepada kami, sedangkan yang dua orang mengakatan: telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab, telah mengabarkan kepadaku 'Amru bin Al Harits dari Ka'b bin 'Alqamah dari Abdurrahman bin Syimasah dari Abu Al Khair dari 'Alqamah bin 'Amir dari Rasulullah SAW beliau bersabda, “Kafarat nazar itu sama dengan kafarat sumpah.” (HR. Muslim, no. 3103).

 

Sebagaimana diterangkan dalam hadis, kafarat nazar itu sama dengan kafarat sumpah. Adapun kafarat sumpah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al Maidah ayat 89. Ayat tersebut menjelaskan kafarat sumpah sebagai berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Kedua

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ۗفَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ كَفَّارَةُ اَيْمَانِكُمْ اِذَا حَلَفْتُمْ ۗوَاحْفَظُوْٓا اَيْمَانَكُمْ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. المائدة: 89

Artinya: Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. Maka, kafaratnya (denda akibat melanggar sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan yang (biasa) kamu berikan kepada keluargamu, memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Siapa yang tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasa tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah (dan kamu melanggarnya). Jagalah sumpah-sumpahmu! Demikianlah Allah menjelaskan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (QS. Al Maidah: 89).

 

Tafsir Ringkas Kemenag RI menerangkan bahwa ayat ini menjelaskan macam-macam kafarat atau denda bagi siapa saja yang melanggar sumpah yang diucapkan secara sadar dan sengaja. Namun demikian, kafarat ini tidak berlaku bagi sumpah yang tidak disengaja. Allah tidak akan menghukum kamu, wahai orang beriman, disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja untuk diucapkan, seperti perkataan, “Tidak, demi Allah,” atau “Benar, demi Allah,” tetapi Dia akan menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. Jika kamu dalam mengucapkan sumpah itu benar benar bermaksud untuk bersumpah, maka kafaratnya, denda pelanggaran sumpah supaya dosa sumpahmu diampuni oleh Allah, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, baik yang kamu kenal maupun tidak, yaitu dari jenis makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, baik dari segi jumlah maupun jenis makanannya, atau memberi mereka pakaian baru maupun layak pakai, atau memerdekakan seorang hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan. Barang siapa tidak mampu melakukannya, salah satu dari tiga pilihan kafarat tersebut, maka kafaratnya berpuasalah tiga hari dengan ikhlas sambil berharap agar Allah mengampuni dosa sumpah yang pernah diucapkannya. Itulah ketentuan Allah tentang kafarat sumpah-sumpahmu, apabila kamu benar-benar bersumpah dengan sengaja. Dan jagalah sumpahmu supaya kamu tidak mudah bersumpah, apalagi bersumpah palsu. Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukumNya tentang sumpah kepadamu agar kamu bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat yang telah diberikan Allah kepada kamu.

 

Apabila tidak mampu melakukan memberi makan dan pakaian sepuluh orang miskin atau memerdekakan budak, maka bisa diganti dengan puasa tiga hari. Kafarat yang dilakukan pada Al-Qur’an Surat Al Maidah ayat 89 itu dilaksanakan secara berurutan, bila yang pertama yaitu memberi makan dan pakaian sepuluh orang miskin tidak bisa, maka hendaknya memerdekakan seorang budak. Bila kesemuanya itu tidak bisa, maka hendaknya berpuasa tiga hari.

 

Hadis Keempat

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ قَالَ أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زَحْرٍ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَالِكٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ أَخْبَرَهُ، أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أُخْتٍ لَهُ نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ حَافِيَةً غَيْرَ مُخْتَمِرَةٍ فَقَالَ مُرُوهَا فَلْتَخْتَمِرْ وَلْتَرْكَبْ وَلْتَصُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ. حَدَّثَنَا مَخْلَدُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ كَتَبَ إِلَيَّ يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زَحْرٍ مَوْلًى لِبَنِي ضَمْرَةَ وَكَانَ أَيَّمَا رَجُلٍ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الرُّعَيْنِيَّ أَخْبَرَهُ بِإِسْنَادِ يَحْيَى وَمَعْنَاهُ. أبي داود

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Qaththan, ia berkata: telah mengabarkan kepadaku Yahya bin Sa'id Al Anshari, telah mengabarkan kepadaku 'Ubaidullah bin Zahr bahwa Abu Sa'id telah mengabarkan kepadanya bahwa Abdullah bin Malik telah mengabarkan kepadanya bahwa 'Uqbah bin 'Amir telah mengabarkan kepadanya bahwa dia pernah bertanya kepada Nabi SAW tentang saudara perempuannya yang bernazar untuk naik haji tanpa beralas kaki dan tanpa tutup kepala. Maka beliau bersabda, “Suruhlah dia memakai tutup kepala, dan supaya berkendaraan. Dan hendaklah ia berpuasa tiga hari.” Telah menceritakan kepada kami Makhlad bin Khalid, telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, ia berkata: Yahya bin Sa'id telah menulis surat kepadaku: telah mengabarkan kepadaku 'Ubaidullah bin Zahr mantan budak Bani Dlamrah bahwa Abu Sa'id Ar Ru'aini telah mengabarkan kepadanya dengan sanad Yahya dan maknanya. (HR. Abu Dawud, no. 2865).

Keterangan: Terkait rawi yang bernama ‘Ubaidullah bin Zahr merupakan kalangan tabi'in (tidak jumpa Sahabat). Komentar ulama tentangnya diantaranya Abu Zur'ah mengatakan la ba`sa bih, An Nasa'i mengatakan laisa bihi ba`s, Abu Hatim mengatakan layyinul hadits, Ad Daruquthni mengatakan dla'if, Adz Dzahabi mengomentari diperselisihkan, Ibnu Hajar mengomentari "shuduq, tedapat kesalahan."

 

Seandainya hadis tersebut benar adanya, maka Nabi SAW menyuruh wanita tersebut untuk berpuasa tiga hari sebagai kafarah nazar. Padahal puasa itu dibolehkan apabila seseorang sudah tidak mampu memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang budak. Hadis tersebut bisa dipahami bahwa Nabi SAW memerintahkan begitu bisa juga karena beliau sudah mengetahui bahwa wanita itu tidak mampu memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian, atau memerdekakan seorang budak.

 

D. Waktu Pelaksanaan Nazar

Waktu pelaksanaan nazar hendaknya dilakukan saat seseorang bernazar akan menunaikan ibadah tertentu dengan penyebutan secara umum, maka yang wajib ia lakukan adalah sebatas sesuatu yang dapat dinamai sebagai perbuatan ibadah tersebut. Hal itu mencakup juga puasa nazar. Ketentuan waktu puasa nazar disesuaikan dengan waktu puasa terkait. Terkait durasi waktu, sebagaimana puasa pada umumnya, yaitu dari mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Selama durasi tersebut ia mesti mencegah dari hal-hal yang membatalkan puasa sebagaimana puasa-puasa lain.

 

E. Tata Cara Puasa Nazar

Tata cara puasa nazar sebagaimana tata cara puasa Ramadan. Tata cara puasa nazar adalah dengan menahan diri untuk tidak makan, minum, termasuk merokok, dan bersetubuh, dari mulai fajar hingga terbenam matahari karena mencari rida Allah. Adapun syarat dan rukun puasa sebagaimana puasa Ramadan. Penjelasan syarat dan rukun puasa dapat disimak dengan cara klik di sini.

 

F. Orang yang Suka Bernazar Itu Biasanya Orang Bakhil

Orang yang suka bernazar itu biasanya adalah orang bakhil. Hal tersebut sebagaimana hadis-hadis berikut.

 

Hadis Kelima

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَكِيمٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ النَّذْرُ لَا يُقَدِّمُ شَيْئًا وَلَا يُؤَخِّرُهُ وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنْ الْبَخِيلِ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Abu Hakim dari Sufyan dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda, “Nazar itu tidak bisa menyegerakan sesuatu dan tidak bisa mengundurkannya. Sesungguhnya dengan nazar itu dikeluarkan sesuatu dari orang yang bakhil.” (HR. Muslim, no. 3094).

 

Hadis Keenam

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرَّةَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّذْرِ وَقَالَ إِنَّهُ لَا يَرُدُّ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنْ الْبَخِيلِ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Manshur dari Abdullah bin Murrah dari Ibnu 'Umar RA, ia berkata: Nabi SAW melarang dari bernazar. Beliau bersabda, "Sesungguhnya nazar itu tidak bisa menolak sesuatu, dan hanyasanya dengan nazar itu sesuatu dikeluarkan dari orang yang bakhil." (HR. Bukhari, no. 6118).

 

Hadis Ketujuh

و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَنْذِرُوا فَإِنَّ النَّذْرَ لَا يُغْنِي مِنْ الْقَدَرِ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنْ الْبَخِيلِ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, yaitu Ad Darawardi, dari Al 'Ala' dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian bernazar, karena sesungguhnya nazar itu tidak bisa merubah takdir sedikitpun. Dan sesungguhnya dengan nazar itu dikeluarkan sesuatu dari orang yang bakhil.” (HR. Muslim, no. 3096).

 

Sebagaimana diterangkan dalam hadis, larangan Rasulullah SAW ini bukan larangan haram, tetapi makruh. Hal tersebut karena Rasulullah SAW tidak pernah membatalkan nazar-nazar, dan beliau tidak mengatakan bahwa orang yang bernazar itu berdosa. Bahkan Rasulullah SAW menyuruh membayar kafarat kepada orang yang tidak menyempurnakan nazarnya. Hal ini memberi arti bahwa nazar itu diperbolehkan. Sementara itu, orang yang bernazar dikatakan bakhil karena untuk mengerjakan kebaikan saja mengapa dengan syarat bila keinginannya terlaksana? Contohnya nazar: “Saya bernazar, bila saya dikaruniai anak laki-laki, saya akan menyumbang untuk madrasah ini sekian. Maka apabila ia benar dikaruniai anak laki-laki, wajiblah ia menyumbang madrasah tersebut.”

 

Demikianlah berbagai dalil ataupun pelajaran yang bisa menjadi acuan kita dalam ibadah puasa. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan puasa dengan baik dan istiqamah sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.