Monday, October 31, 2022

Qunut

 


 

Pembahasan salat ataupun salat berjamaah tidak lepas dari berbagaimana tata cara salat atau salat berjamaah. Berbagai tata cara yang ada sudah disampaikan Rasulullah. Salah satu pembahasan salat ataupun salat berjamaah adalah qunut. Secara etimologi kata qunut (bahasa Arab: الْقُنُوْتُ, qunut) berasal dari bahasa Arab yang memiliki beberapa makna, di antaranya berdiri lama, diam, selalu taat, tunduk, doa, dan khusyuk. Sedangkan secara istilah qunut ialah doa yang dibaca dalam salat. Qunut merupakan doa yang dibaca saat menjalankan ibadah salat. Pembahasan kali ini meliputi sejarah adanya qunut, tata cara qunut, doa qunut, hukum qunut, maupun penjelasan singkatnya. Pembahasan tentang qunut bisa kita simak berikut ini.

 

A. Sejarah ADANYA Qunut

Suatu hari ketika masih pada bulan Shafar tahun ke-4 H, datanglah seorang Arab dari kabilah daerah Najd bernama Abu Baraa’ ‘Amir bin Malik kepada Nabi SAW. Oleh Nabi sebagaimana biasa jika ada seseorang yang belum mengikut Islam bertemu dengan beliau, lalu segera diajak mengikut Islam. Abu Baraa’ ketika itu setelah dibacakan beberapa ayat Al-Qur’an dan diberi penjelasan tentang Islam oleh Nabi SAW, maka dia mendengarkan baik-baik. Namun demikian ia berkata terus terang belum mau masuk Islam, tetapi ia juga tidak menolaknya. Kata Abu Baraa’ kepada Nabi SAW,

 

يَا مُحَمَّدُ لَوْ بَعَثْتَ رِجَالاً مِنْ اَصْحَابِكَ اِلَى اَهْلِ نَجْدٍ فَدَعَوْهُمْ اِلَى اَمْرِكَ، رَجَوْتُ اَنْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ.

Artinya:Ya Muhammad, saya mengusulkan kepadamu, alangkah baiknya kalau kamu mengutus beberapa orang utusan kepada kaum ahli Najd untuk menyeru mereka kepada agamamu, aku berharap mereka akan menyambut seruanmu.”

 

Setelah mendengar usul Abu Baraa’ itu lalu Nabi SAW berpikir sehingga usul yang dikemukakan itu kelihatannya tidak akan membahayakan, tetapi beliau masih ragu-ragu juga. Hal tersebut karena khawatir kalau-kalau terjadi seperti yang diperbuat oleh kaum Banu Hudzail pada peristiwa Ar-Raji’. Nabi SAW menjawab:

 

اِنىِّ اَخْشَى عَلَيْهِمْ اَهْلَ نَجْدٍ

Artinya: Sesungguhnya aku mengkhawatirkan sikap penduduk Najd terhadap sahabatku.

 

Kemudian Abu Baraa’ menyahut:

 

اَنَا لَهُمْ جَارٌ فَابْعَثْهُمْ فَلْيَدْعُوا النَّاسَ اِلَى اَمْرِكَ

Artinya: Aku yang menjamin mereka, maka utuslah para shahabatmu untuk menyeru mereka kepada agamamu.

 

Ketika itu Abu Baraa’ menyampaikan pula beberapa hadiah kepada Nabi SAW, tetapi tidak ada satupun yang diterima beliau. Selanjutnya Abu Baraa’ mendesak kepada Nabi tentang usulnya tadi. Ia meyakinkan kesanggupannya untuk menjamin keselamatan dan keamanan para utusan itu. Nabi SAW di kala itu masih tetap merasa berat untuk melepaskan para sahabatnya ke tempat yang diusulkan oleh Abu Baraa’, karena beliau khawatir kalau  penduduk Najd akan berkhianat pula terhadap para utusan beliau. Namun Abu Baraa’ berulang-ulang menyatakan kesanggupannya untuk menjamin keselamatan para utusan beliau. Kesanggupan berulang kali dinyatakan oleh Abu Baraa’. Selain itu juga mengingat bahwa Abu Baraa’ adalah seorang kepala kabilah yang disegani oleh kaumnya, sedangkan menurut adat yang berlaku bagi bangsa Arab dikala itu, apabila kepala suatu kabilah telah mengemukakan janjinya untuk melindungi dan menjamin keselamatan orang-orang dari kabilah lain, maka penduduk di kabilahnya tidak ada seorang pun yang akan berani mengganggu atau melakukan hal-hal yang tidak diinginkan yang sudah disanggupi keselamatannya. Oleh karenanya, akhirnya Nabi SAW mengabulkan permintaan tersebut.

 

Pada suatu hari, Nabi SAW mempersiapkan para sahabat pilihan sebanyak 70 orang (menurut riwayat lain 40 orang), untuk pergi sebagai mubalig Islam ke kabilah daerah Najd. Mereka itu sebagian besar dari para sahabat yang mengerti tentang hukum-hukum agama dan hafal Al-Qur'an di luar kepala. Diantara nama-nama mereka itu ialah Al-Mundziir bin ‘Amr, ‘Urwah bin Asma’ bin Shalt, Haram bin Milhan, Al-Harits bin Ash-Shimmah, ‘Amir bin Fuhairah, Nafi’ bin Budail. Nabi SAW menetapkaan kepala rombongan mereka ialah Al-Mundzir bin ‘Amr. Pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah mereka itu ke kabilah yang telah dikemukakan oleh Abu Baraa’, yaitu dengan niat untuk menyiarkan dakwah Islamiyah kepada segenap penduduk Banu ‘Amir. Setelah perjalanan 70 orang utusan Nabi itu sampai di Bi’ru Ma’unah (Telaga Ma’unah) sebuah tempat yang terletak diantara tanah Banu ‘Amir dan Banu Sulaim mereka berhenti, lalu mereka sepakat untuk mengutus seorang dari mereka, yaitu Haram bin Milhan untuk menyampaikan sepucuk surat dari Nabi SAW kepada ‘Amir bin Thufail, kepala kabilah itu. ‘Amir bin Thufail setelah menerima surat dari Nabi SAW, dia tidak mau membacanya, bahkan membukanya saja tidak mau. Seketika itu pula ia sangat marah melihat kedatangan orang Islam yang membawa surat Nabi SAW. Saat itu juga Haram bin Milhan dibunuh dengan senjata tajam oleh seorang Banu ‘Amir atas perintah ‘Amir bin Thufail.

 

‘Amir bin Thufail kemudian memanggil segenap kaumnya Banu ‘Amir untuk menghadapi dan menolak kedatangan rombongan para mubalig Islam dari Madinah, tetapi kaumnya tidak mau menurut perintahnya. Mereka tidak berani melanggar perjanjian Abu Baraa’, karena mereka itu sudah mengetahui bahwa kedatangan para mubalig Islam ke daerahnya itu atas usul dan kemauan Abu Baraa’. Oleh karena itu, tidaklah sepatutnya kalau mereka itu ditolak begitu saja, apalagi dengan kekerasan. Kaum Banu ‘Amir tidak mau menurut perintah ‘Amir bin Thufail sehingga dengan keras kepala ‘Amir bin Thufail terus berusaha mencari kawan untuk menghadapi rombongan mubaligh Islam yang datang ke daerahnya itu. Ia lalu memanggil kaum Banu Sulaim yaitu suku ‘Ushayyah, Ri’il dan Dzakwan untuk diajak bersama-sama menolak kedatangan rombongan Islam dengan cara kekerasan dan kekejaman. Ia menghasut kepada mereka itu supaya mengikut ajakan yang jahat itu. Dengan demikian kaum dari suku-suku tersebut segera dapat dipengaruhinya, dan serentak dikerahkan untuk menyerang kedatangan rombongan kaum muslimin tersebut.

 

Para sahabat yang menanti kembalinya Haram bin Milhan karena mereka belum mengetahui bahwa ia sudah dibunuh oleh ‘Amir bin Thufail. Namun setelah ditunggu-tunggu tidak juga kembali ke tempat mereka, maka mereka segera berangkat ke rumah ‘Amir bin Thufail. Sewaktu rombongan kaum muslimin datang ke kabilah tersebut, mereka sudah dikepung oleh kaum dari suku-suku tersebut, dan dengan komando dari “Amir bin Thufail sendiri mereka serentak menyerang kaum muslimin dengan besar-besaran. Setelah kaum muslimin mengetahui bahwa mereka sudah dalam bahaya, maka tidak ragu-ragu lagi mereka harus melawan musuh. Seketika itu terjadilah pertempuran sengit antara kaum muslimin dengan kaum ’Ushayyah, Ri’il dan Dzakwan. Dengan penuh keberanian yang disertai keikhlasan dan tawakal kepada Allah, kaum muslimin terus bertempur mempertahankan kehormatannya sebagai umat yang beriman kepada Allah meskipun sampai titik darah yang penghabisan. Oleh karena pihak pengepung luar biasa banyaknya, maka dengan sendirinya rombongan kaum muslimin menderita kekalahan serta gugur semuanya. Hanya dua orang yang dapat terlepas dari pembunuhan, yaitu Ka’ab bin Zaid dan ‘Amr bin Umayyah.

 

Ka’ab bin Zaid dapat menyelamatkan diri dengan cara pura-pura telah mati bersama-sama kawan-kawannya yang telah gugur. Kemudian dengan cepat kembali ke Madinah dengan menderita luka-luka pada tubuhnya. Adapun ‘Amr bin Umayyah Adl-Dlamriy, ia bersama dengan seorang Anshar dari bani ‘Amr bin ‘Auf tidak menyaksikan terjadinya pertempuran itu karena mereka bertugas berjalan di belakang rombongan. Setelah mereka mengetahui bahwa saudara-saudaranya telah gugur, lalu orang Anshar tersebut bertanya kepada ‘Amr bin Umayyah, “Bagaimana pendapatmu?” ‘Amr bin Umayyah menjawab, “Sebaiknya kita memberitahukan hal ini kepada Rasulullah.” Lalu orang Anshra itu berkata, “Tetapi tidak sepantasnya kalau aku menjauhkan diri dari tempat terbunuhnya Al-Mundzir bin ‘Amr ini”. Kemudian orang Anshar itu menyerang musuh sehingga gugur. ‘Amr bin Umayyah pun ditawan oleh musuh. Namun setelah dia memberitahukan bahwa dia orang dari Mudlarr, lalu ‘Amir bin Thufail melepaskannya. Kemudian ia kembali ke Madinah. Di tengah perjalanan di Qarqarah ‘Amr bin Umayyah bertemu dengan dua orang laki-laki dari bani ‘Amir. Mereka berdua berhenti dan berteduh bersama ‘Amr bin Umayyah, padahal dua orang tersebut telah mengikat perjanjian dengan Rasulullah SAW dan dalam perlindungan beliau. Tetapi ‘Amr bin Umayyah belum mengetahuinya. Ketika kedua orang bani ‘Amir tersebut berhenti dan singgah di tempat itu, ‘Amr bin Umayyah bertanya kepada mereka, “Dari suku apa kalian berdua?” Keduanya menjawab, “Dari Bani ‘Amir.”. Kemudian ‘Amr bin Umayyah menunggunya hingga keduanya tertidur, maka ketika itu dia membunuh kedua orang tersebut dengan maksud sebagai pembalasan terhadap orang-orang Bani ‘Amir karena mereka telah membunuh para sahabat Rasulullah SAW. Setelah ‘Amr bin Umayyah tiba di hadapan Nabi SAW, dia menceritakan kejadian tersebut kepada beliau, maka beliau bersabda :

 

لَقَدْ قَتَلْتَ قَتِيْلَيْنِ َلاَدِيَنَّهُمَا

Artinya: Sungguh kamu telah membunuh dua orang, maka aku pasti akan membayar diyatnya. (Ibnu Hisyam 4, hal. 139-140).

 

Betapa sedih Nabi SAW tatkala menerima laporan yang disampaikan oleh dua orang sahabat itu, sehingga beliau ketika itu menyatakan penyesalannya terhadap Abu Baraa’. Pada saat itu Nabi SAW sangat sedih atas musibah yang menimpa para sahabatnya yang sekian banyaknya, sedang mereka itu terdiri dari sahabat pilihan. Lantaran kesedihan dan kerisauan hati beliau itu, maka beliau sampai sebulan lamanya setiap mengerjakan salat lima waktu beliau selalu membaca doa qunut memohonkan kecelakaan atas para kaum pengkhianat, yaitu kaum-kaum dari suku ‘Ushayyah, Ri’il, Dzakwan dan Banu Lihyan. Riwayat-riwayat tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

 

Hadis Pertama

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الَّذِينَ قَتَلُوا أَصْحَابَ بِئْرِ مَعُونَةَ ثَلَاثِينَ صَبَاحًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَلِحْيَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ. قَالَ أَنَسٌ أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي الَّذِينَ قُتِلُوا بِبِئْرِ مَعُونَةَ قُرْآنًا قَرَأْنَاهُ حَتَّى نُسِخَ بَعْدُ { أَنْ بَلِّغُوا قَوْمَنَا أَنْ قَدْ لَقِينَا رَبَّنَا فَرَضِيَ عَنَّا وَرَضِينَا عَنْهُ }. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, katanya: aku membaca di hadapan Malik dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah dari Anas bin Malik, katanya: Rasulullah SAW mendoakan kecelakaan pada orang-orang yang telah membantai para sahabat di Bi’ru Ma’unah selama tiga puluh Subuh, yaitu mendoakan kecelakaan pada suku Ri’il, Dzakwan, Lihyan dan ‘Ushayyah, mereka itu maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Anas melanjutkan: "Allah Azza wa Jalla telah menurunkan ayat Al Qur'an untuk para sahabat yang terbantai di Bi'r Ma'unah yang biasa kami baca, hingga ayat tersebut dimansukh di kemudian hari. Ayat tersebut bunyinya AN BALLIGHUU QAUMANAA AN QAD LAQIINAA RABBANAA FARADLIYA ANNAA WARADLIINAA 'ANHU, (Sampaikanlah kepada kaum kami bahwa kami telah menjumpai Tuhan kami, dan Dia rida terhadap kami, dan kami pun rida terhadap-Nya)." (HR. Muslim, no. 1085).

 

Hadis Kedua

حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَاصِمٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُولُا: مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَدَ عَلَى سَرِيَّةٍ مَا وَجَدَ عَلَى السَّبْعِينَ الَّذِينَ أُصِيبُوا يَوْمَ بِئْرِ مَعُونَةَ كَانُوا يُدْعَوْنَ الْقُرَّاءَ فَمَكَثَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى قَتَلَتِهِمْ. و حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا حَفْصٌ وَابْنُ فُضَيْلٍ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ كُلُّهُمْ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ بِهَذَا الْحَدِيثِ يَزِيدُ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari 'Ashim, ia berkata: Saya mendengar Anas mengatakan, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah SAW bersedih atas musibah yang menimpa pasukan beliau sebagaimana yang aku lihat ketika beliau menerima kenyataan yang menimpa para sahabat pada peristiwa Bi’ru Ma’unah. Yaitu para sahabat yang disebut sebagai orang-orang yang ahli membaca Al-Qur’an. Beliau selama sebulan mendoakan kecelakaan pada orang-orang yang membunuh para sahabat beliau.” Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Hafs dan Ibnu Fudlail. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Marwan, semuanya dari 'Ashim dari Anas dari Nabi SAW dengan hadis seperti ini, dan satu sama lain saling menambah." (HR. Muslim, no. 1090).

 

Hadis Ketiga

حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ الْمِصْرِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ اللَّيْثِ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ عَنْ حَنْظَلَةَ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ خُفَافِ بْنِ إِيمَاءٍ الْغِفَارِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلَاةٍ اللَّهُمَّ الْعَنْ بَنِي لِحْيَانَ وَرِعْلًا وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَوْا اللَّهَ وَرَسُولَهُ غِفَارُ غَفَرَ اللَّهُ لَهَا وَأَسْلَمُ سَالَمَهَا اللَّهُ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepadaku Abu Thahir Ahmad bin 'Amru bin Sarh Al Mishri, katanya: telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dari Al Laits dari Imran bin Abu Anas dari Hanzhalah bin Ali dari Khufaf bin Ima' Al Ghifari, katanya: Rasulullah SAW pernah berdoa ketika salat dengan ALLAAHUMMAL'AN BANI LIHYAANA WARI'LAN WADZAKWAAN WA'USHAYYATA (Ya Allah, laknatilah Bani Lihyan, Ri'il dan Bani Dzakwan dan 'Ushayyah), mereka itu telah makshiyat kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun Bani Ghifar semoga Allah mengampuninya dan terhadap suku Aslam semoga Allah menyelamatkannya.” (HR. Muslim, no. 1095).

 

Hadis Keempat

حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ وَحَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى قَالَا أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ وَأَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّهُمَا سَمِعَا أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: حِينَ يَفْرُغُ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ مِنْ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ، وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، ثُمَّ يَقُولُ: وَهُوَ قَائِمٌ: اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ. اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِي يُوسُفَ. اللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلًا وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ. ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَّهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أُنْزِلَ: { لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ } . و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ إِلَى قَوْلِهِ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِي يُوسُفَ وَلَمْ يَذْكُرْ مَا بَعْدَهُ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir dan Harmalah bin Yahya, keduanya berkata: telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengabarkan kepadaku Yunus bin Yazid dari Ibnu Syihab, katanya: telah mengabarkan kepadaku Said bin Musayyab dan Abu Salamah bin Abdurrahman bin 'Auf, keduanya mendengar Abu Hurairah, ia berkata: Dahulu Rasulullah SAW setelah membaca surat pada salat Subuh beliau bertakbir (untuk rukuk) lalu mengangkat kepala beliau (dari rukuk) dengan membaca, “Sami’allaahu liman hamidah, rabbanaa wa lakal-hamdu,” kemudian beliau dalam keadaan berdiri berdoa: ALLAAHUMMA ANJI ALWALID BIN WALID WA SALAMAH BIN HISYAM, WA AYYASY BIN ABU RABIAH, WAL MUSTADH'AFIINA MINAL MUL'MINIINA, ALLAAHUMMASY DUD WATH'ATHAKA 'ALAA MUDHARR WAJ'ALHAA 'ALIHIM KASINII YUUSUFA, ALLAAHUMMAL'AN LIHYAANA WARI'LAN WADZAKWAAANA WA'USHAYYAH ASHATALLAAHA WARASUULAHU (Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyas bin Abu Rabi’ah dan orang-orang duafa dari kaum mukminin. Ya Allah, keraskanlah siksaan-Mu kepada suku Mudlar dan timpakanlah kepada mereka siksaan seperti (paceklik panjang) tahun-tahun pada zaman Nabi Yusuf. Ya Allah, laknatlah suku Lihyan, Ri’il, Dzakwan dan ‘Ushayyah, mereka itu telah maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian sampailah berita kepada kami bahwasanya beliau meninggalkan hal itu setelah diturunkan ayat “Laisa laka minal amri syai-un au yatuuba ‘alaihim au yu’adzdzibahum fainnahum dhaalimuun” (Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima taubat mereka atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim) – Ali Imran ayat 128. Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan 'Amru An Naqid, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Uyainah dari Az Zuhri dari Sa'id bin Musayyab dari Abu Hurairah dari Nabi SAW hingga sabdanya: "Ya Allah, jadikanlah untuk mereka tahun-tahun paceklik sebagaimana tahun-tahun paceklik zaman Nabi Yusuf." Dan ia tidak menyebutkan kalimat sesudahnya. (HR. Muslim, no. 1082).

 

Perlu diketahui bahwa tentang sebab turunnya surat Ali Imran ayat 128 tersebut ada dua macam riwayat. Riwayat pertama menyatakan bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan doa qunut Nabi SAW sebagaimana riwayat di atas, dan yang kedua menyatakan berkenaan dengan peristiwa perang Uhud. Wallaahu a’lam bishshawab. Peristiwa tersebut di dalam kitab-kitab tarikh Islam biasa disebut dengan Peristiwa Bi’ru (telaga) Ma’unah atau Pasukan Al-Qurraa’, dan peristiwa tersebut terjadi pada bulan Shafar tahun ke-4 Hijrah. Menurut riwayat, bahwa Abu Baraa’ sendiri setelah mendengar peristiwa yang amat menyedihkan itu, dia sangat marah dan berang terhadap perbuatan ‘Amir bin Thufail itu. Dia sebagai seorang ketua suatu kaum merasa amat malu kepada Nabi SAW. Sehubungan dengan hal itu, maka tidak lama setelah Abu Baraa’ mendengar berita yang amat menyedihkan itu lantaran amat malunya kepada Nabi SAW dan juga sangat marahnya terhadap perbuatan ‘Amir bin Thufail tadi yang membuat malu serta menjatuhkan kehormatannya itu, akhirnya ia meninggal dunia. Kemudian anak Abu Baraa’ yang bernama Rabi’ah, lantaran mengerti bahwa kematian bapaknya akibat dari pengkhianatan ‘Amir bin Thufail. Diam-diam Rabi’ah berusaha untuk menuntut balas. Pada suatu hari datanglah Rabi’ah anak laki-laki Abu Baraa’ ke rumah ‘Amir bin Thufail dengan membawa tombaknya, lalu dengan tiba-tiba menikam ‘Amir bin Thufail sehingga mati.

 

B. Tata Cara Qunut

Qunut menurut riwayatnya, tata caranya ada yang dilakukan setelah rukuk dan ada pula yang dilakukan sebelum rukuk saat salat. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

1. Qunut Sebelum Rukuk

Hadis yang memuat riwayat yang menunjukkan qunut dilakukan sebelum rukuk adalah sebagai berikut.

 

Hadis Kelima

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ الرَّقِّيُّ حَدَّثَنَا مَخْلَدُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ زُبَيْدٍ الْيَامِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوتِرُ فَيَقْنُتُ قَبْلَ الرُّكُوعِ. ابن ماجه

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Maimun Ar-Raqqi, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Makhlad bin Yazid dari Sufyan dari Zubaid Al Yami dari Sa'id bin 'Abdurrahman bin Abza dari Bapaknya dari Ubai bin Ka'b, ia berkata: "Rasulullah SAW melaksanakan salat witir dan qunut sebelum rukuk." (HR. Ibnu Majah, no. 1172).

 

2. Qunut Setelah Rukuk

Hadis yang memuat riwayat yang menunjukkan qunut dilakukan setelah rukuk adalah sebagai berikut.

 

Hadis Keenam

و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا بَهْزُ بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ أَخْبَرَنَا أَنَسُ بْنُ سِيرِينَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوعِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ يَدْعُو عَلَى بَنِي عُصَيَّةَ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Hatim, telah menceritakan kepada kami Bahz bin Asad, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah, telah mengabarkan kepada kami Anas bin Sirin dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan doa qunut selama sebulan setelah rukuk pada salat fajar (subuh), beliau mendoakan kebinasaan untuk Bani 'Ushayyah." (HR. Muslim, no. 1088).

 

Hadis Ketujuh

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ مُحَمَّدٍ قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ عَنْ الْقُنُوتِ فَقَالَ قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الرُّكُوعِ. ابن ماجه

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Muhammad, ia berkata: "Aku bertanya kepada Anas bin Malik tentang qunut, maka ia pun menjawab, "Rasulullah SAW melakukan qunut setelah rukuk." (HR. Ibnu Majah, no. 1174).

 

Adapun cara qunut adalah dengan mengangkat kedua tangan hingga setinggi dada. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Kedelapan

حَدَّثَنَا وَقَالَ مُحَمَّدٌ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الأَسْوَدِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّهُ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي الْقُنُوتِ إِلَى صَدْرِهِ، وَمِمَّنْ رَأَى أَنْ يَرْفَعَ يَدَيْهِ فِي الْقُنُوتِ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، وَإِسْحَاقُ بْنُ رَاهَوَيْهِ، وَأَصْحَابُ الرَّأْيِ، وَفِيهِ قَوْلٌ ثَانٍ: وَهُوَ أَنْ تُرْفَعَ الأَيْدِي فِي الْقُنُوتِ، هَذَا قَوْلُ مَالِكٍ، وَالأَوْزَاعِيِّ، وَيَزِيدَ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ، وَقَالَ الأَوْزَاعِيُّ: إِنْ شِئْتَ فَأَشِرْ بِأُصْبُعِكَ. ابن المنذر

Artinya: Telah menceritakan kepada kami dan berkata Muhammad: telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Hujr, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Syarik, dari Laits, dari Abdurrahman bin Al Aswad, dari Bapaknya, dari Abdullah bahwa sesungguhnya ‘Abdullah bin Mas’ud RA, dahulu mengangkat kedua tangannya dalam qunut hingga dadanya. Dan barangsiapa berpendapat harus mengangkat tangannya dalam qunut adalah sebagaimana Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahwaih, dan orang-orang yang berpendapat demikian. Dan dalam pendapat yang kedua: Bahwa tangan harus diangkat ketika qunut. Ini adalah perkataan Malik, Al-Awza'i, dan Yazid bin Abi Maryam. Al-Awza'i berkata: Jika kamu mau, tunjuklah dengan jarimu. (HR. Ibnu Mundzir, no. 2660).

 

C. DOA QUNUT

Ketika qunut tentunya membaca doa qunut. Adapun doa qunut disesuaikan dengan maksud dan tujuannya. Oleh karena itu, terdapat beberapa riwayat doa qunut dari Rasulullah yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib dan Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Adapun berbagai riwayat doa qunut lainnya yang dimaksud adalah sebagai berikut.

 

1. Doa qunut yang bersandar pada Ali bi Abi Thalib

Doa qunut yang diriwayatkan bersandar dari Ali bin Abi Thalib diantaranya adalah sebagai berikut.

 

Hadis Kesembilan

حَدَّثَنَا أَبُو عُمَرَ حَفْصُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا بَهْزُ بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنِي هِشَامُ بْنُ عَمْرٍو الْفَزَارِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ الْمَخْزُومِيِّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي آخِرِ الْوِتْرِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سُخْطِكَ وَأَعُوذُ بِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ. ابن ماجه

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Umar Hafsh bin Amru berkata: telah menceritakan kepada kami Bahz bin Asad berkata: telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah berkata: telah menceritakan kepadaku Hisyam bin Amru Al Fazari dari 'Abdurrahman bin Harits bin Hisyam Al Makhzumi dari Ali bin Abu Thalib berkata: "Nabi SAW di akhir salat witir membaca doa, "ALLHUMMA INNI A'UUDZU BI RIDLAAKA MIN SUKHTIKA WA A'UUDZU BI MU'AAFAATIKA MIN 'UQUUBATIKA WA A'UUDZU BIKA MINKA LAA UHSHI TSNAA`AN 'ALAIKA ANTA KAMAA ATSNAITA 'ALAA NAFSIKA (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung dengan keridlaan-Mu dari kemurkaan-Mu, dan aku berlindung dengan maaf-Mu dari siksaan-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari-Mu, aku tidak bisa menghitung pujian kepada-Mu, Engkau sebagaimana Engkau memuji pada diri-Mu." (HR. Ibnu Majah, no. 1169).

Keterangan: Rawi yang bernama Abdul Warits bin Sa'id bin Dzakwan merupakan tabi'ut tabi'in kalangan pertengahan dan wafat tahun 180 H. Komentar ulama tentangnya diantaranya Abu Zur'ah mengatakan tsiqah, An Nasa'i mengatakan tsiqah tsabat, Abu Hatim mengatakan "tsiqah, shaduq," Ibnu Hibban mengatakan disebutkan dalam 'ats tsiqaat, Ibnu Hajar mengatakan tsiqah tsabat, Adz Dzahabi mengatakan "hafidh, berpemahaman qadariyah." Selain itu, rawi yang bernama Abdullah bin 'Amru bin Abi Al Hajjaj Maisarah merupakan tabi'ul atba' kalangan tua dan wafat tahun 224 H. Komentar ulama tentangnya diantaranya Yahya bin Ma'in mengatakan tsiqah, Al 'Ajli mengatakan tsiqah, Abu Hatim mengatakan shaduuq mutqin, Abu Zur'ah mengatakan tsiqah hafidz, Ibnu Kharasy mengatakan shaduuq, Ibnu Hibban mengatakan disebutkan dalam 'ats tsiqaat, Ibnu Hajar Al Atsqalani mengatakan "tsiqah tsabat, tertuduh beraliran qadariyah,” Adz Dzahabi mengatakan hafizh.

 

2. Doa qunut yang bersandar pada Al Hasan bin Ali bi Abi Thalib

Doa qunut yang diriwayatkan bersandar dari Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib diantaranya adalah sebagai berikut.

Hadis Kesepuluh

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ أَبِي الْحَوْرَاءِ السَّعْدِيِّ قَالَ قَالَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي الْوِتْرِ اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ. قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ عَلِيٍّ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ مِنْ حَدِيثِ أَبِي الْحَوْرَاءِ السَّعْدِيِّ وَاسْمُهُ رَبِيعَةُ بْنُ شَيْبَانَ وَلَا نَعْرِفُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْقُنُوتِ فِي الْوِتْرِ شَيْئًا أَحْسَنَ مِنْ هَذَا وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي الْقُنُوتِ فِي الْوِتْرِ فَرَأَى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ الْقُنُوتَ فِي الْوِتْرِ فِي السَّنَةِ كُلِّهَا وَاخْتَارَ الْقُنُوتَ قَبْلَ الرُّكُوعِ وَهُوَ قَوْلُ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَبِهِ يَقُولُ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ وَابْنُ الْمُبَارَكِ وَإِسْحَقُ وَأَهْلُ الْكُوفَةِ وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ أَنَّهُ كَانَ لَا يَقْنُتُ إِلَّا فِي النِّصْفِ الْآخِرِ مِنْ رَمَضَانَ وَكَانَ يَقْنُتُ بَعْدَ الرُّكُوعِ وَقَدْ ذَهَبَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ إِلَى هَذَا وَبِهِ يَقُولُ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ. الترمذي

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Al Ahwash dari Abu Ishaq dari Buraid bin Abu Maryam dari Abu Al Khaura' As Sa'di, dia berkata: Al Hasan bin Ali RA berkata: Rasulullah SAW mengajariku beberapa kalimat yang saya ucapkan dalam salat witir, yaitu ALLAHUMMAHDINI FIIMAN HADAIT, WA'AAFINI FIIMAN 'AFAIT, WATAWALLANII FIIMAN TAWALLAIT, WABAARIK LII FIIMA A'THAIT, WAQINII SYARRAMA QADLAIT, FAINNAKA TAQDLI WALAA YUQDLA 'ALAIK, WAINNAHU LAA YADZILLU MAN WAALAIT, TABAARAKTA RABBANA WATA'AALAIT (Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan sebagaimana orang yang telah Engkau beri Kesehatan. Berilah aku perlindungan sebagaimana orang yang telah Engkau beri perlindungan. Berkahilah bagiku apa yang telah Engkau berikan kepadaku. Dan lindungilah aku dari segala keburukan yang telah Engkau tetapkan. Sungguh Engkau Maha Menetapkan Hukum, dan Engkau tidak terkena hukum. Dan Sungguh tidak akan terhina orang yang Engkau beri perlindungan, dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau dan Maha Suci, wahai Tuhan Kami. Perawi berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat) dari Ali. Abu Isa berkata: ini adalah hadits hasan, kami tidak mengetahui (jalur periwayatannya) selain dari jalur ini, dari hadis Abu Al Khaura' As Sa'di dan namanya adalah Rabi'ah bin Syaiban, kami juga tidak mengetahui dari Nabi SAW sesuatupun dari qunut witir yang lebih bagus dari ini. Para ulama berbeda-beda mengenai masalah qunut witir, Abdullah bin Mas'ud berpendapat qunut witir dikerjakan disetiap tahunnya, sebagian ulama memilih untuk mengerjakan qunut sebelum rukuk diantaranya adalah perkataan Sufyan At Tsauri, Ibnu Mubarak, Ishaq dan penduduk Kufah. Telah diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib bahwa dia tidak melaksanakan qunut melainkan di pertengahan akhir bulan Ramadan, dan melaksanakan qunut setelah rukuk, sebagian para ulama juga berpendapat seperti ini, seperti perkataan Syafi'i dan Ahmad. (HR. Tirmidzi, no. 426).

 

Hadis Kesebelas

قَالَ: وَكَانَ يُعَلِّمُنَا هَذَا الدُّعَاءَ اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ إِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَرُبَّمَا قَالَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ. أحمد

Artinya: Masih melalui jalur periwayatan yang sama seperti hadis sebelumnya, Al Hasan juga berkata: Beliau mengajari kami doa: "ALLAHUMMAHDINI FI MAN HADAIT WA 'AFANI FI MAN 'AFAIT WA TAWALLANI FIMAN TAWALLAIT WA BARIK LI FI MA A'THAIT WAQINI SYARRA MA QADHAIT, INNAHU LA YADZILLU MAN WALAIT (Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk, berilah aku perlindungan sebagaimana orang yang Engkau beri perlindungan, sayangilah aku sebagaimana orang yang Engkau sayangi dan berilah berkah terhadap apa yang telah Engkau berikan kepadaku dan jauhkan aku dari kejelekan takdir yang kau tentukan. Sesungguhnya orang yang Engkau bela tidak akan terhina)." Terkadang beliau juga membaca: "..TABAARAKTA RABBANA WA TA'ALAIT (Maha Suci Engkau Wahai Rabb kami dan Maha Tinggi Engkau.)" (HR. Ahmad, no. 1631).

 

Hadis Keduabelas

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ أَبِي الْحَوْرَاءِ عَنْ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ: عَلَّمَنِي جَدِّي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي قُنُوتِ الْوِتْرِ اللَّهُمَّ عَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَاهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ إِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ سُبْحَانَكَ رَبَّنَا تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ. ابن ماجه

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata: telah menceritakan kepada kami Syarik dari Abu Ishaq dari Buraid bin Abu Maryam dari Abu Al Haura` dari Al Hasan bin Ali ia berkata: "Kakekku, Rasulullah SAW mengajariku beberapa kalimat yang aku baca ketika qunut dalam shalat witir: ALLAHUMMA 'AAFANI FIIMAN 'AAFAITA WA TAWALLANII FIIMAN TAWALLAITA WAH DINII FIIMAN HADAITA WAQINII MAA QADLAITA WA BAARIKLII FIIMAA A'THAITA INNAKA TAQDLII WA LAA YUQDLAA 'ALAIKA INNAHU LAA YADZILLU MAN WAA LAITA SUBHAANAKA RABBANAA TABAARAKTA WA TA'AALAIKA (Ya Allah, sehatkanlah aku sebagaimana Engkau telah memberi kesehatan kepada orang-orang yang sehat, berilah aku perlindungan sebagaimana orang yang Engkau beri perlindungan, dan berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk. Dan peliharalah aku dari kejelekan apa yang telah Engkau tetapkan, dan berkahilah aku dengan apa yang telah Engkau berikan, karena Engkaulah yang menentukan bukan ditentukan, dan sesungguhnya tidak akan terhina orang yang Engkau tolong) (HR. Ibnu Majah, no. 1168).

Keterangan: Rawi yang bernama Syarik bin 'Abdullah bin Abi Syarik merupakan tabi'ut tabi'in kalangan pertengahan dan wafat tahun 177 H. Komentar ulama tentangnya diantaranya Ahmad bin Hambal mengatakan shaduuq, Yahya bin Ma'in mengatakan shaduuq tsiqah, Abu Hatim mengatakan shaduuq, Abu Daud mengatakan tsiqah, Ibnu Hajar Al Atsqalani mengatakan "shuduq, tedapat kesalahan," Adz Dzahabi mengatakan seorang tokoh.

 

Selain lafal doa qunut yang telah disebutkan, masih banyak lafal doa qunut lainnya yang tidak disebutkan di sini.

 

D. Hukum Qunut

Penetapan suatu amalan bahwa itu adalah disyariatkan (wajib maupun sunah) terbatas pada adanya dalil dari Al-Qur’an maupun As-sunah yang shahih atau setidaknya hasan lidzaatihi yang menjelaskannya. Kalau tidak ada dalil yang benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam agama, yang terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam hadis berikut.  

 

Hadis Ketigabelas

 و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ جَمِيعًا عَنْ أَبِي عَامِرٍ قَالَ عَبْدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ الزُّهْرِيُّ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ سَأَلْتُ الْقَاسِمَ بْنَ مُحَمَّدٍ عَنْ رَجُلٍ لَهُ ثَلَاثَةُ مَسَاكِنَ فَأَوْصَى بِثُلُثِ كُلِّ مَسْكَنٍ مِنْهَا قَالَ يُجْمَعُ ذَلِكَ كُلُّهُ فِي مَسْكَنٍ وَاحِدٍ ثُمَّ قَالَ أَخْبَرَتْنِي عَائِشَةُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan Abd bin Humaid, semuanya dari Abu Amir. Abd berkata: telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Amru, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ja'far Az Zuhri dari Sa'd bin Ibrahim, dia berkata: aku bertanya kepada Al Qasim bin Muhammad tentang seseorang yang memilki tiga tempat tinggal, lalu dia mewasiatkan sepertiga dari setiap satu tempat tinggal." Sa'd melanjutkan, "Kemudian dia mengumpulkannya menjadi satu." Al Qasim menjawab, " Aisyah telah mengabarkan kepadaku bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa mengamalkan suatu perkara yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak." (HR. Muslim, no. 3243). 

 

Menurut riwayat, qunut dilaksanakan pada salat lima waktu yaitu salat Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya. Adapun riwayat yang dimaksud berdasarkan hadis berikut.

 

Hadis Keempatbelas

حَدَّثَنَا أَبُو قَطَنٍ وَأَبُو عَامِرٍ قَالَا حَدَّثَنَا هِشَامٌ يَعْنِي الدَّسْتُوَائِيَّ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: وَاللَّهِ لَأُقَرِّبَنَّ بِكُمْ صَلَاةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَكَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يَقْنُتُ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ مِنْ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَصَلَاةِ الْعِشَاءِ وَصَلَاةِ الصُّبْحِ قَالَ أَبُو عَامِرٍ فِي حَدِيثِهِ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ وَصَلَاةِ الصُّبْحِ بَعْدَمَا يَقُولُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ وَيَدْعُو لِلْمُؤْمِنِينَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ وَقَالَ أَبُو عَامِرٍ وَيَلْعَنُ الْكَافِرِينَ. أحمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Qathan dan Abu 'Amir, mereka berkata: telah menceritakan kepada kami Hisyam yaitu Ad Dustuwa`i dari Yahya dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata: "Demi Allah, sungguh akan aku contohkan kepada kalian salat Rasulullah SAW." Berkata: "Adalah Abu Hurairah selalu qunut pada rakaat akhir dari salat Zuhur, salat 'Asar dan salat Subuh." Abu 'Amir berkata di dalam hadisnya: "salat Isya yang akhir dan salat Subuh, yaitu setelah membaca: "SAMI'A ALLAHU LIMAN HAMIDAH." Dia berdoa untuk kaum mukminin dan melaknat orang-orang kafir. Abu 'Amir berkata: "Dan melaknat orang-orang kafir." (HR. Ahmad, no. 7152).

 

Hadis Kelimabelas

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ أَبِي لَيْلَى قَالَ حَدَّثَنَا الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ، أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ وَالْمَغْرِبِ. قَالَ أَبُو عَبْد الرَّحْمَنِ لَيْسَ يُرْوَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَنَتَ فِي الْمَغْرِبِ إِلَّا فِي هَذَا الْحَدِيثِ وَعَنْ عَلِيٍّ قَوْلُهُ. أحمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Amru bin Murrah, ia berkata: Saya mendengar Ibnu Abu Laila, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Al Barra` bin Azib bahwasannya Nabiyyullah berqunut pada waktu salat Subuh dan Magrib. Abu Abdurrahman berkata 'Tidak ada hadis yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang menyatakan bahwa beliau melakukan qunut pada salat Magrib, kecuali dalam hadis ini." Dan dari Ali. (HR. Ahmad, no. 17740).

 

Menurut riwayat yang ada, qunut selain dikerjakan pada salat fardu juga dilaksanakan pada salat witir. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Keenambelas

أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ قَالَ حَدَّثَنَا مَخْلَدُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ زُبَيْدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوتِرُ بِثَلَاثِ رَكَعَاتٍ كَانَ يَقْرَأُ فِي الْأُولَى بِسَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَفِي الثَّانِيَةِ بِقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَفِي الثَّالِثَةِ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَيَقْنُتُ قَبْلَ الرُّكُوعِ فَإِذَا فَرَغَ قَالَ عِنْدَ فَرَاغِهِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ يُطِيلُ فِي آخِرِهِنَّ. النسائي

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami 'Ali bin Maimun dia berkata: telah menceritakan kepada kami Makhlad bin Yazid dari Sufyan dari Zubaid dari Sa'id bin 'Abdurrahman bin Abza dari Bapaknya dari Ubay bin Ka'ab bahwa Rasulullah SAW pernah salat witir tiga rakaat, pada rakaat pertama beliau membaca: "Sabbihisma rabbikal a'laa (surah Al A'la)." Pada rakaat kedua membaca: "Qul ya ayyuhal kafirun (surah Al Kaafiruun), " dan pada rakaat ketiga beliau membaca "Qul huwallahu ahad (surah Al Ikhlas)." Lalu beliau qunut sebelum rukuk. Setelah selesai beliau membaca "Subbhanal Malikil Quddus" tiga kali. Beliau memanjangkan pada yang terakhir kalinya. (HR. Nasai, no. 1681).

 

Setidaknya terdapat tiga pendapat dikalangan para ulama, tentang disyariatkan atau tidaknya qunut. Pendapat yang dimaksud antara lain:

 

1. Qunut disunahkan secara terus-menerus.

Pendapat ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Shalih dan Imam Syafi’i. Dalil yang paling kuat yang dipakai oleh para ulama yang menganggap qunut subuh itu sunnah adalah hadis berikut ini:

 

Hadis Ketujuhbelas

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ يَعْنِي الرَّازِيَّ عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا. أحمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, yaitu Ar-Razi dari Ar-Rabi' bin Anas dari Anas bin Malik berkata: "Rasulullah SAW selalu mengerjakan qunut subuh hingga meninggal dunia." (HR. Ahmad, no. 12196).

Keterangan: Rawi Ar Rabi' bin Anas merupakan tabi'in kalangan biasa dan wafat tahun 139 H. Komentar ulama tentangnya diantaranya Ibnu Hibban mengatakan disebutkan dalam 'ats tsiqaat, Al 'Ajli mengatakan shaduuq, Abu Hatim mengatakan shaduuq, Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan shaduuq ada keraguan, selain itu Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan tertuduh syiah.

 

2. Qunut tidak disyariatkan karena qunut itu sudah mansukh (terhapus hukumnya).

Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah. Mereka berdalilkan dengan hadis berikut:

 

Hadis Kedelapanbelas

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ السُّلَمِيُّ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ حَدَّثَنِي سَالِمٌ عَنْ أَبِيهِ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ مِنْ الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ مِنْ الْفَجْرِ يَقُولُ اللَّهُمَّ الْعَنْ فُلَانًا وَفُلَانًا وَفُلَانًا بَعْدَ مَا يَقُولُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ { لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ إِلَى قَوْلِهِ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ }. وَعَنْ حَنْظَلَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ سَمِعْتُ سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو عَلَى صَفْوَانَ بْنِ أُمَيَّةَ وَسُهَيْلِ بْنِ عَمْرٍو وَالْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ فَنَزَلَتْ { لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ إِلَى قَوْلِهِ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ }. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abdullah As Sulami, telah mengabarkan kepada kami Abdullah, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri, telah menceritakan kepadaku Salim dari Bapaknya bahwasannya dia mendengar saat Rasulullah SAW mengangkat kepalanya dari rukuk di rakaat terakhir salat subuh, beliau mengucapkan: "Ya Allah, laknatlah fulan, fulan dan fulan." yaitu setelah beliau mengucapkan: "Sami'allahu liman hamidah, rabbanaa walakalhamdu." Setelah itu Allah menurunkan ayat: (Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu (hingga firman-Nya), Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim) (QS. Ali Imran: 128). Dan dari Hanzhalah bin Abu Sufyan, aku mendengar Salim bin Abdullah berkata: "Rasulullah SAW pernah mendoakan (kejelekkan) kepada Shofwan bin Umayyah, Suhail bin 'Amru dan Harits bin Hisyam, lalu turunlah ayat: (Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu (hingga firman-Nya), Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim) (QS. Ali Imran: 128). (HR. Bukhari, no. 3762).

 

Hadis Kesembilanbelas

حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ وَحَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى قَالَا أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ وَأَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّهُمَا سَمِعَا أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حِينَ يَفْرُغُ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ مِنْ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ يَقُولُ وَهُوَ قَائِمٌ اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِي يُوسُفَ اللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلًا وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَّهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أُنْزِلَ { لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ }. و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ إِلَى قَوْلِهِ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِي يُوسُفَ وَلَمْ يَذْكُرْ مَا بَعْدَهُ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir dan Harmalah bin Yahya, keduanya berkata: telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengabarkan kepadaku Yunus bin Yazid dari Ibnu Syihab katanya: telah mengabarkan kepadaku Said bin Musayyab dan Abu Salamah bin Abdurrahman bin 'Auf, keduanya mendengar Abu Hurairah berkata: "Ketika Rasulullah SAW salat fajar (subuh), yaitu setelah membaca, bertakbir dan mengangkat kepalanya, beliau membaca "Sami'allahu liman hamidah. Rabbanaa walakal hamdu." Kemudian beliau membaca lagi dan beliau masih berdiri, yaitu: ALLAAHUMMA ANJI ALWALID BIN WALID WA SALAMAH BIN HISYAM, WA AYYASY BIN ABU RABIAH, WAL MUSTADH'AFIINA MINAL MUL'MINIINA, ALLAAHUMMASY DUD WATH'ATHAKA 'ALAA MUDHARR WAJ'ALHAA 'ALIHIM KASINII YUUSUFA, ALLAAHUMMAL'AN LIHYAANA WARI'LAN WADZAKWAAANA WA'USHAYYAH ASHATALLAAHA WARASUULAHU (Ya Allah, selamatkanlah Walid bin walid, Salamah bin Hisyam, Ayyasy bin Abu Rabiah dan orang-orang mukmin yang lemah, Ya Allah, perkuatlah hukumanmu kepada Mudharr dan jadikanlah untuk mereka masa-masa paceklik sebagaimana paceklik Yusuf, Ya Allah, laknatilah Lihyan, Ri'l, dan Dzakwan, mereka yang telah membangkang Allah dan Rasul-Nya." Kemudian sampai berita kepada kami, bahwa beliau meninggakan doa (qunut) tersebut, tepatnya ketika turun ayat "Tidak ada urusanmu entah Allah mengampuni mereka atau menyiksa mereka, sesungguhnya mereka orang-orang yang zalim (QS. Ali Imran: 128). Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan 'Amru An Naqid, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Uyainah dari Az Zuhri dari Sa'id bin Musayyab dari Abu Hurairah dari Nabi SAW hingga sabdanya: "Ya Allah, jadikanlah untuk mereka tahun-tahun paceklik sebagaimana tahun-tahun paceklik zaman Nabi Yusuf." Dan ia tidak menyebutkan kalimat sesudahnya. (HR. Muslim, no. 1082).

 

Hadis Keduapuluh

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوعِ يَدْعُو عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ. أحمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Qatadah dari Anas berkata: Rasulullah SAW melakukan qunut selama sebulan setelah rukuk, mendoakan kehancuran beberapa desa Arab kemudian beliau meninggalkan (qunut tersebut). (HR. Ahmad, no. 13255).

 

3. Qunut pada salat tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan ketika salat.

Qunut pada salat tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan pada salat subuh dan pada salat-salat lainnya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa’d, Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para ulama ahlul hadis.

 

Hadis Keduapuluhsatu

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي: يَا أَبَةِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ هَا هُنَا بِالْكُوفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ أَكَانُوا يَقْنُتُونَ؟ قَالَ: أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ و قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ إِنْ قَنَتَ فِي الْفَجْرِ فَحَسَنٌ وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ فَحَسَنٌ وَاخْتَارَ أَنْ لَا يَقْنُتَ وَلَمْ يَرَ ابْنُ الْمُبَارَكِ الْقُنُوتَ فِي الْفَجْرِ قَالَ أَبُو عِيسَى وَأَبُو مَالِكٍ الْأَشْجَعِيُّ اسْمُهُ سَعْدُ بْنُ طَارِقِ بْنِ أَشْيَمَ حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ بِمَعْنَاهُ. الترمذي

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani', ia berkata: telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun dari Abu Qilabah Al Asyja'i, ia berkata: "Aku pernah bertanya kepada Bapakku, "Wahai Bapak, sesungguhnya engkau pernah salat di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali di Kufah ini sekitar selama lima tahun, maka apakah mereka membaca qunut?" Ia menjawab, "Wahai anakku, itu adalah perkara baru." Abu Isa berkata: "Hadis ini derajatnya hasan shahih. Dan hadits ini diamalkan oleh banyak ulama. Sufyan Ats Tsauri berkata: "Jika seseorang melakukan qunut dalam salat subuh maka itu baik, jika tidak maka itu juga baik." Dan Sufyan Ats Tsauri memilih untuk tidak melakukan qunut. Demikian juga Ibnu Al Mubarak, ia tidak melakukan qunut dalam salat subuh." Abu Isa berkata: "Abu Malik Al Asyja'i namanya adalah Sa'ad bin Thariq bin Asyyam. Telah menceritakan kepada kami Shalih bin Abdullah berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Awanah dari Abu Malik Al Asyja'i seperti makna hadis tersebut dengan sanad ini." (HR. Tirmidzi, no. 368).

 

Hadis Keduapuluhdua

حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو مَالِكٍ قَالَ: قُلْتُ لِأَبِي يَا أَبَتِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ هَاهُنَا بِالْكُوفَةِ قَرِيبًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ أَكَانُوا يَقْنُتُونَ قَالَ أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ. أحمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Abu Malik, ia berkata: Saya berkata kepada Bapakku (Thariq bin Asyyam bin Mas’ud), Wahai Bapakku, engkau pernah salat di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali waktu di Kufah selama hampir lima tahun, lalu apakah mereka melakukan qunut? Dia berkata: 'Wahai anakku, itu adalah perkara yang baru.’ (HR. Ahmad, no. 15317).

 

E. PENJELASAN SINGKAT

Perbedaan dalam masalah ibadah merupakan hal yang sudah biasa terjadi di tengah-tengah umat Islam. Namun demikian, masing-masing perbedaan tentunya memiliki dasar masing-masing dari Al-Qur’an maupun hadis. Diantara perbedaan masalah ibadah yang ada tidak terkecuali adalah masalah qunut. Para fuqaha memperselisihkan mengenai qunut dalam salat. Pendapat mengenai qunut setidaknya ada tiga pendapat, yaitu: (1) qunut disunahkan secara terus-menerus; (2) qunut tidak disyariatkan karena qunut itu sudah mansukh (terhapus hukumnya); dan (3) qunut pada salat tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan ketika salat. Sebagai muslim yang benar-benar mengamalkan ajaran agama Islam semestinya tidak menjadikan masalah atau tidak menimbulkan perpecahan terhadap perbedaan pendapat yang ada. Hal tersebut karena sesama muslim adalah saudara. Adapun penulis dalam pembahasan qunut ini lebih condong pada pendapat kedua, yaitu qunut itu sudah mansukh (terhapus hukumnya). Alasan pendapat kedua sebagaimana berbagai dalil yang telah disampaikan pada pendapat kedua serta didukung oleh riwayat sejarah dalam tarikh. Qunut dalam hal ini ada kaitannya dengan sebab turunnya Surat Ali Imran ayat 128.

 

Hadis Keduapuluhtiga

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنَا ابْنُ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ وَأَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ عَلَى أَحَدٍ أَوْ يَدْعُوَ لِأَحَدٍ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ فَرُبَّمَا قَالَ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ يَجْهَرُ بِذَلِكَ وَكَانَ يَقُولُ فِي بَعْضِ صَلَاتِهِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ اللَّهُمَّ الْعَنْ فُلَانًا وَفُلَانًا لِأَحْيَاءٍ مِنْ الْعَرَبِ حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ { لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ } الْآيَةَ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'ad, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab dari Sa'id bin Al Musayyab dan Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW apabila ingin mendoakan kecelakaan kepada seseorang atau berdoa keselamatan kepada seseorang beliau selalu qunut setelah rukuk. Kira-kira ia berkata: "Jika beliau mengucapkan: "SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH RABBANA WA LAKAL HAMDU" beliau berdoa: "Alloohumma anjil waliidainal waliidi wa salamatabna hisyaamin wa ‘ayyasyabna abii rabiitah. Alloohummasydud wath’ataka ‘alaa mudlara waj’alhaa siniina kaninii yusuf (Wahai Rabb kami bagi-Mu segala pujian, Ya Allah selamatkanlah Al Walid bin Al Walid, Salamah bin Hisyam, dan 'Ayyasy bin Abu Rabi'ah. Ya Allah keraskanlah hukuman-Mu atas Mudlar, dan timpahkanlah kepada mereka tahun-tahun paceklik sebagaimana tahun-tahun pada masa Yusuf).” Beliau mengeraskan bacaan tersebut, beliau juga membaca pada sebagian salat yang lainnya, beliau membaca pada salat subuh: "Alloohummaal ‘an fulanan liahyaain minal arob (Ya Allah, laknatlah si fulan dan si fulan dari penduduk Arab).” Sampai akhirnya Allah mewahyukan kepada beliau: LAISA LAKA MINAL AMRI SYAI-UN (Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu) (QS. Ali Imran: 128). (HR. Bukhari, no. 4194).

 

Allah SWT berfirman,

 

لَيْسَ لَكَ مِنَ الْاَمْرِ شَيْءٌ اَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ اَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَاِنَّهُمْ ظٰلِمُوْنَ. آل عمران: 128

Artinya: Hal itu sama sekali bukan menjadi urusanmu (Nabi Muhammad), apakah Allah menerima taubat mereka atau mengazabnya karena sesungguhnya mereka orang-orang zalim. (QS. Ali Imran: 128).

 

Demikianlah berbagai dalil ataupun pelajaran yang bisa menjadi acuan kita dalam ibadah salat. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan salat berjamaah dengan baik dan benar sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.