Friday, November 25, 2022

Khotbah Jum’at: Makan yang Halal Adalah Syarat Terkabulnya Doa


 

·      ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَرْسَلَ رَسُولَهُۥ بِٱلْهُدَىٰ وَدِينِ ٱلْحَقِّ، لِيُظْهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ، وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًا. وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

·      فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكرِيْم، أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah

Syukur alkhamdulillah tidak henti-hentinya kita haturkan kepada Allah SWT, yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama, dan cukuplah Allah sebagai saksi. Selawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa risalah Agama Islam kepada umatnya. Semoga kita semuanya tergolong umat Rasulullah Muhammad SAW yang senantiasa melaksanakan ajaran-ajaran Agama Islam di keseharian kita. Mengerjakan ajaran-ajaran agama merupakan bagian amanat sila pertama Pancasila, dan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat 2.

Selanjutnya dari mimbar ini saya serukan kepada diri saya sendiri dan umumnya kepada jamaah salat Jum’at agar senantiasa menjaga, mempertahankan, dan terus berusaha meningkatkan iman dan takwa. Iman dengan mengimani rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, utusan-utusan Allah, takdir Allah, dan akhirat. Selain itu juga takwa dengan mentaati segala perintah Allah dan Rasulullah, serta menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.

Mentaati perintah Allah diantaranya adalah mengonsumsi makanan yang halal dan baik. Namun demikian perlu diketahui bahwa pada dasarnya, segala sesuatu yang diciptakan Allah di langit dan di bumi adalah untuk manusia. Segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi meliputi berbagai sumber daya alam. Diantaranya sumber daya alam adalah adalah makanan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup manusia. Makanan adalah diantaranya kebutuhan pokok manusia. Meskipun segala sesuatu di langit dan di bumi ini diciptakan untuk manusia, tetapi terdapat berbagai batasan dari Allah dan Rasulullah tentang pemanfaatan sumber daya alam. Terlebih-lebih sumber daya alam yang berupa makanan. Suatu hadis meriwayatkan sebagai berikut:

مَا أَحَلَّ اللهُ فِى كِتَابِهِ فَهُوَ حَلاَلٌ، وَ مَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ، وَ مَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَفْوٌ فَاقْبَلُوْا مِنَ اللهِ عَافِيَتَهُ فَإِنَّ اللهَ لَمْ يَكُنْ لِيَنْسَى شَيْئًا. وَ تَلاَ: وَ مَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا. الحاكم و البزار

Artinya: Apasaja yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, maka hal itu adalah halal. Dan apasaja yang Ia haramkan, maka hal itu adalah haram. Sedang apasaja yang Ia diamkan, maka hal itu dibolehkan (ma’fu), oleh karena itu terimalah kema’afan dari Allah itu. Sebab sesungguhnya Allah tidak lupa sedikitpun. Kemudian Rasulullah SAW membaca ayat (yang artinya) Wa maa kaana robbuka nasiyyaa (Dan Tuhan mu tidak lupa) – QS. Maryam: 64. (HR. Hakim no. 3419 dan Bazzaar no. 4087).

Berbagai sumber daya alam yang Allah jadikan halal atau haram sudah termuat dalam kitab-Nya. Oleh karena itu, wujud takwa kita kepada Allah adalah dengan mentaati perintah Allah sebagaimana termuat dalam Al-Qur’an dan ketentuan Rasul dalam sunah. Tentu wujud takwa salah satunya adalah mengonsumsi makanan yang halal dan baik. Adapun halal dan baik disini maksudnya memenuhi kriteria halal dzati dan halal hukmi. Halal dzati adalah halal secara zat, sedangkan halal hukmi adalah halal secara hukum.

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.

Contoh yang memenuhi kriteria halal dzati adalah daging ayam. Supaya juga memenuhi kriteria halal hukmi adalah disembeli oleh orang Islam dengan menyebut nama Allah. Daging ayam tersebut menjadi tidak memenuhi kriteria halal hukmi apabila disembelih oleh orang yang tidak memenuhi kewajiban salat lima waktu meskipun menyebut nama Allah. Hendaknya makanan yang kita konsumsi memenuhi kriteria halal dzati dan halal hukmi. Kriteria halal dzati bisa kita amati melalui zahir macam makanan yang halal. Sementara itu, supaya memenuhi kriteria halal hukmi tentunya hewan sembelihan yang kita konsumsi itu disembelih oleh orang Islam yang tertib memenuhi kewajiban salat lima waktu, dan dengan menyebut nama Allah. Hal tersebut dikarenakan pembeda orang Islam dan orang non Islam adalah salat. Suatu hadis meriwayatkan,

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَاةِ. أبي داوود

Artinya: Dari Jabir, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “(Yang membedakan) antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan salat.” (HR. Abu Dawud, no. 4058).

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.

Kadang hal ini yang luput dari perhatian kita. Salat menjadi salah satu diantaranya kunci yang menentukan halal atau haramnya binatang yang disembelih. Segala sesuatu yang kita makan tentu berdampak pada diri kita, salah satunya adalah terkabul atau tidaknya do’a. Hal tersebut dikarenakan makanan haram, minuman haram, pakaian haram, dikenyangkan dengan barang yang haram, adalah diantaranya sebab tidak dikabulkannya doa. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: { يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ }. وَقَالَ: { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ  }. ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟ مسلم

Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Hai para manusia, sesungguhnya Allah itu Baik (Suci). Tidak mau menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sebagaimana apa yang Dia perintahkan kepada para Rasul. Allah berfirman, “Hai para Rasul, makanlah dari yang baik-baik (yang halal) dan beramal salihlah kalian. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui terhadap apa-apa yang kalian kerjakan.” (Al-Mukminun: 51). Dan Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari yang baik-baik apa yang Kami rizkikan kepada kalian” (Al-Baqarah: 172). Kemudian (Rasulullah SAW) menyebutkan tentang seorang laki-laki yang sering bepergian jauh, rambutnya acak-acakan lagi berdebu. Dia berdoa dengan mengangkat kedua tangannya ke langit, “Ya Tuhanku, Ya Tuhanku.” Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dia dikenyangkan dengan barang yang haram. Maka bagaimana mungkin dia dikabulkan doanya?” (HR. Muslim, no. 1686).

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.

Kita berharap bahwa apa yang kita makan, apa yang kita minum, adalah makanan atau minuman yang halal dzati maupun halal hukmi. Selain itu hendaklah apa-apa yang kita konsumsi adalah berbagai makanan dan minuman yang baik. Kita perlu berhati-hati dalam memasukkan segala sesuatu ke mulut kita. Berhati-hati pula dengan apa yang kita gunakan. Hal itu karena apabila ternyata apa yang kita makan, apa yang kita gunakan, itu berasal dari sesuatu yang haram, maka tentu akan menghalangi terkabulnya doa. Na’udzubillah min dzalik.

Apabila sudah terhalang doa kita, apa yang bisa kita harapkan lagi? Sebab segala sesuatu itu Allah yang memberi. Makan dan menggunakan dari yang halal dan baik adalah wujud takwa kita kepada Allah SWT. Marilah kita semuanya megkonsumsi atau menggunakan apa-apa yang halal dan baik. Semoga yang sedikit ini bisa menjadi pengingat bagi diri saya dan umumnya bermanfaat bagi jamaah semuanya. Mohon maaf apabila terdapat tutur kata yang kurang berkenan.

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. وَٱلْعَصْرِ. إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ لَفِى خُسْرٍ. إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

***

 

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ الَّذِى لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. وَ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى اَشْرَفِ اْلاَنْبِيَاءِ وَ اْلمُرْسَلِيْنَ وَ عَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ.  اَمَّا بَعْدُ.

فَيَااَ يُّهَاالنَّاسُ، اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ، يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ:

·      اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّـيْتَ عَلَى آلِ اِبـْرَاهِيْمَ. وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ اِبـْرَاهِيْمَ، فِى اْلعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

·      اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، أَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.

·      رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا، وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا، غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا، رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

·      رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ، وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا.

·      رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

·      سُبْحَانَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

·      وَأَقِمِ الصَّلَاةَ.

Penyampai: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd.

Jum’at, 25 November 2022

 

 

Monday, November 21, 2022

Salat Qasar


 

Islam adalah agama yang rahmah, di waktu dan keadaan tertentu Islam memberikan berbagai keringanan (rukhsah) bagi pemeluknya. Salah satu diantaranya ketika dalam keadaan perjalanan (safar). Secara pengertian, as-safar adalah bepergian dari satu tempat ikamah (tempat menetap/ tempat tinggal baik kota atau desa) ke suatu tempat di luar daerah ikamahnya. Hal tersebut baik dengan tujuan yang bersifat ukhrawi (berhaji, umrah, tabligh, dsb) maupun yang bersifat duniawi (berdagang, duta suatu negara, dll). Adapun musafir adalah orang yang mengerjakan safar. Kebalikan dari musafir adalah mukim.

 

Mukim yaitu orang yang berada di tempat ikamahnya, yang artinya: menetap dan bertempat tinggal di suatu tempat diantara anak-istri atau sanak keluarganya. Oleh sebab itu, seseorang baru boleh dikatakan sebagai musafir apabila dia pergi dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada. Sedangkan apabila ia hanya sekedar kaluar atau pergi dari rumah/ kampung dan tidak memenuhi ketentuan yang ada, orang tersebut bukan dikatakan musafir, dan masih termasuk orang mukim. Apabila seseorang memenuhi ketentuan sebagai musafir, tetaplah dia berhak menerima keringanan-keringanan yang diberikan oleh agama bagi musafir. Keringanan tersebut baik dia safar lama maupun sebentar, dengan susah payah maupun mudah dan enak, di darat ataupun di laut, bahkan di udara sekalipun, maka tetap dikatakan sedang safar dan orangnya disebut musafir. Hal itu merupakan kemurahan Islam yang menjadikan penganutnya mudah dalam menjalankan agama.

 

Islam memberikan kemurahan demi kemudahan melaksanakan salat bagi musafir, yaitu salat qasar. Adapun salat qashar adalah memperpendek atau meringkas rakaat salat wajib, dari 4 rakaat menjadi 2 rakaat sebagai keringanan (rukhsah) bagi musafir. Mari kita simak penjelasan singkat berikut mengenai salat qasar.

 

A. Dalil Salat Qasar

Dalil disyariatkannya salat qasar termuat di dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 101. Adapun ayat yang dimaksud adalah sebagai berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Pertama

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِى ٱلْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا۟ مِنَ ٱلصَّلَوٰةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱلْكَـٰفِرِينَ كَانُوا۟ لَكُمْ عَدُوًّۭا مُّبِينًۭا. النساء: 101

Artinya: Dan apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu meng-qasar salat, jika kamu takut diserang orang kafir. Sesungguhnya orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. An-Nisa: 101).

 

Selain dalil Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 101, terdapat hadis yang menerangkan tentang disyariatkannya salat qasar. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Pertama

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عِيسَى بْنِ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ: صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ لَا يَزِيدُ فِي السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ كَذَلِكَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ. البخارى

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya dari 'Isa bin Hafsh bin 'Ashim berkata: telah menceritakan kepada saya Bapakku bahwasanya dia mendengar Ibnu 'Umar RA berkata: Aku pernah menemani Rasulullah SAW dalam bepergian, maka beliau tidak menambah salatnya melebihi dua rakaat, demikian juga Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman RA”. (HR. Bukhari, no. 1038).

 

Hadis Kedua

و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا وَقَالَ الْآخَرُونَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ ابْنِ أَبِي عَمَّارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَابَيْهِ عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ: قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ { لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنْ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا } فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ. فَقَالَ: عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ. فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ. فَقَالَ: صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ. و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الْمُقَدَّمِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي عَمَّارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَابَيْهِ عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِمِثْلِ حَدِيثِ ابْنِ إِدْرِيسَ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib dan Zuhair bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim. Ishaq mengatakan: telah mengabarkan kepada kami, sedangkan yang lainnya mengatakan: telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris dari Ibnu Juraij dari Ibnu Abu Ammar dari Abdullah bin Babaihi dari Ya'la bin 'Umayyah, katanya: “Aku pernah bertanya kepada ‘Umar bin Khaththab (tentang firman Allah, yang artinya) “Maka tidaklah berdosa kamu meng-qasar salat, jika kamu takut diserang orang kafir (QS.An-Nisa’: 101),” sedang manusia sungguh sudah dalam keadaan aman (maksudnya tidak dalam kondisi perang). Kemudian ‘Umar menjawab, “Aku (juga) heran sebagaimana apa yang kamu herankan itu.” Lalu aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal itu, maka beliau menjawab, “Itu (mengqasar salat) adalah sedekah yang diberikan Allah kepada kalian, maka terimalah sedekah-Nya itu.” Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Bakr Al Muqaddami, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ibnu Juraij katanya: telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Abdullah bin Abu 'Ammar dari Abdullah bin Babaihi, dari Ya'la bin 'Umayyah katanya: Aku pernah bertanya kepada Umar bin Khatthab semisal hadis Ibnu Idris. (HR. Muslim, no. 1108).

 

Hadis Ketiga

ثنا الْمَحَامِلِيُّ، ثنا سَعِيدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ ثَوَابٍ، ثنا أَبُو عَاصِمٍ، ثنا عَمْرُو بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَانَ يَقْصُرُ فِي السَّفَرِ وَيُتِمُّ , وَيُفْطِرُ وَيَصُومُ. قَالَ: وَهَذَا إِسْنَادٌ صَحِيحٌ. الدارقطنى

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Al Mahamili, telah menceritakan kepada kami, Sa'id bin Muhammad bin Tsawab, telah menceritakan kepada kami Abu Ashim, telah menceritakan kepada kami Amru bin Sa'id, dari Atha‘ bin Abi Rabbah, dari Aisyah RA, bahwasanya Nabi SAW pernah mengqasar (salat) dalam bepergian, dan pernah pula menyempurnakannya, dan beliau pernah berbuka (tidak berpuasa), dan pernah juga tetap berpuasa. Dia mengatakan: Hadis ini sanadnya shahih. (HR. Daruquthni, no. 2275).

 

Melalui dari dalil yang ada, bisa kita pahami bahwa mengqasar salat bagi musafir itu adalah suatu rukhshah, dan bukan sebagai keharusan. Adapun rukhsah tersebut dapat diambil bagi musafir ataupun tidak diambil.

 

B. Salat Fardu yang Bisa Dilaksanakan Qasar

Tidak semua salat fardu dapat dilaksanakan secara qasar. Salat fardu yang bisa dilaksanakan secara qasar ketika safar diantaranya adalah salat Zuhur, Asar, dan Isya. Masing-masing jumlah rakaat pada salat tersebut adalah empat rakaat, tetapi ketika perjalanan dapat diringkas menjadi dua rakaat. Adapun hadis yang meriwayatkan beberapa salat fardu yang bisa dilaksanakan secara qasar ketika perjalanan adalah sebagai berikut.

 

Hadis Keempat

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ أَنْبَأَنَا يَزِيدُ بْنُ زِيَادِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ عَنْ زُبَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ عَنْ عُمَرَ قَالَ صَلَاةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ وَالْفِطْرُ وَالْأَضْحَى رَكْعَتَانِ تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. ابن ماجه

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr berkata, telah memberitakan kepada kami Yazid bin Ziyad bin Abu Al Ju'd, dari Zubaid, dari 'Abdurrahman bin Abu Laila, dari Ka'b bin Ujrah, dari Umar (bin Khaththab) ia berkata, "Salat safar itu dua rakaat, Jum'at dua rakaat, Idul Fitri dan Idul Adha dua rakaat, sempurna tanpa meringkas sebagaimana sabda Muhammad SAW." (HR. Ibnu Majah, no. 1054).

Keterangan: Hadis pada riwayat tersebut hadis hasan. Hal tersebut karena ada perawi Yazid bin Ziyad bin Abu Al Ju'd. An Nasa’i mengomentari laisa bihi ba`s (tidak mengapa). Abu Hatim mengomentari la ba`sa bih (tidak apa-apa).

 

Hadis Kelima

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ قَيْسٍ الْمَأْرِبِيُّ حَدَّثَنَا ثُمَامَةُ بْنُ شَرَاحِيلَ قَالَ: خَرَجْتُ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَقُلْتُ: مَا صَلَاةُ الْمُسَافِرِ؟ قَالَ: رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ إِلَّا صَلَاةَ الْمَغْرِبِ ثَلَاثًا. قُلْتُ: أَرَأَيْتَ إِنْ كُنَّا بِذِي الْمَجَازِ؟ قَالَ: مَا ذُو الْمَجَازِ قُلْتُ مَكَانٌ نَجْتَمِعُ فِيهِ وَنَبِيعُ فِيهِ وَنَمْكُثُ عِشْرِينَ لَيْلَةً، أَوْ خَمْسَ عَشْرَةَ لَيْلَةً. فَقَالَ: يَا أَيُّهَا الرَّجُلُ كُنْتُ بِأَذْرَبِيجَانَ لَا أَدْرِي قَالَ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ أَوْ شَهْرَيْنِ فَرَأَيْتُهُمْ يُصَلُّونَهَا رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ. وَرَأَيْتُ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَصَرَ عَيْنِي يُصَلِّيهَا رَكْعَتَيْنِ. ثُمَّ نَزَعَ إِلَيَّ بِهَذِهِ الْآيَةِ { لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ }. أحمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakr, telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Qais Al Ma`ribi, telah menceritakan kepada kami Tsumamah bin Syarahil, dia berkata: Aku pergi kepada Ibnu ‘Umar, lalu aku bertanya, “Bagaimana salatnya orang musafir itu?” Ia menjawab, “Dua rakaat dua rakaat, kecuali salat Magrib, tiga rakaat.” Aku bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu jika kami berada di Dzul Majaz?” Ia bertanya, “Apa Dzul Majaz itu?” Aku menjawab, “Suatu tempat yang kami berkumpul, berjual beli dan tinggal di situ selama dua puluh hari atau lima belas hari.” (Ibnu ‘Umar) berkata, “Hai Tsumamah, aku pernah di Adzrabiijaan (Tsumamah berkata, “Aku tidak ingat persis Ibnu 'Umar mengatakan empat bulan atau dua bulan) aku melihat mereka (para sahabat) salat dua rakaat-dua rakaat. Dan aku melihat Nabi SAW penyejuk pandangan mataku, beliau salat dua rakaat. (Tsumamah berkata), “Kemudian (Ibnu ‘Umar) membacakan ayat ini kepadaku (yang artinya), “Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah contoh yang baik (QS. Al-Ahzab: 21).” (HR. Ahmad, no. 6136).

 

Hadis Keenam

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ الْمُحَارِبِيُّ يَعْنِي الْكُوفِيَّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ هَاشِمٍ عَنْ ابْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ عَطِيَّةَ وَنَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ فَصَلَّيْتُ مَعَهُ فِي الْحَضَرِ الظُّهْرَ أَرْبَعًا وَبَعْدَهَا رَكْعَتَيْنِ وَصَلَّيْتُ مَعَهُ فِي السَّفَرِ الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَبَعْدَهَا رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَلَمْ يُصَلِّ بَعْدَهَا شَيْئًا وَالْمَغْرِبَ فِي الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ سَوَاءً ثَلَاثَ رَكَعَاتٍ لَا تَنْقُصُ فِي الْحَضَرِ وَلَا فِي السَّفَرِ هِيَ وِتْرُ النَّهَارِ وَبَعْدَهَا رَكْعَتَيْنِ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ سَمِعْت مُحَمَّدًا يَقُولُ مَا رَوَى ابْنُ أَبِي لَيْلَى حَدِيثًا أَعْجَبَ إِلَيَّ مِنْ هَذَا وَلَا أَرْوِي عَنْهُ شَيْئًا. الترمذي

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ubaid Al Muharibi yakni Al Kufi, telah menceritakan kepada kami Ali bin Hasyim dari Ibnu Abu Laila dari 'Athiyah dan Nafi' dari Ibnu Umar, dia berkata: “Saya salat bersama Nabi SAW waktu mukim dan waktu safar, dan saya salat bersama beliau waktu mukim sebanyak empat rakaat dan setelahnya dua rakaat, saya juga salat Zuhur bersama beliau waktu safar sebanyak dua rakaat dan setelahnya dua rakaat, salat Asar dua rakaat dan beliau tidak mengerjakan dua rakaat setelahnya (Asar), beliau salat Magrib tiga rakaat, beliau tidak menguranginya baik waktu mukim atau safar, ia merupakan witirnya siang, setelahnya beliau melaksanakan dua rakaat. Abu Isa berkata: ini adalah hadis hasan, saya pernah mendengar Muhammad berkata: ini adalah hadis hasan, saya tidak pernah mendapati riwayat Ibnu Abu Laila yang lebih menakjubkanku daripada hadis ini, padahal saya tidak pernah mengambil riwayat sesuatupun darinya. (HR. Tirmidzi, no. 507).

Keterangan: Hadis tersebut terdapat rawi Ibnu Abu Laila yang bernama Muhammad bin 'Abdur Rahman bin Abi Lailaa yang merupakan tabi'in kalangan biasa dan wafat tahun 148 H. Komentar ulama tentangnya diantaranya Yahya bin Sa'id mengomentari dla'if, Ahmad bin Hambal mengomentari buruk hafalan, Syu'bah mengomentari paling buruk hafalannya, Abu Hatim mengomentari "kejujuran ada padanya, namun buruk hafalannya," An Nasa'i mengomentari laisa bi qowi, Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengomentarinya shaduuq. Selain itu ada rawi yang bernama Ali bin Hasyim bin Al Buraid yang merupakan tabi'ut tabi'in kalangan pertengahan. Ia hidup di Kufah dan wafat tahun 180 H. Komentar ulama tenyangnya diantaranya Yahya bin Ma'in mengomentari tsiqah, Abu Zur'ah mengomentari shaduuq, An Nasa'i mengomentari laisa bihi ba`s, Ibnu Hibban mengatakan disebutkan dalam 'ats tsiqaat, Ad Daruquthni mengomentari mendlaifkannya, Al 'Ajli mengomentari mentsiqahkannyanya, Ibnu Saad mengomentari shalihul hadits, Ibnu Hajar mengomentari "shaduq, syi'ah."

 

C. Riwayat Pelaksanaan Salat Qasar Bagi Musafir

Apabila menelisik hadis-hadis yang ada, terdapat berbagai riwayat yang memuat batasan-batasan yang menjadi ketentuan dalam melakukan salat qasar. Adapun berbagai riwayat yang dimaksud adalah sebagai berikut.

 

1. Pelaksanaan Salat Qasar Berdasarkan Jarak

Riwayat pelaksanaan salat qasar yang berdasarkan jarak sebagaimana beberapa hadis yang ada. Berbagai hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut.

 

a. Jarak Sekitar 4 Barid (128 Km/ 96 Km/ 88,704 Km)

Riwayat salat qasar dengan jarak minimal sekitar 4 barid adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ketujuh

وَأَخْبَرَنَا أَبُو حَامِدٍ أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ أَحْمَدَ الرَّازِيُّ الْحَافِظُ، أنبأ زَاهِرُ بْنُ أَحْمَدَ، ثنا أَبُو بَكْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ، ثنا يُوسُفُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ مُسْلِمٍ، ثنا حَجَّاجٌ، ثنا لَيْثٌ، حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ كَانَا يُصَلِّيَانِ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، وَيُفْطِرَانِ فِي أَرْبَعَةِ بُرُدٍ فَمَا فَوْقَ ذَلِكَ. البيهقي

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Abu Hamid Ahmad bin ‘Ali bin Ahmad Ar Razi Al Hafizh, telah mencenceritakan kepada kami Zahir bin Ahmad, telah menceritakan kepada kami Abu Bakr An Naisaburi, telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Sa’id bin Muslim, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Laits, telah menceritakan kepadaku Yazid bin Abi Habib, dari ‘Atha bin Abi Rabah, bahwasanya Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas RA keduanya salat dua rakaat dan berbuka (tidak berpuasa) dalam (perjalanan) 4 barid atau lebih dari itu (HR. Baihaqi, no. 4966).

Keterangan: Salat qasar sahabat Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas RA setelah menempuh jarak 4 barid atau lebih adalah perkataan ‘Atha bin Abi Rabah. Mengenai konversi jarak ada beberapa versi. Adapun beberapa versi yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Satu Farsakh dalam KBBI dijelaskan ukuran jarak, sepanjang lebih kurang 8 km.  Satu Mil dalam KBBI dijelaskan satuan ukuran jarak, ada beberapa macam, seperti  Belanda = 1.000 m, Jerman = 7.420 m, Inggris = 1.609 m. Apabila menggunakan standar Inggris, maka 1 Mil = 1,609 Km dan kemudian dibulatkan menjadi 2 Km. Adapun 4 barid yaitu 16 farsakh. Oleh karena itu 4 barid adalah 128 Km.

2) Satu farsakh = 3 Mil. 1 Mil = 1,60934 Km atau dibulatkan menjadi 2 Km. Sehingga 4 barid adalah sekitar 96 Km.

3) Ada ulama yang menyatakan bahwa jarak 1 farsakh itu sama dengan 4 Mil. Pada tahkik kitab Bidayatul Mujtahid dituliskan bahwa 4 barid itu sama dengan 88,704 Km.

 

b. Jarak Sekitar Tiga Mil atau Tiga Farsakh (24 Km/ 18 Km)

Riwayat salat qasar dengan jarak minimal sekitar tiga mil atau tiga farsakh adalah sebagai berikut.

 

Hadis Kedelapan

و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ كِلَاهُمَا عَنْ غُنْدَرٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَزِيدَ الْهُنَائِيِّ قَالَ سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ، عَنْ قَصْرِ الصَّلَاةِ فَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ مَسِيرَةَ ثَلَاثَةِ أَمْيَالٍ أَوْ ثَلَاثَةِ فَرَاسِخَ شُعْبَةُ الشَّاكُّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Abu bakar bin Abu Syaibah dan Muhammad bin Basyar, keduanya dari Ghundar. Abu Bakr mengatakan: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far yaitu Ghundar dari Syu'bah dari Yahya bin Zaid Al Huna'i, ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Anas bin Malik tentang mengqasar salat, lalu ia menjawab, “Dahulu Rasulullah SAW apabila bepergian sejauh tiga mil atau tiga farsakh (Syu’bah ragu), maka beliau salat dua rakaat.” (HR. Muslim, no. 1116).

Keterangan: Mengenai konversi jarak ada beberapa versi. Adapun beberapa versi yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Satu Farsakh dalam KBBI dijelaskan ukuran jarak, sepanjang lebih kurang 8 Km. Satu Mil dalam KBBI dijelaskan satuan ukuran jarak, ada beberapa macam, seperti Belanda = 1.000 m, Jerman = 7.420 m, Inggris = 1.609 m. Apabila menggunakan standar Inggris, maka 1 Mil = 1,609 Km dan kemudian dibulatkan menjadi 2 Km. Adapun 3 farsakh adalah sekitar 24 Km.

2) Pendapat lain menyatakan bahwa 1 farsakh = 3 Mil. 1 Mil = 1,60934 km atau dibulatkan menjadi 2 Km. Sementara 3 Mil = kira-kira 6 Km. Berarti 3 farsakh = kira-kira 18 Km.

 

c. Jarak Antara Madinah dan Dzul Hulaifah

Riwayat salat qasar dengan jarak antara Madinah Dzul Hulaifah adalah sebagai berikut.

 

Hadis Kesembilan

حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ هِشَامٍ وَأَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا حَمَّادٌ وَهُوَ ابْنُ زَيْدٍ ح و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَيَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ كِلَاهُمَا عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الظُّهْرَ بِالْمَدِينَةِ أَرْبَعًا وَصَلَّى الْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Khalaf bin Hisyam dan Abu Rabi' Az Zahrani dan Qutaibah bin Sa'id, mereka berkata: telah menceritakan kepada kami Hammad yaitu Ibnu Zaid. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb dan Ya'kub bin Ibrahim keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Ismail, keduanya dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas bahwasanya Rasulullah SAW salat Zuhur di Madinah empat rakaat, dan beliau salat ‘Asar di Dzul Hulaifah dua rakaat. (HR. Muslim, no. 1114).

Keterangan: Jarak dari Madinah sampai Dzul Hulaifah itu kira-kira 6 Mil. Satu Mil dalam KBBI dijelaskan satuan ukuran jarak, ada beberapa macam, seperti Belanda = 1.000 m, Jerman = 7.420 m, Inggris = 1.609 m. Apabila menggunakan standar Inggris, maka 1 Mil = 1,609 Km dan kemudian dibulatkan menjadi 2 Km. Adapun 6 Mil adalah sekitar 12 Km.

 

Tentang berapa kilometer jauhnya seseorang disebut sebagai musafir itu tidak ada penjelasan yang tegas dari Nabi SAW, tetapi yang jelas beliau bepergian dari Madinah ke Makkah. Ketika baru sampai di Dzul Hulaifah beliau sudah mengqasar salat, sedangkan jarak dari Madinah sampai Dzul Hulaifah itu kira-kira 6 mil (sekitar 12 km).

 

d. Jarak Sekitar Tiga Mil

Riwayat salat qasar dengan jarak minimal sekitar tiga mil adalah sebagai berikut.

 

Hadis Kesepuluh

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، ثَنَا إسْمَاعِيلُ ابْنُ عُلَيَّةَ، عَنِ الْجُرَيْرِيِّ، عَنْ أَبِي الْوَرْدِ بْنِ ثُمَامَةَ، عَنِ اللَّجْلَاجِ، قَالَ: كُنَّا نُسَافِرُ مَعَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ثَلَاثَةَ أَمْيَالٍ فَيَتَجَوَّزُ فِي الصَّلَاةِ وَيُفْطِرُ . ابن أبي شيبة

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr, telah menceritakan kepada kami Ismail bin ‘Ulayyah, dari Al Juraij, dari Abi Al Ward bin Tsumamah, dari Al Lajlaaj, ia berkata: Kami pernah safar bersama Umar (bin Khaththab) RA, beliau melakukan perjalanan sejauh tiga mil mengqasar salat dan berbuka” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Musanaf Ibnu Abi Syaibah, no. 8811).

Keterangan: Satu Mil dalam KBBI dijelaskan satuan ukuran jarak, ada beberapa macam, seperti Belanda = 1.000 m, Jerman = 7.420 m, Inggris = 1.609 m. Apabila menggunakan standar Inggris, maka 1 Mil = 1,609 Km dan kemudian dibulatkan menjadi 2 Km. Adapun 3 Mil adalah sekitar 6 Km. Namun demikian, hadis tersebut munqathi’ karena rawi Abi Al Ward bin Tsumamah merupakan tabi’in yang hidup di Bashrah, tetapi tidak bertemu sahabat. Sedangkan Al Lajlaaj merupakan sahabat yang negeri hidupnya di Syam. Sementara rawi Ismail bin ‘Ulayyah yang bernama Isma'il bin Ibrahim bin Muqsim merupakan tabi'ut tabi'in kalangan pertengahan dan wafat tahun 193 H. Komentar ulama tentangnya diantaranya Syu'bah mengomentari Sayyidul Muhadditsin, Yahya bin Ma'in mengomentari tsiqah ma`mun, Muhammad bin Sa'd mengomentari tsiqah tsabat hujjah, Abdurrahman bin Mahdi mengomentari dia lebih kuat dari Husyaim, Yahya bin Ma'in mengomentari tsiqah ma`mun, Abu Dawud mengatakan "tidak ada seorang muhaddits kecuali melakukan kesalahan, kecuali Ibnu 'Ulaiyah dan Bisyr bin Al Mufadldlal," Yahya bin Said mengomentari lebih kuat daripada Wuhaib, As Saji mengomentari perlu dikoreksi ulang, An Nasa'i mengomentari tsiqah tsabat, Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan dlaif, Adz Dzahabi mengatakan dlaif.

 

2. Pelaksanaan Salat Qasar Berdasarkan Waktu

Riwayat yang termasuk safar sehingga bisa dilaksanakan salat qasar berdasarkan waktu sebagaimana beberapa hadis yang ada. Berbagai hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut.

 

a. Salat qasar selama 18 hari

Riwayat salat qasar selama 18 hari adalah sebagai berikut.

 

Hadis Kesebelas

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ ح و حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ وَهَذَا لَفْظُهُ أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ: غَزَوْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَهِدْتُ مَعَهُ الْفَتْحَ فَأَقَامَ بِمَكَّةَ ثَمَانِي عَشْرَةَ لَيْلَةً لَا يُصَلِّي إِلَّا رَكْعَتَيْنِ وَيَقُولُ يَا أَهْلَ الْبَلَدِ صَلُّوا أَرْبَعًا فَإِنَّا قَوْمٌ سَفْرٌ. أبي داوود

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il, telah menceritakan kepada kami Hammad. Dan telah di riwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa, telah mengabarkan kepada kami Ibnu 'Ulayyah, lafal hadis ini dari dia, telah mengabarkan kepada kami Ali bin Zaid dari Abu Nadlrah dari 'Imran bin Hushain dia berkata: Aku pernah berperang bersama Rasulullah SAW, dan aku mengikuti penaklukan (Makkah) bersama beliau, lalu beliau tinggal di Makkah selama delapan belas hari, beliau tidak salat kecuali dua rakaat, dan beliau bersabda, “Hai penduduk Makkah, salatlah kalian empat rakaat, karena kami adalah musafir.” (HR. Abu Dawud, no. 1040).

Keterangan: Terkait rawi Ali bin Zaid bin 'Abdullah bin Jud'an merupakan tabi'in kalangan biasa, hidup di Bashrah, dan wafat 131 H. Komentar Ulama tentangnya Ahmad bin Hambal mengatakan laisa bi qowi, Yahya bin Ma'in mengatakan dla'if, Al 'Ajli mengatakan laisa bi qowi, Abu Zur'ah mengatakan laisa bi qowi, An Nasa'i mengomentari dla'if, dan Ibnu Hajar mengomentari dla'if.

 

b. Salat qasar selama 19 hari

Riwayat salat qasar selama 19 hari adalah sebagai berikut.

 

Hadis Keduabelas

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ عَاصِمٍ وَحُصَيْنٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعَةَ عَشَرَ يَقْصُرُ فَنَحْنُ إِذَا سَافَرْنَا تِسْعَةَ عَشَرَ قَصَرْنَا وَإِنْ زِدْنَا أَتْمَمْنَا. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il berkata: telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari 'Ashim dari Hushain dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas RA berkata: Nabi SAW (ketika menaklukkan Makkah), beliau tinggal di sana selama 19 hari, beliau mengqasar salat, maka kami apabila bepergian selama 19 hari, kami mengqasar salat, dan jika lebih dari itu, kami salat tamam.” (HR. Bukhari, no. 1018).

 

c. Salat qasar selama 20 hari

Riwayat salat qasar selama 20 hari adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ketigabelas

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ ثَوْبَانَ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَبُوكَ عِشْرِينَ يَوْمًا يَقْصُرُ الصَّلَاةَ. قَالَ أَبُو دَاوُد غَيْرُ مَعْمَرٍ يُرْسِلُهُ لَا يُسْنِدُهُ. أبي داوود

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Yahya bin Abu Katsir dari Muhammad bin Abdurrahman bin Tsauban dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: “Rasulullah SAW pernah tinggal di Tabuk selama dua puluh hari, beliau mengqasar salat.” (HR. Abu Dawud, no. 1046).

 

d. Salat qasar selama 6 bulan

Riwayat salat qasar selama 6 bulan adalah sebagai berikut.

 

Hadis Keempatbelas

أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، وَأَبُو بَكْرِ بْنُ الْحَسَنِ الْقَاضِي، قَالا: ثنا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ الصَّغَانِيُّ، ثنا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ الْفَزَارِيِّ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ قَالَ: أُرِيحَ عَلَيْنَا الثَّلْجُ وَنَحْنُ بِأَذْرَبِيجَانَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ فِي غَزَاةٍ. قَالَ ابْنُ عُمَرَ: وَكُنَّا نُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ. البيهقي

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al Hafizh, dan Abu Bakr bin Al Hasan Al Qadli, mereka berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Al ‘Abbas Muhammad bin Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaq Ash Shaganiy, telah menceritakan kepada kami Mu’Awiyah bin ‘Amri, dari Abi Ishaq Al Fazari, dari ‘Ubaidillah bin ‘Umar, dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, bahwasanya ia berkata, “Kami pernah terkepung salju selama enam bulan, pada waktu itu kami sedang berada di Adzrabiijaan dalam suatu peperangan, dan kami salat dua rakaat.” (HR. Baihaqi, no. 5043).

 

e. Salat qasar selama safar

Riwayat salat qasar selama safar adalah sebagai berikut.

 

Hadis Kelimabelas

حَدَّثَنَا حَبِيبُ بْنُ يَزِيدَ أَبُو الْحَسَنِ الأَنْمَاطِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ هَرِمٍ، قَالَ: سُئِلَ جَابِرُ بْنُ زَيْدٍ، عَنِ الصَّلاةِ فِي مَوَاقِيتِهَا؟ فَقَالَ: زَعَمَ أَبُو هُرَيْرَةَ أَنَّهُ صَلَّى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى مَكَّةَ فِي الْمَسِيرِ، وَالْمَقَامِ بِمَكَّةَ إِلَى أَنْ رَجَعُوا رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ. أبي داود الطيالسي

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Habib bin Yazid Abu Al Hasan Al Anmathi, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Umar bun Harim, ia berkata: Jabir bin Zaid ditanya bagaimana salat pada waktu yang ditentukan? Ia berkata: Abu Hurairah mengaku bahwasanya ia salat bersama Rasulullah SAW dua rakaat-dua rakaat dalam perjalanan ke Makkah, selama mukim di Makkah sampai pulang (ke Madinah). (HR. Abu Dawud Ath-Thayalisi dalam musnadnya, no. 2689).

 

D. Penjelasan Singkat

Berbagai dalil yang ada bisa kita pahami bahwa mengqasar salat bagi musafir itu adalah suatu rukhshah, dan bukan sebagai keharusan. Adapun rukhsah tersebut dapat diambil bagi musafir ataupun tidak diambil. Salat fardu yang bisa dilaksanakan secara qasar adalah salat Zuhur, Asar, dan Isya. Masing-masing rakaat salat tersebut adalah empat rakaat yang mana apabila diqasar menjadi dua rakaat. Adapun salat Magrib dan Subuh itu dibiarkan saja jumlah rakaatnya (tidak bisa diqasar). Hal tersebut sebagaimana hadis riwayat Ahmad nomor 6136. Adapun salat qasar ini adalah rukhsah (keringanan) yang bisa diambil ataupun tidak diambil. Penulis dalam hal ini lebih condong pada jarak minimal pelaksanaan salat secara qasar ketika safar adalah sebagaimana jarak antara Madinah dan Dzul Hulaifah, yaitu sekitar 12 Km.

 

Penulis lebih condong pada jarak minimal salat secara qasar ketika safar sebagaimana jarak antara Madinah dan Dzul Hulaifah, yaitu sekitar 12 Km karena sebagaimana hadis riwayat Muslim nomor 1114. Apabila hadis riwayat Baihaqi nomor 4966 itu benar, maka hal tersebut adalah perbuatan sahabat Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas RA yang mana keduanya salat dua rakaat dan berbuka (tidak berpuasa) dalam perjalanan 4 barid atau lebih dari itu. Sebagaimana zahir hadis, perbuatan tersebut tidak disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sementara itu, hadis riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Musanaf Ibnu Abi Syaibah nomor 8811 merupakan hadis yang munqathi karena rawi Abi Al Ward bin Tsumamah merupakan tabi’in yang hidup di Bashrah, tetapi tidak bertemu sahabat. Sedangkan Al Lajlaaj merupakan sahabat yang negeri hidupnya di Syam. Selain itu, hadis riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Musanaf Ibnu Abi Syaibah nomor 8811 dianggap lemah karena ada rawi Ismail bin ‘Ulayyah yang bernama Isma'il bin Ibrahim bin Muqsim. Ia dilemahkan oleh Ibnu Hajar Al 'Asqalani yang mengatakan dlaif, dan Adz Dzahabi yang mengatakan dlaif.

 

Hadis riwayat Abu Dawud nomor 1040 terdapat rawi Ali bin Zaid bin 'Abdullah bin Jud'an merupakan tabi'in kalangan biasa, hidup di Bashrah, dan wafat 131 H. Ia dilemahkan oleh An Nasa'i yang mengomentari dla'if, dan Ibnu Hajar yang mengomentari dla'if. Hadis riwayat Bukhari nomor 1018, hadis riwayat Abu Dawud nomor 1046, dan hadis riwayat Baihaqi nomor 5043 menyatakan riwayat lamanya waktu ketika safar. Sedangkan hadis riwayat Abu Dawud Ath-Thayalisi dalam musnadnya nomor 2689 meriwayatkan salat secara qasar selama safar, yaitu ketika perjalanan ke Makkah, selama mukim di Makkah sampai pulang ke Madinah. Oleh karena itu, pelaksanaan salat qasar tersebut bisa dilakukan selama safar sebagaimana hadis Abu Dawud Ath-Thayalisi. Wallahu a’lam bishshawwab.

 

Demikianlah berbagai dalil ataupun pelajaran yang bisa menjadi acuan kita dalam ibadah salat. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan salat berjamaah dengan baik dan benar sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.