Umat Islam yang berusaha
menjalankan syariat Islam dalam hidupnya tentu mengimpikan melaksanakan ibadah
haji dan umrah. Ibadah haji merupakan salah satu di antaranya rukun Islam.
Namun demikian, dalam praktiknya ibadah haji di tanah haram tidak terlepas dari
ibadah umrah. Bagi kita yang masih awam tentunya akan banyak bertanya-tanya
bagaimana pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Supaya mampu menjawab pertanyaan
kita bersama tersebut, pada kesempatan kali ini akan membahas mengenai rukun
dan wajib haji.
A.
Rukun Haji
Pelaksanaan ibadah haji tidak
terlepas dari rukun haji yang harus dilaksanakan. Buku Bimbingan Praktis
Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa pengertian rukun haji adalah
rangkaian amalan yang harus dilakukan dalam ibadah haji dan tidak dapat diganti
dengan yang lain, walaupun dengan dam. Jika ditinggalkan maka tidak sah
hajinya. Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama
Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa apabila tidak melaksanakan
salah satu rukun haji tersebut, maka hajinya tidak sah. Adapun rukun haji di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Ihram (niat)
Buku Tuntunan Manasik Haji dan
Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan ihram
adalah niat masuk (mengerjakan) dalam ibadah haji dan umrah dengan menghindari
hal-hal yang dilarang selama berihram. Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH
MTA tahun 2016 menyebutkan ihram adalah niat memulai mengerjakan haji/ umrah.
Adapun dalil mengenai niat mengerjakan ibadah haji adalah sebagai berikut.
Hadis
Ke-1
صحيح مسلم ٢١٩٤: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا
هُشَيْمٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي إِسْحَقَ وَعَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ وَحُمَيْدٍ
أَنَّهُمْ سَمِعُوا أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَهَلَّ بِهِمَا جَمِيعًا لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّا
لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّا.
Artinya: Shahih Muslim nomor
2194: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, telah mengabarkan
kepada kami Husyaim dari Yahya bin Abu Ishaq dan Abdul Aziz
bin Shuhaib dan Humaid bahwa mereka mendengar Anas RA, ia
berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW berihram dengan niat umrah dan haji: “Labbaika
‘umratan wa hajjan” (Aku penuhi panggilan-Mu untuk ‘umrah dan haji).”
2. Wukuf di Arafah
Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) menerangkan arti wukuf adalah salah satu upacara menunaikan ibadah haji
dengan berdiam (hadir) di Arafah ketika mulai waktu tergelincir sampai terbenam
matahari tanggal 9 Zulhijah. Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun
2016 menyebutkan bahwa wukuf adalah keberadaan diri seseorang di Arafah walaupun
sejenak dalam waktu antara tergelincir matahari tanggal 9 Zulhijah (hari
Arafah) sampai terbit fajar hari nahar tanggal 10 Zulhijah. Buku Tuntunan
Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023
menerangkan bahwa wukuf artinya berhenti, diam tanpa bergerak. Wukuf adalah
berkumpulnya seluruh jamaah haji di Arafah pada 9 Zulhijjah sebagai puncak
ibadah haji. Dalil wukuf di Arafah adalah sebagai berikut.
Hadis
Ke-2
سنن الترمذي ٨١٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ قَالَا حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَطَاءٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْمَرَ، أَنَّ
نَاسًا مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَهُوَ بِعَرَفَةَ فَسَأَلُوهُ فَأَمَرَ مُنَادِيًا فَنَادَى الْحَجُّ عَرَفَةُ مَنْ
جَاءَ لَيْلَةَ جَمْعٍ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجَّ أَيَّامُ
مِنًى ثَلَاثَةٌ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ
فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ. قَالَ وَزَادَ يَحْيَى وَأَرْدَفَ رَجُلًا فَنَادَى حَدَّثَنَا
ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ
عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَطَاءٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْمَرَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ بِمَعْنَاهُ و قَالَ ابْنُ أَبِي عُمَرَ
قَالَ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ وَهَذَا أَجْوَدُ حَدِيثٍ رَوَاهُ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ
قَالَ أَبُو عِيسَى وَالْعَمَلُ عَلَى حَدِيثِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْمَرَ عِنْدَ
أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ
أَنَّهُ مَنْ لَمْ يَقِفْ بِعَرَفَاتٍ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَقَدْ فَاتَهُ الْحَجُّ
وَلَا يُجْزِئُ عَنْهُ إِنْ جَاءَ بَعْدَ طُلُوعِ الْفَجْرِ وَيَجْعَلُهَا عُمْرَةً
وَعَلَيْهِ الْحَجُّ مِنْ قَابِلٍ وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ
وَإِسْحَقَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَقَدْ رَوَى شُعْبَةُ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَطَاءٍ نَحْوَ
حَدِيثِ الثَّوْرِيِّ قَالَ و سَمِعْت الْجَارُودَ يَقُولُ سَمِعْتُ وَكِيعًا أَنَّهُ
ذَكَرَ هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ هَذَا الْحَدِيثُ أُمُّ الْمَنَاسِكِ.
Artinya: Sunan Tirmidzi nomor
814: Telah menceritakan kepada kami Muhammad Basyar, telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Sa'id dan Abdurrahman bin Mahdi berkata:
telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Bukair bin 'Atha` dari
Abdurrahman bin Ya'mar bahwa beberapa orang dari Najd menemui Rasulullah
SAW saat beliau sedang berada di Arafah. Mereka bertanya tentang haji, lalu
beliau memerintahkan orang dan dia berseru: 'Haji adalah Arafah, barangsiapa
yang datang pada malam Arafah sebelum terbit fajar, maka dia telah mendapatkan
haji. Hari Mina adalah sebanyak tiga hari. Barangsiapa yang tergesa-gesa
kembali pada hari kedua, maka dia tidak berdosa. Barangsiapa yang mengakhirkan,
kembali pada hari ketiga juga tidak berdosa'." (Muhammad bin Basyar)
berkata: "Yahya menambahkan: 'Beliau membonceng seorang lelaki sambil
menyeru'." Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu 'Umar,
telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari Sufyan Ats
Tsauri dari Bukair bin Atha' dari Abdurrahman bin Ya'mar dari
Nabi SAW seperti hadis di atas secara makna. Ibnu Abu Umar berkata: Sufyan
bin Uyainah berkata: "Ini sebaik-baik hadis yang diriwayatkan Sufyan
Ats Tsauri." Abu 'Isa berkata: "Para ulama dari kalangan sahabat
dan yang yang lainnya mengamalkan hadis Abdurrahman bin Ya'mar, bahwa
orang yang tidak wukuf di Arafah sebelum terbit fajar, dia tidak mendapatkan
haji. Walau dia wukuf setelah fajar dan hendaknya dijadikan umrah. Dia wajib
mengqada hajinya pada tahun yang akan datang. Ini pendapat Ats Tsauri, Syafi'i,
Ishaq dan Ahmad. Abu 'Isa berkata: "Syu'bah telah meriwayatkan dari
Bukair bin Atha' seperti hadisnya Ats Tsauri, dia berkata: Aku
telah mendengar Al Jarud berkata: Aku telah mendengar Waki' menyebutkan
hadis ini lalu berkata: 'Hadis ini merupakan induknya Manasik Haji'."
3. Tawaf Ifadhah
Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) menerangkan arti tawaf adalah berjalan mengelilingi Kakbah tujuh kali
(arahnya berlawanan dengan jarum jam atau Kakbah ada di sebelah kiri kita)
sambil berdoa. Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016
menyebutkan bahwa tawaf adalah mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, di mana
Kakbah selalu berada sebelah kiri dimulai dan diakhiri pada arah sejajar dari
Hajar Aswad. Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama
Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa perjalanan tawaf mengelilingi
Kakbah tujuh kali putaran harus dalam keadaan suci dari hadas dan najis. Adapun
tawaf ifadhah merupakan salah satu tawaf rukun. Adapun tawaf rukun ada dua,
yaitu tawaf rukun haji yang disebut tawaf ifadhah atau tawaf ziyarah, dan tawaf
rukun umrah. Adapun dalil mengenai tawaf ifadhah adalah sebagai berikut.
Dalil
Al-Qur’an Ke-1
ثُمَّ لْيَقْضُوْا تَفَثَهُمْ وَلْيُوْفُوْا نُذُوْرَهُمْ
وَلْيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ. الحج: ٢٩
Artinya: Kemudian, hendaklah mereka
menghilangkan kotoran498) yang ada di badan mereka, menyempurnakan
nazar-nazar mereka, dan melakukan tawaf di sekeliling al-Bait al-‘Atīq
(Baitullah).”499) (QS. Al Hajj: 29).
Catatan:
498) Yang dimaksud dengan
menghilangkan kotoran di sini ialah memotong rambut, memotong kuku, dan
sebagainya.
499) Al-Bait al-‘Atīq berarti ‘rumah
tua’. Dinamakan demikian karena merupakan rumah ibadah yang pertama kali
dibangun di muka bumi. Al-‘Atīq bisa juga bermakna ‘yang dibebaskan dari
ancaman para pendurhaka’.
Hadis
Ke-3
صحيح مسلم ٢٣٠٧: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ نَافِعٍ
عَنْ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفَاضَ
يَوْمَ النَّحْرِ ثُمَّ رَجَعَ فَصَلَّى الظُّهْرَ بِمِنًى. قَالَ نَافِعٌ فَكَانَ
ابْنُ عُمَرَ يُفِيضُ يَوْمَ النَّحْرِ ثُمَّ يَرْجِعُ فَيُصَلِّي الظُّهْرَ بِمِنًى
وَيَذْكُرُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَهُ.
Artinya: Shahih Muslim nomor
2307: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi', telah menceritakan
kepada kami Abdurrazaq, telah mengabarkan kepada kami Ubaidullah bin
Umar dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwasannya Rasulullah SAW tawaf
ifadhah pada hari nahar, kemudian kembali (ke Mina), lalu salat Zuhur di Mina. Nafi’
berkata, “Adalah Ibnu ‘Umar tawaf ifadhah pada hari Nahar, lalu kembali,
maka ia salat Zuhur di Mina, dan ia mengatakan bahwasanya Nabi SAW dahulu
melakukan yang demikian itu.”
4. Sai
Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) menerangkan arti sai adalah berjalan dan berlari-lari kecil pulang pergi
tujuh kali dari Safa ke Marwa pada waktu melaksanakan ibadah haji atau umrah. Buku
Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa sai adalah
berjalan dari bukit Safa ke Marwa, dan sebaliknya sebanyak tujuh kali yang
dimulai dari bukit Safa dan berakhir di bukit Marwa. Perjalanan dari bukit Safa
ke bukit Marwa atau sebaliknya masing-masing dihitung satu kali. Buku Tuntunan
Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023
menerangkan bahwa pada dasarnya perjalanan sai adalah zikrullah karenanya
selama menjalankan sai seseorang harus dipenuhi dengan zikir. Arti kata sai adalah
usaha. Bisa pula dikembangkan artinya menjadi: berusaha dalam hidup, baik
pribadi, keluarga, atau masyarakat. Pelaksanaan sai antara bukit Safa dan Marwa
melestarikan pengalaman Siti Hajar (ibu Nabi Ismail AS) ketika ia mondar-mandir
antara dua bukit itu untuk mencari air minum bagi dirinya dan putranya. Dalil
tentang sai di antaranya adalah sebagai berikut.
Hadis
Ke-4
مسند أحمد ٢٦١٩١: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا
مَعْمَرٌ عَنْ وَاصِلٍ مَوْلَى أَبِي عُيَيْنَةَ عَنْ مُوسَى بْنِ عُبَيْدٍ عَنْ صَفِيَّةَ
بِنْتِ شَيْبَةَ أَنَّ امْرَأَةً أَخْبَرَتْهَا أَنَّهَا، سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ يَقُولُ كُتِبَ عَلَيْكُمْ
السَّعْيُ فَاسْعَوْا.
Artinya: Musnad Ahmad nomor 26191:
Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrazaq, telah mengabarkan kepada
kami Ma'mar dari Washil bekas budak Abu 'Uyainah, dari Musa
bin Ubaid dari Shafiyah binti Syaibah bahwa seorang wanita
menceritakan kepadanya, bahwa dia telah mendengar Nabi SAW bersabda ketika di Safa
dan Marwa: "Sai telah diwajibkan atas kalian, maka laksanakanlah."
5. Bercukur
Buku Tuntunan Manasik Haji dan
Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan
bahwa dalam ibadah haji, praktek yang lazim dilakukan, bercukur dilakukan pada
tanggal 10 Zulhijjah setelah jemaah melempar Jamrah Kubra. Inilah yang disebut tahallul
awal. Namun, bercukur bisa dilaksanakan baik sebelum maupun setelah lempar
Jamrah Aqabah. Adapun di antara dalil bercukur dalam ibadah haji adalah sebagai
berikut.
Hadis
Ke-5
صحيح مسلم ٢٢٩٧: و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ وَهُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْقَارِيُّ ح و حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا حَاتِمٌ يَعْنِي ابْنَ إِسْمَعِيلَ كِلَاهُمَا عَنْ مُوسَى بْنِ
عُقْبَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَلَقَ رَأْسَهُ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ.
Artinya: Shahih Muslim nomor
2297: Dan Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, telah
menceritakan kepada kami Ya'qub bin Abdurrahman Al Qari. Dalam riwayat
lain: Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan
kepada kami Hatim bin Isma'il, keduanya dari Musa bin Uqbah dari Nafi'
dari Ibnu Umar bahwasannya Rasulullah SAW mencukur rambutnya pada saat
haji wada.
6. Tertib
Maksudnya tertib adalah pelaksanaan
rukun haji secara tertib sesuai dengan aturannya. Buku Tuntunan Manasik Haji
dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan
bahwa tertib dalam pelaksanaan ibadah haji adalah melaksanakan ketentuan hukum
manasik sesuai dengan aturan yang ada. Namun ada yang memahami terdapat dalil pengecuali mengenai tertib rukun haji
adalah sebagai berikut.
Hadis
Ke-6
سنن ابن ماجه ٣٠٤٣: حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ
الْمِصْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ
حَدَّثَنِي عَطَاءُ بْنُ أَبِي رَبَاحٍ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ
يَقُولُ: قَعَدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِنًى يَوْمَ
النَّحْرِ لِلنَّاسِ فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي حَلَقْتُ
قَبْلَ أَنْ أَذْبَحَ قَالَ لَا حَرَجَ ثُمَّ جَاءَهُ آخَرُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنِّي نَحَرْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ قَالَ لَا حَرَجَ فَمَا سُئِلَ يَوْمَئِذٍ عَنْ
شَيْءٍ قُدِّمَ قَبْلَ شَيْءٍ إِلَّا قَالَ لَا حَرَجَ.
Artinya: Sunan Ibnu Majah nomor
3043: Telah menceritakan kepada kami Harun bin Sa'id Al Mishri, telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahab, telah mengkabarkan kepadaku
Usamah bin Zaid, telah menceritakan kepadaku Atha` bin Abu Rabah
dari Jabir bin Abdullah RA, ia berkata: "Rasulullah duduk di hadapan
orang-orang di Mina saat 'Idul Adha, lalu seorang laki-laki datang kepadanya
seraya berkata: 'Wahai Rasulullah, aku telah mencukur rambut sebelum
menyembelih. Beliau bersabda: 'Tidak mengapa.' Kemudian datang lelaki lain dan
berkata: 'Wahai Rasulullah, aku telah menyembelih sebelum melontar jumrah.'
Beliaupun menjawab: 'Tidak mengapa.' Pada hari itu tidaklah beliau ditanya
tentang mendahulukan sesuatu (rukun haji) dari lainnya, kecuali beliau akan menjawab:
'Tidak mengapa'."
Melalui riwayat hadis tersebut
ada kelonggaran dari Rasulullah. Melalui hadis dapat diketahui bahwa melempar
jumrah ‘Aqabah, menyembelih hadyu, bercukur dan tawaf ifadhah itu boleh
dilaksanakan dengan tidak urut. Namun demikian, kita hendaknya sebisa mungkin melaksanakan
ibadah haji itu tertib dalam melaksanakan ketentuan hukum manasik sesuai dengan
aturan yang ada.
B.
Wajib Haji
Buku Tuntunan Manasik Haji dan
Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan wajib
haji adalah rangkaian amalan yang harus dikerjakan dalam ibadah haji yang bila
salah satu amalan itu tidak dikerjakan ibadah haji seseorang tetap sah tapi dia
harus membayar dam. Jika seseorang sengaja meninggalkan salah satu rangkaian
amalan itu tanpa adanya uzur syar’i, ia berdosa. Buku Bimbingan Praktis Manasik
Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa rangakaian amalan yang harus
dikerjakan dalam ibadah haji , bila tidak dikerjakan sah hajinya akan tetapi
harus membayar dam. Berdosa kalau sengaja meninggalkan dengan tidak ada uzur
syar’i. Apabila meninggalkan salah satu wajib haji, maka hajinya sah, akan
tetapi wajib membayar dam. Meninggalkan tawaf wada bagi jamaah haji yang uzur
(sakit atau sedang haid) tidak dikenakan dam. Adapun wajib haji di antaranya
adalah sebagai berikut.
1. Ihram, yakni niat berhaji
dari miqat
Buku Tuntunan Manasik Haji dan
Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan
bahwa secara lahiriah miqat adalah tempat atau waktu tertentu yang telah
ditetapkan oleh Nabi SAW sebagai pintu masuk untuk memulai haji. Sementara secara
spiritual, miqat adalah batas antara alam fisik (lahiriah) dan alam metafisik
(batin/ gaib). Mulai dari miqat inilah, seseorang yang akan melaksanakan ibadah
haji harus menancapkan tekad dan niatnya untuk masuk ke dalam alam malakut. Mulai
dari titik miqat inilah, seseorang akan bersiap-siap berangkat menuju Baitullah
(rumah Allah). Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016
menyebutkan bahwa miqat maksudnya adalah batas waktu atau batas tempat untuk
memulai ihram ibadah haji atau umrah. Miqat ada dua macam, yaitu miqat Zamani
dan miqat makani. Miqat Zamani ialah batas waktu permulaan memulai ihram ibadah
hajji waktunya ialah seluruh bulan Syawal, seluruh bulan Zulkaidah dan sepuluh
hari bulan Zulhijah. Oleh sebab itu miqat Zamani adalah mulai tanggal satu Syawal
sampai terbit fajar tanggal 10 Zulhijah.
Dalil
Al-Qur’an Ke-2
الحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمَاتٌ. البقرة: ١٩٧
Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang
dimaklumi. (QS. Al-Baqarah: 197).
Sementara itu Miqat Makani
ialah batas tempat untuk memulai ihram ibadah haji. Miqat Makani terdiri dari
beberapa tempat yang disebutkan dalam berbagai hadis.
Hadis
Ke-7
صحيح البخاري ١٤٢٩: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا
حَمَّادٌ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا قَالَ: وَقَّتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَهْلِ
الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ وَلِأَهْلِ الشَّأْمِ الْجُحْفَةَ وَلِأَهْلِ نَجْدٍ
قَرْنَ الْمَنَازِلِ وَلِأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ فَهُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى
عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِنَّ لِمَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ
فَمَنْ كَانَ دُونَهُنَّ فَمُهَلُّهُ مِنْ أَهْلِهِ وَكَذَاكَ حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ
يُهِلُّونَ مِنْهَا.
Artinya: Shahih Bukhari nomor
1429: Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada
kami Hammad dari 'Amru bin Dinar dari Thawus dari Ibnu
'Abbas RA berkata: Rasulullah SAW menentukan miqat bagi penduduk Madinah
adalah Dzul Hulaifah, bagi penduduk Sya’m (Syam) adalah Juhfah, bagi penduduk
Najd adalah Qarnul Manazil, dan bagi penduduk Yaman adalah Yalamlam.
”Masing-masing miqat itu untuk masing-masing daerah tersebut dan untuk
orang-orang yang datang padanya yang bukan dari penduduk miqat itu bagi orang yang
akan menunaikan ibadah haji dan umrah. Dan barangsiapa yang dibawah miqat-miqat
itu, maka tempat memulai ihramnya ialah dari rumahnya. Demikianlah sehingga
penduduk Makah memulai ihram dari Makah juga.”
2. Mabit di Muzdalifah
Buku Tuntunan Manasik Haji dan
Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan
bahwa Muzdalifah berasal dari kata izdilaf yang berarti al-iqtirab (mendekat)
atau al-ijtima’ (berkumpul). Disebut demikian karena tempat ini jaraknya
sudah dekat dengan Mina. Setelah Matahari terbenam pada 9 Zulhijah, jamaah haji
meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah untuk berhenti, beristirahat, dan
bermalam di sana. Ini disebut mabit. Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH
MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa mabit ialah bermalam atau beristirahat. Mabit
di Muzdalifah tanggal 10 Zulhijah ialah bermalam di Muzdalifah setelah wukuf di
Arafah. Dalilnya adalah sebagai berikut.
Dalil
Al-Qur’an Ke-3
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا
مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ فَاِذَآ
اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفٰتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ
وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ
وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ
لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ. البقرة: ١٩٨
Artinya: Bukanlah suatu dosa bagimu
mencari karunia dari Tuhanmu (pada musim haji). Apabila kamu bertolak dari
Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyarilharam.60) Berzikirlah
kepada-Nya karena Dia telah memberi petunjuk kepadamu meskipun sebelumnya kamu
benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. (QS. Al Baqarah: 198)
Catatan: 60) Yang dimaksud
dengan Masyarilharam adalah bukit Quzah di Muzdalifah. Akan tetapi, telah
disepakati bahwa Muzdalifah secara keseluruhan dapat digunakan sebagai tempat
mabīt.
3. Mabit di Mina
Buku Tuntunan Manasik Haji dan
Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan
bahwa jamaah haji melaksanakan Mabit di Mina sebagai kelanjutan dari
pelaksanaan ibadah sebelumnya, dilaksanakan pada 11, 12 dan 13 Zulhijah. Buku
Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa mabit di
Mina pada malam hari tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah dalam rangka melaksanakan
haji. Dalilnya adalah sebagai berikut.
Dalil
Al-Qur’an Ke-4
۞ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ
فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْدُوْدٰتٍ
ۗ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِيْ يَوْمَيْنِ
فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۚوَمَنْ
تَاَخَّرَ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۙ
لِمَنِ اتَّقٰىۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا
اَنَّكُمْ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ. البقرة: ٢٠٣
Artinya: Berzikirlah kepada Allah
pada hari yang telah ditentukan jumlahnya.61) Siapa yang mempercepat
(meninggalkan Mina) setelah dua hari, tidak ada dosa baginya. Siapa yang
mengakhirkannya tidak ada dosa (pula) baginya,62) (yakni) bagi orang
yang bertakwa. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa hanya kepada-Nya
kamu akan dikumpulkan. (QS. Al Baqarah: 203).
Catatan:
61) Maksud zikir di sini ialah membaca
takbir, tasbih, tahmid, dan sebagainya. Maksud beberapa hari yang berbilang
ialah hari tasyrik, yaitu tiga hari setelah Iduladha (tanggal 11, 12, dan 13
Zulhijah).
62) Mempercepat pada ayat ini berarti
meninggalkan Mina pada tanggal 12 Zulhijah sebelum matahari terbenam (nafar
awwal). Adapun mengakhirkannya berarti meninggalkan Mina pada tanggal 13
Zulhijah (nafar ṡāni).
4. Melontar Jamrah Ula, Wusta dan Aqabah
Buku Bimbingan Praktis Manasik
Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa lontar jamrah adalah melontar dengan
batu kerikil yang mengenai marma (Ula, Wusta, dan Aqabah) pada hari nahar dan
hari tasyrik. Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama
Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa batu kerikil yang dipergunakan
untuk melontar jamrah kira-kira sebesar kelereng (gundu). Dalilnya
adalah sebagai berikut.
Hadis
Ke-8
سنن النسائي ٣٠١٣: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى
بْنِ أَيُّوبَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الثَّقَفِيُّ الْمَرْوَزِيُّ قَالَ أَنْبَأَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ:
رَمَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجَمْرَةَ يَوْمَ النَّحْرِ
ضُحًى وَرَمَى بَعْدَ يَوْمِ النَّحْرِ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ.
Artinya: Sunan Nasa'i nomor 3013:
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Yahya bin Ayyub bin Ibrahim Ats
Tsaqafi Al Marwazi, ia berkata: telah memberitakan kepada kami Abdullah
bin Idris dari Ibnu Juraij dari Abu Az Zubair dari Jabir,
ia berkata: Rasulullah SAW melempar Jumrah pada hari nahar pada waktu duha (pagi
hari) dan melempar setelah hari nahar apabila matahari telah tergelincir.
5. Tawaf Wada (bagi yang akan meninggalkan Makkah)
Buku Tuntunan Manasik Haji dan
Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan
bahwa tawaf ada lima macam yaitu tawaf rukun, tawaf qudum, tawaf sunat, dan
tawaf wada, dan tawaf nazar. Tawaf wada merupakan penghormatan akhir kepada Baitullah. Dalil mengenai tawaf wada adalah sebagai berikut.
Hadis
Ke-9
صحيح البخاري ١٦٣٦: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
قَالَ: أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ إِلَّا أَنَّهُ
خُفِّفَ عَنْ الْحَائِضِ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor
1636: Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada
kami Sufyan dari Ibnu Thawus dari Bapaknya dari Ibnu
'Abbas RA berkata: Diperintahkan pada manusia supaya akhir masa mereka
adalah (tawaf) di Baitullah, hanya saja beliau memberi keringanan terhadap
wanita yang sedang haid.”
Demikian di antaranya yang berkaitan
dengan haji dan umrah. Semoga yang informasi yang didapat membuat kita punya
gambaran mengenai ibadah haji dan umrah. Melalui gambaran yang ada, kita paham
tata cara pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Dalil yang kita gunakan untuk
beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih
atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak
menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya
yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah.
Penulis menyadari bahwa sampai
tulisan ini diterbitkan belum pernah melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Tulisan ini bukan bermaksud menggurui. Namun sebagai sarana penambah wawasan
dan pengingat kembali mengenai manasik haji dan umrah. Adapun saran yang
membangun untuk menambah wawasan bersama dari pembaca yang sudah berhaji dan
berumrah maupun yang belum adalah sangat diharapkan demi ulasan yang lebih baik
sesuai Al-Qur’an dan As-Sunah. Bagi yang belum, semoga Allah meridai kita
semuanya untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Semoga kita mampu
melaksanakan ibadah haji dan umrah dengan baik dan maksimal sehingga
kesempurnaan amal salih tercapai dan akhirnya memperoleh surga sebagaimana janjinya
Allah. Aamiin.