Tuesday, July 28, 2020

Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah


Ibadah kurban setiap tahun dilaksanakan oleh umat muslim. Ketika menjelang pelaksanaan ibadah kurban, banyak diantaranya ajakan untuk beramal salih. Diantara ajakan tersebut adalah puasa tarwiyah yang dilaksanakan pada tanggal 8 Dzulhijjah dan puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Namun demikian, kita mesti paham terlebih dahulu akan ilmunya sebelum beramal.

 

1. Puasa Tarwiyah

Keabsahan syariat puasa Tarwiyah ini sedikit sekali dalil yang menjelaskan. Mungkin juga dikarenakan belum menemukan hadis shahih yang menyampaikan tentang keabsahan syariat puasa tarwiyah. Banyak yang menyebut puasa Tarwiyah karena bertepatan dengan hari tarwiyah. Namun demikian, biasanya puasa Tarwiyah menggunakan dalil hadis berikut:

 

 وأخبرنا محمد، أنبأنا رزق الله بن عبد الوهاب، أنبأنا محمد، أنبا أبو محمد عبد الله بن محمد الأصبهاني، أنبا عبد الله بن محمد بن سوار، ثنا أيوب لآل الأشعري، ثنا علي بن علي الحميري، عن الكلبي، عن أبي صالح، عن ابن عباس، قال: قال رسول الله ص: صوم يوم التروية كفارة سنة، وصوم يوم عرفة كفارة سنتين.  ابن قدامة المقدسي

 

Artinya: Dan telah mengabarkan kepada kami Muhammad, telah memberitahukan kepada kami Rizqullah bin Abdul Wahhab, telah memberitahukan kepada kami Muhammad, telah memberitahukan kepada kami Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad Al-Asbahani, telah memberitahukan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Sawwaar, telah menceritakan kepada kami Ayyub keluarga Al-Asy'ari, telah menceritakan kepada kami Ali bin Ali Al-Himyari, dari Al-Kalbiy, dari Abi Shaalih, dari Ibnu Abbas ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Puasa pada hari tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun”. (HR. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi)

 

Hadis dengan jalur periwayatan tersebut dikutip sebagaimana yang ada pada website pulpit.alwatanvoice.com. Sering disebutkan bahwa Dailamiy dalam Musnad Firdaus (2/248) juga meriwayatkan dari jalan Abu Syaikh, dari Ali bin Ali Al-Himyari, dari Al-Kalbiy, dari Abi Shaalih, dari Ibnu Abbas secara marfu.

 

صوم يوم التروية كفارة سنة، وصوم يوم عرفة كفارة سنتين. الديلمى

 

Artinya: “Puasa pada hari tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun”. (HR. Dailamiy)

 

Selain periwayatan dari Ibnu Qudamah dan Dailamiy, hadis tersebut juga tertulis di Kitab Faidhul Qadir Syarah Al Jamius Shaghir Karya Muhammad Abdurrauf Al Munawi. Hadis tersebut hadis maudlu’ meskipun diriwayatkan secara marfu’ (sampai ke Rasulullah). Pada Syarah Manzhumah Al Baiquniyyah disebutkan bahwa hadis maudlu’ adalah hadis dlaif paling jelek dan buruk, bahkan sebagian muhadditsin menyebutnya hadis batil atau la asla lah (tidak ada asal usulnya). Hadis tersebut merupakan hadis maudlu’ karena beberapa alasan berikut:

 

a. Al-Kalbiy

Hadis tadi di dalam sanadnya ada rawi Al-Kalbiy yang bernama asli Muhammad bin Saaib Al-Kalbiy. Ia juga merupakan seorang mufassir. Namun di dalam Kitab Akhlak Rawi Khatib jilid 4 halaman 221 nomor 1503 disebutkan bahwa Kalbiy adalah seorang pendusta dan pertimbangan dari Al-Kalbiy tidak boleh digunakan. Berikut adalah kutipan dari Kitab Akhlak Rawi Khatib:

 

وقد أخبرني أبو طاهر عبد الغفار بن محمد بن جعفر المؤدب ، نا عمر بن أحمد الواعظ ، نا عبد الله بن معمر البلخي ، نا عبد الصمد بن الفضل ، قال : سئل أحمد بن حنبل عن تفسير الكلبي ، فقال أحمد : {من أوله إلى آخره كذب فقيل له : فيحل النظر فيه ؟ قال : لا}

 

Artinya: Dan telah mengabarkan kepada kami Abu Tahir Abdul Ghaffar bin Muhammad bin Jaafar Al-Muadab, telah menceritakan kepada kami Umar bin Ahmad Al-Waidh, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muammar Al-Balkhi, telah menceritakan kepada kami Abdul Samad bin Al-Fadl, ia berkata: Ahmad bin Hanbal ditanya tentang penafsiran Al-Kalbiy, dan Ahmad mengatakan: "Dari awal sampai akhir itu adalah dusta." Dia berkata: Apakah diizinkan untuk mempertimbangkannya? Dia bilang tidak" (Kitab Akhlak Rawi Khatib jilid 4 halaman 221 nomor 1503).

 

 

Selain itu Kalbiy dikatakan seorang pendusta oleh Sufyan dan Ibnu Hibban. Sufyan mengatakan bahwa, “Al Kalbiy berkata kepadaku, ‘Semua yang saya riwayatkan kepadamu dari Abu Shaalih adalah bohong’”. Ibnu Hibban berkata bahwa, “Madzhabnya dalam masalah agama dan kedustaan yang jelas di dalamnya lebih nampak dari pada kebutuhan untuk mendalami sifat-sifatnya, ia meriwayatkan dari Abu Shaalih dari Ibnu Abbas tentang tafsir, dan Abu Shaalih belum pernah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Kalbiy juga tidak mendengar dari Abu Shaalih kecuali huruf per huruf, tidak sah disebutkan di dalam sebuah kitab, apalagi dijadikan dalil” (Mizanul I’tidal: 3/557-559).

 

b. Ali bin Ali Al-Himyari

Hadis tentang puasa tarwiyah di atas pada sanadnya ada perawi Ali bin Ali Al-Himyari yang majhul (tidak diketahui).

 

Melalui hadis yang menjelaskan tentang puasa tarwiyah adalah hadis maudlu’, maka dalam memahami puasa Tarwiyah tanggal 8 Dzulhijjah ada beberapa pendapat:

 

1) Pendapat Pertama

Meskipun hadis puasa Tarwiyah tanggal 8 Dzulhijjah adalah hadis maudlu’, tetapi tetap bisa diamalkan. Hal tersebut dikarenakan dikembalikan lagi kepada keumuman beramal salih di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah. Diantara amal salih adalah berpuasa, termasuk di tanggal 8 Dzulhijjah. Hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut:

 

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ مُسْلِمٍ هُوَ الْبَطِينُ وَهُوَ ابْنُ أَبِي عِمْرَانَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ وَفِي الْبَاب عَنْ ابْنِ عُمَرَ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو وَجَابِرٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ. الترمذي

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'wiyah, dari Al A'masy, dari Muslim, dia adalah Al Bathin yaitu Ibnu Abu Imran, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada hari-hari untuk berbuat amal shalih yang lebih Allah cintai kecuali sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah," para shahabat bertanya, wahai Rasulullah, sekalipun Jihad fi sabilillah?, Rasulullah SAW menjawab: "Sekalipun jihad fi sabilillah, kecuali seorang lelaki yang pergi berjihad dengan harta dan jiwanya lalu tidak kembali sedikitpun dari keduanya." Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abdullah bin Amru dan Jabir. Hadis Ibnu Abbas merupakan hadis hasan shahih gharib (HR. Tirmidzi, no. 688).

 

2) Pendapat Kedua

Puasa Tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah tidak bisa diamalkan karena dalilnya adalah hadis maudlu’. Adapun bila puasa sebagai amal salih dikembalikan pada keumuman beramal salih di hari sepuluh pertama bulan Dzulhijjah, mestinya puasa dilakukan sejak tanggal satu Dzulhijjah sampai sembilan Dzulhijjah (mengingat tanggal 10 Dzulhijjah diharamkan berpuasa). Ibadah tidak sah apabila tidak ada perintah dari Allah maupun Rasulullah. Hal tersebut termasuk dalam berpuasa. Dalil dari hadis maudlu’ tidak bisa digunakan sebagai hujjah. Seandainya dipaksakan untuk diamalkan, puasa Tarwiyah maksimal hukumnya adalah sunnah. Artinya puasa Tarwiyah apabila tidak dilaksanakan tidak mendapat dosa. Selain itu juga terdapat riwayat bahwa Rasulullah SAW tidak berpuasa di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Riyawat yang dimaksud ada dalam hadis berikut:

 

و حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ نَافِعٍ الْعَبْدِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَصُمْ الْعَشْرَ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepadaku Abu Bakr bin Nafi' Al Abdi, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al A'masy, dari Ibrahim dari Al Aswad dari Aisyah RA, bahwa Nabi SAW tidak pernah berpuasa pada sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah (HR. Muslim, dalam Shahih Muslim no. 2011).

 

Wallahu’ a’lam bishshawab

 

 

2. Puasa Arafah

Melihat hadis maudlu’ tadi, selain puasa tarwiyah disebutkan pula puasa Arafah. Puasa ini bertepatan dengan hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah. Namun terdapat hadis lain yang membahas tentang puasa Arafah sebagaimana hadis berikut:

 

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ حَرْمَلَةَ بْنِ إِيَاسٍ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَةً وَصَوْمُ عَاشُورَاءَ يُكَفِّرُ سَنَةً مَاضِيَةً. احمد

 

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Manshur, dari Mujahid, dari Harmalah bin Iyas, dari Abu Qatadah, ia berkata; Rasulullah SAW bersabda; "Puasa hari 'arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) menghapus (kesalahan) dua tahun; yaitu yang telah lalu dan yang akan datang, dan puasa 'asyura` (tanggal 10 Muharram) menghapus (kesalahan) tahun lalu" (HR. Ahmad, no. 21496).

 

Menurut hadis riwayat Ahmad tadi dapat kita ketahui bahwa puasa arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah akan menghapus kesalahan dua tahun yang meliputi setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Pada hadis tersebut juga menjelaskan tentang keutamaan puasa asyura pada tanggal 10 Muharram, yaitu menghapus kesalahan setahun yang lalu. Namun dari hadis itu pula dapat kita pahami bahwa yang dimaksud menghapus dosa yang telah lalu atau menghapus dosa yang akan datang maksudanya adalah dosa-dosa selain dosa-dosa besar ataupun kesalahan yang disengaja. Hadis riwayat Ahmad ini diantaranya juga sejalan dengan hadis berikut:

 

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَاللَّفْظُ لِابْنِ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ غَيْلَانَ بْنِ جَرِيرٍ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَعْبَدٍ الزِّمَّانِيَّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِهِ قَالَ فَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا وَبِبَيْعَتِنَا بَيْعَةً قَالَ فَسُئِلَ عَنْ صِيَامِ الدَّهْرِ فَقَالَ لَا صَامَ وَلَا أَفْطَرَ أَوْ مَا صَامَ وَمَا أَفْطَرَ قَالَ فَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمَيْنِ وَإِفْطَارِ يَوْمٍ قَالَ وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمٍ وَإِفْطَارِ يَوْمَيْنِ قَالَ لَيْتَ أَنَّ اللَّهَ قَوَّانَا لِذَلِكَ قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمٍ وَإِفْطَارِ يَوْمٍ قَالَ ذَاكَ صَوْمُ أَخِي دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ قَالَ فَقَالَ صَوْمُ ثَلَاثَةٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَمَضَانَ إِلَى رَمَضَانَ صَوْمُ الدَّهْرِ قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ مِنْ رِوَايَةِ شُعْبَةَ قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَسَكَتْنَا عَنْ ذِكْرِ الْخَمِيسِ لَمَّا نُرَاهُ وَهْمًا و حَدَّثَنَاه عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا أَبِي ح و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا شَبَابَةُ ح و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ كُلُّهُمْ عَنْ شُعْبَةَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ و حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ سَعِيدٍ الدَّارِمِيُّ حَدَّثَنَا حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ حَدَّثَنَا أَبَانُ الْعَطَّارُ حَدَّثَنَا غَيْلَانُ بْنُ جَرِيرٍ فِي هَذَا الْإِسْنَادِ بِمِثْلِ حَدِيثِ شُعْبَةَ غَيْرَ أَنَّهُ ذَكَرَ فِيهِ الِاثْنَيْنِ وَلَمْ يَذْكُرْ الْخَمِيسَ. مسلم



Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Muhammad bin Basysyar (lafalnya dari Ibnul Mutsanna), keduanya berkata, Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Ghailan bin Jarir bahwa mendengar Abdullah bin Ma'bad Az Zimani dari Abu Qatadah Al Anshari RA, bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasanya, maka serta merta Rasulullah SAW marah, lalu Umar pun mengucapkan, "Kami rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Rasul. Kami berlindung kepada Allah, dari murka Allah dan Rasul-Nya dan Bai'at kami sebagai suatu Bai'at." Kemudian beliau ditanya tentang puasa sepanjang masa, maka beliau menjawab: "Sebenarnya, ia tidak berpuasa dan tidak pula berbuka." Kemudian beliau ditanya lagi mengenai puasa sehari dan berbuka dua hari, beliau menjawab: "Semoga Allah memberikan kekuatan pada kita untuk melakukannya." Lalu beliau ditanya mengenai puasa pada hari Senin, beliau menjawab: "Itu adalah hari, ketika aku dilahirkan dan aku diutus (sebagai Rasul) atau pada hari itulah wahyu diturunkan atasku." Kemudian beliau bersabda: “Puasa tiga hari pada setiap bulan dan Ramadan hingga Ramadan berikutnya adalah puasa dahr.” Kemudian beliau ditanya tentang puasa pada Arafah, maka beliau menjawab: "Puasa itu akan menghapus dosa-dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang." Kemudian beliau ditanya tentang puasa pada hari 'Asyura, beliau menjawab: "Ia akan menghapus dosa-dosa sepanjang tahun yang telah berlalu." Dan di dalam hadis ini, yakni dari riwayat Syu'bah, ia berkata; "Dan beliau ditanya tentang puasa hari Senin dan Kamis." Namun kami tidak menyebutkan puasa Kamis, karena menurut kami padanya terdapat Wahm (kekurang akuratan berita). Dan telah meceritakannya kepada kami Ubaidullah bin Mu'adz, telah menceritakan kepada kami Bapakku. Dalam riwayat lain, dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Syababah. Dalam riwayat lain, dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim, telah mengabarkan kepada kami An Nadlr bin Syumail, semuanya dari Syu'bah dengan isnad ini. Dan telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Sa'id Ad Darimi, telah menceritakan kepada kami Habban bin Hilal, telah menceritakan kepada kami Aban Al 'Aththar, telah menceritakan kepada kami Ghailan bin Jarir dalam isnad ini, sebagaimana hadisnya Syu'bah, hanya saja ia menyebutkan hari Senin, namun tidak menyebutkan hari Kamis (HR. Muslim, no. 1977).

 

Menurut hadis riwayat Muslim tadi dapat kita pahami mengenai bahasan puasa Arafah yang kebaikannya adalah penghapus dosa-dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang. Namun demikian, Puasa Arafah disyariatkan kepada kaum muslim yang tidak melaksanakan ibadah haji. Sedang kaum muslim yang sedang melaksanakan ibadah haji di padang Arafah tidak diperkenankan berpuasa Arafah sebagaimana hadis berikut:

 

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنِي حَوْشَبُ بْنُ عَقِيلٍ حَدَّثَنِي مَهْدِيٌّ الْعَبْدِيُّ عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى أَبِي هُرَيْرَةَ فِي بَيْتِهِ فَسَأَلْتُهُ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ. ابن ماجه


Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Ali bin Muhammad, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Waki', ia berkata, telah menceritakan kepadaku Hausyab bin Aqil, ia berkata, telah menceritakan kepadaku Mahdi Al 'Abdi, dari Ikrimah ia berkata, "Aku menemui Abu Hurairah di rumahnya, lalu aku bertanya padanya tentang puasa 'Arafah di hari 'Arafah, maka Abu Hurairah menjawab, "Rasulullah SAW melarang berpuasa 'Arafah di hari 'Arafah" (HR. Ibnu Majah, no 1722).

 

Menurut hadis riwayat Ibnu Majah tersebut dapat kita pahami bahwa Rasulullah melarang berpuasa Arafah bagi orang yang melakukan wukuf di Arafah. Selain itu hadis tersebut juga sejalan dengan hadis berikut:

 

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي النَّضْرِ عَنْ عُمَيْرٍ مَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْعَبَّاسِ عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا اخْتَلَفُوا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلْتُ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ. البخارى

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abu An-Nadhar dari 'Umair maula Ibnu 'Abbas RA, dari Ummu Al Fadhal binti Al Harits bahwa; "Orang-orang ragu tentang puasa Nabi SAW pada hari 'Arafah. Sebagian dari mereka mengatakan Beliau berpuasa, sebagian yang lain mengatakan tidak. Lalu aku utus seseorang membawakan segelas susu ketika Beliau sedang wukuf, maka Beliau meminumnya" (HR. Bukhari, no. 1551).

 

Melalui berbagai hadis tentang puasa Arafah bisa kita pahami bahwa kaum muslim yang sedang melakukan wukuf di Arafah tidak diperkenankan berpuasa Arafah. Namun bagi kaum muslim lain yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji disunnahkan untuk berpuasa Arafah.

 

Wallahu a’lam bishshawab