Thursday, July 2, 2020

Seputar Hadis Membaca Surat Al Kahfi di Hari Jum’at



Alquran dan sunah merupakan sumber hukum Islam. Oleh karenanya ketika hendak melakukan peribadatan harus melihat tuntunan Alquran dan sunah. Kita tidak bisa melakukan peribadatan dengan hanya kira-kira baik. Apabila pemikiran kita seperti itu, seperti halnya terjebak pada jargon “semua agama itu sama karena sama-sama mengajarkan kebaikan”. Maka dari itu apa beda antara Agama Islam dan agama lainnya? Sehingga kita sebagai seorang muslim perlu mengingat bahwa semua bentuk ibadah adalah dilarang, kecuali sampai ada dalil yang memerintahkan untuk ibadah. Hal tersebut adalah kaidah yang berlaku sebagaimana Alquran dan sunah semenjak jaman Nabi hingga sekarang ini.

 

Dewasa ini banyak sekali broadcast mengenai amalan membaca Surat Al Kahfi di hari Jum’at. Namun tahukah kita tentang dalil amalan tersebut? Sudah menjadi suatu keharusan kita dalam memahami perintah ibadah sebelum kita beramal. Supaya kita paham ilmu yang hendak diamalkan, maka kita perlu mencari tahu dalil yang menjadi hujjah kita dalam beramal. Oleh karenanya, marilah bersama-sama belajar ilmu agama, saling mengingatkan satu dengan yang lainnya. Broadcast mengenai amalan membaca Surat Al Kahfi di hari Jum’at mengutip hadis sebagaimana hadis berikut ini:

 

Hadis Pertama

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْمُؤَمَّلِ، ثنا الْفَضْلُ بْنُ مُحَمَّدٍ الشَّعْرَانِيُّ، ثنا نُعَيْمُ بْنُ حَمَّادٍ، ثنا أَبُو هَاشِمٍ، عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ، عَنْ قَيْسِ بْنِ عَبَّادٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِنَّ مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْن. الحاكم فى المستدرك، رقم: 3392

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Muammal, telah menceritakan kepada kami Fadhl bin Muhammad Asy-Sya'rani, telah menceritakan kepada kami Nu'aim bin Hammaad, telah menceritakan kepada kami Abu Hasyim, dari Abu Mijlaz, dari Qais bin Abbad, dari Abu Said Al Khudri RA, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda, "Sesungguhnya barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, (Allah) akan meneranginya dengan cahaya antara dua Jum'at." [HR. Hakim dalam dalam Al-Mustadrak, no. 3392]

 

Hadis Kedua

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ حَدَّثَنَا أَبُو هَاشِمٍ عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ عُبَادٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنْ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ. الدارمي

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu An Nu'man, telah menceritakan kepada kami Husyaim (bin Basyir), telah menceritakan kepada kami Abu Hasyim, dari Abu Mijlaz, dari Qais bin Ubad, dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata; Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada malam jum'at maka ia akan diterangi oleh cahaya yang terangnya mencapai jarak antara dirinya dan Baitul 'Atiq. [HR. Darimi, no. 3273]

 

Penjelasan Singkat

Hadis Pertama

Hadis pertama disampaikan secara marfu’. Namun demikian hadis tersebut tidak shahih karena dalam sanadnya ada perawi yang bernama Nu'aim bin Hammaad. Rawi Nu'aim bin Hammaad di-dla'if-kan oleh Imam Nasaa’iy (Mizaanul I'tidaal juz 4, hal. 267 no. 9102).

 

Hadis Kedua

Sebagaimana hadis kedua, terdapat lafal yang berbeda, yakni lafalnya berubah dari hari Jum’at menjadi membaca Surat Al Kahfi di malam Jum’at. Penyampaian hadis kedua adalah secara mauquf. Hadis mauquf tidak disandarkan pada Nabi SAW. Penyampaian hadis kedua hanya sampai pada Sahabat Abu Sa'id Al Khudri RA. Hadis kedua di dalam sanadnya ada rawi yang bernama Husyaim bin Basyir. Ia tsiqah tetapi dikatakan seorang mudallis (penipu dalam hadis) oleh Abu 'Abdurrahman (Imam Nasaa’iy). Hal tersebut sebagaimana keterangan hadis berikut:

 

 أَخْبَرَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ قَالَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ أَبِي الْعَبَّاسِ قَالَ حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ عَبَّاسِ بْنِ ذَرِيحٍ عَنْ أَبِي عَوْنٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَدَّادٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ حُرِّمَتْ الْخَمْرُ قَلِيلُهَا وَكَثِيرُهَا وَمَا أَسْكَرَ مِنْ كُلِّ شَرَابٍ قَالَ أَبُو عَبْد الرَّحْمَنِ وَهَذَا أَوْلَى بِالصَّوَابِ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ شُبْرُمَةَ وَهُشَيْمُ بْنُ بَشِيرٍ كَانَ يُدَلِّسُ وَلَيْسَ فِي حَدِيثِهِ ذِكْرُ السَّمَاعِ مِنْ ابْنِ شُبْرُمَةَ وَرِوَايَةُ أَبِي عَوْنٍ أَشْبَهُ بِمَا رَوَاهُ الثِّقَاتُ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ. النسائي

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Al Husain bin Manshur, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Abul Abbas, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Ibnu Abbas bin Dzarih, dari Abu Aun, dari Abdullah bin Syaddad, dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Khamer telah diharamkan; sedikitnya atau banyaknya, dan yang memabukkan dari setiap minuman." Abu 'Abdurrahman berkata, "Hadis ini lebih benar dari hadis Ibnu Syubrumah. Husyaim bin Basyir adalah seorang mudallis (penipu dalam hadis), dalam hadis riwayatnya tidak disebutkan bahwa ia mendengar dari Ibnu Syubrumah. Sedangkan riwayat Abu Aun mirip dengan hadis yang diriwayatkan oleh para ahli hadis yang tsiqah (terpercaya), dari Ibnu Abbas." [HR. Nasaa’iy, no. 5591]

 

Hadis kedua disampaikan secara mauquf dan termasuk hadis mudallas. Hadis kedua merupakan hadis mudallas karena ada rawi Husyaim bin Basyir yang berbuat tadlis. Kategori tadlis yang diperbuat merupakan tadlis isnad dengan sighah tahdits (hadatsana) yang artinya telah menceritakan kepada kami. Apabila dalam sanadnya menggunakan ungkapan mu’an’an, maka hadis tersebut tidak diterima. Selain itu di dalam sanadnya terdapat rawi Abu An Nu'man. Nama aslinya adalah Muhammad bin Fadlol dan juga memiliki julukan ‘Arim. Adz Dzahabi menyatakan Abu An Nu'man adalah rawi tsiqah, tetapi berubah di akhir usianya. Pernyataan tersebut juga diungkapkan oleh Ad Daruquthni, Ibnu Hajar Al Asqalani, maupun Al Bukhari. Hadis kedua oleh sebagian kaum muslim masih bisa menerima dan sebagian lainnya tidak menerima.


Kesimpulan

Hadis pertama tentang fadilah membaca surat al Kahfi di hari Jum’at adalah tidak shahih karena ada perawi yang bernama Nu'aim bin Hammaad. Melihat hadis tentang membaca Surat Al Kahfi di hari Jum’at yang tidak shahih, maka hadis tersebut tidak bisa menjadi dasar (hujjah) dalam beramal. Adapun Surat Al Kahfi tetap bisa dibaca kapan saja karena Surat Al Kahfi merupakan bagian dari Alquran yang menjadi pedoman hidup manusia. Membaca Surat Al Kahfi bisa dilakukan di hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu, Ahad, dan termasuk hari Jum’at. Namun demikian, kita tidak bisa mengkhususkan membaca surat Al Kahfi hanya di hari Jum’at. Membaca Surat Al Kahfi di hari Jum’at kebaikannya sebagaimana kesehariannya ketika membaca Alquran.

 

Hadis kedua merupakan hadis mauquf dan sekaligus hadis mudallas yang sebagian kaum muslim masih menerima. Bagi kaum muslim yang menerima memahami bahwa membaca surat Al Kahfi di malam Jum’at memiliki fadilah sebagaimana yang disampaikan pada hadis kedua. Bagi kaum muslim yang tidak menerima memahami bahwa jalur periwayatan hadis kedua adalah lemah karena tergolong hadis mudallis dan/ atau terdapat rawi Abu An Nu'man. Ia merupakan rawi tsiqah, tetapi berubah di akhir usianya.

 

Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Rev.15.09.20

 

No comments:

Post a Comment