Ma’asyiral muslimin wal muslimat
rakhimakumullah.
Orang yang mengaku beragama Islam
mestinya tunduk dan patuh terhadap ketetapan Allah dan Rasulullah. Memang tidak
ada paksaan dalam memeluk Agama Islam. Namun apabila seseorang sudah
membulatkan tekad beragama Islam, maka seseorang itu harus tunduk dan patuh
kepada ketetapan Allah dan Rasulullah. Berbagai ketetapan Allah termaktub dalam
Alquran dan ketetapan Rasulullah ada di dalam sunnahnya. Allah SWT berfirman,
وَلِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ وَلَقَدْ
وَصَّيْنَا الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَاِيَّاكُمْ اَنِ
اتَّقُوا اللّٰهَ ۗوَاِنْ تَكْفُرُوْا فَاِنَّ لِلّٰهِ
مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ
وَكَانَ اللّٰهُ غَنِيًّا حَمِيْدًا. النساء: 131
Dan milik Allah-lah apa yang ada
di langit dan apa yang ada di bumi, dan sungguh, Kami telah memerintahkan
kepada orang yang diberi Kitab suci sebelum kamu dan (juga) kepadamu agar
bertakwa kepada Allah. Tetapi jika kamu ingkar maka (ketahuilah), milik
Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Kaya,
Maha Terpuji. [QS.
An-Nisa’: 131]
Melalui Surat An Nisa’ ayat 131
tadi bisa kita pahami bahwa keterangan وَلِلّٰهِ مَا
فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ (Dan milik
Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi) menunjukkan bahwa semua yang ada
di langit yang meliputi benda-benda angkasa dan di bumi beserta isinya adalah
kepunyaan Allah SWT. Kemudian dilanjutkan وَلَقَدْ وَصَّيْنَا
الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَاِيَّاكُمْ اَنِ اتَّقُوا
اللّٰهَ (dan
sungguh, Kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi Kitab suci sebelum
kamu dan (juga) kepadamu agar bertakwa kepada Allah) merupakan penekanan agar
mempelajari Alquran yang sudah diturunkan kepada kaum sebelum kita hingga
sampai pada kita. Tujuan mempelajari dan melaksanakan perintah Allah SWT supaya
menjadi orang yang bertakwa. Lalu diteruskan dengan وَاِنْ
تَكْفُرُوْا فَاِنَّ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ
(tetapi
jika kamu ingkar maka (ketahuilah), milik Allah-lah apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi) itu
mengingatkan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah. Oleh karenanya marilah
kita bersama-sama mempelajari Alquran supaya menjadi orang yang bertakwa. Pada
ayat ini ditutup dengan وَكَانَ اللّٰهُ غَنِيًّا حَمِيْدًا(dan Allah Maha Kaya, Maha Terpuji) menegaskan bahwa Allah Maha Kaya
dan Segala Kebaikan ada pada-Nya sehingga Allah tidaklah butuh apa-apa dari
kita.
Ma’asyiral muslimin wal muslimat
rakhimakumullah.
Sebagaimana Alquran Surat An
Nisa’ ayat 131 tadi, sudah menjadi perintah bahwa kaum muslim diharuskan
mengikuti apa yang diperintahkan Allah. Kita sebagai umat muslim mentaati
perintah Allah yang terdapat di dalam Alquran supaya mencapai derajat takwa.
Fungsi Alquran adalah sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang akan bertakwa. Adapun pengertian takwa adalah takut kepada
murka Allah, takut kepada hukuman Allah, takut kepada nerakanya Allah, kemudian
mendekatkan diri kepada Allah, tunduk patuh kepada Allah, menjalankan
perintah-perintah Allah, dan menjauhi larangan-larangan Allah.
Para ustadz/ da’i juga sering
kali menyampaikan gambaran orang bertakwa sebagaimana Alquran Surat Al Baqarah ayat 2-4, Surat Al Baqarah 177, dan Surat Ali Imran
ayat 133-136. Pada ayat-ayat tersebut dapat dimaknai bahwa takwa itu keseluruhan
sikap yang terdiri dari aspek keimanan, ibadah, dan akhlak. Sehingga dapat
diidentifikasi bahwa takwa berakar pada empat pilar, yakni: (1) pilar kesadaran
ketuhanan yaitu sadar akan pengawasan Allah SWT; (2) pilar semangat
ibadah dan ketaatan meliputi taat beribadah sesuai dengan ketetapan ajaran
Agama Islam; (3) pilar semangat kemanusiaan dan kesalehan sosial karena iman
kepada Allah SWT melahirkan kebaikan dan kesalehan; (4) pilar kualitas moral
serta budi pekerti (akhlak karimah) yang merupakan puncak dari pilar-pilar
yang lain. Sehingga bisa dikatakan, takwa secara lahiriah merupakan akumulasi
yang tampak dari nilai-nilai kebaikan berakar dari empat pilar. Empat pilar
tadi menunjukkan adanya keterkaitan antara takwa dan akhlak karimah. Sementara
itu, ada konsekuensi yang akan dihadapi seseorang agar mencapai derajat takwa.
Ma’asyiral muslimin wal muslimat
rakhimakumullah.
Konsekuensi logis bagi orang
bertakwa adalah harus melaksanakan perintah Allah, sekalipun nantinya
menghadapi banyak tantangan dan rintangan. Bahkan bisa jadi berlawanan dengan
kehendak diri sendiri. Berbagai upaya tadi merupakan aktualisasi takwa seorang
muslim. Aktualisasi takwa tidak mungkin terjadi apabila tanpa dilandasi
kesadaran tinggi dan keyakinan yang bulat bahwa kita adalah hamba Allah
SWT.
Oleh karenanya, kita perlu
memohon perlindungan kepada Allah supaya mampu lulus dan mencapai derajat
takwa. Adapun salah satu contoh permohonan perlindungan kepada Allah
sebagaimana hadis berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ مِنْ
دُعَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ
جَارِ السُّوءِ، وَمِنْ زَوْجٍ تُشَيِّبُنِي قَبْلَ الْمَشِيبِ، وَمِنْ وَلَدٍ
يَكُونُ عَلَيَّ رِبًا، وَمِنْ مَالٍ يَكُونُ عَلَيَّ عَذَابًا، وَمِنْ خَلِيلٍ
مَاكِرٍ عَيْنَهُ تَرَانِي، وَقَلْبُهُ تَرْعَانِي، إِنْ رَأَى حَسَنَةً
دَفَنَهَا، وَإِذَا رَأَى سَيِّئَةً أَذَاعَهَا . الطبرانى
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Diantara do’a Rasulullah SAW adalah, “Allaahumma
inni a’uudzubika min jaaris suu’i, wa min zaujin tusyayyibuniy qablal masyiibi,
wa min waladin yakuunu ‘alayya rabban, wa min maalin yakuunu ‘alayya ‘adzaaban,
wa min khaliilin maakirin ‘ainahu taraaniy wa qalbuhu tar’aaniy, in ra’aa
hasanata dafanahaa, wa idzaa ra’aa sayyi’ata adzaa’ahaa (Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang buruk, dari pasangan
yang membuat rambutku memutih sebelum waktunya memutih, dari anak yang menjadi
tuan bagiku, dari harta yang menjadi azab bagiku, dari teman ahli makar yang
matanya melihatku namun hatinya menjelekkanku, jika ia melihat kebaikan maka ia
menyimpannya dan jika ia melihat keburukan maka ia menyebarkannya).” [HR. Thabarani]
Ma’asyiral muslimin wal muslimat
rakhimakumullah.
Hadis ini diriwayatkan secara marfu’ oleh Thabarani dalam Ad-Du’aa’: Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal: Telah menceritakan
kepada kami Al-Hasan bin Hammaad Al-Hadlramiy: Telah menceritakan kepada kami
Abu Khalid Al-Ahmar, dari Muhammad bin ‘Ajlan, dari Sa’id Al-Maqburiy, dari Abu
Hurairah RA, ia berkata: Diantara do’a Rasulullah SAW.
Hadis tersebut tidak shahih karena ada perawi yang bernama Muhammad
bin ‘Ajlan atau Ibnu ‘Ajlan. Ahmad bin Hanbal dan Ad-Daruquthni menganggap periwayatan
Muhammad bin ‘Ajlan dari Sa’id Al-Maqburiy itu bermasalah. Namun Ibnu Hajar
mendudukkannya pada kualitas shaduq (jujur). Selain itu terdapat perawi Abu
Khaalid Al-Ahmar yang bernama asli Sulaiman bin Hayyan. Ibnu Hajar
mendudukkannya pada kualitas shaduq yukhti (jujur tetapi sering keliru)
sehingga ada kemungkinan hadis tadi adalah salah satu yang Abu Khaalid Al-Ahmar
keliru dalam periwayatannya. Meskipun hadis marfu’ tadi tidak shahih, tetapi
isinya baik.
Ma’asyiral muslimin wal muslimat
rakhimakumullah.
Pada dasarnya kita berdoa apa saja boleh-boleh saja asalkan isinya baik.
Termasuk doa dalam hadis tadi. Paling tidak ada pelajaran yang ada pada isi doa
hadis tadi, supaya terhindar dari lima musibah. Pelajaran yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1.
Tetangga yang jelek atau buruk. Tentu bukan wajah atau fisiknya yang
jelek atau buruk, akan tetapi perangai dan kerusakan yang ditimbulkannya baik terhadap
kita. Maka dari itu sebagai seorang muslim, marilah kita saling berlaku baik
kepada tetangga. Sebab berlaku baik adalah salah satu ciri orang Islam. Selain
itu marilah bersyukur apabila tetangga kita adalah orang-orang yang baik.
2.
Pasangan hidup (suami/ istri) yang
menyusahkan sehingga pasangannya menjadi cepat tua, beruban banyak tetapi tidak
sesuai dengan umurnya.
Menyusahkan disini diantaranya suka mencela satu dengan yang lain. Padahal kita
tahu mencela itu bukan sifat orang beriman. Maka dari itu apabila ada
kekeliruan atau kesalahan diantara suami/ istri marilah diantara suami/ istri
itu saling mengingatkan maupun saling menasehati. Oleh karenanya, patut
disyukuri bila memiliki suami yang saleh atau istri yang salehah.
3.
Anak yang memperbudak dua orang tuanya. Hal tersebut merupakan perilaku
anak yang durhaka terhadap kedua orang tua. Supaya menghindari musibah
tersebut, maka mari mendidik anak-anak dengan ilmu agama sedari kecil. Sehingga
kelak anak-anak yang dididik dengan ilmu agama akan menjadi pribadi yang saleh
atau salehah. Sebab syarat menjadi orang baik adalah paham ilmu agama. Suatu
kenikmatan yang harus disyukuri apabila memiliki anak-anak yang saleh salehah.
4.
Harta yang menjadi azab karena tidak ada
keberkahan di dalamnya.
Oleh karenanya agar terhindar dari azab tersebut, marilah pandai dalam
mengelola harta. Diantaranya kita mesti membedakan antara gengsi dan fungsi.
Maka dari itu, mari kita gunakan harta kita sebaik-baiknya. Janganlah sampai
kita tidak menunaikan infak, baik zakat maupun sedekah. Janganlah kita berlaku
boros. Sebab orang boros adalah saudara setan. Tidak layak bagi orang Islam itu
berlaku boros.
5.
Teman ahli makar adalah teman dekat yang
jahat, teman yang selalu mencari-cari kesalahan. Pada pandangannya persahabatan,
tapi hatinya penuh selidik mencari aib. Kebaikan yang kita lakukan dilupakan,
tapi kejelekan yang ada pada kita diumbar kemana-mana. Senang ketika
melihat kita kesusahan dan susah melihat apabila kita senang. Oleh karenanya,
perlu kesadaran kita bersama bahwa wong kang saleh kumpulana, artinya
bertemanlah dengan orang-orang yang saleh agar terhindar dari teman ahli makar.
Orang saleh tidak akan menzolimi saudaranya sesama muslim.
Pelajaran dari lafal doa tadi
marilah kita wujudkan. Doa tadi tidak hanya sampai diucapkan di lisan, tetapi
kita upayakan dalam perilaku di kehidupan sekari-hari. Kita tahu bahwa seorang
muslim terhadap saudara muslim lainnya itu haram darahnya, haram hartanya, dan
haram kehormatannya. Artinya kita tidak boleh membunuh orang sesama muslim,
kita tidak boleh mengambil/ mencuri harta sesama saudara muslim, dan kita tidak
boleh merendahkan kehormatan sesama saudara muslim. Begitu kompleks Islam
mengatur umatnya, diantaranya berbuat baik kepada tetangga, kewajiban dan hak
seorang suami terhadap istri atau sebaliknya, perintah berbakti kepada kedua
orang tua, kewajiban orang tua terhadap anak, membelanjakan harta di jalan
Allah, dan lain sebagainya. Sumber aturan-aturan Islam adalah Alquran dan
sunnah. Sami’na wa atha’na terhadap ketetapan Allah dan Rasulullah
adalah aktualisasi takwa seorang muslim di kehidupan sehari-hari. Sehingga
ketakwaan akan tercermin pada akhlak seorang muslim. Wallahu a’lam
bish-shawab.
Penyampai: Revolusi
Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd.
No comments:
Post a Comment