Saturday, April 24, 2021

Kultum: Kasih Sayang Kepada Sesama


 

 

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Seorang muslim hendaknya memiliki akhlak yang baik. Akhlak yang baik dapat terlihat dari tindak tanduk yang ditunjukkan oleh seorang muslim. Tindak tanduk yang penuh kasih sayang merupakan sifat yang ada pada orang-orang yang beriman. Sebagai orang yang beriman, hendaknya kita sebagai sesama manusia itu berkasih sayang. Allah itu Maha Kasih Sayang dan senang kepada kasih sayang. Salah satu diantaranya disebutkan pada lafal (بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ) yang artinya, “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Pada lafal basmalah, ada dua sifat Allah yang disebutkan, diantaranya adalah Ar Rahman (الرَّحْمنِ) dan Ar Rahim (الرَّحِيْمِ). Ar Rahman merupakan kasih yang Allah tujukan kepada semua makhluk. Sementara Ar Rahim itu khusus untuk orang-orang yang beriman. Ar Rahman Ar Rahim merupakan diantaranya sifat-sifat Allah pada Asmaul Husna. Oleh karenanya, menjadi perhatian bagi seorang muslim untuk meniru sifat Allah yang ada pada Asmaul Husna. Sifat-sifat Allah yang ada pada Asmaul Husna itu akan mengarah pada kebaikan. Hal tersebut karena sifat-sifat Allah pada Asmaul Husna merupakan sifat-sifat yang mulia. Termasuk diantaranya Ar Rahman dan Ar Rahim yang merupakan manifestasi kasih sayang itu sendiri.

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Ada yang mendefinisikan bahwa kasih sayang dan cinta (Mahabbah) adalah kecenderungan secara total kepada orang yang dicintai, kemudian rela mengorbankan diri, nyawa,  dan harta demi dirinya, kemudian mengikutinya secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Hal tersebut merupakan definisi kasih sayang dan cinta (Mahabbah). Rasulullah menggambarkan kasih sayang Allah kepada segenap manusia sebagaimana pada hadis berikut.

 

عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: جَعَلَ اللَّهُ الرَّحْمَةَ مِائَةَ جُزْءٍ فَأَمْسَكَ عِنْدَهُ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ جُزْءًا وَأَنْزَلَ فِي الْأَرْضِ جُزْءًا وَاحِدًا فَمِنْ ذَلِكَ الْجُزْءِ يَتَرَاحَمُ الْخَلْقُ حَتَّى تَرْفَعَ الْفَرَسُ حَافِرَهَا عَنْ وَلَدِهَا خَشْيَةَ أَنْ تُصِيبَهُ . البخارى

Artinya: Dari Az Zuhri, telah mengabarkan kepada kami Sa'id bin Al Musayyib bahwa Abu Hurairah berkata; saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Allah menjadikan rahmat (kasih sayang) seratus bagian, maka dipeganglah disisi-Nya sembilan puluh sembilan bagian dan diturunkan-Nya satu bagian ke bumi. Dari yang satu bagian inilah seluruh makhluk berkasih sayang sesamanya, sehingga seekor kuda mengangkat kakinya karena takut anaknya akan terinjak olehnya." (HR. Bukhari, no. 5541).

 

Melalui hadis tadi dapat diperoleh informasi bahwa Allah menjadikan rahmat kasih sayang sebanyak seratus bagian. Namun Allah menyimpan yang sembilan puluh sembilan. Sementara Allah turunkan satu bagian ke bumi. Satu bagian yang turun ke bumi inilah seluruh makhluk berkasih sayang. Penggambaran kasih sayang oleh semua makhluk hingga pada seekor kuda yang mengangkat kakinya karena takut anaknya akan terinjak. Satu bagian saja mampu menjadikan makhluk di bumi berkasih sayang. Itu tadi kasih sayang pada semua makhluk, sementara kasih sayang terhadap saudara sesama muslim mestinya tampak pada kesehariannya. Dikatakan bahwa, tidak beriman seseorang diantara sesama saudara seiman, sehingga dia cinta untuk saudaranya sebagaimana dia cinta untuk dirinya sendiri. Bahkan tidak hanya bagi sesama saudara muslim, berkasih sayang itu kepada siapa saja termasuk kaum non muslim, atau makhluk Allah SWT lainnya seperti hewan, tumbuham, alam sekitar, dan sebagainya. Terkait saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air yang memeluk agama selain Islam, Alquran Surat Al Mumtahanah ayat 8 menerangkan sebagai berikut.

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ. الممتحنة

Artinya: Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil (QS. Al Mumtahanah: 8).

Melalui Alquran Surat Al Mumtahanah ayat 8 tadi, dijelaskan bahwa Allah tidak melarang kaum muslim untuk berbuat baik dan adil kepada sesama manusia selama tidak memerangi dalam urusan agama dan tidak mengusir dari kampung halaman. Pada ujung ayat juga ditekankan bahwa Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Selain itu di bangku sekolah, kita diajari tentang tri kerukunan umat beragama di dalam pergaulan umat beragama.

Adapun tri kerukunan umat beragama diantaranya adalah: (1) kerukunan intern umat beragama; (2) kerukunan antar umat beragama; dan (3) kerukunan umat beragama dengan pemerintah. Marilah konsep tri kerukunan umat beragama tersebut kita realisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Harapannya dengan usaha kita bersama sebagai warga negara Indonesia, dapat tercipta kerukunan lingkungan kita khususnya, dan umumnya diantara umat beragama, baik lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di kancah dunia.

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.

Marilah kita semua sebagai umat Islam mampu berpikir, bersikap, dan bertindak sebagaimana ajaran Agama Islam. Tidak akan baik seseorang yang tidak paham agama. Oleh karena itu, marilah kita semua memiliki sifat kasih sayang terhadap sesama manusia, ataupun makhluk hidup yang lainnya. Semoga sifat kasih sayang yang kita wujudkan mampu mendekatkan diri kepada Allah di sisa umur kita. Hal tersebut karena hanya kepada Allah-lah kita kembali. Semoga Allah SWT senantiasa memberi keamanan, ketentraman, kesehatan, kedamaian, dan kesejahteraan kepada kita semua. Semoga Allah mengakhiri masa pandemi Covid-19 ini, sehingga kita semua dapat beraktivitas seperti sedia kala. Semoga upaya kita semua mendapat rida dari Allah SWT. Marilah kita semua merapatkan barisan dan meluruskan niat hanya untuk mencari rida Allah SWT.
 
Penyampai: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd.

Friday, April 23, 2021

Kultum: Allah Menciptakan Segala Sesuatu Untuk Manusia


 

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Manusia hidup tidak terlepas dengan lingkungan. Manusia memanfaatkan apa yang ada di lingkungan untuk memenuhi segala kebutuhannya. Lingkungan menyediakan berbagai Sumber Daya Alam yang dapat dimanfaatkan manusia. Ketersediaan Sumber Daya Alam di lingkungan dapat memenuhi kebutuhan manusia yang sangat mendasar (basic needs), diantaranya adalah makanan dan minum, tempat tinggal, pakaian, sampai pada kebutuhan yang tertinggi, yaitu aktualisasi diri. Wujud aktualisasi diri manusia diantaranya adalah menjadi pengelola lingkungan yang baik. Adapun manusia sebagai pengelola lingkungan hendaknya bijaksana dalam memanfaatkan Sumber Daya Alam. Allah SWT berfirman,

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى اْلاَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوى اِلَى السَّمَآءِ فَسَوّيهُنَّ سَبْعَ سَموتٍ، وَ هُوَ بِكُلّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ. البقرة: 29

Artinya: Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. Al Baqarah: 29).

Melalui ayat tadi disebutkan bahwa (هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى اْلاَرْضِ جَمِيْعًا) yang artinya, Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu. Potongan ayat tadi mengandung suatu kaidah hukum, yaitu:

الْأَصْلُ فِى الْأَشْيَاءِ اَلْإِبَاحَةُ. اصول الفقه

Artinya: Asal segala sesuatu (masalah-masalah duniawi) itu dibolehkan (Ushul Fikih).

Firman Allah pada Surat Al Baqarah ayat 29 tadi menjadi dalil yang menunjukkan bahwa asal segala sesuatu yang diciptakan Allah itu adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan merubah kebolehannya. Tidak ada perbedaan antara makhluk, diantaranya hewan, tumbuhan, hingga mikroorganisme dan lainnya dari barang yang dapat diambil manfaatnya untuk manusia. Namun demikian dengan catatan bahwa asal saja tidak menjadikan madlarat atau membahayakan. Hal tersebut dikuatkan dengan firman Allah (جَمِيْعًا) yang artinya semuanya.

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Syaikh Ahmad Al Maraghi mengatakan terkait Surat Al Baqarah ayat 29 bahwa manusia dalam memanfaatkan apa yang ada di bumi dengan salah satu jalan diantara dua jalan. Adapun jalan yang dimaksud adalah: (1) Mengambil manfaat zat barang untuk keperluan hidup jasmaniyah, untuk menjadi makanan jasmani atau untuk kesenangan di dalam hidupnya; (2) Memperhatikan atau mengambil pelajaran dari adanya sesuatu yang tidak dapat diraih dengan panca indera lahir, orang lalu dapat mengambil petunjuk guna membuktikan kuasa dan keagungan Allah, Zat yang menciptakannya, dan menjadi makanan untuk rohaninya.

Kita dapat mengerti menurut asal, “Kebolehan mengambil manfaat barang-barang yang ada di bumi.” Namun demikian, seseorang tidak berhak mengharamkan apa-apa yang telah dibolehkan dan dihalalkan Allah, kecuali dengan ijin-Nya. Hal tersebut sebagaimana yang difirmankan Allah pada Surat Yunus ayat 59. Surat Al Baqarah ayat 29 menjadi landasan bahwa tiap-tiap sesuatu yang diciptakan Allah adalah berhukum boleh/ mubah, kecuali apabila ada dalil yang merubah kebolehannya itu menjadi haram atau makruh.   

Kebolehan mengambil manfaat barang-barang yang ada di bumi merupakan nikmat yang Allah berikan kepada manusia. Allah menganugerahkan nikmat kepada manusia, baik kaum muslim maupun non muslim. Hal tersebut karena dunia tidak ada nilainya di sisi Allah. Oleh karenanya, hendaknya kita sebagai seorang muslim tidak menjadikan nikmat dunia sebagai tujuan. Meskipun nikmat yang Allah berikan kepada manusia di bumi berupa Sumber Daya Alam yang melimpah, kita tidak menjadikan nikmat dunia sebagai tujuan. Dunia apabila dibandingkan dengan akhirat jauh berbeda. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

عَنْ قَيْسٍ قَالَ: سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا اَخَا بَنِى فِهْرٍ يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: وَاللهِ، مَا الدُّنْيَا فِى اْلاٰخِرَةِ اِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ اَحَدُكُمْ اِصْبَعَهُ هٰذِهِ (وَاَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ) فِى الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ. مسلم 4: 2193

Artinya: Dari Qais, ia berkata: Aku mendengar Mustaurid saudara dari Bani Fihr berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Demi Allah, tidaklah kehidupan dunia ini jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat, kecuali seperti salah seorang diantara kalian memasukkan jarinya ini ke dalam laut. (Yahya (perawi) sambil menunjukkan jari telunjuknya), maka lihatlah seberapa air yang menetes kembali" (HR. Muslim juz 4, hal. 2193).

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Melalui hadis tadi terdapat informasi bahwa kehidupan dunia ini jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat sangat jauh sekali. Hadis tadi memuat informasi perumpamaan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat seperti halnya memasukkan jari telunjuk ke dalam laut, maka air yang menetes dari jari sedikit sekali. Oleh karenanya, hendaknya kita tidak menjadikan nikmat dunia sebagai tujuan.

Nikmat dunia terhalang dinding kematian, artinya nikmat dunia tidaklah dibawa setelah mati. Nikmat dunia hendaknya kita gunakan untuk mencari rida Allah SWT. Sebagaimana yang kita tahu bahwa ada tiga hal yang mengikuti orang meninggal, yang dua akan kembali, sedangkan yang satu tetap menemaninya. Tiga hal yang mengikuti orang yang meninggal diantaranya keluarganya, hartanya, dan amalnya. Keluarga dan hartanya akan kembali, sedangkan amalnya akan tetap menemaninya. Oleh karenanya, marilah di sisa umur dan kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT, kita gunakan sebaik-baiknya untuk bertaubat dan menambah amal kebaikan untuk bekal hidup kita di akhirat.

Gunakan lima kesempatan sebelum datangnya lima kesempitan, yaitu: (1) Gunakan masa mudamu sebelum datang masa tuamu; (2) Gunakan masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu; (3) Gunakan masa kayamu sebelum datang masa fakir (miskin)mu; (4) Gunakan masa longgarmu sebelum datang masa sibukmu; (5) Gunakan masa hidupmu sebelum datang kematianmu. Selain itu, nikmat yang telah diberikan Allah bukanlah untuk yang dibangga-banggakan. Nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita hendaknya disyukuri dan dipergunakan di jalan yang tepat. Allah memang memberi banyak nikmat kepada kita, tetapi nikmat tersebut kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Hal tersebut sebagaimana firman Allah SWT,

ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ یَوْمَىِٕذٍ عَنِ ٱلنَّعِیمِ. التكاثر: 8

 


Artinya: Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)(QS. At-Takatsur: 8).

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Kita hendaknya sebagai manusia beriman mamanfaatkan nikmat yang Allah berikan sebaik-baiknya. Segala karunia telah Allah curahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia di dunia. Kita sebagai seorang muslim tidak menjadikan nikmat dunia sebagai tujuan. Meskipun nikmat yang Allah berikan kepada manusia di bumi berupa Sumber Daya Alam yang melimpah, kita tidak menjadikan nikmat dunia menjadi tujuan. Nikmat dunia hendaknya kita syukuri dan kita gunakan untuk mencari rida Allah SWT. Hal tersebut karena kelak nikmat yang Allah berikan kepada kita semua akan dimintai pertanggungjawaban.

Penyampai: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd.