Sunday, April 4, 2021

Kultum: Janganlah Mengikuti Hawa Nafsu

 


 

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Orang yang menerima kebenaran yang berasal dari Allah dan Rasulullah merupakan orang beriman. Orang yang beriman di dalam agama Islam disebut mukmin. Sementara orang mukmin itu iman terhadap rukun iman yang enam. Sementara orang yang mengingkari rukun iman yang enam disebut dengan orang kafir. Hal tersebut dijelaskan di dalam Alquran Surat Al Baqarah ayat 6 sampai 7 berikut. Allah berfirman,

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ، خَتَمَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ وَعَلٰى سَمْعِهِمْ ۗ وَعَلٰٓى اَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَّلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ. البقرة: 6 - 7

Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman (6). Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat (7). (QS. Al Baqarah: 6-7).

 

Melalui Alquran Surat Al Baqarah ayat 6 sampai 7, Mufasirin berbeda-beda pendapat dalam memahami tentang orang kafir. Pendapat-pendapat tersebut dapat dirumuskan menjadi tiga, yaitu:

1. Pendapat pertama, adanya orang kafir diperingatkan atau tidak diperingatkan sama saja tidak beriman. Hal tersebut karena mereka itu telah ditakdirkan oleh Allah menjadi orang-orang kafir. Allah mentakdirkannya dengan menutup hati, pendengaran dan penglihatan mereka. Bisa dikatakan bahwa, sejak awal memang mereka itu ditakdirkan menjadi orang kafir.

2. Pendapat kedua, ahli tafsir golongan kedua ini berpendapat bahwa orang kafir yang tidak mempedulikan seruan yang sampai kepada mereka. Hal tersebut berdampak pada ditutupnya hati dan pendengaran mereka oleh Allah, serta pada penglihatan mereka ada sumbat atau tabirnya.

3. Pendapat ketiga, orang kafir yang diperingatkan atau tidak diperingatkan sama saja tidak beriman. Hal tersebut karena memang hati dan pendengaran mereka telah tertutup, dan penglihatan mereka ada sumbatnya. Adapun sebab tertutupnya hati dan pendengaran mereka serta adanya sumbat pada penglihatan mereka itu disebabkan mereka selalu mempertuhankan hawa nafsu. Hal tersebut sebagaimana pada firman Allah dalam Surat Al Jasiyah (45) ayat 23.

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Setelah kita memperhatikan pendapat-pendapat ahli tafsir tadi, maka pendapat mufasir yang kedua dan ketiga itulah yang kuat dasarnya untuk dipegangi. Adapun pendapat pertama bertentangan dengan Alquran Surat Al A’raf ayat 172. Pada ayat tersebut berisi tentang kesaksian manusia terhadap pengakuan bahwa Allah adalah Tuhannya. Selain hal tersebut, pendapat pertama juga bertentangan dengan hadis berikut.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ. البخاري

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata; Nabi SAW bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. (HR. Bukhari, no. 1296).

Setelah kita mengetahui pendapat mufasirin tersebut, pendapat kedua dan ketiga yang bisa dipegangi. Kita perlu mengambil pelajaran bagi diri kita masing-masing. Hal tersebut karena sunnatullah (ketentuan-ketentuan Allah) itu berlaku pada setiap manusia. Pelajarannya adalah apabila kita tidak berhati-hati dan waspada, niscayalah sunnatullah yang berlaku atas orang-orang kafir itu pun akan berlaku pula terhadap diri kita masing-masing.

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Walaupun kita tergolong orang-orang Islam, tetapi apabila kita selalu mengikuti ajakan hawa nafsu dan tidak berusaha menekannya, bisa saja kita menjadi orang-orang yang mempertuhankan hawa nafsu. Bila mempertuhankan hawa nafsu, akan berlaku pula apa yang berlaku atas orang-orang kafir. Apa yang berlaku sebagaimana orang kafir yaitu ditutupnya hati dan pendengaran, serta timbulnya sumbat atau tabir pada penglihatan yang menutupi kebenaran. Hal tersebut mengakibatkan kita memandang yang hak itu batil dan memandang yang batil itu hak. Hawa nafsu menjadikan kita terhalang dari kebenaran. Oleh karenanya, perlu dalam diri kita memerangi hawa nafsu.

Pada hakikatnya memerangi hawa nafsu merupakan peperangan yang lebih besar dari peperangan apapun. Hal tersebut karena kita setiap saat mesti waspada melawan hawa nafsu kita masing-masing. Setiap saat hawa nafsu selalu menjauhkan manusia dari kebenaran kepada kebatilan dan dari kebaikan kepada kejahatan, dari kesopanan kepada kerendahan budi pekerti, dari keikhlashan kepada riya, dari tawaduk (merendahkan diri) kepada takabur (kesombongan), dan dari jalan yang terang kepada kegelapan. Hawa nafsu selalu mengajak kepada kejahatan. Allah SWT berfirman:

... اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ... يوسف: 53

Artinya: ... sesungguhnya hawa nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan... (QS. Yusuf: 53).

Melalui Alquran Surat Yusuf ayat 53, terdapat pelajaran bahwa hawa nafsu selalu menyuruh pada kejahatan. Sementara Allah akan menghukum orang-orang yang berlaku jahat. Hal tersebut dikarenakan orang-orang tersebut mempertuhankan hawa nafsu. Padahal kita tahu bahwa orang kafir pada dasarnya mempertuhankan hawa nafsu. Allah akan menghukum orang-orang kafir itu dengan hukuman yang berat. Perlu kita maklumi bahwa hukuman atau siksaan yang hakiki akan berlaku di akhirat.

Hukuman atau siksaan Allah di atas dunia tidak sebagaimana hukuman dan siksaan Allah di akhirat. Hal tersebut dikarenakan apapun yang berlaku di dunia tidak lepas dari sunnatullah (ketentuan ketentuan Allah pada alam) atau biasa disebut hukum sebab-akibat. Sedang hukuman/ siksa Allah di akhirat hanya akan menimpa orang-orang yang mengingkari berbagai tuntunan Allah yang dibawa oleh para nabi dan rasul. Tidak hanya itu, siksa Allah juga akan menimpa kepada mereka yang banyak berbuat durhaka di dunia.

Adapun di dunia ini tidak sedikit orang-orang yang berbuat baik, beriman, dan mengikuti petunjuk Allah, justru malah mendapat berbagai kesukaran dan penderitaan. Sebaliknya mereka yang ingkar kepada Allah dan banyak berbuat durhaka, justru malah terlihat serba cukup, serba senang, jaya, dan berkuasa. Apabila kenyataan semacam itu kita tanggapi semata-mata dengan pancaindera dan akal, niscaya tanggapan kita akan salah dan meleset, jauh dari kebenaran. Oleh sebab itulah dengan mempelajari Alquran, kita mendapat pengertian bahwa apa yang berlaku di dunia sangat jauh berbeda dengan yang berlaku di akhirat.

Memang penderitaan atau kesenangan di dunia ini berlaku menurut sunnatullah. Apabila seseorang memasuki sebab kesenangan dan kebahagiaan, niscaya ia akan senang dan bahagia. Demikian pula apabila seseorang memasuki sebab kemelaratan, penderitaan, dan kesengsaraan, ia juga akan melarat, menderita, dan sengsara. Hal tersebut berlaku baik bagi orang Islam maupun orang kafir. Begitulah Allah telah mengatur dengan peraturan yang berlaku yang disebut sunnatullah, atau biasa disebut hukum hukum sebab-akibat.

Melalui pemaparan tadi dapat dimengerti bahwa apabila seseorang memasuki sebab bahagia, kaya, berkuasa, dan sebagainya, pastilah ia bahagia, kaya, berkuasa dan sebagainya. Begitu pula apabila seseorang memasuki sebab celaka, ia pasti celaka. Sunnatullah tersebut berlaku bagi siapa saja, baik dia orang Islam maupun orang kafir.

Maasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Melalui penjelasan singkat tadi, kita berupaya untuk menjauhi perilaku syirik dengan mempertuhankan hawa nafsu. Adapun bila mempertuhankan hawa nafsu sebagaimana orang kafir, maka apa yang menimpa orang kafir berupa tertutupnya pengelihatan, pendengaran, dan hatinya. Padahal kita tahu bahwa sisksaan Allah terhadap orang kafir sangatlah berat. 

Demikian yang bisa saya sampaikan. Pengetahuan ini untuk menilai diri pribadi kita masing-masing dan bukan untuk menilai orang lain. Semoga bisa menjadi pengingat bagi diri saya dan bermanfaat bagi jamaah secara umum.  

 

Penyampai: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd.



No comments:

Post a Comment