Sunday, December 23, 2018

Kultum: Mengupayakan Kebersamaan Umat




Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.


Kita sudah di penghujung tahun 2018, untuk melihat diri kita yang sesungguhnya, marilah untuk pandai-pandai dalam mawas diri. Kita adalah umat Islam yang memegang teguh ajaran Islam yang datang dari Allah. 


Rasulullah SAW bersabda:
اَلْإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى. الدارقطني
Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.” [HR. Ad-Daruquthni (III/ 181 no. 3564), tahqiq Syaikh ‘Adil Ahmad ‘Abdul Maujud dan Syaikh ‘Ali Mu’awwadh, Darul Ma’rifah, th. 1422 H dan al-Baihaqy (VI/205) dari Shahabat ‘Aidh bin ‘Amr al-Muzany Radhiyallahu anhu. Lihat Irwaa-ul Ghalil (V/106 no. 1268) oleh Syaikh al-Albany rahimahullah]


Dengan demikian semestinya umat Islam menjadi umat yang terbaik. Umat Islam adalah orang-orang yang memeluk agama yang di ridai oleh Allah dan merupakan agama yang telah sempurna. Umat Islam-lah yang paham dan mengerjakan apa-apa yang telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, serta berbagai hal yang dilarang oleh Allah dan Rasulullah sekuat tenaga dijauhi. Agama Islam juga mengajarkan untuk senantiasa beriman kepada Allah serta mengerjakan kebajikan dan menjauhi kemungkaran. Allah telah berfirman di dalam surat Ali Imran ayat 110:


كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ ۗ ... . آل عمران: ١١۰
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah... . [QS. Ali Imran: 110]


Namun kenyataan berkata lain. Umat Islam saat ini jauh dan telah meninggalkan ke-Islam-an mereka. Sebab umat Islam saat ini jauh dengan kitab sucinya dan berbagai ketetapan dari Rasulullah. Meskipun mengaku sebagai umat Islam, tetapi tidak mendapat kebaikan Islam itu sendiri. Orang-orang mengaku sebagai umat Islam, tetapi tidak berpegang teguh kepada syariat Islam. Di lain sisi mereka juga merasa sebagai umat yang tebaik. Padahal mereka tertipu dengan angan-angan yang kosong.  


Allah SWT berfirman:
لَّيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ ... . النساء: ١٢٣
Pahala dari Allah itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong ... . [QS. An Nisa: 123]


Mereka memperoleh kebatilan yang dipoles seolah-olah nampak baik dan benar. Persangkaan atas sesuatu yang kiranya dianggap baik tetapi hal itu bukan merupakan hak di sisi Allah adalah perbuatan sia-sia dan bahkan akan berujung dosa. Allah SWT telah berfirman didalam Surat Al Kahfi ayat 103-104:


قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمٰلًا .الكهف:١۰٣
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى الْحَيَوٰةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا .الكهف:١۰٤
Katakanlah (Muhammad), “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” [QS. Al Kahfi: 103]
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan di dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya [QS. Al Kahfi: 104]


Oleh sebab itu marilah kita sadari bersama segala kekurangan dan kelemahan kita untuk segara diperbaiki. Janganlah timbul sifat sombong diantara kita bahwa mayoritaslah yang pasti menang, yang banyak bolo-nya yang akan berkuasa. 


Di dalam era modern ini kualitas sangat menentukan kemenangan dalam persaingan. Al Qur’an di dalamnya telah terdapat gambaran  pada Surat At Taubah ayat 25. Penjelasan dari ayat tersebut bahwa yang banyak tidak memberikan manfaat sedikitpun karena congkak. Kaum muslimin pada peristiwa perang Hunain memiliki pasukan tentara yang sangat banyak, yakni 12000 prajurit. Sedangkan orang kafir hanya memiliki pasukan 4000 prajurit yang tentunya lebih sedikit dari kaum muslimin.


Perbedaan jumlah tersebut membuat kaum muslim merasa bangga karena dengan jumlah yang banyak pasti tidak akan terkalahkan. Namun pada kenyataannya, tentara kaum muslimin dipukul mundur oleh tentara orang-orang kafir. Seolah-olah dengan jumlah yang banyak, harta serta persiapan perang yang matang itu tidak berguna. Sampai-sampai terasa bagi mereka bahwa bumi yang luas terasa sempit sehingga menyebabkan mereka lari ke belakang dalam keadaan bercerai-berai.


Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.


Pada era sekarang ini yang kita butuhkan adalah kesadaran penuh dari umat bahwa kita ini masih jauh dari kata kuat. Melalui kesadaran ini kita berharap akan tumbuh semangat untuk berbenah dan senantiasa memperbaiki diri. Kita menyadari bahwa seluruh kekuatan itu milik Allah SWT. Kita tidak akan mendapatkannya melainkan bila kita kembali ke jalan Allah SWT. Tidak ada kemenangan kecuali dengan kekuatan, tidak ada kekuatan kecuali dengan persatuan, tidak ada persatuan kecuali dengan keutamaan (akhlak), tidak ada keutamaan kecuali dengan agama, tidak ada agama kecuali yang sesuai dengan kitab dan sunnah. Oleh sebab itu perlu perhatian kita bersama untuk senantiasa berbenah dan memperbaiki diri ditengah keterpurukan yang melanda umat Islam.


Keterpurukan yang merupakan ketertinggalan umat Islam sekarang ini adalah bukan karena umat lain lebih maju, melainkan kurang sadarnya umat Islam itu sendiri. Kurang sadarnya umat Islam diantaranya adalah memilih jalan hidup yang tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah. Perwujudan jalan yang tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah diantaranya banyak pemuka umat yang berperilaku seperti para pemuka agama Yahudi dan Nasrani. Mereka mencampurkan antara yang hak dan yang batil. Lalu menyembunyikan sebagian yang hak dengan alasan keduniawian semata. Padahal Allah telah memberi peringatan di dalam surat Al Baqarah ayat 42:


وَلَا تَلْبِسُوا۟ الْحَقَّ بِالْبٰطِلِ وَتَكْتُمُوا۟ الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ. البقرة :٤٢
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil, dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui [Al Baqarah: 42].


Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.


Sebagai akibat pencampuradukan yang hak dan yang baitil adalah tidak ada kejelasan mana yang hak dan yang batil, mana yang haram dan mana yang halal. Kebenaran semestinya disampaikan dengan jelas, tegas, dan benar. Tetapi seakan-akan jadi kabur dan samar-samar. Keterpurukan juga dibarengi umat Islam yang enggan mempelajari kebenaran yang langsung pada sumbernya, yaitu Al Qur’an dan Sunnah.


Dampak yang ditimbulkan karena dalam beragana seperti orang-orang Yahudi maupun Nasrani yang begitu taqlid buta kepada apa yang menjadi ketetapan pemuka agama mereka. Kita sebagai seseorang muslim seharusnya berpegang teguh pada Al Qur’an dan Sunnah. 


اِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا مَسَكْتُمْ بـِهِمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ. مالك، فى الموطأ 2: 899
Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Kutinggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu: Kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya". [HR. Malik dalam Al-Muwaththa’ juz 2, hal. 899]


Oleh sebab itu, agar kita selamat adalah dengan berpegang teguh pada Al Qur’an dan Sunnah. Bila kita berpegang pada Al Qur’an dan Sunnah tidak akan mungkin tersesat. Kita seharusnya tidak mengikuti pendapat kyai, ustadz, dukun, pemimpin spiritual, atau bahkan lingkungan yang tidak merujuk pada Al Qur’an dan Sunnah. Pendapat-pendapat mereka yang tidak merujuk pada Al Qur’an dan Sunnah merupakan mitos, tradisi yang tidak baik, atau pendapat umumnya manusia yang tidak belajar Al Qur’an dan Sunnah. Padahal di dalam Surat Al An’am ayat 116 telah menegaskan:


وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِى الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللهِ ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ. الأنعام:١١٦
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) [QS. Al An’am:  116].


Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.


Berdasarkan pemaparan tadi bisa kita petik pelajaran bahwa untuk mendapatkan kembali kekuatan dan kejayaan umat Islam, setidaknya ada lima tangga yang harus dilalui. Tangga-tangga itu dimulai dengan mempelajari Al Qur’an dan Sunnah lalu mengamalkannya sehingga terwujudlah cara beragama sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan Rasulullah. Bila semua itu sudah dilaksanakan, maka secara otomatis terjadi perbaikan moral umat yang akhlakul karimah. Melalui moral yang akhlakul karimah terbangunlah persaudaraan sehingga terwujudlah persatuan yang mendatangkan kekuatan.

Wednesday, December 19, 2018

Malaikat dan Bahan Bakar Jahanam



Tulisan ini masih ada kaitannya dengan pembahasan artikel sebelumnya pada surat At Tahrim ayat 6. Allah SWT berfirman, {وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ}Yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” Lafazh waquud artinya kayu bakar, yakni kayu bakar Neraka dimana tubuh manusia akan dilemparkan kepadanya.


Firman Allah SWT, {وَالْحِجَارَةُ} “Dan batu”. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengannya adalah berhala-berhala yang pernah disembah. Hal tersebut berdasarkan firman Allah SWT, {إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ}  Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah umpan Jahannam” (QS. Al Anbiyaa’: 98), Ibnu Mas’ud, Mujahid, Abu Ja’far al-Baqir dan as-Suddi berkata, “Itu adalah batu belerang”. Mujahid menambahkan, “Lebih busuk dari bangkai” (Ath-Thabari, I/381).


Firman Allah SWT,} ئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ عَلَيْهَا مَلٰٓ} “Penjaganya Malaikat-malaikat yang kasar, yang keras”, yakni berperangai kasar karena mungkian kasih sayang di hati mereka telah dicabut untuk orang-orang kafir. Firman-Nya, { شِدَادٌ} “Yang keras”, yakni postur mereka sangat keras, besar dan menakutkan.


Firman Allah SWT, {لَّا يَعْصُونَ اللَّـهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ }Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”, yakni segera melaksanakan perintah Allah tanpa ditunda-tunda bahkan sekehap pun. Mereka mampu melakukannya dan tidak lemah ketika menjalankannya. Mereka adalah Malaikat Zabaniyah. Semoga Allah melindungi kita dari kebengisan malaikat tersebut.

Wallahu A’lam.