Sunday, November 26, 2017

Kultum: Bahaya Lisan





Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Manusia dalam kehidupan sehari-hari saling berinteraksi antara satu dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Fenomena tersebut membuat ilmuwan terdahulu yaitu Aristoteles berpendapat bahwa manusia adalah makhluk zoon politicon, yang maksudnya manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Interaksi bisa diartikan suatu tindakan yang terjadi bila dua pihak atau lebih manusia saling mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. 

Pada pengertian lain, interaksi merupakan suatu peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, yang kemudian berkomunikasi satu sama lain. Masyarakat pada umumnya berkomunikasi secara lisan atau verbal yang mudah dimengerti. Komunikasi sendiri artinya adalah suatu proses penyampaian informasi baik pesan, ide, dan gagasan dari satu pihak ke pihak lain. Dalam penyampaian informasi, manusia acap kali kebablasan sehingga timbullah berbagai informasi yang tidak benar dan tidak patut untuk disebarluaskan.

Berbagai persitiwa kebablasan dalam penyampaian informasi berdampak bagi seseorang, kelompok atau pihak-pihak tertentu. Dalam koridor Islam, hal tersebut telah diatur supaya manusia tidak terpeleset menjadi orang yang dhalim. Sebab Islam tidak hanya mengatur urusan beribadah tetapi juga termasuk didalamnya adalah bermuamalah. Dengan demikian, dalam bermuamalah kita perlu memperhatikan rambu-rambu dari Alloh SWT dan Rasulullah SAW. Sehingga pada suatu pertemuan kita mampu menghindari pembicaraan yang berupa suudzon, tajassus, ghibah, dan namimah. Perintah tersebut disebutkan dalam Al Quran Surat Al Hujurat (49) ayat 11:

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِالْأَلْقٰبِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum memperolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang memperolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (memperolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang memperolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim. [QS. Al-Hujurat : 11]

Dalam ayat tersebut telah tertulis jelas bahwa kita dilarang untuk mengolok-olok orang lain karena bisa jadi mereka lebih baik dari kita dan perintah untuk tidak mencela diri sendiri serta memanggil orang lain dengan panggilan yang buruk. Agar kita tidak termasuk orang-orang yang dhalim, maka perlu kita ketahui bersama apa itu suudzon, tajassus, ghibah, dan namimah.

1.    Suudzon
Suudzon artinya adalah prasangka buruk. Berbagai prasangka buruk terhadap orang lain sering kali bersemayam di hati. Sebagian besarnya, tuduhan itu tidak dibangun di atas tanda atau bukti yang cukup. Sehingga yang terjadi adalah asal tuduh kepada saudaranya. Berbagai prasangka terlintas didalam pikiran misalnya, si A begini, si B begitu, si C demikian, si D demikian dan demikian. Parahnya, persangkaan tersebut tiada berdasar dan tidak beralasan. Memang semata-mata sifat suka curiga dan penuh sangka seseorang kepada orang lain, lalu membiarkan zhan (dugaan) tersebut bersemayam di dalam hati dan bahkan membicarakan serta menyampaikannya kepada orang lain. Padahal suudzon kepada sesama kaum muslimin tanpa ada alasan/ bukti merupakan perkara yang terlarang.
Larangan tersebut tertuang dalam Surat Al-Hujurat (49) ayat 12 sebagai berikut:

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ اجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا۟ اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebahagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu mempergunjingkan sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [QS. Al-Hujurat : 12]

Dan dalam hadits Rasulullah SAW disebutkan:

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِيَّاكُمْ وَ الظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ اْلحَدِيْثِ. وَ لاَ تَحَسَّسُوْا وَلاَ تَجَسَّسُوْا وَلاَ تَنَافَسُوْا وَلاَ تَحَاسَدُوْا وَ لاَ تَبَاغَضُوْا وَ لاَ تَدَابَرُوْا، وَ كُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ اِخْوَانًا. مسلم 4: 1985
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Jauhkanlah diri kalian dari berprasangka (buruk), karena prasangka (buruk) itu adalah sedusta-dusta perkataan (hati), janganlah kalian mendengar-dengarkan (pembicaraan orang lain) dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, janganlah kalian bersaing yang tidak sehat, janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling membenci dan janganlah saling membelakangi. Dan jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”. [HR. Muslim juz 4, hal. 1985]

2.    Tajassus
Tajassus merupakan mencari-cari kesalahan orang lain, terutama yang terus ingin dicari aibnya adalah orang-orang beriman. Larangan tajassus sudah termaktub dalam Surat Al-Hujurat (49) ayat 12 dan hadist tadi. Allah SWT melarang kita untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Entah itu dengan menyelidikinya secara langsung atau dengan bertanya kepada temannya. Tajassus biasanya merupakan kelanjutan dari prasangka buruk sebagaimana yang Allah SWT dan Rasulullah larang dalam beberapa kalimat sebelum pelarangan sikap tajassus.

3.    Ghibah
Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, baik tentang agama, kekayaan, akhlak, atau bentuk lahiriyahnya, sedang seseorang tersebut tidak suka bila hal itu disebutkan. Hal tersebut dilakukan dengan cara membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok. Banyak orang meremehkan masalah ghibah, padahal ghibah adalah sesuatu yang keji dan kotor. Pengertian ghibah terdapat pada hadist berikut:

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اَ تَدْرُوْنَ مَا اْلغِيْبَةُ؟ قَالُوْا: اَللهُ وَ رَسُوْلُهُ اَعْلَمُ. قَالَ: ذِكْرُكَ اَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ. قِيْلَ: اَفَرَأَيْتَ اِنْ كَانَ فِى اَخِى مَا اَقُوْلُ؟ قَالَ: اِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَ اِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ. مسلم 4: 2001
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda (kepada para shahabatnya), “Tahukah kalian apakah ghibah itu?”. Para shahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau bersabda, “(Ghibah) ialah kamu menyebut tentang saudaramu dengan apa-apa yang dia tidak suka”. Ada yang bertanya kepada beliau, “Bagaimana pendapat engkau jika keadaan saudaraku itu memang betul-betul seperti apa yang aku katakan?”. Rasulullah SAW bersabda, “Jika keadaan saudaramu itu betul seperti apa yang kamu katakan, maka sungguh kamu telah berbuat ghibah kepadanya. Dan jika (apa yang kamu katakan itu) tidak ada padanya, maka berarti kamu telah berbuat buhtan (kebohongan) kepadanya”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2001]

4.    Namimah
Namimah adalah mengutip suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu domba antara seseorang dengan si pembicara. Alloh tidak suka kepada orang yang menyebarkan berita yang dasarnya hanya "katanya dan katanya" untuk tujuan adu domba, dan Allah SWT berfirman:

وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِينٍ. هَمَّازٍ مَّشَّآءٍۭ بِنَمِيمٍ. مَّنَّاعٍ لِّلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ. عُتُلٍّۭ بَعْدَ ذٰلِكَ زَنِيمٍ.

Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian-kemari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu yang terkenal kejahatannya. [QS. Al-Qalam (68): 10-13].

Orang yang melakukan namimah tidak akan masuk surga. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadist berikut:

عَنْ هَمَّامِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ: كُنَّا جُلُوْسًا مَعَ حُذَيْفَةَ فِى الْمَسْجِدِ. فَجَاءَ رَجُلٌ حَتَّى جَلَسَ اِلَيْنَا. فَقِيْلَ لِحُذَيْفَةَ: اِنَّ هَذَا يَرْفَعُ اِلَى السُّلْطَانِ اَشْيَاءَ. فَقَالَ حُذَيْفَةَ اِرَادَةَ اَنْ يُسْمِعَهُ: رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ. مسلم 1: 101
Dari Hammam bin Harits, ia berkata: Dahulu ketika kami sedang duduk bersama Hudzaifah di masjid, datanglah seorang laki-laki ikut duduk diantara kami, lalu dikatakan kepada Hudzaifah, “Sesungguhnya orang ini suka melaporkan omongan-omongan kepada penguasa”. Maka Hudzaifah berkata agar didengar orang tersebut: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka berbuat namimah”. [HR. Muslim juz 1, hal 101]

Oleh sebab itu kita sebagai kaum muslim semestinya berhati-hati dalam berinteraksi. Jangan hanya karena miskomunikasi, umat jadi terpecah belah. Kita sebagai umat Islam diperintahkan untuk taat kepada Alloh dan Rasul-Nya, serta tidak berbantah-bantahan karena justru akan memperlemah umat. Hal tersebut sebagaimana dalam surat Al Anfaal (8) ayat 46: 

وَأَطِيعُوا۟ اللَّـهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنٰزَعُوا۟ فَتَفْشَلُوا۟ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوٓا۟ ۚ إِنَّ اللَّـهَ مَعَ الصّٰبِرِينَ.
Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. [QS. Al-Anfaal : 46]

Seorang muslim merupakan saudara bagi muslim lainnya. Hal tersebut dijelaskan dalam surat Al-Hujurat (49) ayat 10:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا۟ اللَّـهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ.
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. [QS. Al-Hujurat: 10]