Keberagaman ras, suku, agama dan golongan masyarakat di Indonesia merupakan sesuatu hal yang lazim di negara kepuluaan. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki perbedaan antar suku yang mendiami satu pulau dengan pulau lain atau berada di satu kawasan berbeda-beda budayanya. Menurut penelitian Badan Pusat Statistik melalui survei penduduk yang di lakukan tahun 2010, di Indonesia terdapat 1.128 suku bangsa. Struktur dan komposisi penduduk Indonesia berdasarkan kelompok suku bangsa pada Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa Suku Jawa yang berasal dari Pulau Jawa bagian tengah hingga timur merupakan kelompok suku terbesar dengan populasi sebanyak 85,2 juta jiwa atau sekitar 40,2 persen dari populasi penduduk Indonesia. Secara ringkas, penyebab keberagaman di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya sebagai berikut: (1) Letak strategis wilayah Indonesia; (2) Kondisi negara kepulauan; (3) Perbedaan kondisi alam; (4) Keadaan transportasi dan kumunikasi; (5) Penerimaan masyarakat terhadap perubahan.
Keberagaman suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki banyak manfaat. Adapun manfaat keberagaman budaya bagi suatu bangsa dapat dilihat dari berbagai macam aspek, yakni ekonomi dan sosial. Pada aspek ekonomi, manfaat keberagaman budaya menjadi aset kekayaan bangsa. Secara keseluruhan, keberagaman budaya merupakan identitas negara. Oleh karenanya, seluruh warga negara sudah semestinya punya andil yang besar dalam mengetahui, mempelajari, dan mengembangkan persatuan bangsa. Hal tersebut merupakan wujud komitmen terhadap semangat persatuan dalam konteks NKRI, serta tetap bergerak dalam koridor persatuan dan kesatuan melalui berbagai kegiatan yang membangun. Cara menghargai keragaman di masyarakat misalnya tidak menghina kebudayaan lain, merasa ikut memiliki, dan ikut melestarikan kebudayaan daerah yang hampir punah. Oleh karena itu persatuan dan kesatuan sangat penting untuk mewujudkan cita-cita negara yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila serta komitmen untuk menjadikan Negara yang maju, bermartabat dan berwibawa. Upaya menghargai keragaman di masyarakat diantaranya tidak menghina kebudayaan lain, merasa ikut memiliki, dan ikut melestarikan kebudayaan daerah. Adapun kebudayaan daerah merupakan sumber kebudayaan nasional. Bentuk-bentuk kebudayaan Indonesia meliputi bahasa daerah, rumah tradisional, paiakian adat, dan kesenian daerah. Sementara itu, bentuk-bentuk keberagaman kesenian daerah meliputi tari-tarian, alat musik, lagu-lagu, dan upacara daerah. Berikut ini beberapa contoh keberagaman adat kebudayaan di Indonesia.
Kebudayaan Suku Baduy
Suku Baduy merupakan salah satu penduduk asli daerah Banten, Jawa barat. Letaknya berada di kaki pegunungan Kendeng, Desa Kenkes, Kecamatan Lauwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Baduy merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat luar dan berawal dari sebutan para peneliti. Peneliti menyamakan mereka dengan kelompok masyarakat yang berpindah atau nomaden. Pada sejarahnya kata “Baduy” diberikan oleh pemerintahan kesultanan Banten. Penamaan itu terjadi ketika masyarakat asli Banten enggan menerima ajaran agama Islam dan justru mereka menolak. Hal tersebut mengakibatkan mereka diasingkan ke daerah pedalaman. Namun demikian, Suku Baduy lebih senang dengan sebutan “urang kenakes” yang mempunyai makna orang Kenakes berdasarkan asal daerah mereka yang tinggal di Kenakes. Masyarakat Suku Baduy terkenal benar-benar menjaga adat istiadat dan sangat mencintai alam sekitarnya. Oleh karenanya, Suku Baduy sangat sadar bahwa mereka hidup berdampingan dengan alam. Banyak diantaranya ajaran Suku Baduy yang berupa larangan dan bila diabaikan akan terkena hukum alam.
Kelompok masyarakat Suku Baduy dibagi menjadi dua kelompok masyarakat, yaitu kelompok Baduy dalam atau kelompok Tangtu dan kelompok Baduy luar atau sering disebut kelompok masyarakat Panamping. Kelompok Tangtu merupakan kelompok Baduy dalam yang bertempat tinggal di pedalaman hutan yang letaknya masih terisolir dan belum masuk kebudayaan luar. Suku Baduy dalam paling patuh pada hukum adat berupa aturan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh kepala adat. Masyarakat Baduy dalam terdiri dari tiga wilayah penyebaran yaitu di kampung Cibeo, Cikartawan, dan Cikeusik. Ciri khas yang dimiliki oleh masyarakat Suku Baduy dalam adalah dari pakaianya yang masih memakai pakaian berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih dan golok. Sementara itu, masyarakat Baduy Luar mempunyai ciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Suku Baduy Luar biasanya sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. Selain itu mereka juga sudah mengenal kebudayaan luar, seperti bersekolah dan menggunakan uang. Umumnya masyarakat Baduy luar tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, yang letaknya mengelilingi wilayah tinggal Baduy dalam. Demi terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, masyarakat Suku Baduy memiliki mata pencaharian.
Mata pencaharian masyarakat Baduy pada umumnya adalah bertani, terutama bertani padi huma. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka cari di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan dan kemudian menjual buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan. Sebagai tanda kepatuhan dan pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan “tradisi seba” yang rutin diadakan satu tahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten. Melalui hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan penduduk luar.
Upacara Ngaben di Bali
Ngaben merupakan upacara pembakaran jenazah. Upacara Ngaben merupakan warisan leluhur dan telah dilakukan sejak ratusan tahun silam di Bali. Masyarakat Hindu Bali percaya bahwa dengan membayar jenazah, roh leluhur menjadi suci dan mereka bisa beristirahat dengan tenang. Upacara Ngaben membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Hal tersebut dikarenakan upacara Ngaben melibatkan orang dalam jumlah besar dan panggung pembakaran. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat Bali yang kurang mampu biasanya mesti menunggu selama beberapa saat agar dapat melakukan Ngaben secara bersama-sama. Biaya upacara terasa lebih ringan apabila ditanggung oleh beberapa keluarga.
Pesta Batu Bakar di Papua
Pesta batu bakar merupakan salah satu perayaan yang dilakukan oleh suku Dani di Papua. Pesta tersebut biasa diselenggarakan untuk merayakan pernikahan, kelahiran, maupun merayakan kemenangan suatu perang. Pada pesta tersebut, masyarakat Suku Dani akan memasak berbagai jenis makanan mulai dari umbi-umbian hingga babi untuk dikonsumsi secara bersama-sama. Bahan-bahan makanan yang dimasak akan dimasukkan ke dalam lubang yang berisi batu dan dedaunan. Nantinya makanan tersebut akan dibagikan ke seluruh penduduk desa. Ketika memulai proses pembakaran, suku Dani menyalakan api secara tradisional yaitu dengan menggosok batu hingga timbul percikan api.
Rendang, Cara Memasak Khas Minangkabau
Rendang merupakan makanan khas Minangkabau. Sementara merendang adalah proses memasak. Bahan masakan rendang bisa berupa daging sapi, telor, daging ayam bahkan sayuran. Namun, yang paling terkenal adalah rendang dari daging sapi. Rendang biasanya disajikan di berbagai upacara adat dan perhelatan istimewa. Rendang adalah masakan daging bercita rasa pedas yang menggunakan campuran dari berbagai bumbu dan rempah-rempah, dimasak dengan menggunakan santan kelapa.
Angklung, Alat Musik Bambu dari Jawa Barat
Angklung adalah alat musik tradisional yang banyak tumbuh dan berkembang di Jawa Barat. Angklung terbuat dari bambu. Angklung merupakan alat musik yang bernada ganda, cara memainkan alat musik ini cukup mudah yaitu dengan cara digoyangkan. Angklung terkenal karena untuk memainkannya secara bersama-sama dalam kelompok. Cara memainkan angkung, menuntut kekompakan dan kerjasama.
Catatan:
Sebagai latihan, selesaikan soal latihan pada buku PR Tema 6 & 7 halaman 23 hingga 24 yang A dan B. Kerjakan di buku PR Tema 6 & 7 kalian masing masing ya!
No comments:
Post a Comment