Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah menutup aurat. Manusia menutup aurat dengan pakaian. Perintah menutup aurat bagi anak Adam atau manusia itu datangnya dari Allah. Hal tersebut sebagai penanda pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Lalu bagaimana pembahasannya? Oleh karenanya pada kesempatan kali ini membahas tentang mengenakan campuran wol dan sutra.
A. Riwayat Tentang Mengenakan Campuran Wol dan Sutra
Terdapat beberapa riwayat yang menerangkan mengenai ketentuan tentang mengenakan campuran wol dan sutra. Ketentuan tersebut terdapat dalam beberapa riwayat yang ada sebagai berikut.
Hadis Ke-1
سنن أبي داوود ٣٥٢٠: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْأَنْمَاطِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الرَّازِيُّ ح و حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الرَّازِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي أَخْبَرَنِي أَبِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ سَعْدٍ قَالَ: رَأَيْتُ رَجُلًا بِبُخَارَى عَلَى بَغْلَةٍ بَيْضَاءَ عَلَيْهِ عِمَامَةُ خَزٍّ سَوْدَاءُ، فَقَالَ: كَسَانِيهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. هَذَا لَفْظُ عُثْمَانَ وَالْإِخْبَارُ فِي حَدِيثِهِ.
Artinya: Sunan Abu Daud nomor 3520: Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Muhammad Al Anmathi Al Bashari berkata: telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Abdullah Ar Razi. Dalam jalur lain disebutkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin 'Abdurrahman Ar Razi berkata: telah menceritakan kepada kami Bapakku berkata: telah mengabarkan kepadaku bapakku Abdullah bin Sa'd dari Bapaknya Sa'd ia berkata: Di Bukhara aku melihat seorang laki-laki di atas bighal putih mengenakan imamah (semacam serban yang lilitkan pada kepala) hitam bersulam sutra, laki-laki itu lantas berkata: "Rasulullah SAW mengenakanku imamah ini." Ini adalah lafal Utsman dalam hadisnya.
Keterangan: Terdapat rawi yang tidak diketahui pasti namanya serta rekam jejaknya, yaitu seorang laki-laki di Bukhara (belum jelas statusnya sebagai sahabat). Oleh sebab itu, hadis tersebut mursal. Al Albani mengkategorikan dalam dla’iful isnad. Sedangkan Abu Thahir Zubair ‘Ali Zai mengkategorikan dalam hadis daif/ lemah.
Hadis Ke-2
مسند أحمد ٢٧٩٩: حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي خُصَيْفٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ وَعَنْ عِكْرِمَةَ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ: إِنَّمَا نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الثَّوْبِ الْحَرِيرِ الْمُصْمَتِ فَأَمَّا الثَّوْبُ الَّذِي سَدَاهُ حَرِيرٌ لَيْسَ بِحَرِيرٍ مُصْمَتٍ فَلَا نَرَى بِهِ بَأْسًا، وَإِنَّمَا نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُشْرَبَ فِي إِنَاءِ الْفِضَّةِ.
Artinya: Musnad Ahmad nomor 2799: Telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah mengabarkan kepadaku Khushaif dari Sa'id bin Jubair dari Ikrimah mantan budak Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas bahwasanya ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang mengenakan pakaian yang terbuat dari sutra murni. Adapun pakaian yang berornamen sutra bukanlah sutra murni, sehingga menurut kami itu tidak apa-apa. Dan sebenarnya Nabi SAW telah melarang minum dari bejana perak.
Keterangan: Terkait rawi Khushaif bin 'Abdur Rahman merupakan tabi'in kalangan biasa. Ia wafat tahun 137H. Komentar ulama tentangnya di antaranya Ahmad bin Hambal mengatakan: dla'iful hadits; Yahya bin Ma'in mengatakan: shalih: Abu Zur'ah mengatakan: tsiqah; As Saaji mengatakan: shaduuq; Ya'qub bin Sufyan mengatakan: la ba`sa bih; Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: shaduuq jelek hafalannya; Adz Dzahabi mengatakan: shaduuq jelek hafalannya.
Hadis Ke-3
سنن ابن ماجه ٣٥٨٦: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ عَنْ أَبِي فَاخِتَةَ حَدَّثَنِي هُبَيْرَةُ بْنُ يَرِيمَ عَنْ عَلِيٍّ، أَنَّهُ أُهْدِيَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُلَّةٌ مَكْفُوفَةٌ بِحَرِيرٍ إِمَّا سَدَاهَا وَإِمَّا لَحْمَتُهَا فَأَرْسَلَ بِهَا إِلَيَّ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَصْنَعُ بِهَا أَلْبَسُهَا قَالَ لَا وَلَكِنْ اجْعَلْهَا خُمُرًا بَيْنَ الْفَوَاطِمِ.
Artinya: Sunan Ibnu Majah nomor 3586: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdurrahim bin Sulaiman dari Yazid bin Abu Ziyad dari Abu Fakhitah, telah menceritakan kepadaku Hubairah bin Yarim dari Ali, bahwa telah dihadiahkan pakaian yang terbuat dari sutra kepada Rasulullah SAW, yaitu yang panjang atau lebar kainnya bersulam sutra. Kemudian beliau mengirimnya kembali kepadaku, lantas kudatangi beliau seraya berkata: "Wahai Rasulullah, apa yang harus kuperbuat dengannya? Apakah aku boleh mengenakannya?" Beliau menjawab: "Tidak, akan tetapi buatlah kerudung untuk para Fatimah."
Keterangan: Maksud para Fatimah yaitu Fatimah binti Rasulullah SAW, Fatimah binti Asad (Ibunya Ali) dan Fatimah binti Hamzah. Terkait rawi yang bernama Yazid bin Abi Ziyad merupakan tabi'in kalangan biasa. Ia wafat tahun 136H. Komentar ulama tentangnya di antaranya Yahya bin Ma'in mengatakan: laisa bi qowi; Abu Zur'ah mengatakan: layyin; Abu Hatim mengatakan: laisa bi qowi; Ibnu Sa'd mengatakan: dla'if; Ibnu Qani' mengatakan: dla'if; An Nasa'i mengatakan: laisa bi qowi; Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: dla'if; Adz Dzahabi mengatakan: "shaduuq, syi'ah". Imam Muslim meriwayatkan darinya sekitar 1 hadis meskipun dalam hadis Imam Muslim tersebut melalui banyak periwayatan dengan pembahasan dan/atau redaksi berbeda.
Hadis Ke-4
مسند أحمد ١٦٢٣٧: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا أَبُو الْمُعْتَمِرِ عَنِ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ مُعَاوِيَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَرْكَبُوا الْخَزَّ وَلَا النِّمَارَ. قَالَ ابْنُ سِيرِينَ وَكَانَ مُعَاوِيَةُ لَا يُتَّهَمُ فِي الْحَدِيثِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبُو عَبْد الرَّحْمَنِ يُقَالُ لَهُ الْحَبَرِيُّ يَعْنِي أَبَا الْمُعْتَمِرِ وَيَزِيدُ بْنُ طَهْمَانَ أَبُو الْمُعْتَمِرِ هَذَا.
Artinya: Musnad Ahmad nomor 16237: Telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Al Mu'tamir dari Ibnu Sirin dari Mu'awiyah berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kalian menaiki kendaraan yang ada padanya kain campuran sutra dan wol, dan kulit harimau". Ibnu Sirin berkata: Mu'awiyah tidak diragukan dalam hadisnya dari Nabi SAW. Abu Abdurrahman berkata: dikatakan di dalamnya adalah Al Habari yaitu Abu Al Mu'tamir dan Yazid bin Thahman, alias Abu Al Mu'tamir.
Hadis Ke-5
سنن أبي داوود ٣٥٢١: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ نَجْدَةَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ بَكْرٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَطِيَّةُ بْنُ قَيْسٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ غَنْمٍ الْأَشْعَرِيَّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو عَامِرٍ أَوْ أَبُو مَالِكٍ وَاللَّهِ يَمِينٌ أُخْرَى مَا كَذَّبَنِي، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْخَزَّ وَالْحَرِيرَ وَذَكَرَ كَلَامًا قَالَ يُمْسَخُ مِنْهُمْ آخَرُونَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. قَالَ أَبُو دَاوُد وَعِشْرُونَ نَفْسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ أَكْثَرُ لَبِسُوا الْخَزَّ مِنْهُمْ أَنَسٌ وَالْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ.
Artinya: Sunan Abu Daud nomor 3521: Telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab bin Najdah berkata: telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Bakr dari 'Abdurrahman bin Yazid bin Jabir ia berkata: telah menceritakan kepada kami Athiyah bin Qais ia berkata: Aku mendengar 'Abdurrahman bin Ghanm Al Asy'ari ia berkata: telah menceritakan kepadaku Abu Amir atau Abu Malik, demi Allah ia tidak mendustaiku bahwasanya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Benar-benar akan ada dari umatku orang-orang yang menghalalkan sutra." Lalu ia menyebutkan redaksi lain, beliau bersabda: "Salah seorang dari mereka diubah menjadi kera dan babi hingga hari kiamat." Abu Dawud menyebutkan: Ada dua puluh orang atau lebih dari sahabat Rasulullah SAW mengenakan sutra, salah seorang di antara mereka adalah Anas dan Al-Bara bin Azib.
B. Penjelasan Singkat
Kitab Mukhtasar Nailul Authar jilid 1 halaman 372 menerangkan bahwa pensyarah Rahimahullah Ta'ala mengatakan: Ucapan perawi ('imamatu khazzin), Ibnu Al Atsir mengatakan, "Al Khazzu adalah pakaian yang terbuat dari wol dan sutra, dan ini dibolehkan, Para sahabat dan tabi'in pernah mengenakannya." Lainnya mengatakan, "Al Khazzu adalah nama binatang, kemudian digunakan untuk sebutan pakaian yang terbuat dari bulunya." Al Mundziri mengatakan, "Asalnya dari bulu kelinci, jenis jantannya disebut Al Khazzu." Ada yang mengatakan, "Al Khazzu adalah sebutan untuk suatu jenis pakaian sutra." Disebutkan di dalam An-Nihayah yang maksudnya, “Sesungguhnya al khazzu yang ada pada masa Nabi SAW adalah campuran wol dan sutra." Iyadh mengatakan, "Al Khazzu adalah campuran sutra dan bulu. Ada yang menyebutkan bahwa itu berasal dari bulu kelinci." Selanjutnya ia mengatakan, "Kemudian semua jenis bulu yang dicampur dengan sutra disebut al khazzu." Hadis di atas sebagai dalil bolehnya mengenakan al khazzu, hadis tadi menyatakan bahwa Rasulullah SAW mengenakan pakaian tersebut kepadanya, namun hal ini tidak mesti menyatakan bolehnya hal tersebut. Telah diriwayatkan secara valid dari hadis Ali oleh Al Bukhari dan Muslim, bahwa ia mengatakan, "Rasulullah SAW memakaiankan baju bergaris sutra, lalu aku pun keluar dengan mengenakannya. Tapi kemudian aku menangkap adanya kemarahan pada wajah beliau. Akhirnya aku menjadikannya sebagai tutup kepala untuk para istriku." Begitu juga yang beliau katakan kepada Umar, "Aku tidak menyerahkannya untuk engkau kenakan." Hadis Ibnu Abbas menunjukkan bolehnya mengenakan pakaian yang dibuat dengan campuran sutra. Namun ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Tidak ada landasan bagi Jumhur yang berpendapat bolehnya mengenakan pakaian yang terbuat dari campuran sutra bila bahan sutranya lebih banyak, kecuali ucapan Ibnu Abbas. Demikian sejauh yang saya ketahui. Apakah dalil ini layak dijadikan jembatan untuk mematahkan hadis-hadis lain yang mengharamkan mengenakan sutra secara mutlak dan tanpa batasan? Apakah layak mementahkan dalil-dalil yang kuat dengan dalil yang dalam isnadnya mengandung kelemahan? Dan seterusnya pensyarah mengemukakan berbagai argumen, kemudian menyebutkan: Kesimpulannya, tidak ada alasan yang menentramkan hati dari mereka yang menyatakan hal itu halal. Inti permasalahannya adalah karena pendapat itu dilontarkan oleh Jumhur, tapi sebenamya itu adalah perkara sederhana. Yang benar, para pencetusnya tidak dikenal kredibilitasnya.
Ucapan perawi (Rasulullah SAW pernah dihadiahi pakaian bersulam sutra pada benangnya utau kainnya), pensyarah mengatakan: Hadis ini menunjukkan larangan mengenakan pakaian yang bahannya bercampur sutra. Sabda beliau (Akan ada dari umatku orang-orang yang menghalalkan camparan wol dan sutra serta sutra). Pensyarah mengatakan: Redaksi hadis ini dengan menggunakan kata “Al khazza” yakni dengan huruf kha' dan zay sebagaimana yang dicantumkan oleh Al Humaidi dan Ibnu Al Atsir, sedangkan Abu Musa mencantumkan dalam bab ha' dan ra' yang artinya kemaluan (perzinaan), demikian juga yang dikemukakan oleh Ibnu Ruslan dalam Syarh As-Sunan. Namun disebutkan di dalam An-Nihayah: Yang masyhur adalah yang pertama, dan mengenai tafsirannya telah dikemukakan di atas.
Ucapan perawi (Kemudian ia menuturkan perkataan), yaitu yang dikemukakan oleh Al Bukhari dengan redaksi: Dan pasti akan ada beberapa kaum yang menempati puncak bukit, lalu mereka pun memperoleh hewan ternak (kekayaan), kemudian datanglah kepada mereka orang miskin karena kebutuhannya, lalu mereka mengatakan,"Kembalilah besok kepada kami." Lalu malam itu bukit tersebut ditimpakan pada mereka.
Sabda beliau (dan yang lain dari mereka berubah meniadi kera dan babi hingga hari kiamat), pensyarah mengatakan: Ini dalil yang menunjukkan bahwa perubahan karakter itu benar-benar terjadi pada umat ini. Ibnu Abi Ad-Dunya di dalam kitab Al Malahi meriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfuk dengan redaksi: "Pada akhir zaman nanti, dari umat ini akan ada yang berubah karakternya menjadi kera dan babi." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah mereka itu bersaksi bahwa tiada tuhan yang hak selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah?" Beliau menjawab, "Benar, bahkan mereka pun berpuasa, melaksanakan salat dan menunaikan haji." Mereka berkata lagi, "Lalu mengapa mereka jadi begitu?" Beliau menjawab, "Karena mereka memakai alat musik, rebana, dan biduwanita, lalu semalaman mereka dalam minuman dan hiburan mereka, lalu pagi harinya mereka telah berubah menjadi kera dan babi. Dan nanti akan ada seseorang yang melewati orang lain di tokonya, ia menjual kemudian ketika kembali kepadanya sudah berubah menjadi kera atau babi." Abu Hurairah mengatakan, "Tidak akan terjadi kiamat sehingga ada dua orang laki-laki yang melakukan suatu perkara yang mana salah satunya menjadi kera atau babi. Dan orang yang selamat itu tidak dapat mencegah apa yang dilihatnya menimpa pada temannya untuk memperturutkan hawa nafsunya." Pensyarah mengatakan: "Al Ma'aazif adalah suara-suara hiburan." Ibnu Ruslan mengatakan, "Di dalam Al Qamus disebutkan, al ma'aazif adalah hiburan." Hadis tadi menunjukkan haramnya hal-hal yang disebutkan di dalam hadis.
C. Menyikapi Permasalahan Tentang Mengenakan Campuran Wol dan Sutra
Era modern seperti sekarang ini, kebutuhan pokok akan sandang cukup melimpah. Rasa-rasanya sudah jarang sekali masyarakat yang kekurangan sandang sehingga tidak mampu menutupi bagian tubuh menggunakan pakaian. Oleh sebab itu, kemudahan akan sandang di era modern yang Allah berikan itu kita syukuri dengan berpakaian sebagai sarana menutup aurat. Orang Islam laki-laki hendaknya menghindari pakaian yang terbuat dari sutra. Sebagai kehati-hatian bagi orang Islam laki-laki hendaknya tidak menjadikan sutra sebagai pakaian. Hal tersebut karena di Mukhtasar Nailul Authar disebutkan kesimpulan mengenakan sutra campuran wol itu bukan sesuatu yang halal. Andaikata dengan menghindari memakai sutra meski campuran, kemudian ternyata di sisi Allah boleh memakai campuran sutra dan wol, maka tidak berdosa. Andaikata memakai tetap campuran wol dan sutra tetapi di sisi Allah justru dilarang, maka berdosa. Oleh karena itu, perkara halal dan haram kembalikan kepada Allah dan Rasulullah. Wallahu a’lam.
Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan fikih pakaian sebagai sarana menutup aurat. Hal tersebut sebagai upaya taat kepada Allah dan Rasulullah. Semoga pelajaran mengenai fikih pakaian yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.

No comments:
Post a Comment