Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah mendirikan salat. Pembeda antara orang tidak beragama Islam dan orang beragama Islam adalah dikerjakannya salat. Adapun supaya salat dinilai sah, maka perlu adanya taharah. Lalu bagaimana pembahasannya? Kesempatan kali ini akan membahas mengenai tayamum.
Setelah memahami bagaimana tata cara wudu, penting bagi kaum muslimin untuk tahu mengenai tayamum. Hal ini dikarenakan tidak semua kondisi mengharuskan seseorang untuk wudu atau bahkan mandi janabat ketika hendak salat. Adapun dalam memahaminya, perlu mengerti berbagai dalil yang ada sebagaimana berikut.
A. Pengertian Tayamum
Tayamum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya adalah bersuci dari hadas kecil atau besar dengan debu (pasir, tanah) yang suci dengan cara tertentu karena tidak ada air atau karena halangan memakai air, misalnya sakit. Adapun bertayamum maksudnya adalah melakukan tayamum. Tayamum adalah suatu syariat agama sebagai pengganti wudu atau mandi janabat bagi yang hendak melaksanakan salat karena sesuatu keadaan. Pengertian tersebut diperoleh dari ayat berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-1
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا. النساۤء: ٤٣
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub). Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan,156) sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS. An-Nisa'/4:43)
Catatan: 156) Menurut jumhur, kata menyentuh pada ayat ini adalah bersentuhan kulit, sedangkan sebagian mufasir mengartikannya sebagai berhubungan suami istri.
Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 43 bahwa orang-orang mukmin dilarang mengerjakan salat pada waktu mereka sedang mabuk. Mereka tidak dibolehkan salat sehingga mereka menyadari apa yang dibaca dan apa yang dilakukan dalam salat. Pada waktu keadaan mabuk itu tidak memungkinkan beribadat dengan khusyuk. Ayat ini belum mengharamkan khamar secara tegas, namun telah memperingatkan kaum Muslim akan bahaya minum khamar sebelum diharamkan sama sekali. Adapun sebab turunnya ayat yang berkenaan dengan tayamum adalah sebagai berikut: Dalam suatu perjalanan Nabi Muhammad SAW, Siti Aisyah kehilangan kalungnya, maka beliau beserta sahabat-sahabatnya mencari kalung itu. Di tempat itu tidak ada air dan mereka kehabisan air (sedang waktu salat telah tiba), maka turunlah ayat ini, lalu mereka salat dengan tayamum saja. Dalam ayat ini orang mukmin dilarang melaksanakan salat pada waktu ia berhadas besar. Larangan ini akan berakhir setelah ia mandi janabah, karena mandi akan membersihkan lahir dan batin. Di antara hikmah mandi, apabila seseorang sedang lesu, lelah dan lemah biasanya akan menjadi segar kembali, setelah ia mandi. Lazimnya meskipun salat dapat dilakukan di mana saja, salat itu sebaiknya dilakukan di masjid. Maka orang yang sedang junub dilarang salat, juga dilarang berada di mesjid kecuali sekedar lewat saja kerena ada keperluan. Dalam hal ini ada riwayat yang menerangkan bahwa seorang sahabat Nabi dari golongan Ansar, pintu rumahnya di pinggir masjid. Pada waktu junub, ia tidak dapat keluar rumah kecuali melewati masjid, maka ia dibolehkan oleh Rasulullah SAW melewatinya dan tidak memerintahkan menutup pintu rumahnya yang ada di pinggir mesjid itu. Dapat dimaklumi bahwa orang yang salat harus suci dari hadas kecil, yaitu hadas yang timbul oleh misalnya karena buang air kecil atau suci dari hadas besar sesudah bersetubuh. Menyucikan hadas itu adalah dengan wudu atau mandi. Oleh sebab itu, berwudu atau mandi kadang-kadang orang tidak mendapatkan air, atau ia tidak boleh terkena air karena penyakit tertentu, maka baginya dalam keadaan serupa itu diperbolehkan tayamum yaitu mengusap muka dan tangan dengan debu tanah yang suci. Adapun yang dimaksud dengan au lamastumun-nisa ialah menyentuh perempuan, terdapat perbedaan pendapat, yaitu:
1. Menyentuh perempuan yang bukan mahram mengakibatkan hadas kecil yang dapat dihilangkan dengan wudu atau tayamum. Apabila seseorang buang air kecil atau buang air besar, maka kedua hal itu menyebabkan hadas kecil yang dapat dihilangkan dengan wudu. Setiap orang buang air kecil atau buang air besar diwajibkan menyucikan dirinya dengan membersihkan tempat najis itu (istinjak). Hal itu dapat dilakukan dengan memakai air atau benda-benda suci yang bersih seperti batu, kertas kasar dan lain sebagainya.
2. Menyentuh perempuan dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 43 ini ialah bersetubuh. Sedangkan bersetubuh mengakibatkan hadas besar yang dapat dihilangkan dengan mandi janabat.
Hukum-hukum yang tersebut di atas menunjukkan bahwa Allah tidak memberati hamba-Nya di luar batas kemampuannya, karena Dia adalah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun. Penulis dalam hal maksud menyentuh perempuan itu condong pada pendapat kedua, yaitu: “Menyentuh perempuan dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 43 ini ialah bersetubuh.” Adapun dalil Al-Qur’an lainnya yang menjelaskan tentang tayamum adalah sebagai berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-2
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. الماۤئدة: ٦
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit,202) dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh203) perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur. (QS. Al-Ma'idah/5:6)
Catatan:
202) Maksudnya, sakit yang membuatnya tidak boleh terkena air.
203) Lihat catatan kaki surah An-Nisa’ (4): 43.
Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan pada Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 6 bahwa ayat ini menerangkan cara-cara berwudu. Rukun wudu ada enam. Empat rukun di antaranya disebutkan dalam ayat ini, sedang dua rukun lagi diambil dari dalil lain. Empat macam itu ialah:
1. Membasuh muka, yaitu mulai dari rambut sebelah muka atau dahi sampai dengan dagu, dan dari telingga kanan sampai telinga kiri.
2. Membasuh dua tangan dengan air bersih mulai dari ujung jari sampai dengan dua siku.
3. Menyapu kepala, cukup menyapu sebagian kecil kepala menurut mazhab Syafi’i.
4. Membasuh dua kaki mulai dari jari-jari sampai dengan dua mata kaki. Kesemuanya itu dengan menggunakan air.
Sedang dua rukun lagi yang diambil dari hadis ialah:
a. Niat, pekerjaan hati, dan tidak disebutkan dalam ayat ini tetapi niat itu diharuskan pada setiap pekerjaan ibadah sesuai dengan hadis:
Hadis Ke-1
صحيح البخاري ١: حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Artinya: Shahih Bukhari nomor 1: Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar ‘Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al Khathab RA di atas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niat. Dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai niatnya. Maka barangsiapa yang berhijrah karena menginginkan keuntungan dunia yang akan didapatnya atau karena menginginkan wanita yang dia akan mengawininya, maka hijrahnya itu akan mendapatkan sesuai apa yang ia berniat hijrah padanya."
b. Tertib, artinya melakukan pekerjaan tersebut di atas sesuai dengan urutan yang disebutkan Allah dalam ayat ini. Tertib itu tidak disebutkan dengan jelas di dalam ayat ini, tetapi demikianlah Nabi melaksanakannya dan sesuai pula dengan sabdanya yang berbunyi:
Hadis Ke-2
سنن النسائي ٢٩١٣: أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ قَالَ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَافَ سَبْعًا رَمَلَ ثَلَاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا ثُمَّ قَرَأَ {وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى} فَصَلَّى سَجْدَتَيْنِ وَجَعَلَ الْمَقَامَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَةِ ثُمَّ اسْتَلَمَ الرُّكْنَ ثُمَّ خَرَجَ فَقَالَ: {إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ} فَابْدَءُوا بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ.
Artinya: Sunan Nasa'i nomor 2913: Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Hujr, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Isma'il, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Ja'far bin Muhammad dari Bapaknya dari Jabir bahwa Rasulullah SAW tawaf tujuh putaran, tiga putaran dengan berlari kecil, dan empat putaran dengan berjalan biasa, lalu beliau membaca ayat (yang artinya), “Dan jadikanlah makam Ibrahim sebagai tempat salat.” Kemudian beliau menuju belakang makam Ibrahim, lalu salat dua rakaat. Setelah itu beliau kembali mencium Hajar Aswad, lalu keluar (menuju bukit Safa) dan membaca ayat (yang artinya), “Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebagian dari syiar-syiar Allah.”(QS. Al-Baqarah: 158), maka mulailah dari tempat yang Allah memulainya.”
Keterangan: Makam Ibrahim adalah bekas tapak kaki Nabi Ibrahim ketika membangun Kakbah.
Adapun selain enam rukun itu, seperti membasuh tiga kali, berkumur kumur adalah sunat hukumnya. Kewajiban wudu ini bukanlah setiap kali hendak mengerjakan salat, tetapi wudu itu diwajibkan bagi seorang yang akan salat, jika wudunya sudah batal atau belum berwudu, sesuai dengan hadis yang berbunyi:
Hadis Ke-3
صحيح البخاري ١٣٢: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ. قَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ: مَا الْحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ قَالَ: فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 132: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali berkata: telah mengabarkan kepada kami Abdurrazaq berkata: telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Hammam bin Munabbih bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Allah tidak akan menerima salat seseorang di antara kamu apabila berhadas, sehingga ia berwudu.” Lalu ada seorang dari Hadlaramaut bertanya, “Apa yang dikatakan hadas itu, ya Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab, “”(Hadas itu ialah) kentut yang tidak bersuara ataupun kentut yang bersuara.”
Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia menjelaskan bahwa berikutnya Allah menerangkan hal-hal yang mengharuskan seseorang wajib mandi di antaranya :
a. Keluar mani;
b. Jimak (bersetubuh);
c. Haid;
d. Nifas;
e. Wiladah (melahirkan);
f. Mati (orang yang hidup wajib memandikan yang mati).
Orang yang terkena salah satu dari (a) sampai (e) dinamakan orang yang berhadas besar, wajib mandi dan berwudu sebelum salat. Orang yang berhadas kecil, hanya wajib berwudu saja. Kewajiban wudu disebabkan :
a. Keluar sesuatu dari lubang buang air kecil dan buang air besar;
b. Bersentuh kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram, antara keduanya tanpa pembatas;
c. Tidur yang tidak memungkinkan seseorang tahu jika keluar angin dari duburnya;
d. Hilang akal karena mabuk, gila dan sebagainya;
e. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan atau menyentuh lubang dubur;
f. Murtad (keluar dari agama Islam).
Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia menjelaskan selanjutnya ayat ini menerangkan cara-cara bertayamum. Jika seseorang dalam keadaan sakit dan tidak boleh memakai air, atau dalam keadaan musafir tidak menemukan air untuk berwudu, maka wajib bertayamum dengan debu tanah. Caranya ialah dengan meletakkan kedua belah telapak tangan pada debu tanah yang bersih lalu disapukan ke muka, kemudian meletakkan lagi kedua telapak tangan ke atas debu tanah yang bersih, lalu telapak tangan yang kiri menyapu tangan kanan mulai dari belakang jari-jari tangan terus ke pergelangan sampai dengan siku, dari siku turun ke pergelangan tangan lagi untuk menyempurnakan penyapuan yang belum tersapu, sedang telapak tangan yang sebelah kanan yang berisi debu tanah jangan diganggu untuk disapukan pula ke tangan sebelah kiri dengan cara yang sama seperti menyapu tangan kanan. Demikianlah cara Nabi bertayamum. Kemudian akhir ayat ini menjelaskan bahwa perintah berwudu dan tayamum bukanlah untuk mempersulit kaum Muslimin, tetapi untuk menuntun mereka mengetahui cara-cara bersuci, dan untuk menyempurnakan nikmat-Nya, agar kaum Muslimin menjadi umat yang bersyukur.
Demikianlah dua ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan tentang tayamum. Ayat tersebut dijelaskan dengan Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia. Melalui pemaparan yang ada, terdapat garis besar yang perlu diperhatikan terkait tayamum. Adapun dalam ayat-ayat tadi yang dimaksud orang sakit ialah orang sakit yang apabila terkena air akan membahayakan baginya atau memperlambat kesembuhannya. Selain itu juga termasuk dalam pengertian “tidak mendapat air”, ialah walaupun ada air tetapi tempatnya sangat jauh menurut ukuran yang umum, atau tempatnya berbahaya. Bisa juga walau ada tetapi sangat sedikit/ terbatas dan dipergunakan untuk keperluan penting lainnya (mencuci, memasak dan lain-lain), sehingga adanya seolah sama dengan tidak ada. Penulis dalam hal ini condong pada pendapat tersebut.
B. Sebab Adanya Syariat Tayamum
Sebagaimana dalam Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia bahwa sebab disyariatkannya tayamum berdasarkan riwayat Siti Aisyah kehilangan kalungnya, maka beliau beserta sahabat-sahabatnya mencari kalung itu. Di tempat itu tidak ada air dan mereka kehabisan air (sedang waktu salat telah tiba), maka turunlah ayat ini, lalu mereka salat dengan tayamum saja. Adapun riwayat yang dimaksud sebagaimana hadis berikut.
Hadis Ke-4
صحيح مسلم ٥٥٠: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْبَيْدَاءِ (أَوْ بِذَاتِ الْجَيْشِ) انْقَطَعَ عِقْدٌ لِي، فَأَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْتِمَاسِهِ. وَأَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ. فَأَتَى النَّاسُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ فَقَالُوا: أَلَا تَرَى إِلَى مَا صَنَعَتْ عَائِشَةُ؟ أَقَامَتْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِالنَّاسِ مَعَهُ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ. فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاضِعٌ رَأْسَهُ عَلَى فَخِذِي قَدْ نَامَ. فَقَالَ: حَبَسْتِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسَ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ. قَالَتْ فَعَاتَبَنِي أَبُو بَكْرٍ. وَقَالَ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ، وَجَعَلَ يَطْعُنُ بِيَدِهِ فِي خَاصِرَتِي، فَلَا يَمْنَعُنِي مِنْ التَّحَرُّكِ إِلَّا مَكَانُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى فَخِذِي. فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَصْبَحَ عَلَى غَيْرِ مَاءٍ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ، فَتَيَمَّمُوا. فَقَالَ أُسَيْدُ بْنُ الْحُضَيْرِ (وَهُوَ أَحَدُ النُّقَبَاءِ) مَا هِيَ بِأَوَّلِ بَرَكَتِكُمْ يَا آلَ أَبِي بَكْرٍ. فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَبَعَثْنَا الْبَعِيرَ الَّذِي كُنْتُ عَلَيْهِ، فَوَجَدْنَا الْعِقْدَ تَحْتَهُ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 550: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, ia berkata: "Saya membaca di hadapan Malik dari Abdurrahman bin Al-Qasim dari Bapaknya (Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq) dari Aisyah RA bahwa ia berkata: Kami pernah keluar bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan beliau. Ketika sampai di Baidaa’ (atau Dzaatul Jaisy), kalungku putus. Maka Rasulullah SAW berhenti lalu mencarinya, dan orang-orang pun ikut mencarinya, dan mereka berada di tempat yang tidak ada air, dan merekapun tidak mempunyai air. Kemudian orang-orang mendatangi Abu Bakar, lalu berkata, “Tidakkah kamu melihat apa yang diperbuat ‘Aisyah? Ia menghentikan Rasulullah SAW dan orang-orang yang bersama beliau, dan mereka berada di tempat yang tidak ada air, dan merekapun tidak mempunyai air?” Kemudian Abu Bakar mendatangiku, sedangkan Rasulullah SAW tidur dengan meletakkan kepala beliau di atas pahaku. Abu Bakar berkata, “Kamu telah menahan Rasulullah SAW dan orang-orang yang bersama beliau, dan mereka berada di tempat yang tidak ada air, dan merekapun tidak mempunyai air.” Ia mencelaku dan berkata Maasyaa-Allooh perkataan yang banyak sekali, lalu tangan Abu Bakar menyodok pinggangku, dan tidak ada yang menahanku bergerak kecuali karena Rasulullah SAW berada di atas pahaku. Beliau tidur sampai pagi tanpa ada air sedikitpun. Kemudian Allah menurunkan ayat tentang tayamum, lalu mereka bertayamum.” Sehubungan dengan itu Usaid bin Hudlair (salah seorang pemimpin) berkata, “Itu bukanlah baru yang pertama kali berkah lantaran kalian, wahai keluarga Abu Bakar.” ‘Aisyah berkata, “Kemudian kami mencari unta yang aku kendarai, maka kami temukan kalung itu di bawahnya.”
C. Media Tayamum
Secara normal, air adalah media untuk bersuci dari hadas maupun najis. Namun demikian apabila di kondisi tertentu seperti tidak menemui air, sakit, atau sedang dalam perjalanan/ musafir, ketika hendak salat terdapat keringanan untuk bertayamum dengan debu. Media untuk bertayamum adalah debu yang suci. Semua tempat biasanya ada debu yang menempel meskipun itu sangat tipis sekali. Debu bisa menempel di karpet, lantai, dinding, atau semacamnya. Namun debu dikhawatirkan tidak menepel pada kaca yang mana kaca tersebut sering dibersihkan. Oleh sebab itu, hendaknya tidak memilih permukaan kaca untuk mendapatkan debu untuk tayamum. Banyak hadis yang menerangkan tentang media tayamum adalah debu. Di antara dalil yang ada adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-5
صحيح مسلم ٨١١: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ رِبْعِيٍّ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُضِّلْنَا عَلَى النَّاسِ بِثَلَاثٍ جُعِلَتْ صُفُوفُنَا كَصُفُوفِ الْمَلَائِكَةِ وَجُعِلَتْ لَنَا الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدْ الْمَاءَ وَذَكَرَ خَصْلَةً أُخْرَى. حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ سَعْدِ بْنِ طَارِقٍ حَدَّثَنِي رِبْعِيُّ بْنُ حِرَاشٍ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 811: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail dari Abu Malik Al-Asyja'i dari Rib'i dari Hudzaifah dia berkata: "Rasulullah SAW bersabda, “Kami diberi kelebihan atas manusia dengan tiga perkara, yaitu: (1) dijadikan barisan-barisan kami seperti barisan-barisan malaikat; (2) dijadikan bagi kami bumi seluruhnya sebagai tempat salat; (3) dan dijadikan bagi kami debunya sebagai pensuci apabila kami tidak mendapatkan air.” Dan beliau menyebutkan karakter lainnya." Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib Muhammad bin Al-'Ala, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abi Zaidah, dari Sa'd bin Thariq, telah menceritakan kepadaku Rib'i bin Hirasy dari Hudzaifah dia berkata: Rasulullah SAW bersabda semisalnya.
C. Tata Cara Tayamum
Tata cara bagaimana tayamum diterangkan dalam berbagai dalil. Adapun dalil tersebut diterangkan dalam Al-Qur’an yang pasti benar dan berbagai hadis-hadis sahih. Apabila semua dalil dikumpulkan, maka teranglah tata cara bagaimana tayamum yang sesuai dengan syariat Agama Islam. Dalil yang ada menunjukkan bahwa ada dua cara dalam bertayamum. Adapun dalil terkait tata cara tayamum yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Cara Tayamum Pertama
Tata cara tayamum yang pertama disebutkan dengan cara menepukkan kedua tangan ke bumi satu kali, lalu menyapu tangan kanannya dengan tangan kirinya serta punggung kedua telapak tangan lalu muka. Cara bertayamum yang pertama ini dilakukan dengan cara menepukkan tangan ke tempat suci dan berdebu dengan sekali tepukan. Kemudian mengusap kedua tangan terlebih dahulu sampai pergelangan tangan. Lalu barulah mengusap wajah tanpa mengulangi menepuk tempat yang berdebu tadi. Sebelum diusapkan ke tangan dan muka bisa pula ditiup terlebih dahulu. Tata cara tayamum tersebut sebagaimana hadis berikut.
Hadis Ke-6
صحيح مسلم ٥٥٢: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ جَمِيعًا عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ شَقِيقٍ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا مَعَ عَبْدِ اللَّهِ وَأَبِي مُوسَى، فَقَالَ أَبُو مُوسَى: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلًا أَجْنَبَ فَلَمْ يَجِدْ الْمَاءَ شَهْرًا كَيْفَ يَصْنَعُ بِالصَّلَاةِ؟ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: لَا يَتَيَمَّمُ وَإِنْ لَمْ يَجِدْ الْمَاءَ شَهْرًا فَقَالَ أَبُو مُوسَى فَكَيْفَ بِهَذِهِ الْآيَةِ فِي سُورَةِ الْمَائِدَةِ {فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا}. فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: لَوْ رُخِّصَ لَهُمْ فِي هَذِهِ الْآيَةِ لَأَوْشَكَ إِذَا بَرَدَ عَلَيْهِمْ الْمَاءُ أَنْ يَتَيَمَّمُوا بِالصَّعِيدِ. فَقَالَ أَبُو مُوسَى: لِعَبْدِ اللَّهِ أَلَمْ تَسْمَعْ قَوْلَ عَمَّارٍ: بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ فَلَمْ أَجِدْ الْمَاءَ فَتَمَرَّغْتُ فِي الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ، ثُمَّ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ. فَقَالَ: إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَقُولَ بِيَدَيْكَ هَكَذَا. ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ الْأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً، ثُمَّ مَسَحَ الشِّمَالَ عَلَى الْيَمِينِ وَظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ. فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: أَوَلَمْ تَرَ عُمَرَ لَمْ يَقْنَعْ بِقَوْلِ عَمَّارٍ. و حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ شَقِيقٍ قَالَ قَالَ أَبُو مُوسَى لِعَبْدِ اللَّهِ وَسَاقَ الْحَدِيثَ بِقِصَّتِهِ نَحْوَ حَدِيثِ أَبِي مُعَاوِيَةَ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَقُولَ هَكَذَا وَضَرَبَ بِيَدَيْهِ إِلَى الْأَرْضِ فَنَفَضَ يَدَيْهِ فَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 552: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Ibnu Numair, semuanya meriwayatkan dari Abu Muawiyah Abu Bakar berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Muawiyah dari Al-A'masy dari Syaqiq, dia berkata: "Aku duduk bersama Abdullah dan Abu Musa Al-Asy'ari. Kemudian Abu Musa berkata kepada Abdullah: 'Wahai ayah Abdurrahman, seandainya seorang lelaki berjunub lalu dia tidak mendapatkan air selama sebulan, bagaimanakah yang mesti dia lakukan dengan salatnya?' Maka Abdullah berkata: 'Dia tidak boleh bertayamum, sekalipun dia tidak mendapati air selama sebulan'. Abu Musa berkata: 'Bagaimana dengan ayat di dalam surah Al-Maidah, {Lalu kamu tidak mendapat air (untuk berwudu dan mandi) maka hendaklah kamu bertayamum dengan tanah yang suci} (QS. Al Maidah: 6), Abdullah berkata: 'Andai mereka diberi keringanan dengan ayat tersebut, niscaya apabila mereka merasakan air itu dingin maka mereka akan bertayamum dengan tanah.' Maka Abu Musa berkata kepada Abdullah, 'Tidakkah kamu telah mendengar kata-kata Ammar, 'Rasulullah SAW pernah mengutus saya untuk suatu keperluan. Kemudian dalam perjalanan itu saya berjunub, tetapi saya tidak memperoleh air, lalu saya berguling di tanah sebagaimana binatang berguling. (Setelah pulang) saya menghadap Nabi SAW, serta menceritakan pengalaman saya tersebut. Beliau bersabda, “Hanyasanya kamu cukup (bertayamum) dengan kedua tanganmu demikian.” Kemudian beliau menepukkan kedua tangannya ke bumi satu kali, lalu menyapu tangan kanannya dengan tangan kirinya serta punggung kedua telapak tangannya lalu mukanya. Abdullah berkata: "Apakah kamu tidak melihat bahwa Umar tidak puas dengan perkataan Ammar?" Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kamil Al-Jahdari, telah menceritakan kepada kami Abdu Wahid, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy dari Syaqiq, dia berkata: Abu Musa berkata kepada Abdullah, dan ia menggiring hadis tersebut dengan kisahnya semisal hadis Abu Mu'awiyah, hanya saja dia berkata: "Maka Rasulullah SAW bersabda: 'Cukup memadai bagi kamu untuk mengatakan demikian, lalu beliau memukulkan kedua tangannya pada tanah, lalu mengibaskan kedua tangannya, lalu dia mengusap wajah dan kedua telapak tangannya'."
Melalui hadis yang ada, dapat dimengerti beberapa langkah dalam tayamum cara pertama. Adapun Langkah-langkah tayamum cara pertama adalah sebagai berikut.
a. Membaca Basmalah
b. Menepukkan kedua telapak tangan ke tempat suci dan berdebu dengan sekali tepukan. Sebelum diusapkan ke tangan dan muka bisa pula ditiup terlebih dahulu.
c. Mengusap kedua tangan sampai pergelangan tangan.
d. Mengusap wajah tanpa mengulangi menepuk tempat yang berdebu tadi.
2. Cara Tayamum Kedua
Tata cara tayamum kedua adalah disebutkan dengan menepukkan kedua tangan ke bumi, lalu meniup keduanya, kemudian menyapukannya ke muka dan dua tangan hingga pergelangan. Cara bertayamum yang kedua secara detil ialah dengan menepuk tangan ke tempat yang suci dan mengandung debu dengan sekali tepukan. Kemudian mengusapkannya ke muka dan pada kedua telapak tangan hingga pergelangan tangan. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.
Hadis Ke-7
صحيح البخاري ٣٣٠: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ ذَرٍّ عَنْ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ عَمَّارٌ فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ الْأَرْضَ فَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 330: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar ia berkata: telah menceritakan kepada kami Ghundar, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Al Hakam dari Dzarr dari Ibnu 'Abdurrahman bin Abza dari Bapaknya ia berkata: 'Ammar berkata: "Nabi SAW memukulkan telapak tangannya ke bumi lalu mengusapkan pada muka dan kedua telapak tangannya."
Hadis Ke-8
صحيح البخاري ٣٢٦: حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ
Artinya: Shahih Bukhari nomor 326: Telah menceritakan kepada kami Adam ia berkata: telah menceritakan kepada kami Syu'bah berkata: telah menceritakan kepada kami Al Hakam dari Dzar dari Sa'id bin 'Abdurrahman bin Abza dari Bapaknya berkata: Seorang laki-laki datang kepada Umar bin Al Khaththab dan berkata: "Aku mengalami junub tapi tidak mendapatkan air?" Maka berkatalah 'Ammar bin Yasir kepada 'Umar bin Al Khaththab, "Tidak ingatkah ketika kita dalam suatu perjalanan? Saat itu engkau tidak mengerjakan salat sedangkan aku bergulingan di atas tanah lalu salat? Kemudian hal itu aku sampaikan kepada Nabi SAW, dan Nabi SAW bersabda: "Sebenarnya cukup kamu melakukan begini." Lalu Nabi SAW menepukkan kedua tangannya ke bumi, lalu meniup keduanya, kemudian menyapukannya ke muka dan dua tangannya (hingga pergelangan).”
Melalui hadis yang ada, dapat dimengerti beberapa langkah dalam tayamum cara kedua. Adapun Langkah-langkah tayamum cara kedua adalah sebagai berikut.
a. Membaca Basmalah
b. Menepukkan kedua telapak tangan ke tempat suci dan berdebu dengan sekali tepukan. Sebelum diusapkan ke tangan dan muka bisa pula ditiup terlebih dahulu.
c. Mengusap wajah dengan kedua telapak tangan.
d. Mengusap kedua tangan sampai pergelangan tangan tanpa mengulangi menepuk tempat yang berdebu tadi.
3. Cara Tayamum Ketiga
Tata cara tayamum ketiga dengan cara menepuk kedua tangan ke bumi, lalu meniup keduanya, kemudian menyapukannya ke muka dan dua tangan hingga siku-siku. Adapun riwayat yang mendasarinya adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-9
مسند الشافعي ٧٧٨: أَخْبَرَنَا الثِّقَةُ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَنَزَلَتْ آيَةُ التَّيَمُّمِ، فَتَيَمَّمْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَنَاكِبِ.
Artinya: Musnad Syafi'i nomor 778: Telah mengabarkan kepada kami orang terpercaya, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ubaidullah bin Abdullah, dari Bapaknya, dari Ammar bin Yasir, ia mengatakan: Kami pernah bersama Nabi SAW dalam suatu perjalanan, maka turunlah ayat tentang tayamum, lalu kami bersama-sama Nabi bertayammum hingga ke siku- siku.
Keterangan: Hadis tersebut lemah (daif) karena ada rawi yang tidak disebutkan namanya.
Hadis Ke-10
مسند الشافعي ٦٨: أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِي الْحُوَيْرِثِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنِ ابْنِ الصِّمَّةِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَيَمَّمَ فَمَسَحَ وَجْهَهُ وَذِرَاعَيْهِ.
Artinya: Musnad Syafi'i nomor 68: Telah mengabarkan kepada kami Ibrahim bin Muhammad (bin Sam’an), dari Abu Al Huwairits Abdurrahman bin Muawiyah, dari Al A'raj, dari Ibnu Ash-Shumah bahwasannya Rasulullah SAW melakukan tayamum, untuk itu beliau mengusap wajah dan kedua hastanya.
Keterangan: Terkait rawi Abu Al Huwairits Abdurrahman bin Muawiyah merupakan tabi’in tidak jumpa sahabat yang hidup di Madinah dan meninggal tahun 130H. Komentar ulama tentangnya di antaranya An Nasa'i mengatakan: laisa bi dzaka; Ibnu Hibban mengatakan: disebutkan dalam 'ats tsiqaat; Yahya bin Ma'in mengatakan: tsiqah; Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: "shaduq, buruk hafalannya, dituduh murjiah"; dan Adz Dzahabi mengatakan: dla'if. Rawi bernama Ibrahim bin Muhammad bin Sam’an atau dikenal dengan Ibrahim bin Abu Yahya yang dikomentari oleh Ad-Daruquthni bahwa dia adalah perawi matruk (riwayatnya ditinggalkan) (lihat komentar di Sunan Daruquthni nomor 3232).
Hadis Ke-11
مسند الشافعي ٧٧٩: أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِي الْحُوَيْرِثِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنِ ابْنِ الصِّمَّةِ قَالَ: مَرَرْتُ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَبُولُ فَتَمَسَّحَ بِجِدَارٍ ثُمَّ تَيَمَّمَ وَجْهَهُ وَذِرَاعَيْهِ.
Artinya: Musnad Syafi'i nomor 779: Telah mengabarkan kepada kami Ibrahim bin Muhammad, dari Abu Al Huwairits Abdurrahman bin Muawiyah, dari Al A'raj, dari Ibnu Ash-Shimmah, ia berkata, "Aku pernah bertemu dengan Nabi SAW ketika beliau sedang buang air kecil. Setelah itu beliau mengusap tembok dan bertayamum dengan mengusap wajah dan kedua hastanya."
Keterangan: Terkait rawi Abu Al Huwairits Abdurrahman bin Muawiyah merupakan tabi’in tidak jumpa sahabat yang hidup di Madinah dan meninggal tahun 130H. Komentar ulama tentangnya di antaranya An Nasa'i mengatakan: laisa bi dzaka; Ibnu Hibban mengatakan: disebutkan dalam 'ats tsiqaat; Yahya bin Ma'in mengatakan: tsiqah; Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: "shaduq, buruk hafalannya, dituduh murjiah"; dan Adz Dzahabi mengatakan: dla'if. Rawi bernama Ibrahim bin Muhammad bin Sam’an atau dikenal dengan Ibrahim bin Abu Yahya yang dikomentari oleh Ad-Daruquthni bahwa dia adalah perawi matruk (riwayatnya ditinggalkan) (lihat komentar di Sunan Daruquthni nomor 3232).
Hadis Ke-12
سنن ابن ماجه ٥٦٣: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ ابْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ الْحَكَمِ وَسَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ أَنَّهُمَا سَأَلَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أَوْفَى عَنْ التَّيَمُّمِ فَقَالَ: أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَّارًا أَنْ يَفْعَلَ هَكَذَا وَضَرَبَ بِيَدَيْهِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهُمَا وَمَسَحَ عَلَى وَجْهِهِ قَالَ الْحَكَمُ وَيَدَيْهِ وَقَالَ سَلَمَةُ وَمِرْفَقَيْهِ.
Artinya: Sunan Ibnu Majah nomor 563: Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah berkata: telah menceritakan kepada kami Humaid bin Abdurrahman dari Ibnu Abu Laila dari Al Hakam dan Salamah bin Kuhail, bahwa keduanya bertanya kepada Abdullah bin Abu Aufa tentang tayamum, maka ia pun menjawab, "Nabi SAW memerintahkan 'Ammar untuk melakukan seperti ini, lalu ia menepukkan kedua tangannya ke tanah, kemudian mengibaskannya dan mengusap mukanya, Al Hakam berkata: "Dan kedua tangannya." Sementara Salamah menyebutkan, "Dan kedua sikunya."
Keterangan: Terkait rawi Ibnu Abu Laila yang bernama Muhammad bin 'Abdur Rahman bin Abi Laila merupakan tabi'in kalangan biasa. Komentar ulama tentangnya di antaranya Yahya bin Sa'id mengatakan: dla'if; Ahmad bin Hambal mengatakan: buruk hafalan; Syu'bah mengatakan: paling buruk hafalannya; Abu Hatim mengatakan: "kejujuran ada padanya, tetapi buruk hafalannya"; An Nasa'i mengatakan: laisa bi qowi; dan Ibnu Hajar Al-'Asqalani mengatakan: shaduuq.
Hadis Ke-13
موطأ مالك ١١١: حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ أَنَّهُ أَقْبَلَ هُوَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ مِنْ الْجُرُفِ حَتَّى إِذَا كَانَا بِالْمِرْبَدِ نَزَلَ عَبْدُ اللَّهِ، فَتَيَمَّمَ صَعِيدًا طَيِّبًا فَمَسَحَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ صَلَّى.
Artinya: Muwatha' Malik nomor 111: Telah menceritakan kepadaku Yahya, dari Malik, dari Nafi' bahwasanya ia dan Abdullah bin Umar kembali dari Juruf. Ketika mereka sampai di Mirbad, Abdullah singgah dan bertayamum dengan tanah yang suci. Dia mengusap wajah dan kedua-tangannya sampai pada sikunya, kemudian salat."
Keterangan: Hadis tersebut secara zahir merupakan perbuatan sahabat yang tidak disandarkan pada Nabi.
Hadis-hadis bersandar pada Nabi yang menerangkan tata cara tayamum dengan menepuk kedua tangan ke bumi, lalu meniup keduanya, kemudian menyapukannya ke muka dan dua tangan hingga siku-siku adalah daif atau lemah. Sementara itu juga ada hadis lain yang menerangkan tata cara tersebut, tetapi secara zahir teks hadis merupakan perbuatan sahabat dan tidak marfuk pada Nabi SAW. Oleh sebab itu, penulis tidak mengamalkan tata cara tayamum ini.
4. Cara Tayamum Keempat
Tata cara tayamum keempat dengan cara menepuk kedua tangan ke bumi, lalu meniup keduanya, kemudian menyapukannya ke muka dan dua tangan hingga siku-siku, dan dari telapak tangan mereka sampai ke ketiak. Adapun dalil yang mendasarinya adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-14
سنن النسائي ٣١٢: أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ عَمَّارٍ قَالَ: عَرَّسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأُولَاتِ الْجَيْشِ وَمَعَهُ عَائِشَةُ زَوْجَتُهُ فَانْقَطَعَ عِقْدُهَا مِنْ جَزْعِ ظِفَارِ فَحُبِسَ النَّاسُ ابْتِغَاءَ عِقْدِهَا ذَلِكَ حَتَّى أَضَاءَ الْفَجْرُ وَلَيْسَ مَعَ النَّاسِ مَاءٌ فَتَغَيَّظَ عَلَيْهَا أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ حَبَسْتِ النَّاسَ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ رُخْصَةَ التَّيَمُّمِ بِالصَّعِيدِ قَالَ فَقَامَ الْمُسْلِمُونَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضَرَبُوا بِأَيْدِيهِمْ الْأَرْضَ ثُمَّ رَفَعُوا أَيْدِيَهُمْ وَلَمْ يَنْفُضُوا مِنْ التُّرَابِ شَيْئًا فَمَسَحُوا بِهَا وُجُوهَهُمْ وَأَيْدِيَهُمْ إِلَى الْمَنَاكِبِ وَمِنْ بُطُونِ أَيْدِيهِمْ إِلَى الْآبَاطِ.
Artinya: Sunan Nasa'i nomor 312: Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Yahya bin Abdullah dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Bapakku dari Shalih dari Ibnu Syihab berkata: Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah dari Ibnu Abbas dari Ammar dia berkata: "Rasulullah SAW mengistirahatkan pasukannya dan beliau bersama Aisyah istrinya, dan ternyata kalungnya yang dari Akik Zhifar (daerah di Yaman) terputus, maka orang-orang mencari kalung tersebut hingga terbit fajar, sedangkan orang-orang tidak mempunyai air. Abu Bakar marah kepada Aisyah dan berkata: "Kamu menyebabkan manusia tertahan, padahal mereka tidak mempunyai air." Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan keringanan tayamum dengan debu. Ammar berkata: "Lalu orang-orang berdiri bersama Rasulullah SAW, mereka menepukkan kedua tangan ke tanah, kemudian mengangkat tangan tanpa menghilangkan debu sedikitpun, dan mengusapkannya ke wajah dan tangan sampai siku-siku, dan dari telapak tangan mereka sampai ke ketiak."
Keterangan: Hadis tersebut terdapat illat. Hal tersebut terlihat pada rantai sanad. Rawi Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab merupakan tabi'ut tabi'in kalangan pertengahan yang hidup di Madinah. Komentar ulama tentangnya di antaranya Ibnu Hajar al 'Asqalani mengatakan: faqih hafidz mutqin; Adz Dzahabi mengatakan: seorang tokoh. Sementara itu, rawi Shalih bin Kaisan merupakan tabi'in kalangan biasa yang hidup di Madinah. Komentar ulama tentangnya di antaranya Yahya bin Ma'in mengatakan: tsiqah; Abu Hatim mengatakan: tsiqah; Al 'Ajli mengatakan: tsiqah; An Nasa'i mengatakan: tsiqah; Ibnu Kharasy mengatakan: tsiqah; Ya'kub bin Sufyan megatakan: tsiqah tsabat; Ibnu Hajar Al Atsqalani mengatakan: tsiqah tsabat faqih; Adz Dzahabi mengatakan: tsiqah. Hal ini meruapakan kejanggalan bahwa Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab merupakan tabi'ut tabi'in kalangan pertengahan menjadi guru dari Shalih bin Kaisan yang merupakan tabi'in kalangan biasa. Tidak mungkin tabaqat tabi’in berguru pada tabaqat tabi’ut tabi’in.
Hadis bersandar pada Nabi yang menerangkan tata cara tayamum dengan menepuk kedua tangan ke bumi, lalu meniup keduanya, kemudian menyapukannya ke muka dan dua tangan hingga siku-siku, dan dari telapak tangan mereka sampai ke ketiak adalah daif atau lemah. Oleh sebab itu, penulis tidak mengamalkan tata cara tayamum ini.
Beberapa tata cara tayamum yang diketahui adalah sebagaimana yang sudah diulas. Tata cara tayamum lainnya tidak menutup kemungkinan kelak akan ditemukan dalilnya. Tata cara tayamum yang berdasarkan dalil sahih adalah yang bisa diamalkan atau dipraktikkan. Adapun tata cara tayamum yang berdasarkan dalil tidak sahih hendaknya tidak diamalkan. Hal tersebut dikarenakan salah satu syarat diterima amal salih adalah sesuai dengan syariat Agama Islam. Adapun sumber hukum Agama Islam adalah Al-Qur’an yang pasti benar dan hadis-hadis sahih.
Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan taharah. Hal tersebut sebagai upaya menggapai kesempurnaan dalam beribadah mengingat salat didirikan dengan syarat terhindar dari najis dan hadas. Semoga pelajaran mengenai taharah yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.
No comments:
Post a Comment