Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah mendirikan salat. Pembeda antara orang tidak beragama Islam dan orang beragama Islam adalah dikerjakannya salat. Adapun supaya salat dinilai sah, maka perlu adanya taharah. Lalu bagaimana pembahasannya? Kesempatan kali ini akan membahas mengenai pendapat kebolehan musafir bertayamum.
Setelah memahami bagaimana tata cara wudu, penting bagi kaum muslimin untuk tahu mengenai tayamum. Hal ini dikarenakan tidak semua kondisi mengharuskan seseorang untuk wudu atau bahkan mandi janabat ketika hendak salat. Adapun dalam memahaminya, perlu mengerti berbagai dalil yang terkait pendapat kebolehan musafir bertayamum. Sebagaimana yang ada dalam penjelasan, beberapa orang yang boleh tayamum adalah sebagai berikut.
A. Musafir Boleh Bertayamun Meski Ada Air
Orang safar/ musafir dibolehkan bertayamum merupakan pendapat pertama. Musafir boleh bertayamum sebagai pengganti wudu ketika berhadas kecil atau mandi janabat ketika berhadas besar meskipun ada air. Pendapat ini beralasan dari pemahaman Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 43 dan Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6. Berbagai dalil yang ada adalah sebagai berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-1
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. الماۤئدة: ٦
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit,202) dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh203) perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur. (QS. Al-Ma'idah/5:6)
Catatan:
202) Maksudnya, sakit yang membuatnya tidak boleh terkena air.
203) Lihat catatan kaki surah An-Nisa’ (4): 43.
Dalil Al-Qur’an Ke-2
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا. النساۤء: 43.
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub). Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan,156) sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS. An-Nisa'/4:43)
Catatan:
156) Menurut jumhur, kata menyentuh pada ayat ini adalah bersentuhan kulit, sedangkan sebagian mufasir mengartikannya sebagai berhubungan suami istri.
Sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6 dan An-Nisa’ ayat 43 bahwa musafir boleh bertayamum. Hal tersebut dikarenakan dalam ayat disebutkan apabila dalam keadaan: (1) sakit; atau (2) dalam perjalanan (musafir); atau (3) datang dari tempat buang air; atau (4) menyentuh perempuan lalu tidak memperoleh air. Beberapa poin tersebut diikuti dengan “bertayamumlah dengan debu yang baik/ suci.” Oleh sebab itu, keempat macam kondisi yang dialami seseorang dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6 bahwa ketika dalam kondisi sakit, dalam perjalanan (musafir), datang dari tempat buang air, menyentuh perempuan lalu tidak memperoleh air itu boleh bertayamum. Salah satunya disebutkan tentang musafir, maka musafir boleh bertayamum. Hal tersebut mengandung konsekuensi bahwa musafir boleh bertayamum baik ada air maupun tidak ada air. Syarat musafir dikarenakan jarak, bukan ketersediaan ada air atau tidak. Adapun mengenai ulasan jarak sehingga bisa dikategorikan musafir dapat disimak dengan cara klik di sini. Oleh karena itu, segala sesuatu yang melekat pada musafir berlaku bagi mereka. Termasuk dalam hal ini adalah musafir boleh bertayamum baik ada air maupun tidak ada air. Sebagai pendukung terkait musafir dan sesuatu yang melekat padanya dengan boleh bertayamum adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-1
صحيح البخاري ٣٢٨: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ ذَرٍّ عَنْ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ شَهِدَ عُمَرَ وَقَالَ لَهُ عَمَّارٌ كُنَّا فِي سَرِيَّةٍ فَأَجْنَبْنَا وَقَالَ تَفَلَ فِيهِمَا.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 328: Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata: telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al Hakam, dari Dzar dari Ibnu 'Abdurrahman bin Abza dari Bapaknya bahwa ia pernah melihat 'Umar saat 'Ammar bertanya kepadanya: "Kami sedang dalam safar (perjalanan) kemudian kami junub (lantas apa yang kami lakukan?" (Ammar) menjawab: "Hendaknya bertayamum."
B. Musafir Tidak Boleh Bertayamun Meski Ada Air
Pendapat berikutnya mengatakan bahwa musafir tidak boleh tayamum bila ada air. Hal tersebut mencakup sebagai pengganti wudu atau mandi janabat. Pendapat ini beralasan karena tidak adanya praktik dari Nabi SAW atau sahabat bertayamum di waktu safar dalam keadaan ada air yang bukan sebab sakit atau udara yang amat dingin.
Hadis Ke-2
صحيح البخاري ٣٣٠٦: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ زَرِيرٍ سَمِعْتُ أَبَا رَجَاءٍ قَالَ حَدَّثَنَا عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ، أَنَّهُمْ كَانُوا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسِيرٍ فَأَدْلَجُوا لَيْلَتَهُمْ حَتَّى إِذَا كَانَ وَجْهُ الصُّبْحِ عَرَّسُوا فَغَلَبَتْهُمْ أَعْيُنُهُمْ حَتَّى ارْتَفَعَتْ الشَّمْسُ فَكَانَ أَوَّلَ مَنْ اسْتَيْقَظَ مِنْ مَنَامِهِ أَبُو بَكْرٍ وَكَانَ لَا يُوقَظُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَنَامِهِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ فَاسْتَيْقَظَ عُمَرُ فَقَعَدَ أَبُو بَكْرٍ عِنْدَ رَأْسِهِ فَجَعَلَ يُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ حَتَّى اسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلَ وَصَلَّى بِنَا الْغَدَاةَ فَاعْتَزَلَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ لَمْ يُصَلِّ مَعَنَا فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ يَا فُلَانُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تُصَلِّيَ مَعَنَا قَالَ أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَيَمَّمَ بِالصَّعِيدِ ثُمَّ صَلَّى وَجَعَلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَكُوبٍ بَيْنَ يَدَيْهِ وَقَدْ عَطِشْنَا عَطَشًا شَدِيدًا فَبَيْنَمَا نَحْنُ نَسِيرُ إِذَا نَحْنُ بِامْرَأَةٍ سَادِلَةٍ رِجْلَيْهَا بَيْنَ مَزَادَتَيْنِ فَقُلْنَا لَهَا أَيْنَ الْمَاءُ فَقَالَتْ إِنَّهُ لَا مَاءَ فَقُلْنَا كَمْ بَيْنَ أَهْلِكِ وَبَيْنَ الْمَاءِ قَالَتْ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ فَقُلْنَا انْطَلِقِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ وَمَا رَسُولُ اللَّهِ فَلَمْ نُمَلِّكْهَا مِنْ أَمْرِهَا حَتَّى اسْتَقْبَلْنَا بِهَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَدَّثَتْهُ بِمِثْلِ الَّذِي حَدَّثَتْنَا غَيْرَ أَنَّهَا حَدَّثَتْهُ أَنَّهَا مُؤْتِمَةٌ فَأَمَرَ بِمَزَادَتَيْهَا فَمَسَحَ فِي الْعَزْلَاوَيْنِ فَشَرِبْنَا عِطَاشًا أَرْبَعِينَ رَجُلًا حَتَّى رَوِينَا فَمَلَأْنَا كُلَّ قِرْبَةٍ مَعَنَا وَإِدَاوَةٍ غَيْرَ أَنَّهُ لَمْ نَسْقِ بَعِيرًا وَهِيَ تَكَادُ تَنِضُّ مِنْ الْمِلْءِ ثُمَّ قَالَ هَاتُوا مَا عِنْدَكُمْ فَجُمِعَ لَهَا مِنْ الْكِسَرِ وَالتَّمْرِ حَتَّى أَتَتْ أَهْلَهَا قَالَتْ لَقِيتُ أَسْحَرَ النَّاسِ أَوْ هُوَ نَبِيٌّ كَمَا زَعَمُوا فَهَدَى اللَّهُ ذَاكَ الصِّرْمَ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ فَأَسْلَمَتْ وَأَسْلَمُوا.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 3306: Telah bercerita kepada kami Abu Al Walid, telah bercerita kepada kami Salm bin Zarir aku mendengar Abu Raja' berkata: telah bercerita kepada kami 'Imran bin Hushain bahwa mereka pernah bersama Nabi SAW dalam suatu perjalanan (safar). Mereka terus berjalan sepanjang malam itu hingga ketika menjelang Subuh, mereka beristirahat di suatu tempat lalu mereka mengantuk hingga tertidur sampai matahari meninggi. Orang yang pertama kali bangun adalah Abu Bakar, dia tidak membangunkan Rasulullah SAW sampai beliau terbangun sendiri. Kemudian 'Umar terbangun, Abu Bakar duduk dekat kepala beliau lalu bertakbir dengan mengeraskan suaranya hingga Nabi SAW terbangun. Kemudian beliau keluar (dari tenda) lalu menunaikan salat Subuh bersama kami. Sementara itu ada seorang laki-laki dari suatu kaum yang memisahkan diri (menyendiri) tidak ikut salat bersama kami. Setelah selesai, beliau bertanya: "Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk salat bersama kami?" Orang itu menjawab: "Aku mengalami junub." Beliau memerintahkan orang itu untuk bertayamum dengan debu, orang itu pun melaksanakan salat. Kemudian Rasulullah SAW menyertakan aku dalam berkendaraan bersama beliau untuk meneruskan perjalanan hingga kami merasakan haus yang sangat. Ketika kami sedang berjalan itu, ada seorang wanita yang (menunggang untanya) dengan kedua kakinya yang terjuntai bebas di antara kantung besar berisi air yang sering diistilahkan mizadah. Kami bertanya kepadanya: "Di mana ada air?" Wanita itu menjawab: "Tidak ada air." Kami bertanya lagi: "Berapa jarak antara keluargamu (rumahmu) dan air." Wanita itu menjawab: "Sehari semalam." Maka kami berkata: "Ayo kita temui Rasulullah SAW." Wanita itu bertanya: "Siapa itu Rasulullah?" (Kami berangkat bersama wanita itu, tapi) kami tidak menceritakan kepadanya perihal Rasulullah kepadanya hingga kami menghadap Nabi SAW bersama wanita itu. Lalu wanita itu bercerita kepada beliau sebagaimana dia bercerita kepada kami hanya saja dia menambahkan bahwa dia adalah seorang ibu dengan anak-anaknya yang yatim. Maka beliau meminta kantong air milik wanita itu, lalu beliau mengusap tali penutup kantong air tersebut. Akhirnya kami yang berjumlah empat puluh orang laki-laki dalam keadaan kehausan dapat minum air hingga puas, dan setiap orang dari kami memenuhi kantong air dan tempat minum lainnya milik masing-masing. Kecuali satu hal yaitu kami belum memberi minum seekor unta yang memang senantiasa masih ada air yang tersisa padanya. Kemudian beliau berkata: "Bawalah kemari apa yang ada pada kalian" Maka dikumpulkanlah untuk wanita itu daging dan kurma-kurma hingga dia menjumpai keluarganya lalu berkata: "Aku telah berjumpa dengan orang yang paling menakjubkan (sihirnya) atau dia seorang Nabi sebagaimana mereka mengakuinya." Lalu Allah memberi hidayah kepada kaum tersebut melalui perantaraan wanita itu, wanita itu masuk Islam begitu juga kaumnya di kampung itu.
Hadis Ke-3
سنن أبي داوود ٢٨٣: حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى أَخْبَرَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ أَخْبَرَنَا أَبِي قَالَ سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ أَيُّوبَ يُحَدِّثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ الْمِصْرِيِّ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ: احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ فِي غَزْوَةِ ذَاتِ السُّلَاسِلِ فَأَشْفَقْتُ إِنْ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ فَتَيَمَّمْتُ، ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي الصُّبْحَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ؟ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي مَنَعَنِي مِنْ الِاغْتِسَالِ وَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ اللَّهَ يَقُولُ: {وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا} فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا. قَالَ أَبُو دَاوُد عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ جُبَيْرٍ مِصْرِيٌّ مَوْلَى خَارِجَةَ بْنِ حُذَافَةَ وَلَيْسَ هُوَ ابْنُ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ ابْنِ لَهِيعَةَ وَعَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ أَبِي قَيْسٍ مَوْلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ كَانَ عَلَى سَرِيَّةٍ وَذَكَرَ الْحَدِيثَ نَحْوَهُ قَالَ فَغَسَلَ مَغَابِنَهُ وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ صَلَّى بِهِمْ فَذَكَرَ نَحْوَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ التَّيَمُّمَ قَالَ أَبُو دَاوُد وَرَوَى هَذِهِ الْقِصَّةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ قَالَ فِيهِ فَتَيَمَّمَ.
Artinya: Sunan Abu Daud nomor 283: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Al Mutsanna, telah mengabarkan kepada kami Wahb bin Jarir, telah mengabarkan kepada kami Bapakku, dia berkata: Saya telah mendengar Yahya bin Ayyub menceritakan hadis dari Yazid bin Abi Habib, dari Imran bin Abi Anas dari Abdurrahman bin Jubair Al Mishri dari Amru bin Al 'Ash dia berkata: Saya pernah bermimpi basah pada suatu malam yang sangat dingin sekali ketika perang Dzatus Salasil, sehingga saya takut akan binasa jika saya mandi. Lalu saya pun bertayamum kemudian salat Subuh dengan para sahabatku. Lalu hal itu mereka laporkan kepada Nabi SAW, maka beliau bersabda: "Wahai Amru, engkau salat bersama para sahabatmu dalam keadaan junub?" Maka saya katakan kapada beliau tentang apa yang menghalangiku untuk mandi dan saya katakan: Sesungguhnya saya pernah mendengar Allah berfirman (yang artinya): Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kalian (QS. An Nisa': 29). Maka Rasulullah SAW tertawa dan tidak mengatakan apa-apa. Abu Dawud berkata: Abdurrahman bin Jubair Al Mishri adalah mantan sahaya Kharijah bin Hudzafah, dan dia bukanlah Jubair bin Nufair. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salamah Al Muradi, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb, dari Ibnu Lahi'ah dan Amru bin Al Harits, dari Yazid bin Abi Habib, dari Imran bin Abi Anas, dari Abdurrahman bin Jubair, dari Abu Qais, mantan sahaya Amru bin Al 'Ash bahwasanya Amru bin Al 'Ash pernah diutus pada suatu peperangan yang tidak diikuti Rasulullah SAW. Kemudian dia meyebutkan hadis semisal di atas. dia menyebutkan: Dia membasuh bagian-bagian lipatan tubuhnya dan berwudu kemudian salat dengan mereka, lalu dia menyebutkan semisalnya tanpa menyebutkan perihal tayamum. Abu Dawud berkata: Dan kisah ini telah diriwayatkan dari Al Auza'i, dari Hasan bin 'Athiyyah dia menyebutkan padanya: Lalu dia bertayamum.
C. Simpulan Mengenai Bertayamum Meski Mendapati Air
Melihat berbagai pendapat, hendaknya saling menghargai di antara kaum muslimin. Terkait bertayamum meski mendapati air ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak membolehkan. Masing-masing pendapat dibangun dengan argumennya masing-masing. Silahkan yang berpendapat bahwa musafir boleh bertayamum meski ada air dan silahkan pula mengambil pendapat bahwa musafir tidak boleh bertayamum meski ada air. Namun demikian, penulis memilih mengamalkan pendapat bahwa musafir boleh bertayamum meski ada air. Syarat musafir dikarenakan jarak, bukan ketersediaan ada air atau tidak. Oleh karena itu, segala sesuatu yang melekat pada musafir berlaku bagi mereka. Termasuk dalam hal ini adalah musafir boleh bertayamum baik ada air maupun tidak ada air.
Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan taharah. Hal tersebut sebagai upaya menggapai kesempurnaan dalam beribadah mengingat salat didirikan dengan syarat terhindar dari najis dan hadas. Semoga pelajaran mengenai taharah yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.
No comments:
Post a Comment