Friday, January 5, 2024

Boleh Isbal Asalkan Tidak Sombong


 

Kesadaran sebagai orang Islam tentu berusaha mengamalkan ajaran agama Islam secara maksimal. Kesadaran tersebut membuahkan semangat beragama yang sering kali terlihat oleh pandangan manusia yang lainnya, sebagai contoh yang terlihat adalah penampilan atau cara berpakaian. Terkadang semangat beragama yang berlebih membuat seseorang memandang salah dan menyalahkan cara berpakaian orang lain. Namun demikian, kesadaran tersebut jangan membuat diri seseorang sebagai hakim yang menentukan orang lain salah dan kebenaran hanya pada diri sendiri sehingga merasa paling benar sendiri. Jangan sampai semangat beragama kita malah justru mendorong kita ke jurang kesombongan.

 

Kesadaran beragama yang tampak pada semangat beragama semestinya menjadikan manusia di antaranya menjadi berakhlak, berbudi luhur, moderat, mengedepankan prasangka baik pada orang lain, serta merangkul sesama. Sering kita melihat fenomena ketika seseorang memandang salah dan menyalahkan cara berpakaian orang lain atas nama agama. Salah satu fenomena tersebut adalah memandang bahwa kain yang menjulur di bawah mata kaki adalah bagian neraka. Istilah yang sering kita dengar untuk mewakili hal tersebut adalah isbal. Perdebatan tentang hukum isbal tidak hanya terjadi saat ini, tetapi sudah ada sejak zaman dahulu. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum isbal. Supaya mengerti tentang permasalahan isbal, mari kita simak beberapa pembahasan berikut.

 

A. Pengertian Isbal

Menurut bahasa Isbal (أسبل-يسبل-إسبالا) maknanya adalah memanjangkan. Asy-Syirbini dalam Mughnil Muhtaj menerangkan bahwa menurut istilah para ulama, isbal adalah memanjang pakaian (sarung, gamis, dan lainnya) sampai melebihi batas mata kaki. Isbal merupakan aktivitas yang dilakukan, sementara musbil itu adalah orang yang isbal.

 

B. Dalil Tentang Isbal

Banyak di antaranya dalil yang membahas tentang isbal. Dalil tentang isbal dapat ditemui dalam berbagai hadis. Adapun hadis-hadis tersebut bisa diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu dalil mutlaq dan dalil muqayyad.

 

1. Dalil Mutlaq Tentang Isbal

Muthlaq secara bahasa artinya tidak terikat, kebalikan muqayyad. Mutlaq adalah suatu lafal yang menunjukkan kepada satu-satuan tertentu tetapi tanpa adanya pembatasan. Biasanya lafal mutlaq ini berbentuk isim nakirah dalam konteks kalimat positif (al-itsbat). Adapun dalil tentang isbal yang termasuk dalil mutlaq adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-1

صحيح البخاري ٥٣٤١: حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 5341: Telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW beliau bersabda: “Kain sarung (izaar) yang berada di bawah mata kaki, adalah bagian dari api neraka.”

 

Hadis Ke-2

صحيح مسلم ١٥٤: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالُوا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ مُدْرِكٍ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ خَرَشَةَ بْنِ الْحُرِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ. قَالَ: فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَ مِرَارًا. قَالَ أَبُو ذَرٍّ: خَابُوا وَخَسِرُوا، مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 154: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Muhammad bin al-Mutsanna serta Ibnu Basysyar, mereka berkata: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far dari Syu'bah dari Ali bin Mudrik dari Abu Zur'ah dari Kharasyah bin Al-Hurr dari Abu Dzar dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Ada tiga golongan yang kelak pada hari kiamat Allah tidak akan mengajak bicara mereka, Allah tidak akan melihat mereka, tidak akan membersihkan (mengampuni dosa) mereka dan bagi mereka akan mendapat siksa yang pedih.” Rasulullah SAW bersabda demikian tiga kali. Kemudian Abu Dzar berkata, “Sungguh menyesal dan rugi mereka itu. Siapakah mereka itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu orang yang menurunkan kain izaarnya, orang yang suka mengundat-undat pemberiannya dan orang yang menjual barang dagangannya dengan menggunakan sumpah palsu.”

 

Hadis Ke-3

سنن أبي داوود ٣٥٦٤: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا أَبَانُ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: بَيْنَمَا رَجُلٌ يُصَلِّي مُسْبِلًا إِزَارَهُ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اذْهَبْ فَتَوَضَّأْ. فَذَهَبَ فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ جَاءَ. فَقَالَ: اذْهَبْ فَتَوَضَّأْ. فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا لَكَ أَمَرْتَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ ثُمَّ سَكَتَّ عَنْهُ؟ قَالَ: إِنَّهُ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ مُسْبِلٌ إِزَارَهُ، وَإِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبَلُ صَلَاةَ رَجُلٍ مُسْبِلٍ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 3564: Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Aban, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya dari Abu Ja'far dari Atha bin Yasar dari Abu Hurairah ia berkata: “Pada suatu waktu ada seseorang salat dengan kain izaarnya sampai di bawah mata kaki, maka Rasulullah SAW bersabda, “Pergilah dan berwudulah!” Ia pun pergi dan berwudu, kemudian ia datang. Kemudian beliau SAW bersabda kepadanya: “Pergilah dan berwudulah!” Maka ada seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau menyuruh orang itu melakukan wudu, kemudian engkau diamkan?” Beliau bersabda: “Karena ia salat dengan memakai kain izaarnya sampai di bawah mata kaki. Sesungguhnya Allah tidak akan menerima salat seseorang yang memakai kain izaarnya sampai di bawah mata kaki.”

Keterangan: Terkait rawi yang bernama Abu Ja'far merupakan tabi'in kalangan pertengahan. Komentar ulama tentangnya adalah Ibnul Qaththan yang mengatakan majhul (tidak diketahui).

 

Hadis Ke-4

صحيح مسلم ٣٨٩٢: حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ وَاقِدٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: مَرَرْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي إِزَارِي اسْتِرْخَاءٌ، فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ، ارْفَعْ إِزَارَكَ. فَرَفَعْتُهُ. ثُمَّ قَالَ: زِدْ. فَزِدْتُ. فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ. فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ: إِلَى أَيْنَ؟ فَقَالَ: أَنْصَافِ السَّاقَيْنِ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 3892: Telah menceritakan kepadaku Abu Ath Thahir: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb: Telah mengabarkan kepadaku 'Umar bin Muhammad dari 'Abdullah bin Waqid dari Ibnu 'Umar ia berkata: “Aku pernah lewat di hadapan Rasulullah SAW, ketika itu kain izaar saya turun. Lalu beliau SAW bersabda, “Hai ‘Abdullah, naikkanlah kain izaarmu.” Lalu aku menaikkannya. Kemudian beliau bersabda lagi, “Naikkan lagi !” Lalu aku menaikkannya lagi. Kemudian aku selalu menjaga yang demikian sesudah itu. Sebagian kaum ada yang bertanya (kepada Ibnu ‘Umar), “Sampai di mana (menaikkannya)?” Ibnu ‘Umar menjawab, “Pertengahan betis.”

 

2. Dalil Muqayyad Tentang Isbal

Muqayyad secara bahasa artinya sesuatu yang terikat atau yang diikatkan kepada sesuatu. Pengertian secara istilah ialah suatu lafal yang menunjukkan hakikat sesuatu yang terikat dengan suatu seperti sifat. Dalil muqayyad adalah kebaikan dari dalil mutlaq. Dalil muqayyad adalah suatu lafal yang menunjukkan atas suatu hakikat dengan adanya batasan. Adapun dalil tentang isbal yang termasuk dalil muqayyad adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-5

صحيح البخاري ٥٣٣٧: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ وَزَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ يُخْبِرُونَهُ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 5337: Telah menceritakan kepadaku Isma'il dia berkata: telah menceritakan kepadaku Malik dari Nafi' dan Abdullah bin Dinar serta Zaid bin Aslam, mereka telah mengabarkan kepadanya dari Ibnu Umar RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaiannya karena sombong.”

 

Hadis Ke-6

صحيح البخاري ٥٣٤٢: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا يَنْظُرُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 5342: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abu Az Zinnad dari Al A'raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Pada hari kiamat Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret izaarnya karena sombong.”

 

Hadis Ke-7

صحيح مسلم ٣٨٨٩: و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا حَنْظَلَةُ قَالَ سَمِعْتُ سَالِمًا عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنْ الْخُيَلَاءِ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مِثْلَهُ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ ثِيَابَهُ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 3889: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Bapakku: Telah menceritakan kepada kami Hanzhalah, ia berkata: Telah mendengar Salim dari Ibnu 'Umar ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa menyeret pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Hanzhalah bin Abu Sufyan, dia berkata: Aku mendengar Ibnu Umar berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda dengan hadis yang serupa, tetapi dengan lafal 'tsiyabahu' (pakaian-pakaian, dengan bentuk jamak, plural) bukan 'tsaubahu (pakaian, dengan bentuk tunggal, singular).'

 

Hadis Ke-8

صحيح مسلم ٣٨٩٠: و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ مُسْلِمَ بْنَ يَنَّاقَ يُحَدِّثُ عَنْ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ رَأَى رَجُلًا يَجُرُّ إِزَارَهُ، فَقَالَ: مِمَّنْ أَنْتَ؟ فَانْتَسَبَ لَهُ. فَإِذَا رَجُلٌ مِنْ بَنِي لَيْثٍ. فَعَرَفَهُ ابْنُ عُمَرَ. قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأُذُنَيَّ هَاتَيْنِ يَقُولُ: مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ لَا يُرِيدُ بِذَلِكَ إِلَّا الْمَخِيلَةَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ يَعْنِي ابْنَ أَبِي سُلَيْمَانَ ح و حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا أَبُو يُونُسَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي خَلَفٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ يَعْنِي ابْنَ نَافِعٍ كُلُّهُمْ عَنْ مُسْلِمِ بْنِ يَنَّاقَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ غَيْرَ أَنَّ فِي حَدِيثِ أَبِي يُونُسَ عَنْ مُسْلِمٍ أَبِي الْحَسَنِ وَفِي رِوَايَتِهِمْ جَمِيعًا مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ وَلَمْ يَقُولُوا ثَوْبَهُ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 3890: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far: Telah menceritakan kepada kami Syu'bah, ia berkata: Aku mendengar Muslim bin Yannaq bercerita dari Ibnu 'Umar bahwasanya ia melihat seorang laki-laki yang menyeret izaarnya, lalu ia bertanya, “Dari suku manakah engkau?” Maka orang tersebut menyebutkan nasabnya. Ternyata dia seseorang dari Bani Laits. Maka Ibnu ‘Umar pun mengenalnya. Ibnu ‘Umar berkata, “Aku mendengar dengan dua telingaku ini bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menyeret izaarnya, ia tidak menghendaki dengan demikian itu melainkan kesombongan, maka sesungguhnya pada hari kiamat Allah tidak akan melihatnya.”

 

Hadis Ke-9

سنن أبي داوود ٣٥٧٠: حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ عَنْ الْإِزَارِ فَقَال عَلَى الْخَبِيرِ سَقَطْتَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلَا حَرَجَ أَوْ لَا جُنَاحَ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ. مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِي النَّارِ. مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 3570: Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar berkata: telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Al 'Ala bin 'Abdurrahman dari Bapaknya, ia berkata: Aku bertanya kepada Abu Sa'id Al Khudri tentang kain izaar, lalu ia berkata: "Engkau bertanya kepada orang yang tepat. Rasulullah SAW bersabda, “Kain izaar seorang muslim adalah sampai pertengahan betis. Dan tidak mengapa atau tidaklah berdosa jika sampai pada diantara betis dan kedua mata kaki. Sedangkan yang sampai di bawah mata kaki itu adalah bagian neraka. Dan barangsiapa yang menyeret kain izaarnya karena sombong, maka kelak Allah tidak akan melihat kepadanya.”

Keterangan: Rawi yang bernama Al 'Alaa' bin 'Abdur Rahman bin Ya'qub merupakan tabi'in kalangan biasa. Komentar ulama tentangnya adalah di antaranya Ibnu 'Adi mengatakan: Aku tidak melihat dia memiliki masalah. Nasa'i mengatakan laisa bihi ba's, Ibnu Hibban mengatakan mentsiqahkannyanya, Abu Hatim Ar Rozy mengatakan: "Shalih, perawi tsiqah meriwayatkan darinya dan aku mengingkari hadisnya." Tirmidzi mengatakan tsiqah menurut ahli hadis, Ahmad bin Hambal mengatakan: "Tsiqah, aku tidak pernah mendengar seseorang menyebutnya dengan keburukan."

 

Hadis Ke-10

سنن أبي داوود ٣٥٦٢: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ أَبِي غِفَارٍ حَدَّثَنَا أَبُو تَمِيمَةَ الْهُجَيْمِيُّ وَأَبُو تَمِيمَةَ اسْمُهُ طَرِيفُ بْنُ مُجَالِدٍ عَنْ أَبِي جُرَيٍّ جَابِرِ بْنِ سُلَيْمٍ قَالَ: رَأَيْتُ رَجُلًا يَصْدُرُ النَّاسُ عَنْ رَأْيِهِ، لَا يَقُولُ شَيْئًا إِلَّا صَدَرُوا عَنْهُ. قُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ قَالُوا: هَذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قُلْتُ: عَلَيْكَ السَّلَامُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَرَّتَيْنِ. قَالَ: لَا تَقُلْ عَلَيْكَ السَّلَامُ، فَإِنَّ عَلَيْكَ السَّلَامُ تَحِيَّةُ الْمَيِّتِ. قُلْ السَّلَامُ عَلَيْكَ. قَالَ: قُلْتُ: أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ؟ قَالَ: أَنَا رَسُولُ اللَّهِ الَّذِي إِذَا أَصَابَكَ ضُرٌّ فَدَعَوْتَهُ كَشَفَهُ عَنْكَ. وَإِنْ أَصَابَكَ عَامُ سَنَةٍ فَدَعَوْتَهُ أَنْبَتَهَا لَكَ وَإِذَا كُنْتَ بِأَرْضٍ قَفْرَاءَ أَوْ فَلَاةٍ فَضَلَّتْ رَاحِلَتُكَ فَدَعَوْتَهُ رَدَّهَا عَلَيْكَ. قَالَ قُلْتُ: اعْهَدْ إِلَيَّ. قَالَ: لَا تَسُبَّنَّ أَحَدًا. قَالَ: فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرًّا وَلَا عَبْدًا وَلَا بَعِيرًا وَلَا شَاةً. قَالَ: وَلَا تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنْ الْمَعْرُوفِ، وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ، إِنَّ ذَلِكَ مِنْ الْمَعْرُوفِ، وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ، وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الْإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنْ الْمَخِيلَةِ، وَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ. وَإِنْ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلَا تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ، فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 3562: Telah menceritakan kepada kami Musaddad, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya dari Abu Ghifar, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Tamimah Al Hujaimi, dan Abu Tamimah namanya adalah Tharif bin Mujalid, dari Abu Jurai Jabir bin Sulaim, ia berkata: Saya melihat seseorang yang pendapatnya selalu diikuti oleh orang banyak. Apapun yang dikatakannya pasti diikuti mereka. Saya bertanya, “Siapakah orang itu?” Para sahabat menjawab, “Itu adalah Rasulullah SAW.” Saya mengucapkan salam, “ ‘Alaikas salaam ya Rasuulallooh,” aku mengucapkan dua kali. Maka beliau bersabda, “Janganlah kamu mengucapkan ‘Alaikas salaam, karena ucapan ‘Alaikas salaam itu salam untuk orang yang sudah meninggal, tetapi ucapkanlah Assalaamu ‘alaika." Aku bertanya, “Benarkah engkau utusan Allah?” Beliau menjawab, “Ya aku adalah utusan Allah, Tuhan yang apabila kamu tertimpa suatu musibah, kemudian kamu berdoa kepada-Nya, niscaya Dia akan menghilangkan musibah yang menimpa kamu. Apabila kamu tertimpa kemarau panjang (kelaparan), kemudian kamu berdoa kepada-Nya, niscaya Dia akan segera menumbuhkan tanaman untukmu. Apabila kamu berada di tengah gurun pasir atau tanah lapang, kemudian kendaraanmu atau ternakmu hilang, lalu kamu berdoa kepada-Nya, niscaya Dia akan mengembalikannya kepadamu.” Aku berkata, “Berilah nasehat kepadaku”. Beliau bersabda, “Janganlah sekali-kali kamu memaki seseorang.” Jabir berkata, “Maka setelah itu aku tidak pernah memaki orang merdeka, budak, unta ataupun kambing.” Beliau juga bersabda, “Janganlah sekali-kali kamu meremehkan sesuatu kebaikan, dan berkatalah kepada temanmu dengan wajah yang manis. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk kebaikan. Dan tinggikanlah kain izaarmu sampai pada pertengahan betis, dan kalau kamu enggan, maka boleh sampai pada kedua mata kaki. Janganlah kamu menurunkan kain izaar itu melebihi mata kaki, karena hal itu termasuk perbuatan sombong. Dan sesungguhnya Allah tidak menyukai kesombongan. Dan apabila ada orang memaki dan mencela kamu dengan apa yang dia ketahui tentang dirimu, maka janganlah kamu mencelanya dengan apa yang kamu ketahui tentang cela dirinya, karena (jika kamu tidak membalasnya) sesungguhnya akibat dari celaan itu akan kembali kepadanya.”

 

Hadis Ke-11

صحيح البخاري ٥٣٣٨: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. قَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ إِزَارِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُهُ خُيَلَاءَ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 5338: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Musa bin 'Uqbah dari Salim bin Abdullah dari Bapaknya RA dari Nabi SAW beliau bersabda: “Barangsiapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, maka pada hari kiamat nanti Allah tidak akan melihatnya.” Abu Bakar berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya kain izaar saya selalu turun sampai di bawah mata kaki, kecuali apabila saya sangat berhati-hati.” Rasulullah SAW bersabda kepadanya, “Sesungguhnya kamu tidaklah termasuk orang yang melakukannya karena sombong.”

 

C. Penjelasan Singkat

Hadis-hadis yang ada kita kumpulkan lalu kita fahami. Dalil mutlaq terdapat pada hadis-hadis yang tidak menyebut karena sombong. Namun dalil muqayyad terdapat pada hadis-hadis yang lainnya menjelaskan bahwa yang dilarang itu adalah melabuhkannya karena sombong. Apabila ada dalil muthlaq dan dalil muqayyad, maka yang dipakai adalah dalil muqayyad. Hal tersebut sebagaimana kaidah berikut ini.

 

حَمْلُ الْمُطْلَقِ عَلَى الْمُقَيَّدِ وَاجِبٌ

Artinya: Membawa dalil yang mutlaq kepada muqayyad hukumnya wajib.

 

Hadis-hadis yang ada kita kumpulkan lalu kita fahami kandungannya. Hadis-hadis tentang isbal itu ada yang merupakan dalil mutlaq dan ada yang dalil muqayyad. Taqyid dalam masalah isbal itu adalah khuyala (sombong/ takabbur). Oleh sebab itu tentang masalah isbal yang dilarang itu adalah melabuhkan izaar karena sombong. Adapun kalau tidak sombong, maka tidak termasuk yang dilarang dalam hadis yang ada. Penulis dalam hal ini lebih condong pada pendapat bahwa isbal atau tidak isbal karena khuyala (sombong) hukumnya adalah haram. Oleh sebab itu, boleh isbal asalkan tidak sombong. Hal ini tentunya mendidik kita supaya tidak mudah-mudah menilai orang lain salah. Sebab merasa paling benar sendiri adalah wujud kesombongan. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.

 

Mengenai isbal ini memang terjadi perbedaan pendapat di kalangan kaum muslimin, ada yang berpendapat bahwa isbal itu dilarang secara mutlak, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa yang dilarang itu apabila dilakukan dengan sombong. Hal tersebut sudah dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar Al-'Asqolaniy di dalam Fathul Baari dalam kitab Libaas. Adapun tentang memakai celana panjang (yang bahasa Arabnya saroowiil) hingga melebihi mata kaki, sampai sekarang penulis belum mendapatkan hadis yang melarangnya. Walloohu a’lam.

 

D. Menyikapi Perbedaan

Apabila kaum muslimin berbeda pandangan dalam masalah isbal adalah menjadi hak masing-masing. Semua itu akan kembali ke pribadi masing-masing. Jangan sampai adanya perbedaan pandangan dalam suatu hukum membuat umat Islam terpecah belah. Pun juga tidak patut bagi kita umat Islam merasa paling benar pendapatnya dan mengintimidasi pendapat lain yang tidak sepaham. Kita mesti ingat bahwa suatu pendapat tidak dapat menggugurkan pendapat lainnya. Semoga uraian ini bermanfaat bagi diri saya sendiri khususnya sehingga membuat diri ini semakin yakin condong ke arah mana, serta dapat menambah cakrawala pengetahuan bagi pembaca semua. Semoga Allah senantiasa memberi kita taufik sehingga tetap berada di atas rel kebenaran Agama Islam dan memberi keridaan-Nya untuk kita. Aamiin.

 

 

 

No comments:

Post a Comment