Monday, December 11, 2023

Zakat Saham


 

Islam merupakan agama yang mengajarkan untuk peduli sesama sebagai bentuk ibadah. Adapun ibadah sebagai bentuk kepedulian yang dimaksud itu beragam. Hal tersebut di antaranya adalah zakat. Adapun zakat banyak macamnya. Di antara macam zakat yang ada yaitu zakat saham. Supaya ada gambaran mengenai zakat saham, maka kita akan mengulas di antaranya: (a) pengertian zakat saham; (b) hukum zakat saham; (c) nisab dan haul zakat saham; (d) jumlah zakat yang ditunaikan; (e) orang yang mengeluarkan zakat; (f) orang yang berhak menerima zakat; (g) ucapan orang yang menerima zakat; (h) keutamaan menunaikan zakat; dan (i) ancaman bila zakat tidak dikeluarkan.

 

A. Pengertian Zakat Saham

Pada jaman dahulu, ulama klasik belum mencantumkan bahasan tentang pasar modal dalam kitab yang disusunnya. Hal tersebut karena pasar modal pada saat itu belum dikenal. Namun demikian prinsip-prinsip muamalah yang menjadi dasar hukum kelangsungan kegiatan pasar modal dapat di jumpai dalam kitab-kitab fikih klasik. Pasar modal sebenarnya bukan merupakan bentuk pasar baru dalam dunia perekonomian Islam dan Indonesia. Aktivitas pasar modal sudah dimulai sejak tahun 1912 di Jakarta. Objek yang diperdagangkan di pasar modal adalah efek. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. Meskipun efek terdiri atas berbagai macam surat berharga, tetapi 2 (dua) instrument utama di pasar modal, yaitu saham dan obligasi. Pada pembahasan kali ini akan mengulas mengenai saham.

 

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menerangkan arti saham adalah: (1) bagian; andil; sero; (2) sumbangan (pikiran dan tenaga); (3) surat bukti pemilikan bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas dividen dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor; (4) hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagi dalam pemilikan dan pengawasan. Jenis-jenis saham dapat dibedakan menurut cara peralihannya dan berdasarkan manfaat yang diperoleh pemegang saham. Adapun jenis-jenis saham menurut cara peralihannya adalah sebagai berikut.

1. Saham atas unjuk (bearer stock) adalah saham yang tidak mencantumkan nama pemiliknya. Cara peralihannya sangat mudah, siapa yang dapat menunjukkan sertifikat saham tersebut, ia adalah pemiliknya dan berhak untuk hadir dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pemilik saham jenis ini harus berhati-hati karena kalau hilang maka tidak dapat meminta duplikasinya.

2. Saham atas nama (registered stock) adalah saham yang dengan jelas mencantumkan nama pemiliknya. Cara peralihannya harus melalui pencatatan dokumen peralihan. Nama pemilik baru harus dicatat dalam buku khusus yang memuat daftar pemegang saham perusahaan. Apabila sertifikat saham hilang, pemiliknya dapat meminta pengganti sertifikat sahamnya karena namanya ada dalam buku daftar perusahaan.

Sementara itu jenis saham berdasarkan manfaat yang diperoleh pemegang saham adalah sebagai berikut.

1. Saham biasa (common stock) adalah saham yang menempatkan pemiliknya pada posisi paling akhir dalam hal pembagian dividen dan, hak atas kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut mengalami likuidasi. Saham jenis ini paling banyak dikenal dimasyarakat di mana nilai nominalnya ditentukan oleh emiten (badan usaha (pemerintah) yang mengeluarkan kertas berharga untuk diperjualbelikan).

2. Saham preferen (preferred stock) adalah saham yang memberikan prioritas pilihan kepada pemegang sahamnya. Hal tersebut seperti berhak didahulukan dalam hal pembayaran deviden, berhak menukar saham preferen yang dipegangnya dengan saham biasa. Intinya mendapat prioritas pembayaran kembali permodalan dalam hal perusahaan dilikuidasi.

3. Saham istimewa (golden share) adalah saham yang memberikan hak lebih kepada pemiliknya dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Hak lebih itu terutama dalam proses penunjukan direksi perusahaan. Di Indonesia saham jenis ini dikenal dengan nama saham dwiwarna. Pemiliknya adalah Pemerintah RI dan jumlahnya hanya satu.

 

Saham (sero atau andil) adalah surat bukti yang menyatakan bahwa seseorang bahwa turut serta dalam suatu perseroan terbatas (PT). Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Melalui penyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham, yaitu sebagai berikut:

1. Dividen (deviden) merupakan bagian keuntungan perusahaan yang menjadi hak pemegang saham. Dividen adalah laba bersih perusahaan setelah dipotong pajak (net income after tax/NIAT) atau laba ditahan (retained earning) yang akan digunakan oleh perusahaan untuk mendanai berbagai aktivitas perusahaan seperti ekspansi, penelitian maupun inovasi produknya. KBBI menerangkan arti dividen adalah: (1) bagian laba atau pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan oleh direksi serta disahkan oleh rapat pemegang saham untuk dibagikan kepada para pemegang saham; (2) sejumlah uang yang berasal dari hasil keuntungan yang dibayarkan kepada pemegang saham sebuah perseroan.

2. Laba Kapital (Capital Gain) adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham apabila harga jual saham melebihi harga belinya. Singkatnya, capital gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya. Oleh sebab itu, bisa disimpulkan bahwa laba kapital yaitu keuntungan dari hasil jual beli saham, berupa selisih antara nilai jual yang lebih tinggi dari nilai beli sahamnya.

 

Sebagai instrument investasi, saham memiliki risiko. Risiko yang dimaksud antara lain: (1) risiko capital loss; dan (2) risiko likuidasi.

1. Risiko Capital Loss merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. PQR yang di beli dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham. Dikarenakan khawatir harga saham tersebut akan terus turun, maka investor menjual pada harga Rp 1.400,- tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham.

2. Risiko Likuidasi terjadi apabila perusahaan yang sahamnya dimiliki dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Apabila masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi tersebut merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Oleh sebab itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan.

 

Begitu pentingnya pembahasan saham ini dalam koridor agama Islam dan peran zakat bagi umat Islam, maka terkait saham ini diatur oleh Menteri Agama Republik Indonesia. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif menyebutkan zakat uang dan surat berharga lainnya adalah zakat yang dikenakan atas uang, harta yang disetarakan dengan uang, dan surat berharga lainnya yang telah mencapai nisab dan haul. Saham di antaranya harta yang disetarakan dengan uang. Oleh sebab itu bisa disimpulkan bahwa zakat saham adalah zakat yang dilakukan atas kepemilikan saham atau surat bukti persero dalam suatu Perusahaan Terbatas (PT), sesuai dengan nilai dan jumlah lembar sahamnya.

 

B. Hukum Zakat Saham

Hukum zakat adalah wajib. Hal tersebut sebagaimana firman Allah berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-1

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ. البقرة: 43

Artinya: Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk (QS. Al Baqarah: 43).

 

Ulama-ulama besar seperti Abu Zahra, Abdur Rahman, dan Khalaf, berpendapat bahwa saham dan obligasi adalah kekayaan yang diperjualbelikan. Hal tersebut karena pemiliknya memperjual-belikan dengan menjual dan membelinya dan dari pekerjaanya itu pemilik memperoleh keuntungan persis pedagang dengan barang dagangan. Keuntungan tersebut diperoleh karena harga yang sebenarnya yang berlaku di pasar berbeda dari harga yang tertulis dalam kegiatan jual beli tersebut. Berdasarkan pandangan ini, maka saham dan obligasi termasuk dalam kategori barang dagang. Oleh karena itu termasuk objek zakat seperti kekayaan-kekayaan dagang lain dan dinilai sama dengan barang dagang (zakat perniagaan). Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan Yusuf Qardawi.

 

Hadis Ke-1

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ دَاوُدَ بْنِ سُفْيَانَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سَعْدِ بْنِ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِيهِ سُلَيْمَانَ عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنْ الَّذِي نُعِدُّ لِلْبَيْعِ. أبي داود

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Daud bin Sufyan, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hassan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Musa Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Ja'far bin Sa'd bin Samurah bin Jundab bin Sulaiman, telah menceritakan kepadaku Khubaib bin Sulaiman dari Bapaknya yaitu Sulaiman dari Samurah bin Jundab, ia berkata: Adapun selanjutnya, sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat dari sesuatu yang kami persiapkan untuk dijual. (HR. Abu Daud, no. 1335).

Keterangan: Terkait rawi yang bernama Khubaib bin Sulaiman bin Samurah merupakan tabi'ut tabi'in kalangan tua. Komentar ulama tentangnya yaitu Ibnu Hibban mengatakan disebutkan dalam 'ats tsiqaat, Ibnu Hazm dan Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan majhul, dan Adz Dzahabi mentsiqahkannya. Rawi yang bernama Ja'far bin Sa'ad bin Samurah bin Jundab merupakan tabi'in (tidak jumpa Sahabat). Komentar ulama tentangnya yaitu Ibnu Hibban mengatakan disebutkan dalam 'ats tsiqaat, Ibnu Hazm mengatakan majhul, Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan laisa bi qowi. Rawi yang bernama Sulaiman bin Musa merupakan kalangan tabi'ut tabi'in kalangan pertengahan. Komentar ulama tentangnya yaitu Abu Hatim Ar Rozy mengatakan shalihul hadits, Adz Dzahabi mengatakan shalihul hadits, Ibnu Hibban mengatakan disebutkan dalam 'ats tsiqaat, Al Bukhari mengatakan mungkarul hadits, Al 'Uqaili mengatakan mungkarul hadits, Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan fiihi layyin.

 

Hadis Ke-2

أَخْبَرَنَا أَبُو عَلِيٍّ الرُّوذْبَارِيُّ، أنبأ أَبُو بَكْرِ بْنُ دَاسَةَ، ثنا أَبُو دَاوُدَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ دَاوُدَ بْنِ سُفْيَانَ، ثنا يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ ، ثنا سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى أَبُو دَاوُدَ ، ثنا جَعْفَرُ بْنُ سَعْدِ بْنِ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ، حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ سُلَيْمَانَ ، عَنْ أَبِيهِ سُلَيْمَانَ بْنِ سَمُرَةَ ، عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ، أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنَ الَّذِي نَعُدُّ لِلْبَيْعِ.البيهقي

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Ali Ar-Rudzbari, telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Dasah, tekah menceritakan kepada kami Abu Dawud, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Dawud bin Sufyan, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hassan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Musa Abu Dawud, telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Sa’ad bin Samurah bin Jundab telah menceritakan kepadaku Khubaib bin Sulaiman dari Bapaknya yaitu Sulaiman bin Samurah dari Samurah bin Jundab, ia berkata: Adapun selanjutnya, sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat dari sesuatu yang kami persiapkan untuk dijual. (HR. Baihaqi, no. 7020)

Keterangan: Terkait rawi yang bernama Khubaib bin Sulaiman bin Samurah merupakan tabi'ut tabi'in kalangan tua. Komentar ulama tentangnya yaitu Ibnu Hibban mengatakan disebutkan dalam 'ats tsiqaat, Ibnu Hazm dan Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan majhul, dan Adz Dzahabi mentsiqahkannya. Rawi yang bernama Ja'far bin Sa'ad bin Samurah bin Jundab merupakan tabi'in (tidak jumpa Sahabat). Komentar ulama tentangnya yaitu Ibnu Hibban mengatakan disebutkan dalam 'ats tsiqaat, Ibnu Hazm mengatakan majhul, Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan laisa bi qowi. Rawi yang bernama Sulaiman bin Musa merupakan kalangan tabi'ut tabi'in kalangan pertengahan. Komentar ulama tentangnya yaitu Abu Hatim Ar Rozy mengatakan shalihul hadits, Adz Dzahabi mengatakan shalihul hadits, Ibnu Hibban mengatakan disebutkan dalam 'ats tsiqaat, Al Bukhari mengatakan mungkarul hadits, Al 'Uqaili mengatakan mungkarul hadits, Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan fiihi layyin.

 

Hadis riwayat Abu Daud nomor 1335 dan hadis riwayat Baihaqi nomor 7020 sering digunakan sebagai dalil adanya zakat perniagaan atau zakat perdagangan. Dua hadis tersebut lemah periwayatannya, tetapi bukan berarti apa-apa yang berkaitan dengan perniagaan atau jual beli itu tidak ada zakatnya. Meskipun dua hadis tersebut lemah periwayatannya, tetapi matan kedua hadis tersebut shahih. Hal tersebut karena matan hadis bersesuaian dengan Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 267. Perniagaan atau perdagangan merupakan bagian usaha manusia yang baik-baik dari apa-apa yang Allah rizkikan. Selain itu, ada juga yang mengaitkan hadis berikut menjadi hujjah dalam zakat perniagaan.

 

Hadis Ke-3

أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، أنبأ أَبُو قُتَيْبَةَ مُسْلِمُ بْنُ الْفَضْلِ الآدَمِيُّ بِمَكَّةَ، ثنا مُوسَى بْنُ هَارُونَ، ثنا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عِمَرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ، عَنْ مَالِكِ بْنِ أَوْسِ بْنِ الْحَدَثَانِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فِي الإِبِلِ صَدَقَتُهَا، وَفِي الْغَنَمِ صَدَقَتُهَا، وَفِي الْبَزِّ صَدَقَتُهُ. البيهقي

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Abu Abdillah Al Hafizh, telah menceritakan kepada kami Abu Qutaibah Muslim bin Al Fadlli orang Makkah, telah menceritakan kepada kami Musa bin Harun, telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakr, dari Ibnu Juraij, dari ‘Imran bin Abi Anas, dari Malik bin Aus bin Al Hadatsan, dari Abi Dzarr RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Dalam unta, ada sedekahnya, sapi ada sedekahnya dan kambing juga ada sedekahnya serta dalam bazz (pakaian) juga ada sedekahnya. (HR. Baihaqi, no. 7021).

Keterangan: Menurut Wahbah Zuhaili yang dimaksud dengan kata "bazz" dalam hadits tersebut adalah pakaian dan senjata yang dijualbelikan.

 

Hadis Ke-4

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ، ثنا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَجَّاجِ الرَّقِّيُّ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاوِيَةَ، نا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ، عَنْ مَالِكِ بْنِ أَوْسِ بْنِ الْحَدَثَانِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فِي الْإِبِلِ صَدَقَتُهَا، وَفِي الْغَنَمِ صَدَقَتُهَا، وَفِي الْبَقَرِ صَدَقَتُهَا، وَفِي الْبُزُّ صَدَقَتُهُ. الدارقطني

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar An-Naisaburi, telah menceritakan kepada kami Ja'far bin Muhammad bin Al Hajjaj Ar-Raqi, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakr, dari Ibnu Juraij, dari Imran bin Abi Anas, dari Malik bin Aus bin Al Hadatsan, dari Abu Dzar, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Pada unta ada zakatnya, pada kambing ada zakatnya, pada sapi ada zakatnya dan pada pakaian ada zakatnya." (HR. Daruquthni, no. 1917).

 

C. Nisab dan Haul Zakat Saham

Terdapat waktu kapan umat Islam mengeluaran zakat. Haul dalam KBBI maksudanya adalah jangka waktu satu tahun yang menjadi batas kewajiban membayar zakat bagi pemilikan harta kekayaan, seperti perniagaan, emas, ternak. Secara umum dapat dikatakan bahwa haul adalah batasan waktu satu tahun hijriah (12 bulan kamariah) kepemilikan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Waktu kapan umat Islam mengeluaran zakat adalah ketika tiba haul. Adapun haul sebagaimana yang sudah disebutkan adalah batasan waktu satu tahun hijriah (12 bulan kamariah). Nisab dalam KBBI maksudanya jumlah harta benda minimum yang dikenakan zakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa nisab adalah batasan minimum harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif pada pasal 2 ayat 3 bahwa zakat pendapatan dan jasa tidak disyaratkan haul. Adapu pada pasal 26 ayat 1 menerangkan bahwa nisab zakat pendapatan senilai 653 kg gabah atau 524 kg beras. Adapun keterangan nisab dan haul zakat sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ke-5

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ النُّفَيْلِيُّ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَقَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ ضَمْرَةَ وَعَنْ الْحَارِثِ الْأَعْوَرِ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ زُهَيْرٌ أَحْسَبُهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّه قَالَ هَاتُوا رُبْعَ الْعُشُورِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمٌ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ شَيْءٌ حَتَّى تَتِمَّ مِائَتَيْ دِرْهَمٍ فَإِذَا كَانَتْ مِائَتَيْ دِرْهَمٍ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ فَمَا زَادَ فَعَلَى حِسَابِ ذَلِكَ وَفِي الْغَنَمِ فِي أَرْبَعِينَ شَاةً شَاةٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ إِلَّا تِسْعٌ وَثَلَاثُونَ فَلَيْسَ عَلَيْكَ فِيهَا شَيْءٌ وَسَاقَ صَدَقَةَ الْغَنَمِ مِثْلَ الزُّهْرِيِّ قَالَ وَفِي الْبَقَرِ فِي كُلِّ ثَلَاثِينَ تَبِيعٌ وَفِي الْأَرْبَعِينَ مُسِنَّةٌ وَلَيْسَ عَلَى الْعَوَامِلِ شَيْءٌ وَفِي الْإِبِلِ فَذَكَرَ صَدَقَتَهَا كَمَا ذَكَرَ الزُّهْرِيُّ قَالَ وَفِي خَمْسٍ وَعِشْرِينَ خَمْسَةٌ مِنْ الْغَنَمِ فَإِذَا زَادَتْ وَاحِدَةً فَفِيهَا ابْنَةُ مَخَاضٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ بِنْتُ مَخَاضٍ فَابْنُ لَبُونٍ ذَكَرٌ إِلَى خَمْسٍ وَثَلَاثِينَ فَإِذَا زَادَتْ وَاحِدَةً فَفِيهَا بِنْتُ لَبُونٍ إِلَى خَمْسٍ وَأَرْبَعِينَ فَإِذَا زَادَتْ وَاحِدَةً فَفِيهَا حِقَّةٌ طَرُوقَةُ الْجَمَلِ إِلَى سِتِّينَ ثُمَّ سَاقَ مِثْلَ حَدِيثِ الزُّهْرِيِّ قَالَ فَإِذَا زَادَتْ وَاحِدَةً يَعْنِي وَاحِدَةً وَتِسْعِينَ فَفِيهَا حِقَّتَانِ طَرُوقَتَا الْجَمَلِ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ فَإِنْ كَانَتْ الْإِبِلُ أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ فَفِي كُلِّ خَمْسِينَ حِقَّةٌ وَلَا يُفَرَّقُ بَيْنَ مُجْتَمِعٍ وَلَا يُجْمَعُ بَيْنَ مُفْتَرِقٍ خَشْيَةَ الصَّدَقَةِ وَلَا تُؤْخَذُ فِي الصَّدَقَةِ هَرِمَةٌ وَلَا ذَاتُ عَوَارٍ وَلَا تَيْسٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ الْمُصَدِّقُ وَفِي النَّبَاتِ مَا سَقَتْهُ الْأَنْهَارُ أَوْ سَقَتْ السَّمَاءُ الْعُشْرُ وَمَا سَقَى الْغَرْبُ فَفِيهِ نِصْفُ الْعُشْرِ وَفِي حَدِيثِ عَاصِمٍ وَالْحَارِثِ الصَّدَقَةُ فِي كُلِّ عَامٍ قَالَ زُهَيْرٌ أَحْسَبُهُ قَالَ مَرَّةً وَفِي حَدِيثِ عَاصِمٍ إِذَا لَمْ يَكُنْ فِي الْإِبِلِ ابْنَةُ مَخَاضٍ وَلَا ابْنُ لَبُونٍ فَعَشَرَةُ دَرَاهِمَ أَوْ شَاتَانِ. حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْمَهْرِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ وَسَمَّى آخَرَ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ ضَمْرَةَ وَالْحَارِثِ الْأَعْوَرِ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبَعْضِ أَوَّلِ هَذَا الْحَدِيثِ قَالَ فَإِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ يَعْنِي فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ قَالَ فَلَا أَدْرِي أَعَلِيٌّ يَقُولُ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ أَوْ رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ إِلَّا أَنَّ جَرِيرًا قَالَ ابْنُ وَهْبٍ يَزِيدُ فِي الْحَدِيثِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ. أبي داود

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad An Nufaili, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq dari 'Ashim bin Dhamrah dan Al Harits Al A'war dari Ali RA, Zuhair berkata: Aku mengiranya dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda: "Berikan seperempat puluh, dari setiap empat puluh dirham satu dirham. Dan tidak ada kewajiban sedikitpun atas kalian hingga sempurna seratus dirham. Maka apabila telah berjumlah dua ratus dirham maka padanya terdapat zakat lima dirham, kemudian selebihnya sesuai perhitungan tersebut. Pada kambing, untuk jumlah empat puluh kambing zakat satu kambing, maka apabila hanya berjumlah tiga puluh sembilan maka tidak ada kewajiban sedikitpun atas kalian." Dan ia menyebutkan zakat kambing seperti yang disebutkan Az Zuhri. Ia berkata: Dan mengenai sapi pada setiap tiga puluh ekor terdapat seekor tabi', pada jumlah empat puluh terdapat satu musinnah, sapi yang digunakan untuk kerja tidak ada kewajiban sedikitpun, pada unta ia menyebutkan zakatnya seperti yang telah disebutkan Az Zuhri. Ia berkata: Dan pada jumlah dua puluh lima terdapat zakat lima kambing, kemudian apabila lebih satu ekor maka padanya terdapat zakat satu ekor bintu makhadh, kemudian apabila tidak ada bintu makhadh maka ibnu labun jantan, hingga tiga puluh lima. Kemudian apabila lebih satu ekor maka padanya zakat satu ekor bintu labun, hingga empat puluh lima. Kemudian apabila lebih satu ekor maka padanya terdapat zakat satu ekor hiqqah yang siap bunting, hingga enam puluh. Kemudian ia menyebutkan seperti hadis Az Zuhri. Ia berkata: kemudian apabila lebih satu ekor yaitu sembilan puluh satu ekor maka padanya terdapat zakat dua hiqqah yang siap untuk bunting, hingga seratus dua puluh. Kemudian apabila unta tersebut lebih banyak dari itu maka pada setiap lima puluh terdapat zakat satu hiqqah, dan tidak dipisahkan antara unta yang digabungkan, dan tidak digabungkan antara unta yang dipisahkan karena khawatir wajib mengeluarkan zakat. Dan tidak diambil dalam zakat unta yang tua dan telah tanggal giginya, serta yang memiliki cacat, dan unta pejantan, kecuali petugas zakat menghendakinya. Dan dalam tumbuh-tumbuhan yang diairi sungai atau disirami air hujan terdapat zakat sepersepuluh, dan yang disirami dengan ember maka padanya terdapat seperdua puluh. Dan dalam hadis 'Ashim serta Al Harits disebutkan: zakat pada setiap tahun. Zuhair berkata: aku mengira ia berkata lagi: Dan dalam hadis 'Ashim disebutkan: Apabia diantara unta tersebut tidak ada bintu makhadh dan juga ibnu labun maka diganti sepuluh dirham atau dua ekor kambing. Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Daud Al Mahri, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengabarkan kepadaku Jarir bin Hazim dan ia menyebutkan orang yang lain, dari Abu Ishaq, dari 'Ashim bin Dhamrah serta Al Harits Al A'war dari Ali RA dari Nabi SAW dengan sebagian awal hadis ini, ia berkata : “Apabila kamu mempunyai uang perak dua ratus dirham dan sudah disimpan satu tahun, maka padanya wajib zakat lima dirham. Dan tidak ada padamu kewajiban zakat pada emas, sehingga kamu mempunyai dua puluh dinar. Apabila kamu mempunyai dua puluh dinar dan telah disimpan satu tahun, maka padanya wajib zakat setengah dinar, lalu selebihnya dihitung demikian itu.” Zuhair berkata: Aku tidak tahu, apakah perkataan “lalu selebihnya dihitung demikian itu,” itu perkataan Ali atau sabda Nabi SAW, dan pada perkataan “dan tidak ada pada harta kewajiban zakat sehingga disimpan satu tahun.” Hanya saja Jarir menambahkan dalam hadis (kata Ibnu Wahbin), dari Nabi SAW: “Tidak ada kewajiban zakat pada harta sehingga disimpan satu tahun.” (HR. Abu Daud, no. 1342).

 

Zakat saham merupakan masalah baru. Saham termasuk harta yang wajib dizakati, karena pada dasarnya kekayaan saham itu terdapat unsur jual beli yang sama dengan harta yang diperoleh dari perdagangan. Unsur jual beli itulah yang menjadi penyebab disamakannya dengan harta perdagangan/ perniagaan. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif pada pasal 11 ayat 1 menerangkan nisab zakat perniagaan senilai dengan 85 gram emas.


Sebagaimana yang sudah kita tahu, zakat itu menurut hukum Islam wajib. Tentang nisab dan haul ada perbedaan pemahaman. Ada yang menggunakan nisab dan haul, ada yang tanpa nisab dan haul. Melalui pemaparan yang ada, penulis lebih condong pada zakat itu tanpa menunggu sampai nisab maupun tiba haul. Seandainya zakat dibayarkan sebelum mencapai nisab dan haul, itu tidak menyalahi Undang Undang Nomor 23 Tentang Pengelolaan Zakat maupun Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif. Hal tersebut mengingat zakat yang mencapai nisab dan tiba haul hampir tidak mungkin dilakukan di jaman sekarang. Berbeda dengan jaman Rasulullah dan sahabat, umat di jaman ini rentan untuk mengakali haul dan nisab. Apabila haul dan nisab diakali, maka tidak akan tertunaikan zakat seorang muslim. Dampaknya adalah orang-orang yang termasuk penerima zakat tidak akan pernah lagi menerima zakat. Oleh sebab itu, penulis dalam berzakat berpegang kepada jiwa zakat. Berapapun rezeki yang Allah titipkan hendaknya dizakati. Kapan rezeki datang, saat itulah langsung bisa dizakati. Hal tersebut sebagaimana riwayat hadis berikut.

 

Hadis Ke-6

حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، فِي الرَّجُلِ يَسْتَفِيدُ مَالًا قَالَ: يُزَكِّيهِ حِينَ يَسْتَفِيدُهُ. ابن أبي شيبة

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Hisyam, dari 'Ikrimah, dari Ibnu 'Abbas tentang seseorang yang memperoleh harta, (lalu) Ibnu 'Abbas berkata: ‘(Hendaknya) ia menzakatinya pada saat memperolehnya.’ (HR. Ibnu Abi Syaibah, no. 10010).

 

D. Jumlah Zakat yang Ditunaikan

Saham termasuk harta yang wajib dizakati, karena pada dasarnya kekayaan saham itu terdapat unsur jual beli yang sama dengan harta yang diperoleh dari perdagangan. Unsur jual beli itulah yang menjadi penyebab disamakannya dengan harta perdagangan/ perniagaan. Seberapa banyak zakat perniagaan yang dikeluarkan menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif pada pasal 11 ayat 2 menerangkan bahwa kadar zakat perniagaan sebesar 2,5%. Sementara itu pada buku yang berjudul Petunjuk Pelaksanaan Pengumpulan Zakat terbitan Kementerian Agama RI tahun 2011 menyebutkan bahwa jika perusahaan bergerak dalam bidang usaha perdagangan maka perusahaan tersebut mengeluarkan harta sesuai dengan aturan zakat perdagangan. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5%. Jika perusahaan tersebut bergerak dalam bidang produksi maka zakat yang dikeluarkan sesuai dengan aturan zakat investasi atau pertanian. Dengan demikian zakat perusahaan dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5% atau 10%. Adapun 5% untuk penghasilan kotor dan 10% untuk pengahasilan bersih.

 

E. Orang yang Mengeluarkan Zakat

Orang yang temasuk wajib mengeluarkan zakat adalah orang beriman yang mampu. Kadar untuk mengukur mana yang mampu dan belum mampu adalah dengan melihat kriteria seorang muslim. Kriteria yang dimaksud adalah bukan termasuk orang-orang yang menerima zakat. Orang beriman di luar orang orang yang berhak menerima zakat adalah wajib untuk mengeluarkan zakatnya. Dalil bahwa orang beriman yang mampu untuk diwajibkan membayar zakat adalah sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat 267.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-3

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ. البقرة: 267

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al Baqarah: 267).

 

F. Orang yang Menerima Zakat

Sasaran atau orang yang berhak menerima zakat diatur dalam firman Allah. Hal tersebut tertuang pada surat At Taubah ayat 60.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-4

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَاْلعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَاْلغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ، فَرِيْضَةً مِّنَ اللهِ، وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ. التوبة:60

Artinya: Sesungguhnya zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (QS. At Taubah: 60).

 

Melalui Surat At Taubah ayat 60 dapat diketahui siapa saja yang berhak menerima zakat fitrah. Adapun yang berhak menerima zakat sebagaimana Surat At Taubah ayat 60 meliputi: (1) orang-orang fakir; (2) orang-orang miskin; (3) amil zakat; (4) mualaf; (5) hamba sahaya; (6) orang terlilit hutang; (7) hal-hal terkait untuk jalan Allah; dan (8) musafir. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai siapa saja yang berhak menerima zakat dapat disimak dengan cara klik di sini.

 

G. Ucapan Orang yang Menerima Zakat

Ketika kita diamanahi sebagai panitia zakat atau pengurus zakat, hendaknya ketika kita menerima zakat yang dikeluarkan oleh muzaki dengan mengucapkan sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah. Ucapan yang dimaksud sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ke-7

حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أَوْفَى، وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ الشَّجَرَةِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَاهُ قَوْمٌ بِصَدَقَةٍ قَالَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِمْ فَأَتَاهُ أَبِي بِصَدَقَتِهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ أَبِي أَوْفَى. البخارى

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Amru bin Murrah ia berkata; aku mendengar Abdullah bin Abu Aufa, (dia adalah sahabat yang ikut berbai'at di bawah pohon) katanya; "Adalah Rasulullah SAW, apabila ada suatu kaum datang kepada beliau untuk menyerahkan zakat, beliau mengucapkan Alloohumma Shalli 'alaihim (Ya Allah berilah selawat kepada mereka). Kemudian bapakku Abu Aufa datang kepada beliau untuk menyerahkan zakatnya, lalu Nabi SAW mengucapkan Alloohumma Shalli 'alaa aali Abi Aufa (Ya Allah berilah selawat kepada keluarganya Abu Aufa)". (HR. Bukhari, no. 3848).

 

Melalui hadis tadi, ketika kita diamanahi sebagai panitia zakat fitrah atau semacamnya, hendaknya ketika kita menerima zakat yang dikeluarkan oleh muzaki dengan mengucapkan sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah. Adapun lafal ucapan yang dimaksud adalah Alloohumma Shalli 'alaihim (Ya Allah berilah selawat kepada mereka) atau dengan menyebut nama sehingga lafalnya adalah Alloohumma Shalli 'alaa aali (Fulan) (Ya Allah berilah selawat kepada keluarganya (fulan)).

 

H. Keutamaan Menunaikan Zakat

Zakat memiliki keutamaan yang besar. Keutamaan menunaikan zakat adalah mampu menyucikan dan membersihkan diri seorang muslim. Zakat mampu membersihkan diri seorang muslim dari kekikiran dan cinta yang berlebihan terhadap harta. Hal tersebut sebagaimana dalil berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-5

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ. التوبة: 103

Artinya: Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan332) dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At Taubah: 103).

Catatan: 332) Zakat membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebihan terhadap harta.

 

I. Ancaman Bila Zakat Tidak Dikeluarkan

Terdapat ancaman bagi orang beriman yang mampu dan tidak mau mengeluarkan zakat. Sebab orang beriman yang menumpuk kekayaan tanpa dizakati diancam dengan azab Allah. Azab yang dimaksud adalah kekayaan yang tidak dikeluarkan infaknya kelak itu dipanaskan dalam neraka Jahanam lalu disetrikakan pada dahi, lambung, dan punggung mereka yang tidak mengeluarkan zakat. Hal tersebut sebagaimana dalil Al-Qur’an berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-6

۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ يَّوْمَ يُحْمٰى عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوٰى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوْبُهُمْ وَظُهُوْرُهُمْۗ هٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ فَذُوْقُوْا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُوْنَ. التوبة: 34 - 35

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para rabi dan rahib benar-benar memakan harta manusia dengan batil serta memalingkan (manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kabar ‘gembira’ kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih (34), pada hari ketika (emas dan perak) itu dipanaskan dalam neraka Jahanam lalu disetrikakan (pada) dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan), “Inilah apa (harta) yang dahulu kamu simpan untuk dirimu sendiri (tidak diinfakkan). Maka, rasakanlah (akibat dari) apa yang selama ini kamu simpan.” (35). (QS. At Taubah : 34 – 35).

 

Demikian diantaranya yang berkaitan dengan zakat. Semoga yang informasi yang didapat membuat kita semakin paham dengan ilmu agama dan kita bisa mengamalkannya. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan ibadah dengan baik dan istikamah sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.

 

No comments:

Post a Comment