Monday, October 23, 2023

Zakat Hasil Bumi


 

Islam merupakan agama yang mengajarkan untuk peduli sesama sebagai bentuk ibadah. Adapun ibadah sebagai bentuk kepedulian yang dimaksud itu beragam. Hal tersebut di antaranya adalah zakat. Adapun zakat banyak macamnya. Di antara macam zakat yang ada yaitu zakat hasil bumi. Supaya ada gambaran mengenai zakat hasil bumi, maka akan mengulas di antaranya: (a) pengertian zakat hasil bumi; (b) hukum zakat hasil bumi; (c) nisab dan haul zakat hasil bumi; (d) jumlah zakat yang ditunaikan; (e) orang yang mengeluarkan zakat; (f) orang yang berhak menerima zakat; (g) ucapan orang yang menerima zakat; (h) keutamaan menunaikan zakat; dan (i) ancaman bila zakat tidak dikeluarkan.

 

A. Pengertian Zakat Hasil Bumi

Hasil bumi adalah segala sesuatu yang dihasilkan dari bumi dan memiliki nilai guna dan manfaat. Hasil bumi yang dikeluarkan zakatnya yaitu yang dapat dijadikan makanan pokok seperti halnya padi, jagung, gandum, dan sebagainya. Sedangkan buah-buahan hendaknya dikeluarkan pula zakatnya. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif menyebutkan bahwa zakat pertanian, perkebunan dan kehutanan adalah zakat yang dikenakan atas hasil pertanian, perkebunan dan hasil hutan pada saat panen. Pada buku yang berjudul Petunjuk Pelaksanaan Pengumpulan Zakat terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2011 menyebutkan bahwa hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll.

 

Zakat hasil bumi adalah zakat diwajibkan atas semua hasil tanaman dan buah-buahan yang ditanam dengan tujuan untuk pengembangan dan inventasi. Tetapi tidak diwajibkan atas tanaman liar yang tumbuh dengan sendirinya, seperti rumput, pohon kayu bakar, bambu, dan lain-lain kecuali jika diperdagangkan, dalam hal ini harus dizakati seperti zakat komoditas dagang. Zakat hasil bumi atau zakat pertanian biasa disebut dengan istilah wasaq. Istilah tersebut mengacu pada ukuran atau timbangan tertentu yang digunakan untuk mengukur jumlah hasil pertanian yang dikenai kewajiban zakat.

 

B. Hukum Zakat Hasil Bumi

Zakat hasil bumi hukumnya adalah wajib sebagaimana zakat yang lain. Hal tersebut sebagaimana firman Allah berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-1

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ. البقرة: 267.

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al Baqarah: 267).

 

C. Nisab dan Haul Zakat Hasil Bumi

Terdapat waktu kapan umat Islam mengeluaran zakat. Haul dalam KBBI maksudanya adalah jangka waktu satu tahun yang menjadi batas kewajiban membayar zakat bagi pemilikan harta kekayaan, seperti perniagaan, emas, ternak. Secara umum dapat dikatakan bahwa haul adalah batasan waktu satu tahun hijriah (12 bulan kamariah) kepemilikan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Waktu kapan umat Islam mengeluaran zakat adalah ketika tiba haul. Adapun haul sebagaimana yang sudah disebutkan adalah batasan waktu satu tahun hijriah (12 bulan kamariah). Nisab dalam KBBI maksudanya jumlah harta benda minimum yang dikenakan zakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa nisab adalah batasan minimum harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun keterangan nisab dan haul zakat hasil bumi adalah sebagai berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-2

۞ وَهُوَ الَّذِيْٓ اَنْشَاَ جَنّٰتٍ مَّعْرُوْشٰتٍ وَّغَيْرَ مَعْرُوْشٰتٍ وَّالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا اُكُلُهٗ وَالزَّيْتُوْنَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَّغَيْرَ مُتَشَابِهٍۗ كُلُوْا مِنْ ثَمَرِهٖٓ اِذَآ اَثْمَرَ وَاٰتُوْا حَقَّهٗ يَوْمَ حَصَادِهٖۖ وَلَا تُسْرِفُوْا ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَۙ . الأنعام: 141.

Artinya: Dialah yang menumbuhkan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, serta zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya. Akan tetapi, janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al An’am: 141).

 

Zakat hasil bumi tidak disyaratkan haul, tetapi diwajibkan setiap panen. Oleh karena itu, seandainya tanah pertanian dapat menghasilkan panen lebih dari sekali dalam setahun, maka wajib dikeluarkan zakatnya setiap panen. Hal tersebut karena haul disyaratkan untuk menjamin pertumbuhan harta, dalam hal ini pertumbuhan telah terjadi sekaligus. Nisab hasil pertanian adalah 5 wasaq atau setara dengan 750 kg atau 300 sho’ atau 900 liter. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nisabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut. Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nisabnya disetarakan dengan harga nisab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras). Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif pada pasal 14 ayat 1 menyebutkan bahwa nisab zakat pertanian, perkebunan, dan kehutanan senilai 653 kg gabah. Sebuah hadis menerangkan sebagai berikut.

 

Hadis Ke-1

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي صَعْصَعَةَ الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ مِنْ التَّمْرِ صَدَقَةٌ وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ مِنْ الْوَرِقِ صَدَقَةٌ وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ مِنْ الْإِبِلِ صَدَقَةٌ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Muhammad bin 'Abdurrahman dari Abu Sha'sha'ah Al Maziniy dari Bapaknya dari Abu Sa'id Al Khudriy bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada kewajiban zakat pada kurma yang kurang dari lima wasaq (1 wasaq = 60 sho’), tidak ada kewajiban zakat pada perak yang kurang dari lima uqiyah ( 1 uqiyah = 40 dirham) dan tidak ada kewajiban zakat pada unta yang kurang dari lima ekor.” (HR. Bukhari, no. 1366).

Keterangan: 1 Wasaq = 60 sho’, 1 sho’ = 3 liter, 5 wasaq = 300 sho’ = 900 liter. Sementara1 uqiyah = 40 dirham, 5 uqiyah = 200 dirham.

 

Bagi petani kecil, tentunya zakat hasil bumi tidak mencapai nisab. Sebagaimana yang sudah kita tahu, zakat itu menurut hukum Islam wajib. Tentang nisab dan haul ada perbedaan pemahaman. Ada yang menggunakan nisab dan haul, ada yang tanpa nisab dan haul. Melalui pemaparan yang ada, penulis lebih condong pada zakat itu tanpa menunggu sampai nisab maupun tiba haul. Seandainya zakat dibayarkan sebelum mencapai nisab dan haul, itu tidak menyalahi Undang Undang Nomor 23 Tentang Pengelolaan Zakat maupun Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif. Hal tersebut mengingat zakat yang mencapai nisab dan tiba haul hampir tidak mungkin dilakukan di jaman sekarang. Berbeda dengan jaman Rasulullah dan sahabat, umat di jaman ini rentan untuk mengakali haul dan nisab. Apabila haul dan nisab diakali, maka tidak akan tertunaikan zakat seorang muslim. Dampaknya adalah orang-orang yang termasuk penerima zakat tidak akan pernah lagi menerima zakat. Oleh sebab itu, penulis dalam berzakat berpegang kepada jiwa zakat. Berapapun rezeki yang Allah titipkan hendaknya dizakati. Kapan rezeki datang, saat itulah langsung bisa dizakati. Hal tersebut sebagaimana riwayat hadis berikut.

 

Hadis Ke-2

حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، فِي الرَّجُلِ يَسْتَفِيدُ مَالًا قَالَ: يُزَكِّيهِ حِينَ يَسْتَفِيدُهُ. ابن أبي شيبة

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Hisyam, dari 'Ikrimah, dari Ibnu 'Abbas tentang seseorang yang memperoleh harta, (lalu) Ibnu 'Abbas berkata: ‘(Hendaknya) ia menzakatinya pada saat memperolehnya.’ (HR. Ibnu Abi Syaibah, no. 10010).

 

D. Jumlah Zakat yang Ditunaikan

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif pada pasal 14 ayat 2 menyebutkan bahwa kadar zakat pertanian, perkebunan, dan kehutanan sebesar 10% jika tadah hujan atau 5% jika menggunakan irigasi dan perawatan lainnya. Buku yang berjudul Petunjuk Pelaksanaan Pengumpulan Zakat terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2011 menyebutkan bahwa kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram/ irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%. Melalui ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami zakatnya 5% yang artinya 5% yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan.

 

Hadis Ke-3

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِيمَا سَقَتْ السَّمَاءُ وَالْعُيُونُ أَوْ كَانَ عَثَرِيًّا الْعُشْرُ وَمَا سُقِيَ بِالنَّضْحِ نِصْفُ الْعُشْرِ. قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ هَذَا تَفْسِيرُ الْأَوَّلِ لِأَنَّهُ لَمْ يُوَقِّتْ فِي الْأَوَّلِ يَعْنِي حَدِيثَ ابْنِ عُمَرَ وَفِيمَا سَقَتْ السَّمَاءُ الْعُشْرُ وَبَيَّنَ فِي هَذَا وَوَقَّتَ وَالزِّيَادَةُ مَقْبُولَةٌ وَالْمُفَسَّرُ يَقْضِي عَلَى الْمُبْهَمِ إِذَا رَوَاهُ أَهْلُ الثَّبَتِ كَمَا رَوَى الْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ. أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يُصَلِّ فِي الْكَعْبَةِ. وَقَالَ بِلَالٌ قَدْ صَلَّى فَأُخِذَ بِقَوْلِ بِلَالٍ وَتُرِكَ قَوْلُ الْفَضْلِ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu Maram, telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Wahb, ia berkata: telah mengabarkan kepada saya Yunus bin Zaid dari Az Zuhriy dari Salim bin 'Abdullah dari Bapaknya (‘Abdullah bin ‘Umar bin Khaththab) RA dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Pada (tanaman) yang mendapat air dari langit, atau mata air, atau ‘atsariy (tanaman yang mengambil air dengan akarnya lantaran dekat dengan tempat air), maka zakatnya adalah sepersepuluh (10%), dan tanaman yang disiram (diairi) dengan tenaga manusia, maka zakatnya separuhnya sepersepuluh (5%).” Abu Abdullah Al Bukhari berkata: "Ini adalah tafsiran pertama karena beliau tidak menentukannya saat waktu pertama kali, yakni hadis Ibnu Umar: "Pada setiap tanaman yang diairi dengan hujan adalah sepersepuluh." Lalu beliau menjelaskan hal ini: "Dan menentukan waktu dan tambahan ini bisa diterima, dan penafsiran adalah suatu tuntutan atas suatu hal yang belum jelas, jika diriwayatkan oleh orang-orang terpercaya. Seperti Al Fadlal bin 'Abbas pernah meriwayatkan bahwa Nabi SAW tidak salat di dalam Kakbah tetapi Bilal berkata bahwa beliau salat di sana. Maka perkataan Bilal diambil, sedangkan perkataan Al Fadll ditinggal. (HR. Bukhari, no. 1388).

 

Hadis Ke-4

حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ وَهَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ وَعَمْرُو بْنُ سَوَّادٍ وَالْوَلِيدُ بْنُ شُجَاعٍ كُلُّهُمْ عَنْ ابْنِ وَهْبٍ قَالَ أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ أَنَّ أَبَا الزُّبَيْرِ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَذْكُرُ. أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِيمَا سَقَتْ الْأَنْهَارُ وَالْغَيْمُ الْعُشُورُ وَفِيمَا سُقِيَ بِالسَّانِيَةِ نِصْفُ الْعُشْرِ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Thahir Ahmad bin Amru bin Abdullah bin Amru bin Sarh dan Harun bin Sa'id Al Aili dan Amru bin Sawwad dan Al Walid bin Syuja' semuanya dari Ibnu Wahb, Abu Thahir berkata telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Wahb dari Amru bin Harits bahwa Abu Zubair telah menceritakan kepadanya, bahwa saya mendengar Jabir bin Abdullah bahwasanya ia mendengar Nabi SAW bersabda: “Pada tanaman yang diairi oleh sungai dan hujan, zakatnya adalah sepersepuluh (10%), sedangkah tanaman yang diairi oleh unta (diari dengan air sumur yang diangkut dengan unta), zakatnya adalah seperduapuluh (5%).” (HR. Muslim, no. 1630).

 

E. Orang yang Mengeluarkan Zakat Hasil Bumi

Orang yang temasuk wajib mengeluarkan zakat adalah orang beriman yang mampu. Kadar untuk mengukur mana yang mampu dan belum mampu adalah dengan melihat kriteria seorang muslim. Kriteria yang dimaksud adalah bukan termasuk orang-orang yang menerima zakat. Orang beriman di luar orang orang yang berhak menerima zakat adalah wajib untuk mengeluarkan zakatnya. Dalil bahwa orang beriman yang mampu untuk diwajibkan membayar zakat adalah sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat 267.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-3

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ. البقرة: 267

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al Baqarah: 267).

 

F. Orang yang Menerima Zakat

Sasaran atau orang yang berhak menerima zakat diatur dalam firman Allah. Hal tersebut tertuang pada surat At Taubah ayat 60.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-4

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَاْلعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَاْلغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ، فَرِيْضَةً مِّنَ اللهِ، وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ. التوبة:60

Artinya: Sesungguhnya zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (QS. At Taubah: 60).

 

Melalui Surat At Taubah ayat 60 dapat diketahui siapa saja yang berhak menerima zakat fitrah. Adapun yang berhak menerima zakat sebagaimana Surat At Taubah ayat 60 meliputi: (1) orang-orang fakir; (2) orang-orang miskin; (3) amil zakat; (4) mualaf; (5) hamba sahaya; (6) orang terlilit hutang; (7) hal-hal terkait untuk jalan Allah; dan (8) musafir. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai siapa saja yang berhak menerima zakat dapat disimak dengan cara klik di sini.

 

G. Ucapan Orang yang Menerima Zakat

Ketika kita diamanahi sebagai panitia zakat atau pengurus zakat, hendaknya ketika kita menerima zakat yang dikeluarkan oleh muzaki dengan mengucapkan sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah. Ucapan yang dimaksud sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ke-5

حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أَوْفَى، وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ الشَّجَرَةِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَاهُ قَوْمٌ بِصَدَقَةٍ قَالَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِمْ فَأَتَاهُ أَبِي بِصَدَقَتِهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ أَبِي أَوْفَى. البخارى

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Amru bin Murrah ia berkata; aku mendengar Abdullah bin Abu Aufa, (dia adalah sahabat yang ikut berbai'at di bawah pohon) katanya; "Adalah Rasulullah SAW, apabila ada suatu kaum datang kepada beliau untuk menyerahkan zakat, beliau mengucapkan Alloohumma Shalli 'alaihim (Ya Allah berilah selawat kepada mereka). Kemudian bapakku Abu Aufa datang kepada beliau untuk menyerahkan zakatnya, lalu Nabi SAW mengucapkan Alloohumma Shalli 'alaa aali Abi Aufa (Ya Allah berilah selawat kepada keluarganya Abu Aufa)". (HR. Bukhari, no. 3848).

 

Melalui hadis tadi, ketika kita diamanahi sebagai panitia zakat fitrah atau semacamnya, hendaknya ketika kita menerima zakat yang dikeluarkan oleh muzaki dengan mengucapkan sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah. Adapun lafal ucapan yang dimaksud adalah Alloohumma Shalli 'alaihim (Ya Allah berilah selawat kepada mereka) atau dengan menyebut nama sehingga lafalnya adalah Alloohumma Shalli 'alaa aali (Fulan) (Ya Allah berilah selawat kepada keluarganya (fulan)).

 

H. Keutamaan Menunaikan Zakat

Zakat memiliki keutamaan yang besar. Keutamaan menunaikan zakat adalah mampu menyucikan dan membersihkan diri seorang muslim. Zakat mampu membersihkan diri seorang muslim dari kekikiran dan cinta yang berlebihan terhadap harta. Hal tersebut sebagaimana dalil berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-5

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ. التوبة: 103

Artinya: Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan332) dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At Taubah: 103).

Catatan: 332) Zakat membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebihan terhadap harta.

 

I. Ancaman Bila Zakat Tidak Dikeluarkan

Terdapat ancaman bagi orang beriman yang mampu dan tidak mau mengeluarkan zakat. Sebab orang beriman yang menumpuk kekayaan tanpa dizakati diancam dengan azab Allah. Azab yang dimaksud adalah kekayaan yang tidak dikeluarkan infaknya kelak itu dipanaskan dalam neraka Jahanam lalu disetrikakan pada dahi, lambung, dan punggung mereka yang tidak mengeluarkan zakat. Hal tersebut sebagaimana dalil Al-Qur’an berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-6

۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ يَّوْمَ يُحْمٰى عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوٰى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوْبُهُمْ وَظُهُوْرُهُمْۗ هٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ فَذُوْقُوْا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُوْنَ. التوبة: 34 - 35

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para rabi dan rahib benar-benar memakan harta manusia dengan batil serta memalingkan (manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kabar ‘gembira’ kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih (34), pada hari ketika (emas dan perak) itu dipanaskan dalam neraka Jahanam lalu disetrikakan (pada) dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan), “Inilah apa (harta) yang dahulu kamu simpan untuk dirimu sendiri (tidak diinfakkan). Maka, rasakanlah (akibat dari) apa yang selama ini kamu simpan.” (35). (QS. At Taubah : 34 – 35).

 

Demikian diantaranya yang berkaitan dengan zakat. Semoga yang informasi yang didapat membuat kita semakin paham dengan ilmu agama dan kita bisa mengamalkannya. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan ibadah dengan baik dan istikamah sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.

 

No comments:

Post a Comment