Ketika membahas tentang salat, tidak terlepas diantaranya tentang pembahasan i’adah dan mufaraqah. Pada kesempatan ini, akan dibahas tentang i’adah dan mufaraqah. Pembahasan ini dirasa penting bagi mukallaf yang tidak bisa terlepas dari kewajiban salat setiap harinya. Harapan dari pembahasan ini adalah kita sebagai mukallaf paham akan tata cara salat yang menjadi kewajiban kita maupun salat berjamaah yang menjadi salah satu diantaranya amalan sunah kita.
A. I’adah
Pengertian i’adah atau biasa dikatakan mengulang salat adalah mengulang pelaksanaan suatu kewajiban dalam waktunya menurut ketentuan syarak untuk kedua kalinya disebabkan terjadinya kekurangan atau uzur pada pelaksanaan kewajiban pertama. Pengertian tersebut dijelaskan lebih rinci diberikan oleh Mustafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i:
أما الإعادة: فهي أن يؤدي صلاة من الصلوات المكتوبة، ثم يرى فيها نقصاً أو خللً في الآداب أو المكملات، فيعيدها على وجه لا يكون فيها ذلك النقص أو الخلل
Artinya: Adapun i‘adah ialah ketika seseorang telah melaksanakan salat fardu, tetapi kemudian melihat ada cacat atau cela dalam kesempurnaan ataupun tata krama salat, dan selanjutnya ia melaksanakan kembali salat tersebut menurut tata cara yang tidak ada cela ataupun cacat.
Pada persoalan mengulang salat ini, terdapatnya hadis Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang kebolehan mengulang salat dengan berjamaah. Hal tersebut maksudnya adalah seseorang yang telah melaksanakan salat di rumahnya, lalu ia pergi ke masjid dan mendapati suatu jamaah yang akan melaksanakan salat, maka ia dibolehkan mengulang kembali salatnya dengan ikut berjamaah. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.
Hadis Pertama
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا يَعْلَى بْنُ عَطَاءٍ حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ يَزِيدَ بْنِ الْأَسْوَدِ الْعَامِرِيُّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: شَهِدْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَجَّتَهُ، فَصَلَّيْتُ مَعَهُ صَلَاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ الْخَيْفِ. قَالَ: فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ وَانْحَرَفَ إِذَا هُوَ بِرَجُلَيْنِ فِي أُخْرَى الْقَوْمِ لَمْ يُصَلِّيَا مَعَهُ. فَقَالَ: عَلَيَّ بِهِمَا. فَجِيءَ بِهِمَا تُرْعَدُ فَرَائِصُهُمَا. فَقَالَ: مَا مَنَعَكُمَا أَنْ تُصَلِّيَا مَعَنَا؟ فَقَالَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا كُنَّا قَدْ صَلَّيْنَا فِي رِحَالِنَا. قَالَ: فَلَا تَفْعَلَا، إِذَا صَلَّيْتُمَا فِي رِحَالِكُمَا ثُمَّ أَتَيْتُمَا مَسْجِدَ جَمَاعَةٍ فَصَلِّيَا مَعَهُمْ، فَإِنَّهَا لَكُمَا نَافِلَةٌ. قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ مِحْجَنٍ الدِّيلِيِّ وَيَزِيدَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ يَزِيدَ بْنِ الْأَسْوَدِ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَهُوَ قَوْلُ غَيْرِ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ وَبِهِ يَقُولُ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ قَالُوا إِذَا صَلَّى الرَّجُلُ وَحْدَهُ ثُمَّ أَدْرَكَ الْجَمَاعَةَ فَإِنَّهُ يُعِيدُ الصَّلَوَاتِ كُلَّهَا فِي الْجَمَاعَةِ وَإِذَا صَلَّى الرَّجُلُ الْمَغْرِبَ وَحْدَهُ ثُمَّ أَدْرَكَ الْجَمَاعَةَ قَالُوا فَإِنَّهُ يُصَلِّيهَا مَعَهُمْ وَيَشْفَعُ بِرَكْعَةٍ وَالَّتِي صَلَّى وَحْدَهُ هِيَ الْمَكْتُوبَةُ عِنْدَهُمْ. الترمذي
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani', ia berkata: telah menceritakan kepada kami Husyaim, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Ya'la bin 'Atha`, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Jabir bin Yazid bin Al Aswad Al 'Amiri dari Bapaknya (Yazid bin Al Aswad) ia berkata: Saya ikut berhaji bersama Nabi SAW, lalu saya salat Subuh bersama beliau di masjid Al-Khaif. Setelah Rasulullah SAW selesai salat, beliau mengetahui ada dua orang dari kaum lain yang tidak ikut salat, maka beliau bersabda, "Suruhlah mereka datang kemari!" Lalu mereka dibawa dalam keadaan gemetar daging rusuk mereka. Beliau bersabda, "Apa yang menghalangi kalian berdua untuk salat bersama kami?" Mereka menjawab, "Kami sudah salat ditempat kami." Beliau bersabda, "Janganlah kalian berbuat demikian. Apabila kalian telah salat di rumah kalian, kemudian kalian mendapati di masjid sedang salat berjamaah, maka hendaklah kalian ikut salat berjamaah, karena yang demikian itu menjadi salat sunah bagi kalian." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Mihjan Ad Dili dan Yazid bin Amir." Abu Isa berkata: "Hadis Yazid bin Al Aswad derajatnya hasan shahih, ini adalah pendapat banyak ulama. Pendapat ini juga dipegang oleh Sufyan Ats Tsauri, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq." Mereka berkata: "Apabila seorang laki-laki telah salat sendirian kemudian mendapatkan salat berjamaah, maka hendaklah ia mengulangi semua salatnya dengan berjamaah. Dan jika seorang laki-laki telah salat magrib sendirian kemudian mendapatkan salat berjamaah, maka mereka berpendapat, "Hendaklah ia salat bersama mereka dan menggenapkan, sedangkan salat yang ia lakukan sendirian itulah yang fardu bagi mereka." (HR. Tirmidzi, no. 203).
Melalui hadis riwayat Tirmidzi menunjukkan bahwa siapa yang telah selesai salat, lalu menjumpai adanya salat berjamaah dengan yang lain, maka disunatkan baginya untuk salat kembali bersama dengan mereka dengan niat sebagai amal tambahan baginya (nafilah). Hukum salat yang dilakukan kedua kalinya itu dapat menjadi salat sunah. Pengulangan salat dapat dilakukan pada semua waktu salat. Pengulangan salat dapat dilakukan jika sebelumnya telah melakukan salat sendirian/ munfarid. Namun demikian ada saudara muslim yang berpendapat bahwa terdapat larangan mengulang salat yang sama. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.
Hadis Kedua
حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ يَعْنِي مَوْلَى مَيْمُونَةَ قَالَ: أَتَيْتُ ابْنَ عُمَرَ عَلَى الْبَلَاطِ وَهُمْ يُصَلُّونَ فَقُلْتُ أَلَا تُصَلِّي مَعَهُمْ؟ قَالَ: قَدْ صَلَّيْتُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُول:ُ لَا تُصَلُّوا صَلَاةً فِي يَوْمٍ مَرَّتَيْنِ. أبي داوود
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Kamil, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai', telah menceritakan kepada kami Husain dari Amru bin Syu'aib dari Sulaiman bin Yasar, mantan sahaya Maimunah dia berkata: Saya mendatangi Ibnu Umar dan ketika itu dia sedang berada di atas lantai, sementara mereka sedang salat. Kemudian saya bertanya kepadanya, ”Kamu tidak salat bersama mereka? Dia menjawab aku telah salat, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kalian melakukan salat (wajib) dalam satu hari sebanyak dua kali. (HR. Abu Dawud, no. 491).
Hadis Ketiga
حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ حُسَيْنٍ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ شُعَيْبٍ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ مَوْلَى مَيْمُونَةَ قَالَ: أَتَيْتُ عَلَى ابْنِ عُمَرَ وَهُوَ بِالْبَلَاطِ وَالْقَوْمُ يُصَلُّونَ فِي الْمَسْجِدِ قُلْتُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تُصَلِّيَ مَعَ النَّاسِ أَوْ الْقَوْمِ؟ قَالَ: إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا تُصَلُّوا صَلَاةً فِي يَوْمٍ مَرَّتَيْنِ. أحمد
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Husain, telah menceritakan kepada kami Amru bin Syu'aib, telah menceritakan kepadaku Sulaiman mantan budak Maimunah. Ia berkata: "Aku pernah datang menemui Ibnu Umar yang sedang duduk di lantai padahal orang-orang sedang salat berjamaah di masjid. Aku pun bertanya kepadanya, "Apa yang menghalangimu untuk salat bersama orang-orang itu atau kaum itu?" Ia menjawab, "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kamu melakukan (satu) salat dua kali dalam sehari." (HR. Ahmad, no. 4460).
Matan hadis yang ada pada jalur Abu Dawud mempunyai kesamaan dengan matan dalam periwayatan Ahmad bin Hanbal, meskipun ada perbedaan dalam segi pengucapan (lafal), namun memiliki kesamaan dalam hal makna hadis, sehingga dapat dipahami bahwa hadis ini adalah riwayat bil ma’na. Adanya kesamaan dalam makna matan hadis ini menambah kuat dugaan bahwa matan hadis ini maqbul dan dapat dijadikan hujjah. Hadis tentang larangan mengulang salat dengan berjamaah berdasarkan riwayat Abu Dawud merupakan hadis maqbul yang memiliki kualitas hasan dan dapat dijadikan sebagai hujjah. Pada kitab Syarah Sunan At-Tirmidzi dikatakan bahwa maksud dari “Janganlah kamu mengulang salat dalam sehari dua kali” adalah larangan salat atas dasar penetapan cakupannya yang meliputi pengulangan suatu salat fardu tanpa membedakan dalam pengulangan itu dengan niat fardu atau sunah. Sementara dalam Subul As-Salam dijelaskan bahwa maksud dari “Janganlah kamu mengulang salat dalam sehari dua kali” adalah larangan untuk dua macam salat dengan menganggap bahwa kedua-duanya adalah fardu, bukan berdasarkan anggapan bahwa salah satunya adalah sunat (nafilah). Atau maksud hadis tersebut adalah larangan untuk melakukan salat sendirian dua kali untuk salat yang sama. Apabila seseorang telah mengerjakan salat berjamaah dan kemudian dia mendapatkan jamaah yang lainnya, maka menurut pendapat absah di sisi jumhur ulama dan mazhab As-Syafi’i, dia juga disunahkan untuk mengulanginya seperti jika dia telah mengerjakan salat sendiri.
B. Mufaraqah
Ketika melaksanakan salat berjamaah, kadang muncul problem yang perlu disikapi dalam tinjauan syarak. Misalnya tentang perincian dan aturan hukum memisahkan diri dari imam di pertengahan melaksanakan salat berjamaah, atau biasa disebut dengan istilah mufaraqah. Adapun mufaraqah sendiri dapat terjadi ketika makmum melakukan niat memisahkan diri dari imam dengan melaksanakan salat secara sendiri-sendiri. Pengertian mufaraqah dalam konteks fiqih salat adalah pemisahan diri dari imam saat salat berjamaah. Adapun dalil mengenai mufaraqah adalah sebagai berikut:
Hadis Keempat
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ جَابِرٍ قَالَ: كَانَ مُعَاذٌ يُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يَأْتِي فَيَؤُمُّ قَوْمَهُ، فَصَلَّى لَيْلَةً مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِشَاءَ ثُمَّ أَتَى قَوْمَهُ فَأَمَّهُمْ فَافْتَتَحَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ فَانْحَرَفَ رَجُلٌ فَسَلَّمَ، ثُمَّ صَلَّى وَحْدَهُ وَانْصَرَفَ، فَقَالُوا لَهُ أَنَافَقْتَ يَا فُلَانُ؟ قَالَ: لَا وَاللَّهِ وَلَآتِيَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَأُخْبِرَنَّهُ. فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا أَصْحَابُ نَوَاضِحَ نَعْمَلُ بِالنَّهَارِ وَإِنَّ مُعَاذًا صَلَّى مَعَكَ الْعِشَاءَ ثُمَّ أَتَى فَافْتَتَحَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ. فَأَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مُعَاذٍ فَقَالَ: يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ؟ اقْرَأْ بِكَذَا وَاقْرَأْ بِكَذَا. قَالَ سُفْيَانُ فَقُلْتُ لِعَمْرٍو إِنَّ أَبَا الزُّبَيْرِ حَدَّثَنَا عَنْ جَابِرٍ أَنَّهُ قَالَ اقْرَأْ وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا وَالضُّحَى وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى وَسَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى فَقَالَ عَمْرٌو نَحْوَ هَذَا. مسلم
Artinya: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin 'Abbad, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Amru dari Jabir dia berkata: Dahulu Mu’adz biasa salat bersama Nabi SAW, kemudian datang lalu mengimami kaumnya (di kampung mereka). Pernah pada suatu malam ia salat Isya bersama Nabi SAW, kemudian datang kepada kaumnya lalu mengimami mereka. Ia memulai dengan membaca surat Al-Baqarah. Maka ada salah seorang berpaling -memutus salatnya- kemudian salat sendirian, lalu pergi. Kemudian orang-orang berkata kepadanya, “Hai Fulan, apakah engkau menjadi munafik?” Ia menjawab, “Tidak, demi Allah! Sungguh aku akan menghadap Rasulullah SAW dan kuceritakan hal ini.” Kemudian ia datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Ya, Rasulullah, sesungguhnya kami ini orang-orang pekerja, kami bekerja di siang hari, sesungguhnya Mu’adz setelah salat Isya bersama tuan lalu ia datang (mengimami kami). Ia memulai dengan membaca surat Al-Baqarah.” Lalu Rasulullah SAW berpaling kepada Mu’adz, beliaiu bersabda, "Hai Mu'adz! Apakah engkau hendak menjadi tukang penyusah? Bacalah surat ini dan ini -maksudnya surat yang ringkas dan pendek." Berkata Sufyan, maka saya berkata kepada Amru sesungguhnya Abu Az-Zubair telah menceritakan kepada kami, dari Jabir bahwa dia berkata: "Bacalah 'Iqra dan Asy-Syams wa Dhuhaha, serta Wa adh-dhuha wa al-Laili Idza Yaghsya dan Sabbihisma Rabbika al-A'la". Maka Amru berkata semisal ini. (HR. Muslim, no. 709).
Hadis Kelima
و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ قَالَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ رُمْحٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ أَنَّهُ قَالَ: صَلَّى مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ الْأَنْصَارِيُّ لِأَصْحَابِهِ الْعِشَاءَ، فَطَوَّلَ عَلَيْهِمْ. فَانْصَرَفَ رَجُلٌ مِنَّا فَصَلَّى فَأُخْبِرَ مُعَاذٌ عَنْهُ. فَقَالَ: إِنَّهُ مُنَافِقٌ فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ الرَّجُلَ، دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ مَا قَالَ مُعَاذٌ. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتُرِيدُ أَنْ تَكُونَ فَتَّانًا يَا مُعَاذُ؟ إِذَا أَمَمْتَ النَّاسَ فَاقْرَأْ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَسَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَاقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ، وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى. مسلم
Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, telah menceritakan kepada kami Laits dia berkata. Lewat jalur periwayatan lain, dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Rumh, telah mengabarkan kepada kami Al-Laits dari Abu Az-Zubair dari Jabir bahwasanya dia berkata: "Mu'adz bin Jabal Al-Anshariy pernah mengimami sahabat-sahabatnya salat Isya, ia membaca surat yang panjang. Lalu ada seorang laki-laki diantara kami yang memutus, lalu ia salat sendiri. Kemudian Mu’adz diberitahu tentang hal itu, lalu Mu’adz berkata, “Dia munafik.” Setelah perkataan Mu’adz itu sampai kepada laki-laki tersebut, lalu ia menghadap kepada Rasulullah SAW menyampaikan apa yang dikatakan Mu’adz. Maka Nabi SAW bersabda kepada Mu’adz, "Ya Mu'adz, apakah kamu hendak menjadi tukang penyusah? Apabila kamu mengimami orang banyak, maka bacalah surat Wasy syamsi wa dluhaahaa, atau Sabbihisma robbikal a'laa, atau Iqro' bismirobbika, atau wallaili idzaa yaghsyaa." (HR. Muslim, no. 710).
Melalui hadis yang ada bisa dipahami bahwa agama memberi kelonggaran bagi seseorang untuk memutus dari jamaah lalu melaksanakan salat sendirian melanjutkan kekurangannya. Hal tersebut dilakukan apabila dirasa bahwa imam berlebih-lebihan menurut pertimbangan agama dalam salat tersebut. Dikatakan berlebihan misalnya surat yang dibacanya terlalu panjang atau karena hal lain yang bersangkutan dengan salat itu. Hal lain yang dimaksud diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Sang imam salah dalam rukun salat sehingga yang seharusnya ia berdiri untuk rakaat yang terakhir pada salat yang empat rakaat, tetapi ia duduk untuk tasyahud akhir karena lupa. Hal tersebut walaupun telah diperingatkan dengan ucapan "subhaanallooh" (bila makmumnya laki-laki) atau dengan bertepuk tangan (kalau makmumnya wanita), tetapi ia sebagai imam tetap duduk. Apabila terjadi demikian, makmum boleh memilih apakah memutus dari salat jamaah itu dan melanjutkan sendiri atau duduk mengikuti imam dan setelah imam salam ia melanjutkan kekurangan yang satu rakaat tersebut.
2. Apabila imam tidak tertib dalam menjalankan salatnya. Hal tersebut misalnya terlalu cepat dalam tiap-tiap bacaan maupun perubahan dari rukun ke rukun sehingga menghilangkan kekhusyukan dan tumakninah salat. Dikarenakan hal tersebut, makmum boleh untuk memutus dari jamaah lalu salat sendiri dengan baik.
Hendaknya bagi orang yang melaksanakan salat berjamaah supaya betul-betul memahami ketentuan serta perincian hukum tentang mufaraqah. Hal ini dimaksudkan agar imam dan makmum betul-betul dapat menyikapi berbagai problem dalam salat berjamaah. Harapannya salat berjamaah yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan benar sehingga meskipun mufaraqah ini dibolehkan tetapi hendaknya diminimalisir sebagai wujud sikap bijaksana. Hal tersebut dikarenakan umat Islam itu semestinya kompak dan bersatu sebagaimana satu tubuh. Ketika salat berjamaah sudah semestinya imam dan makmum saling mengerti sehingga tidak terjadi mufaraqah. Wallahu a’lam.
Demikianlah berbagai dalil ataupun pelajaran yang bisa menjadi acuan kita dalam ibadah salat berjamaah. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah salat berjamaah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan salat berjamaah dengan baik dan benar sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.
No comments:
Post a Comment