Ma’asyiral muslimin wal muslimat rakhimakumullah.
Islam mengajarkan bahwa akhlak tidak dapat dipisahkan dengan iman. Sebagaimana yang kita tahu bahwa iman merupakan pengakuan hati, ucapan, dan perbuatan, sementara akhlak sendiri sebagai cerminan iman pada setiap perilaku dan ucapan. Kita sebagai masing-masing individu memegang peranan penting terhadap kepribadian yang ada pada diri kita, sehingga akhlak kita sebagaimana yang telah ditunjukkan dalam Alquran dan sunah. Begitu pentingnya pendidikan akhlak ini, maka Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Tujuan dari pendidikan akhlak ialah untuk menciptakan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan tersebut dibangun dengan hubungan yang baik dengan Allah dan hubungan baik dengan sesama manusia.
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rakhimakumullah.
Hubungan dengan Allah dibangun dengan mematuhi segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Sedangkan hubungan sesama dibangun dengan interaksi. Kita sebagai makhluk sosial tidak jarang berinteraksi dengan orang lain. Sebelum membangun hubungan baik dengan sesama, perlu adanya pendidikan akhlak. Diantara pendidikan akhlak dalam Islam, salah satunya ada pada wasiat Luqman yang diberikan kepada anaknya. Wasiat Luqman yang dimaksud terdapat pada Alquran Surat Luqman ayat 18 sampai dengan 19.
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا، إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (١٨) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ، إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (١٩)
Artinya: (18) Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (19) Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan launakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”. (QS. Luqman: 18-19)
Melalui Surat Luqman ayat 18 sampai dengan 19 dapat kita ketahui beberapa pelajaran yand dapat kita petik. Pelajaran yang ada pada ayat tersebut adalah larangan berperilaku sombong. Oleh karenanya, hendaknya seorang muslim itu tidak berlaku sombong. Wujud perilaku tidak sombong diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mengingatkan untuk tidak memalingkan muka kepada orang yang berbicara dengan wajah yang sombong, angkuh, dan meremehkannya
Kita dalam berinteraksi diajarkan untuk tidak memalingkan muka kepada orang yang berbicara dengan wajah yang sombong. Pribadi yang sombong biasanya diberikan Allah suatu kelebihan sehingga membuatnya sombong. Kelebihan yang Allah berikan diantaranya adalah kelebihan harta kekayaan, fisik berupa ketampanan atau kecantikan, jabatan, kedudukan, keturunan, dan kepandaian. Memiliki harta berlimpah tetapi berlaku semena-mena terhadap saudaranya yang kehidupannya sederhana. Justru malah dipameri, iki lho barang-barang larang, kowe bakalan ora iso tuku. Mempunyai fisik yang tampan atau cantik, tapi tidak mau bergaul dengan orang yang selevel dengannya. Memiliki jabatan dan kedudukan, tetapi meremehkan orang biasa dan tidak peduli kepada sesama. Sapa aruh saja tidak mau. Termasuk dalam keturunan bangsawan, ningrat, atau darah biru, tetapi meremehkan orang biasa. Punya kepintaran hingga memperoleh gelar sarjana, magister, doktor, atau professor, tetapi meremehkan saudaranya yang lulusan SLTA, SLTP, SD, dan bahkan tidak mengenyam bangku sekolah sekalipun.
Berbagai kelebihan yang Allah berikan merupakan anugerah dari Allah yang kelak akan dipertanggungjawabkan. Apabila tidak berhati-hati, kelebihan tersebut akan membuat seseorang berlaku sombong. Kesombongan terjadi karena merasa lebih baik daripada orang lain. Kesombongan justru menggiring setiap pelakunya sehingga mendekat ke neraka.
Sombong karena merasa lebih dari pada yang lainnya mesti dihindari. Rasulullah telah menyampaikan definisi sombong. Definisi sombong menurut Rasulullah adalah sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لَا يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ. قَالَ رَجُلٌ: اِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ اَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً؟ قَالَ: اِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ اْلجَمَالَ. اَلْكِبْرُ بَطَرُ اْلحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ. مسلم 1: 93
Dari Abdullah bin Mas'ud, dari Nabi SAW beliau bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar dzarrah dari sombong". Lalu ada seorang laki-laki bertanya : "Sesungguhnya ada orang senang bajunya itu bagus dan sandalnya bagus, (yang demikian itu bagaimana, ya Rasulullah ?"). Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah itu indah dan suka pada keindahan. Sombong itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan manusia". [HR. Muslim juz 1, hal. 93]
Berdasarkan hadis tadi, Rasulullah menjelaskan bahwa terdapat dua sifat, yaitu menolak kebenaran dan merendahkan manusia. Oleh karenanya, sebagai seorang muslim kita hendaknya menjauhi sombong.
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rakhimakumullah.
2. Melarang berjalan di muka bumi ini dengan angkuh dan membanggakan diri
Perlu kita ingat kisah tentang Qarun di masa lalu. Qorun memiliki banyak harta yang berlimpah. Banyak harta yang dimilikinya justru membuatnya sombong dan justru memamerkan harta yang dia miliki ke hadapan orang lain. Hingga pada akhirnya, dia diingatkan bahwa harta yang dimiliki digunakan untuk mencari kebahagiaan hidup di akhirat. Namun ketika dingatkan bahwa kelebihan harta yang dimiliki mestinya untuk ibadah, darol aqirah, dia justru malah mengelak. Dia bersikeras bahwa harta yang dimilikinya dikarenakan kepandaian yang dimilikinya. Qarun lupa bahwa segala sesuatu yang dimilikinya adalah anugerah dari Allah. Hal tersebut mengakibatkan azab Allah turun dan meluluhlantakkan hartanya.
Pelajaran tersebut mestinya menjadi perhatian kita bersama. Jangan sampai peristiwa yang telah terjadi malah justru terjadi lagi di masa berikutnya. Kita mestinya mendayagunakan seluruh tenaga dan pikiran untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Namun kita juga jangan melupakan kebahagian hidup di dunia. Memang dunia ini fana, sehingga kita utamakan kehidupan di akhirat. Ketika mengutamakan kebahagiaan hidup di akhirat, maka kesenangan hidup di dunia akan menyertai. Dunia ini fana, sebab harta yang kita miliki kelak akan berpindah pada ahli waris, jabatan yang ada pada diri kita akan dilimpahkan ke orang lain. Namun hanyalah amal perbuatan baik yang menjadi bekal menghadap Allah kelak.
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rakhimakumullah.
3. Memerintah untuk berjalan dengan langkah yang sederhana
Fisik tubuh yang baik adalah anugerah dari Allah. Anugerah dari Allah hendaknya kita jaga sebaik-baiknya amanah tersebut. Kelak amanah tersebut akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah. Oleh karenanya, sudah menjadi suatu kemestian bagi kita untuk tidak berbangga diri. Mudah bagi Allah dalam mencabut kenikmatan akan anugerah fisih yang baik. Apabila fisik yang dibanggakan tersebut misalnya diberi kanker, tumor, atau stroke oleh Allah, maka apa yang bisa dibanggakan. Anugrah Allah tersebut adalah titipan. Kita saat bercermin bisa melihat akan anugerah dari Allah berupa wajah maupun fisik yang baik. Kita pun diajarkan supaya berdoa ketika bercermin sebagaimana hadis berikut:
عَنْ عَلِيّ بْنِ اَبِى طَالِبٍ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ اِذَا نَظَرَ وَجْهَهُ فِى اْلمِرْآةِ قَالَ: اَلْحَمْدُ ِللهِ، اَللّهُمَّ كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِى فَحَسِّنْ خُلُقِى. ابن السنى
Dari ‘Ali bin Abu Thalib RA, bahwasanya Nabi SAW apabila beliau melihat wajahnya di cermin, beliau berdoa, “Al-hamdu lillaah, Aloohumma kamaa hassanta kholqii fa hassin khuluqii” (Segala puji bagi Allah, Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperbagus penciptaanku, maka baguskanlah akhlakku). [HR. Ibnus Sunni, hal. 62]
Melalui lafal doa tadi dapat di kita ketahui bahwa ketika kita bercermin, kita berdoa memohon supaya memperbagus akhlak sebagaimana Allah telah memperbagus fisik keadaan kita. Marilah kita semua memperbagus akhlak kita.
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rakhimakumullah.
4. Memerintahkan untuk melunakkan suara dalam berbicara
Kita diberi pelajaran supaya berbicara dengan melunakkan suara. Hal tersebut kita lakukan terhadap individu yang lain. Hendaknya di dalam berbicara berlaku sopan dan lemah lembut. Rasulullah saja mengajarkan supaya berkata baik atau diam (فَلْيَقُلْ خَيْرًا اَوْ لِيَصْمُتْ). Hal tersebut sebagaimana hadis berikut:
عَنْ اَبِى شُرَيْحٍ اْلخُزَعِيِّ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُحْسِنْ اِلَى جَارِهِ، وَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا اَوْ لِيَسْكُتْ. مسلم
Dari Abu Syuraih Al-Khuza'i RA bahwasanya Nabi SAW telah bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berbuat baik kepada tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata yang baik atau diam". [HR. Muslim]
Selain itu dalam kebudayaan Jawa, kita diajarkan supaya berbicara dengan basa krama terhadap orang yang lebih tua. Kemudian juga ada tata krama dalam bergaul terdadap yang lebih tua, sepantaran, ataupun kepada yang lebih muda.
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rakhimakumullah.
Pelajaran akhlak yang ada pada Alquran Surat Luqman ayat 18 sampai dengan 19 mesti kita petik. Mau tidak mau, hal tersebut berimplikasi terhadap kita sebagai seorang muslim. Implikasi pendidikan pada Alquran Surat Luqman ayat 18 sampai dengan 19 adalah sebagai berikut:
1. Memperkuat iman dan keyakinan dengan mengingat bahwa keturunan, kecantikan, atau ketampanan, harta kekayaan, dan pengetahuan adalah bagian dari amanah Allah SWT. Dengan demikian kita mesti mengingat bahwa kita dihadapan Allah itu sama, tidak membedakan mana keturunan ningrat dan bukan ningrat. Kecantikan atau ketampanan yang Allah anugerahkan kepada kita mesti kita syukuri. Hal tersebut mesti diikuti dengan akhlak karimah sebagaimana Allah ciptakan kecantikan atau ketampanan yang ada pada diri kita. Kita juga mengingat bahwa harta kekayaan adalah titipan Allah yang kelak dipertanggungjawabkan. Harta kekayaan mestinya digunakan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. Kita mesti mengingat bahwa pengetahuan adalah anugerah dari Allah yang kelak dipertanggung jawabkan. Manusia adalah khalifah fil ard (penguasa di bumi). Tentu tugas penguasa adalah mengelola. Melalui pengetahuan dan kepandaian, manusia mengelola bumi ini.
2. Membina keyakinan bahwa anugerah yang diberikan Allah SWT dapat dipertanggung jawabkan. Segala sesuatu yang Allah berikan hanyalah titipan yang kelak dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya, kita gunakan sebaikbaiknya titipan Allah. Kita gunakan titipan Allah untuk kebaikan. Kita gunakan seluruh anugerah yang Allah berikan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, sebagai sarana menggapai rida Allah SWT.
3. Membiasakan dan menanamkan pribadi muslim untuk saling menghargai, mendekatkan diri kepada Allah, mensyukuri nikmat Allah, membiasakan bersedekah, bergaul dengan baik, sederhana dalam berpenampilan, sedikit dalam berbicara, memberi salam, dan bertutur kata yang baik.
Wallahu a’lam bishshawab
No comments:
Post a Comment