Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah menutup aurat. Perintah menutup aurat bagi anak Adam atau manusia itu datangnya dari Allah. Hal tersebut sebagai penanda pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Lalu bagaimana pembahasannya? Oleh karenanya pada kesempatan kali ini membahas mengenai batasan aurat perempuan. Adapun Batasan tersebut meliputi Batasan aurat perempuan ketika salat, dalam rumah, dan di luar rumah.
A. Batasan Aurat Perempuan dalam Beberapa Kondisi
Menutup aurat juga berfungsi untuk melindungi diri seorang perempuan dari fitnah maupun bahaya lain, seperti kejahatan. Zaman sekarang banyak terjadi kejahatan dan target korbannya adalah perempuan. Perempuan memakai pakaian tertutup supaya terhindar dari kejahatan yang tidak diinginkan. Aturan mengenai menutup aurat bagi perempuan itu istimewa. Sebab tata aturan menutup aurat diterangkan langsung oleh Allah. Oleh sebab itu keterangan tata cara menutup aurat perempuan secara umum diterangkan di dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 59.
Dalil Al-Qur’an Ke-1
﴿ يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ﴾ ( الاحزاب ٣٣: ٥٩)
Artinya: Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya622) ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab/33: 59)
Catatan: 622) Menurut satu pendapat, jilbab adalah sejenis baju kurung yang longgar yang dapat menutup kepala, wajah, dan dada.
Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan bahwa Allah memerintahkan kepada seluruh kaum muslimat terutama istri-istri Nabi sendiri dan putri-putrinya agar mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Hal itu bertujuan agar mereka mudah dikenali dengan pakaiannya karena berbeda dengan jariyah (budak perempuan), sehingga mereka tidak diganggu oleh orang yang menyalahgunakan kesempatan. Seorang perempuan yang berpakaian sopan akan lebih mudah terhindar dari gangguan orang jahil. Sedangkan perempuan yang membuka auratnya di muka umum mudah dituduh atau dinilai sebagai perempuan yang kurang baik kepribadiannya. Bagi orang yang pada masa lalunya kurang hati-hati menutupi aurat, lalu mengadakan perbaikan, maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. Karena perbuatan yang menyakiti itu seringkali dilakukan oleh orang-orang munafik, maka pada ayat berikut ini Allah mengancam mereka dengan ancaman yang keras sekali.
B. Batasan Aurat Perempuan dalam Salat
Terdapat aturan yang menetapkan batasan aurat perempuan di dalam salat. Adapun aturan tersebut tertuang dalam beberapa hadis berikut.
Hadis Ke-1
سنن أبي داوود ٥٤٦: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ الْحَارِثِ عَنْ عَائِشَةَ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ حَائِضٍ إِلَّا بِخِمَارٍ. قَالَ أَبُو دَاوُد رَوَاهُ سَعِيدٌ يَعْنِي ابْنَ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Artinya: Sunan Abu Daud nomor 546: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna, telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad dari Qatadah dari Muhammad bin Sirin dari Shafiyyah binti Al Harits dari Aisyah dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda: “Allah tidak akan menerima salat wanita yang sudah haid melainkan dengan kudung kepala.” Abu Dawud berkata: Diriwayatkan oleh Sa'id bin Abi 'Arubah dari Qatadah dari Al Hasan dari Nabi SAW.
Hadis Ke-2
المعجم الأوسط للطبراني ٧٨٠٥: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي حَرْمَلَةَ، نَا إِسْحَاقُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَبْدِ الأَعْلَى الأَيْلِيُّ، نَا عَمْرُو بْنُ هَاشِمٍ الْبَيْرُوتِيُّ، ثَنَا الأَوْزَاعِيُّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنَ امْرَأَةٍ صَلاةً حَتَّى تُوَارِيَ زِينَتَهَا، وَلَا مِنْ جَارِيَةٍ بَلَغَتِ الْمَحِيضَ حَتَّى تَخْتَمِرَ. لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيثَ عَنِ الأَوْزَاعِيِّ إِلا عَمْرُو بْنُ هَاشِمٍ، تَفَرَّدَ بِهِ: إِسْحَاقُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ.
Artinya: Al Mu’jam Al-Awsath lil Thabrani nomor 7805: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi Harmalah, telah menceritakan kepada kamu Ishaq bin Ismail bin Abdul ‘Ala Al-Ayliy, telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Hasyim Al-Bairutiy, telah menceritakan kepada kami Al-Auza’i, dari Yahya bin Abi Katsir, dari ‘Abdullah bin Abi Qatadah, dari Bapaknya, ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda, “Allah tidak akan menerima salat dari seorang wanita sehingga ia menutup perhiasannya, dan tidak (diterima salat) dari seorang perempuan yang sudah balig sehingga ia berkerudung. Hadis ini tidak diriwayatkan dari Al-Auza'i kecuali oleh 'Amru bin Hasyim, dan hanya diriwayatkan oleh Ishaq bin Ismail.
Hadis Ke-3
مسند أحمد ٥٣٧٩: حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ عَنْ مُطَرِّفٍ عَنْ زَيْدٍ الْعَمِّيِّ عَنْ أَبِي الصِّدِّيقِ النَّاجِيِّ عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ نِسَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلْنَهُ عَنْ الذَّيْلِ فَقَالَ اجْعَلْنَهُ شِبْرًا فَقُلْنَ إِنَّ شِبْرًا لَا يَسْتُرُ مِنْ عَوْرَةٍ فَقَالَ اجْعَلْنَهُ ذِرَاعًا فَكَانَتْ إِحْدَاهُنَّ إِذَا أَرَادَتْ أَنْ تَتَّخِذَ دِرْعًا أَرْخَتْ ذِرَاعًا فَجَعَلَتْهُ ذَيْلًا.
Artinya: Musnad Ahmad nomor 5379: Telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah mengabarkan kepada kami Syarik dari Muthawwif dari Zaid Al-Amiy dari Abi Ash-Shiddiq An-Najiy dari Ibnu Umar, istri-istri Nabi SAW bertanya kepada beliau tentang Adz-Dzail (ujung kain perempuan). Beliau bersabda: "Panjangkanlah satu jengkal." Mereka (istri-istri Nabi) berkata: "Satu jengkal belum menutupi aurat." Beliau bersabda: "Tambahkan sehasta." Sehingga jika salah seorang dari mereka (istri-istri Nabi) ingin mengenakan pakaian, mereka menurunkannya satu hasta agar pakaian itu menyentuh tanah.
Keterangan: Rawi Zaid Al-Amiy yang bernama Zaid bin Al Hawariy merupakan tabi'in kalangan biasa. Komentar ulama tentangnya di antaranya Yahya bin Ma'in mengatakan: Salih; Abu Zur'ah mengatakan: dla'if; Abu Hatim mengatakan: dla'iful hadits; An Nasa'i mengatakan: dla'if ; Ibnu Sa'd mengatakan: dla'iful hadits; Ibnu Madini mengatakan: dla'if; Al 'Ajli mengatakan: dla'iful hadits; Adz Dzahabi mengatakan: dla'if; Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: dla'if; Ad-Daruquthni mengatakan: Salih.
Hadis Ke-4
سنن أبي داوود ٥٤٥: حَدَّثَنَا مُجَاهِدُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ دِينَارٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ بِهَذَا الْحَدِيثِ قَالَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أَنَّهَا سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتُصَلِّي الْمَرْأَةُ فِي دِرْعٍ وَخِمَارٍ لَيْسَ عَلَيْهَا إِزَارٌ قَالَ إِذَا كَانَ الدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّي ظُهُورَ قَدَمَيْهَا. قَالَ أَبُو دَاوُد رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ وَبَكْرُ بْنُ مُضَرَ وَحَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ وَإِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ وَابْنُ أَبِي ذِئْبٍ وَابْنُ إِسْحَقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أُمِّهِ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ لَمْ يَذْكُرْ أَحَدٌ مِنْهُمْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَصَرُوا بِهِ عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا.
Artinya: Sunan Abu Daud nomor 545: Telah menceritakan kepada kami Mujahid bin Musa, telah menceritakan kepada kami Utsman bin Umar, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Abdullah bin Dinar dari Muhammad bin Zaid dengan hadis ini, dia berkata dari Ummu Salamah bahwasanya ia bertanya kepada Nabi SAW: “Bolehkah perempuan salat dengan memakai baju panjang dan kerudung, tetapi tidak memakai izar (kain bawahan)?” Jawab beliau, “Boleh, kalau baju itu panjang hingga menutup bagian luar kedua tapak kakinya.” Abu Dawud berkata: Hadis ini telah diriwayatkan oleh Malik bin Anas dan Bakr bin Mudlar dan Hafsh bin Ghiyats dan Isma'il bin Ja'far dan Ibnu Abi Dzi`b dan Ibnu Ishaq dari Muhammad bin Zaid dari Ibunya (yakni Aminah) dari Ummu Salamah, salah satu dari mereka tidak menyebutkan Nabi SAW, mereka hanya menyebutkan Ummu Salamah RA.
Hadis Ke-5
سنن النسائي ٥٢٤١: أَخْبَرَنَا نُوحُ بْنُ حَبِيبٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنْ الْخُيَلَاءِ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ تَصْنَعُ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ تُرْخِينَهُ شِبْرًا قَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفَ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ تُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لَا تَزِدْنَ عَلَيْهِ.
Artinya: Sunan Nasa'i nomor 5241: Telah mengabarkan kepada kami Nuh bin Habib ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq ia berkata: telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Ayyub dari Nafi' dari Ibnu Umar ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, maka pada hari kiamat nanti Allah tidak melihat kepadanya.' Lalu Ummu Salamah bertanya, 'Lalu apa yang harus dilakukan oleh kaum wanita dengan ujung pakaian mereka?' Beliau menjawab, 'Diulurkan sejengkal.' Ummu Salamah berkata lagi, 'Kalau begitu akan menyingkapkan kaki mereka.' Beliau menjawab, 'Diulurkan sehasta, tidak lebih dari itu.’”
Melalui berbagai hadis yang ada dapat dipahami beberapa hal. Terdapat kewajiban menutup aurat perempuan balig ketika salat. Adapun ketentuannya di antaranya memakai kudung kepala, menutup seluruh bagian tubuh kecuali muka dan telapak tangan, pakaian menutup tapak kaki. Kitab Mukhtasar Nailul Authar jilid 1 halaman 350 menerangkan bahwa sabda beliau (Allah tidak akan menerima salatnya wanita yang sudah haid (balig) kecuali-mengenakan khimar (penutup kepala), pensyarah Railimahullah Ta'ala mengatakan: Wanita yang sudah haid adalah yang telah mengalami haid. Hadis ini sebagai dalil wajibnya wanita menutup kepala ketika salat. Ada perbedaan pendapat mengenai batasan aurat wanita merdeka. Ada yang mengatakan, bahwa seiuruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangannya. Ada juga yang mengatakan, tidak termasuk kaki dan bagian gelang kaki. Ada juga yang mengatakan, semua tubuhnya adalah aurat kecuali wajahnya. Ada juga yang mengatakan, semuanya dalah aurat, tidak ada yang dikecualikan. Sebab perbedaan pendapat ini adalah karena perbedaan para ahli tafsir dalam menafsirkan firman Allah, "Kecuali yang biasa tampak dari padanya.” (QS. An-Nur (24): 31). Hadis ini sebagai dalil bahwa menutup aurat adalah syarat sahnya salat, karena sabda beliau (Allah tidak akan menerima) bisa dijadikan dalil sebagai syarat. Namun ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Al Hafizh mengatakan, "Jumhur berpendapat bahwa menutup aurat adalah syarat salat. Sebagian ulama Maliki membedakan antara yang ingat dan yang lupa. Di antara mereka ada yang menyatakan bahwa menutup aurat itu sunah, sehingga bila ditinggalkan tidak membatalkan salat.” Pensyarah mengatakan, “Yang benar, bahwa menutup aurat di dalam salat termasuk kewajiban salat seperti gerakan lainnya, jadi bukan syarat yang apabila ditinggalkan maka salatnya tidak sah. Hadis Ummu Salamah sebagai dalil bagi yang tidak mengecualikan kaki dari aurat wanita, karena sabda beliau (sehingga menutupi tampaknya kedua kakinya) menunjukkan tidak dimaafkannya hal itu. Disebutkan di dalam Al lkhtiyarat: Ada perbedaan ungkapan para sahabat kami mengenai wajah wanita merdeka di dalam salat. Sebagian mereka mengatakan, bahwa wajah itu bukan aurat, dan sebagian lainnya mengatakan bahwa itu adalah aurat, tetapi ketika salat ada rukhsah yang membolehkan disingkat karena keperluan. Hasil penelitian menyatakan, bahwa wajah itu bukan aurat di dalam salat, tetapi sebagai aurat bagi yang terlarang memandangnya.
C. Batasan Aurat Perempuan dalam Rumah
Pemahaman bahwa seluruh tubuh perempuan balig adalah aurat kecuali muka dan telapak tangan karena keduanya sudah biasa tampak. Hal tersebut sebagaimana dalil berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-2
﴿ وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ﴾ ( النّور ٢٤: ٣١)
Artinya: Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung. (QS. An-Nur/24: 31)
Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan bahwa pada ayat ini Allah menyuruh Rasul-Nya agar mengingatkan perempuan-perempuan yang beriman supaya mereka tidak memandang hal-hal yang tidak halal bagi mereka, seperti aurat laki-laki ataupun perempuan, terutama antara pusat dan lutut bagi laki-laki dan seluruh tubuh bagi perempuan. Begitu pula mereka diperintahkan untuk memelihara kemaluannya (farji) agar tidak jatuh ke lembah perzinaan, atau terlihat oleh orang lain. Sabda Rasulullah SAW berikut.
Hadis Ke-6
سنن الترمذي ٢٧٠٢: حَدَّثَنَا سُوَيْدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ نَبْهَانَ مَوْلَى أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ حَدَّثَتْهُ، أَنَّهَا كَانَتْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَيْمُونَةَ قَالَتْ فَبَيْنَا نَحْنُ عِنْدَهُ أَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَدَخَلَ عَلَيْهِ وَذَلِكَ بَعْدَ مَا أُمِرْنَا بِالْحِجَابِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجِبَا مِنْهُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ هُوَ أَعْمَى لَا يُبْصِرُنَا وَلَا يَعْرِفُنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
Artinya: Sunan Tirmidzi nomor 2702: Telah menceritakan kepada kami Suwaid, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah mengabarkan kepada kami Yunus bin Yazid dari Ibnu Syihab dari Nabhan bekas budak Ummu Salamah, bahwa dia (Nabhan) telah menceritakan kepadanya, bahwa Ummu Salamah telah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah berada di sisi Rasulullah SAW dan Maimunah, Ummu Salamah berkata: Ketika kami berada di sisi beliau, Ibnu Ummi Maktum datang dan menghadap kepada beliau, yaitu setelah kami diperintahkan untuk berhijab, Rasulullah SAW bersabda: "Berhijablah kalian berdua darinya," maka aku bertanya: "Wahai Rasulullah, bukankah dia buta, dia tidak dapat melihat dan tidak mengetahui kami?" Rasulullah SAW menjawab: "Apakah kamu berdua buta?" Bukankah kamu berdua dapat melihatnya?" Abu Isa berkata: Hadis ini hasan shahih.
Begitu pula mereka para perempuan diharuskan untuk menutup kepala dan dadanya dengan kerudung, agar tidak terlihat rambut dan leher serta dadanya. Sebab kebiasaan perempuan mereka menutup kepalanya namun kerudungnya diuntaikan ke belakang sehingga nampak leher dan sebagian dadanya, sebagaimana yang dilakukan oleh perempuan-perempuan jahiliah.
Di samping itu, perempuan dilarang untuk menampakkan perhiasannya kepada orang lain, kecuali yang tidak dapat disembunyikan seperti cincin, celak/sifat, pacar/inai, dan sebagainya. Lain halnya dengan gelang tangan, gelang kaki, kalung, mahkota, selempang, anting-anting, kesemuanya itu dilarang untuk ditampakkan, karena terdapat pada anggota tubuh yang termasuk aurat perempuan, sebab benda-benda tersebut terdapat pada lengan, betis, leher, kepala, dan telinga yang tidak boleh dilihat oleh orang lain.
Perhiasan tersebut hanya boleh dilihat oleh suaminya, bahkan suami boleh saja melihat seluruh anggota tubuh istrinya, ayahnya, ayah suami (mertua), putra-putranya, putra-putra suaminya, saudara-saudaranya, putra-putra saudara laki-lakinya, putra-putra saudara perempuannya, karena dekatnya pergaulan di antara mereka, karena jarang terjadi hal-hal yang tidak senonoh dengan mereka. Begitu pula perhiasan boleh dilihat oleh sesama perempuan muslimah, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau pelayan/pembantu laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap perempuan, baik karena ia sudah lanjut usia, impoten, ataupun karena terpotong alat kelaminnya. Perhiasan juga boleh ditampakkan dan dilihat oleh anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan, sehingga tidak akan timbul nafsu birahi karena mereka belum memiliki syahwat kepada perempuan.
Di samping para perempuan dilarang untuk menampakkan perhiasan, mereka juga dilarang untuk menghentakkan kakinya, dengan maksud memperlihatkan dan memperdengarkan perhiasan yang dipakainya yang semestinya harus disembunyikan. Perempuan-perempuan itu sering dengan sengaja memasukkan sesuatu ke dalam gelang kaki mereka, supaya berbunyi ketika ia berjalan, meskipun dengan perlahan-lahan, guna menarik perhatian orang. Sebab sebagian manusia kadang-kadang lebih tertarik dengan bunyi yang khas daripada bendanya sendiri, sedangkan benda tersebut berada pada betis perempuan.
Pada akhir ayat ini, Allah menganjurkan agar manusia bertobat dan sadar kembali serta taat dan patuh mengerjakan perintah-Nya menjauhi larangan-Nya, seperti membatasi pandangan, memelihara kemaluan/kelamin, tidak memasuki rumah oranglain tanpa izin dan memberi salam, bila semua itu mereka lakukan, pasti akan bahagia baik di dunia maupun di akhirat. Dalil lainnya menyebutkan sebagai berikut.
Hadis Ke-7
سنن أبي داوود ٣٥٨٢: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنَا أَبُو جُمَيْعٍ سَالِمُ بْنُ دِينَارٍ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى فَاطِمَةَ بِعَبْدٍ كَانَ قَدْ وَهَبَهُ لَهَا قَالَ وَعَلَى فَاطِمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ثَوْبٌ إِذَا قَنَّعَتْ بِهِ رَأْسَهَا لَمْ يَبْلُغْ رِجْلَيْهَا وَإِذَا غَطَّتْ بِهِ رِجْلَيْهَا لَمْ يَبْلُغْ رَأْسَهَا فَلَمَّا رَأَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَلْقَى قَالَ إِنَّهُ لَيْسَ عَلَيْكِ بَأْسٌ إِنَّمَا هُوَ أَبُوكِ وَغُلَامُكِ.
Artinya: Sunan Abu Daud nomor 3582: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isa berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Jumai' Salim bin Dinar dari Tsabit dari Anas bahwasanya Nabi SAW pernah memberi kepada Fatimah seorang hamba laki-laki, sedang Fatimah berpakaian yang apabila ia tutup kepalanya, terbuka kakinya, dan apabila ia tutup kakinya terbuka kepalanya. Tatkala melihat keadaan itu, Nabi SAW bersabda, “Tidak mengapa bagimu, karena dia itu seperti bapakmu atau anak laki-lakimu.”
Melalui berbagai dalil yang ada dapat dipahami beberapa hal. Terdapat ketentuan menutup aurat perempuan balig ketika di dalam rumah. Adapun ketentuannya di antaranya memakai kudung kepala, menutup seluruh bagian tubuh kecuali muka dan telapak tangan, pakaian menutup tapak kaki. Selain itu, apabila di rumah hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Selain itu tempat terdekat bagi wanita dengan Tuhannya adalah di rumah.
Hadis Ke-8
صحيح ابن خزيمة ١٦٨٣: نا أَبُو مُوسَى، نا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، ثنا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ مِنْ وَجْهِ رَبِّهَا وَهِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا.
Artinya: Shahih Ibnu Khuzaimah nomor 1683: Telah menceritakan kepada kami Abu Musa, telah menceritakan kepada kami Amr bin Ashim, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Muwarriq, dari Abi Al Ahwash, dari Abdullah dari Rasulullah SAW yang telah bersabda, "Sesungguhnya wanita itu aurat. Apabila ia keluar dari rumah, maka setan pasti akan menyertainya. Sedangkan tempat yang terdekat bagi wanita dengan Tuhannya adalah di dalam rumah."
D. Batasan Aurat di Luar Rumah
Terdapat ketentuan yang mengatur bagaimana batasan aurat perempuan di luar rumah. Adapun ketentuan yang dimaksud adalah sebagaimana Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 59 dan berbagai dalil berikut.
Hadis Ke-9
سنن الترمذي ١٠٩٣: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ مُوَرِّقٍ عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ.
Artinya: Sunan Tirmidzi nomor 1093: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar, telah menceritakan kepada kami 'Amr bin 'Ashim, telah menceritakan kepada kami Hammam dari Qatadah dari Muwarriq dari Abu Al Ahwash dari Abdullah dari Nabi SAW bersabda: "Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki." Abu Isa berkata: "Ini merupakan hadis hasan gharib."
Hadis Ke-10
سنن أبي داوود ٣٥٨٠: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ كَعْبٍ الْأَنْطَاكِيُّ وَمُؤَمَّلُ بْنُ الْفَضْلِ الْحَرَّانِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ خَالِدٍ قَالَ يَعْقُوبُ ابْنُ دُرَيْكٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتْ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ. قَالَ أَبُو دَاوُد هَذَا مُرْسَلٌ خَالِدُ بْنُ دُرَيْكٍ لَمْ يُدْرِكْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا.
Artinya: Sunan Abu Daud nomor 3580: Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ka'b Al Anthaki dan Muammal Ibnul Fadhl Al Harrani keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Al Walid dari Sa'id bin Basyir dari Qatadah dari Khalid berkata: Ya'qub bin Duraik berkata dari 'Aisyah RA, (ia berkata): “Sesungguhnya Asma’ binti Abu Bakar datang menghadap Rasulullah SAW dengan berpakaian tipis, maka Rasulullah SAW berpaling dan bersabda, “Hai Asma!’ Sesungguhnya seorang wanita apabila sudah haid, tidak boleh terlihat padanya melainkan ini dan ini,” beliau sambil mengisyaratkan pada wajah dan dua tapak tangan beliau. Abu Dawud berkata: Ini hadis mursal. Khalid bin Duraik belum pernah bertemu dengan 'Aisyah RA.
Keterangan: Rawi yang bernama Sa'id bin Basyir merupakan tabi'ut tabi'in kalangan pertengahan dan wafat tahun 168H. Komentar ulama tentangnya di antaranya Al Bazzar mengatakan: Shalih; Ahmad bin Hambal mendaifkan; Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: dla'if; Adz Dzahabi mengatakan: Alhafidz.
Meskipun hadis tersebut lemah, masih bisa dipakai sebagai pembatas. Hal tersebut menerangkan jilbab yang disebutkan pada Surat Al-Azhab ayat 59. Catatan dalam Terjemah Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia menyebutkan bahwa menurut satu pendapat, jilbab adalah sejenis baju kurung yang longgar yang dapat menutup kepala, wajah, dan dada. Wanita berpakaian tetapi seperti telanjang, berlenggak-lenggok kepalanya bagaikan punuk unta yang miring itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya. Padahal bau surga itu sudah tercium dari jarak jauh. Suatu hadis menerangkan sebagai berikut.
Hadis Ke-11
صحيح مسلم ٣٩٧١: حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا.
Artinya: Shahih Muslim nomor 3971: Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb: Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Suhail dari Bapaknya dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Ada dua golongan orang ahli neraka yang aku belum pernah melihatnya, yaitu kaum (orang-orang) yang memegang cambuk bagaikan ekor sapi yang digunakan untuk memukul orang lain dan orang perempuan yang berpakaian tetapi seperti telanjang, berlenggak-lenggok kepalanya bagaikan punuk unta yang miring. Maka mereka itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal bau surga itu sudah tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian (jarak yang sangat jauh).”
Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan fikih menutup aurat. Hal tersebut sebagai upaya taat kepada Allah dan Rasulullah. Semoga pelajaran mengenai fikih menutup aurat yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.
No comments:
Post a Comment