Sunday, September 7, 2025

Kajian Umum: Meraih Keberkahan dengan Ilmu dan Kebersamaan (Bukti Cinta Pada Allah Adalah Mengikuti Nabi)

Kita sebagai umat Islam menghendaki memperoleh keberkahan hidup. Allah telah memberi cara untuk bisa memperoleh keberkahan hidup. Caranya adalah dengan iman dan takwa. Allah berfirman,

﴿ وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَـٰتٍۢ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَـٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ ﴾ (الاعراف ٧: ٩٦)

Artinya: Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Al-A'raf/7: 96)

Bila penduduk negeri iman dan takwa, Allah akan menurunkan berkah dari langit dan bumi. Iman pada rukun iman yang enam dan bertakwa dengan menjalankan apa-apa perintah syariat Islam dan menjauhi apa-apa yang dilarang syariat Islam. Kalau tidak iman dan takwa, Allah mengancam dengan siksaan-Nya. Kalau sudah mengaku beriman pasti berusaha bertakwa. Kalau sudah takwa, maka turun berkah dari langit dan bumi sehingga tercapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan bahwa berkah yang datang dari langit, misalnya hujan yang menyirami dan menyuburkan bumi, sehingga tumbuhlah tanam-tanaman dan berkembang-biaklah hewan ternak yang kesemuanya sangat diperlukan oleh manusia. Di samping itu, mereka akan memperoleh ilmu pengetahuan yang banyak, serta kemampuan untuk memahami Sunnatullah yang berlaku di alam ini, sehingga mereka mampu menghubungkan antara sebab dan akibat. Dengan demikian mereka akan dapat membina kehidupan yang baik.

Allah menghendaki manusia untuk selamat. Itu adalah bukti bahwa Allah mencintai hamba-Nya. Maka kita menyertakan Allah dalam setiap aktivitas kita. Allah berfirman,

﴿ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ١ ﴾ ( الفاتحة/1:1)

Artinya: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Fatihah/1:1)

Hanya saja sering hamba-Nya tidak cinta pada Allah sehingga memilih menempuh jalan keburukan. Umat Islam hendaknya mendahulukan kewajiban dari pada hak. Allah berfirman,

﴿ اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ ٥ ﴾ ( الفاتحة/1:5)

Artinya: Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. (QS. Al-Fatihah/1:5)

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.

Cinta terbaik adalah di saat kau mencintai sesuatu yang membuat akhlakmu baik, jiwamu semakin damai, dan hatimu semakin bijak. Melalui cinta, orang akan lebih semangat dan ikhlas untuk melakukan setiap sesuatu yang disenangi oleh yang dicinta. Hal tersebut karena semestinya cinta diberikan pada pihak yang memang berhak mendapatkan cinta dan layak untuk dicinta. Menurut Imam Al-Ghazali, tidak ada yang berhak untuk dicinta kecuali Allah Ta’ala. Sementara Allah SWT berfirman,

 قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ. آل عمران: 31

Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31).

Ayat tersebut menerangkan bahwa Allah memerintahkan Nabi untuk mengatakan kepada orang Yahudi, apabila mereka benar menaati Allah maka hendaklah mereka mengakui kerasulan Nabi Muhammad. Tentu kita yang mengaku sebagai umat Rasulullah SAW menjadikan Rasulullah sebagai uswah hasanah. Kurang lengkap rasanya bila kita menjadikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai uswah hasanah, tetapi tidak paham mengenai profil Rasulullah Muhammad SAW.

A. Silsilah Nabi Muhammad SAW

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah.

Silsilah Nabi Muhammad SAW baik dari ayahnya maupun ibunya yang ada sandaran adalah sampai kepada ‘Adnan. Pada kenyataannya, ‘Adnan adalah keturunan Nabi Ismail AS, putra Nabi Ibrahim AS. Namun dari Nabi Ismail sampai ke ‘Adnan secara rinci satu per satu tidak tercatat secara jelas dalam kitab-kitab tarikh.

Menurut silsilah pribadi Nabi Muhammad SAW, dari pihak ayah dan ibunya ada suatu silsilah yang bila dirunut sampai pada nenek yang kelima dari pihak ayah. Beliau adalah Kilab bin Murrah yang mempunyai dua anak lelaki. Kedua putra Kilab bin Murrah bernama Qushayyi dan Zuhrah. Qushayyi yang kelak menurunkan Abdullah dan Zuhrah yang kelak menurunkan Aminah. Maka dapat disimpulkan bahwa Abdullah dan Aminah berasal dari satu bangsa Quraisy, dari satu Negeri Hijaz, dan dalam keturunan yang dekat sekali.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Pada waktu Abdullah belum dilahirkan, ayahandanya yakni Abdul Muththalib pernah bernazar kepada berhalanya bahwa ia akan mengorbankan anak lelakinya yang ke sepuluh kepada berhalanya. Sampai waktunya telah tiba, lahirlah putra Abdul Muththalib yang ke sepuluh. Putra yang ke sepuluh ini diberi nama berbeda dengan putra-putra sebelumnya seperti Abdul Uzza yang berarti “hamba berhala Uzza”, atau Abdul Manaf yang berarti “hamba berhala Manaf”. Namun putra yang ke sepuluh ini diberi nama Abdullah yang berarti “hamba Allah”.

Setelah beberapa tahun, Abdul Muththalib mendapat tanda-tanda untuk menyempurnakan nazarnya. Sebelum dilaksanakan, ia mengumpulkan kesepuluh putranya, lalu dilakukan undian untuk menentukan siapa yang akan dikorbankan. Jatuhlah undian itu kepada Abdullah putra kesayangannya. Karena undian sudah jatuh ke putra kesayangannya, mau tidak mau ia harus melaksanakannya.

Seketika kabar tersebut tersiar ke seluruh penjuru Mekah sehingga datanglah seorang kepala agama penjaga Ka’bah untuk menghalangi perbuatan Abdul Muththalib. Kepala agama penjaga Ka’bah melarang Abdul Muththalib supaya kelak perbuatan Abdul Muththalib yang menyembelih anaknya itu tidak dicontoh oleh orang banyak. Masukan itu kemudian diterima Abdul Muththalib dan nazarnya diganti dengan penyembelihan 100 ekor unta.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Diri pribadi Abdullah bin Abdul Muththalib adalah sebaik-baik pemuda dari bangsa Quraisy pada waktu itu. Abdullah merupakan pemuda yang terbagus wajahnya dari bangsa Quraisy sehinga tidak sedikit gadis-gadis mencoba menggodanya, tetapi kesopanan Abdullah tetap terjaga. Pada masa itu juga tidak ada gadis bangsa Quraisy yang parasnya cantik dan paling terkenal kemuliaan budi pekertinya selain Aminah. Secara singkat dapat diceritakan bahwa Abdul Muththalib dan Wahbin semufakat untuk mengawinkan Abdullah dan Aminah yang keduanya berusia kurang dari dua puluh tahun.

Kurang lebih setelah tiga bulan setengah perkawinan Abdullah dengan Aminah, Abdullah pergi ke negeri Syam untuk berdagang seperti biasanya. Pada saat itu Aminah tengah tampak hamil. Ketika perjalanan pulang dari negeri Syam dan mencapai kota Yatsrib (Madinah), Abdullah mendadak jatuh sakit.

Kawan-kawan Abdullah yang pulang dari negeri Syam sudah sampai di kota Mekah, tetapi Abdullah tidak ikut serta dalam kafilah tersebut. Abdul Muththalib yang tahu anaknya tidak ada dalam kafilah tersebut bertanya mengapa anaknya tidak ada didalam kafilah tersebut. Teman-teman Abdullah pun menjawab bahwa Abdullah mendadak demam di kota Yatsrib dan Abdullah tinggal di rumah salah satu bangsa Quraisy dari Bani ‘Ady. Seketika Abdul Muththalib menyuruh anaknya yang sulung yang bernama Harits untuk menjemput Abdullah. Ketika Harits sampai di Yatsrib terkejut bahwa Abdullah ternyata sudah meninggal dan dimakamkan beberapa hari yang lalu. Ketika itu Nabi SAW tengah berada di kandungan ibunya, yakni Aminah kurang lebih tiga bulan.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Setelah cukup sembilan bulan mengandung, Aminah melahirkan pada waktu subuh, Hari Senin tanggal 12 bulan Rabiul Awal tahun Fiel ke I yang bertepatan tanggal 20 April tahun 571 Masehi. Pada waktu itu lahirlah Nabi Muhammad SAW dengan selamat di rumah ibunya di Kampung Bani Hasyim Kota Mekah. Ketika itu yang menjadi bidan untuk merawatnya adalah Sitti Syifa’ yang merupakan ibu sahabat Abdur Rahman bin ‘Auf RA. Ibu susunya adalah Tsuaibah lalu Halimah Binti Abi Dzuaib, kemudian yang merawat Nabi Muhammad pada waktu itu adalah Ummu Aiman.

Ketika Abdul Muththalib sedang tawaf disekeliling Ka’bah, tiba-tiba suruhan Aminah datang mengabarkan bahwa Aminah telah melahirkan bayi laki-laki. Seketika Abdul Muththalib datang ke rumah Aminah untuk melihat cucunya yang baru lahir. Setelah tujuh hari pasca kelahiran, akhirnya Abu Muththalib meng-khitan cucunya dan memberinya nama Muhammad.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Ketika Nabi Muhammad berusia sekitar 5 tahun dipulangkan ke ibunya di Kota Mekah. Setelah beliau dalam perlindungan ibunya hingga menginjak usia sekitar 6 tahun, beliau menyaksikan langsung kematian ibunya (Aminah). Kemudian Nabi Muhammad diasuh oleh Abdul Muththalib. Nabi Muhammad begitu dicintai oleh Abdul Muththalib. Sesampainya beliau berusia 8 tahun, Abdul Muththalib yang merupakan kakeknya juga meninggal. Setelah Abdul Muththalib wafat, Nabi Muhammad diasuh oleh pamannya bernama Abdu Manaf yang bergelar Abu Thalib.

Abu Thalib sangat menyayangi Nabi Muhammad. Hingga menginjak usia 12 tahun, Nabi Muhammad memberanikan diri ikut pamannya ke Negeri Syam. Nabi Muhammad pergi ke Negeri Syam pertama kali pada tahun 583 Masehi.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Nabi Muhammad terkenal sebagai pemuda yang berbudi luhur, berperangai mulia, dan jujur sehingga beliau dijuluki “Al Amin” yang berarti orang yang dapat dipercaya. Ketika itu Nabi Muhammad berusia kurang lebih 25 tahun. Pada waktu itu juga ada seorang wanita yang terkenal akan kekayaannya, kebangsawanannya, kemuliaan budi pekerti, dan keluasan pemikirannya. Seorang wanita itu tergolong pedagang besar di Kota Mekah. Seorang wanita itu bernama Khadijah, putri Khuwailid dari keturunan Asad bin Abdul Uzza bin Qushayyi. Jadi silsilahnya dengan Nabi Muhammad sangatlah dekat.

Khadijah pun mendengar bahwa ada pemuda yang dijuluki Muhammad Al Amin. Karena kasih sayang Abu Thalib, Abu Thalib menemui Khadijah agar keponakannya yakni Muhammad bisa menjadi pembawa barang sekaligus menjualkan dagangan Khadijah ke Negeri Syam. Abu Thalib berharap bahwa Muhammad bisa memperoleh mata pencaharian yang lebih baik. Khadijah pun menyetujuinya. Untuk meyakinkan apakah Nabi Muhammad dapat dipercaya, Khadijah meminta pelayannya yang bernama Maisarah untuk mengamati gerak-gerik Nabi Muhammad.

Setibanya di Negeri Syam, tepatnya di Kota Bushra, Nabi Muhammad seorang diri beristirahat dan berteduh di suatu pohon besar dekat pasar. Maisarah semenjak dari berangkat hingga tiba di Negeri Syam akhirnya memberanikan diri untuk meninggalkan Nabi Muhammad. Kemudian dalam perjalanan menuju rumah kenalannya, ia dihampiri oleh Pendeta Nasrani yang bernama Masthuraa. Lantas sang Pendeta menanyakan kepada Maisarah perihal siapa yang berani duduk dan bernaung dibawah pohon besar itu. Pendeta Nasrani itu memperoleh informasi bahwa Nabi Muhammad berasal dari tanah Haram (Mekah) dan di kedua mata Nabi Muhammad ada tanda merah. Informasi tersebut menguatkan bahwa itulah tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad. Lalu Pendeta Nasrani itu menghampiri Nabi Muhammad kemudian menciumi kakinya lalu berkata kepada Nabi Muhammad bahwa Pendeta itu yakin bahwa Muhammad adalah Nabi dan Pesuruh Allah sesuai didalam Kitab Taurat.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Ketika tiba saatnya pulang ke Mekah, Nabi Muhammad bersama-sama Maisarah mencarikan dan membelikan apa yang dipesan Khadijah. Setelah semua didapat, barulah kafilah Nabi Muhammad bertolak ke Kota Mekah. Setibanya di Kota Mekah, Nabi Muhammad diminta Maisarah untuk langsung menghadap Khadijah sebelum pulang ke rumahnya. Permintaan dari Maisarah itu agar Khadijah mengerti hasil usaha Nabi Muhammad. Khadijah pun kagum mengetahui peristiwa yang diluar dugaan itu dan barang-barang dagangannya telah habis terjual dan memperoleh laba yang besar.

Berbagai prestasi yang ditunjukkan Nabi Muhammad membuat Khadijah semakin kagum. Hingga pada suatu ketika Khadijah menyuruh Nafisah yang merupakan pelayannya untuk menyampaikan isi hati kepada Nabi Muhammad di rumah pamannya, yaitu Abu Thalib. Nabi pun menjawab bahwa belum bisa mengambil keputusan sebelum mendapat persetujuan dari pamannya. Kemudian pada suatu ketika Nafisah datang ke rumah Abu Thalib untuk menanyakan perihal besar itu dan Abu Thalib menyampaikan pesan ke Nafisah untuk disampaikan kepada Khadijah.

Pada suatu ketika Abu Thalib bersama keponakannya, yakni Nabi Muhammad SAW, pergi ke rumah pamannya Khadijah yang bernama Amr Bin Al-Asad. Hal itu dilakukan karena ayahnya Khadijah telah wafat. Oleh Amr Bin Al-Asad diterima dengan baik dan tidak mempermasalahkan pernikahan Khadijah dan Muhammad asalkan kedua belah pihak sama-sama setuju.

Tidak berapa lama kemudian dilangsungkan pernikahan antara Nabi Muhammad dengan Khadijah. Pada waktu itu usia Nabi Muhammad adalah 25 tahun dan usia Khadijah adalah 40 tahun. Berkat pernikahan antara Nabi Muhammad dengan Khadijah melahirkan enam anak. Enam anak Nabi Muhammad bersama Khadijah antara lain, Al Qasim, Zainab, Abdullah, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Al Qasim dan Abdulah adalah putra Nabi Muhammad yang meninggal ketika masih muda. Maka dari itu Nabi Muhammad dan Khadijah merasa susah. Oleh sebab itu, ditawarkan kepada beliau seorang budak lelaki yang bernama Zaid Bin Haritsah. Beliau Nabi Muhammad mendesak istrinya untuk membelinya dan seketika sudah dibeli, lalu dimerdekakan budak tersebut dan diangkat menjadi anak angkat Nabi Muhammad dan Khadijah. Anak angkat tersebut kemudian terkenal dengan nama Zaid Bin Muhammad karena Nabi Muhammad memeliharanya sebagaimana anaknya sendiri.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Setelah Nabi Muhammad berusia 40 tahun, maka kian hari kian mendalam hasratnya untuk menjauhkan diri dari masyarakat ramai. Maka dari itu beliau sering pergi meninggalkan keluarga dan rumah tangganya untuk mencari tempat ber-khalawat/ menyepi. Maksud beliau adalah untuk menjernihkan pikiran yang selanjutnya untuk mencari kebenaran yang hakiki.

Tak lama kemudian, beliau mendapatkan gunung yang ada goanya. Tempat itu tingginya kurang lebih 200 meter dan terkenal dengan nama “Jabal Hiraa” yang kemudian terkenal dengan nama “Jabal Nur”, dan goanya terkenal dengan goa Hiraa. Di tempat itulah Nabi Muhammad mendapatkan wahyu yang pertama kali. Aktivitas beliau di goa Hiraa adalah mengerjakan tahannuts (mengasingkan diri untuk menempa nafs). Di dalam tahannuts, ketika sedang tidur beliau bermimpi. Mimpi beliau tidak biasa karena mimpi tersebut adalah mimpi yang benar (Arru’yaa Ashshaadiqah).

Pada waktu malam 17 Ramadhan bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610 Masehi, Nabi Muhammad tengah ber-tahannuts di goa Hiraa. Kemudian datanglah Malaikat Jibril AS membawa tulisan dan menyuruh Nabi Muhammad untuk membacanya. Katanya, “bacalah”. Dengan terperanjat Nabi Muhammad menjawab, “aku tidak bisa membaca”. Beliau direngkuh beberapa kali oleh Malaikat Jibril hingga nafasnya sesak, lalu dilepaskannya dan menyuruhnya untuk membacanya lagi. Tetapi Nabi Muhammad berkata bahwa beliau tidak bisa membaca. Peristiwa itu terulang sampai tiga kali. Hingga akhirnya Nabi SAW berkata, “apa yang kubaca?”. Lalu Malaikat Jibril menyampaikan Surat Al Alaq ayat 1 sampai 5.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِى خَلَقَ {١} خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ {٢} اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ {٣} الَّذِى عَلَّمَ بِالْقَلَمِ {٤} عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ {٥} {العلق}

Artinya: (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. (4) Yang mengajar (manusia) dengan pena. (5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al Alaq: 1 – 5).

Semenjak peristiwa itu, Nabi Muhammad telah diangkat menjadi Rasul. Beliaulah panutan kaum muslim diseluruh dunia. Oleh sebab itu, kita sebagai umat Islam yang mengaku beriman pastilah karena cinta kepada Allah. Cinta Allah adalah cinta yang tidak akan bertepuk sebelah tangan. Kalau cinta pada Allah, maka sudah menjadi ketentuan Allah untuk mengikuti Nabi Muhammad SAW.

 

B. Nabi Muhammad Sebaik-baik Uswah Hasanah

Nabi Muhammad SAW adalah sebaik-baik uswah hasanah. Oleh sebab itu, bagi orang yang mengharap rahmat Allah sudah semestinya menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai uswah hasanah atau teladan baik. Allah berfirman,

﴿ لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ ٢١ ﴾ ( الاحزاب/33:21)

Artinya: Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab/33:21)

Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan bahwa pada ayat ini, Allah memperingatkan orang-orang munafik bahwa sebenarnya mereka dapat memperoleh teladan yang baik dari Nabi SAW. Rasulullah SAW adalah seorang yang kuat imannya, berani, sabar, dan tabah menghadapi segala macam cobaan, percaya sepenuhnya kepada segala ketentuan Allah, dan mempunyai akhlak yang mulia. Jika mereka bercita-cita ingin menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, tentulah mereka akan mencontoh dan mengikutinya. Akan tetapi, perbuatan dan tingkah laku mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mengharapkan keridaan Allah dan segala macam bentuk kebahagiaan hakiki itu.

 

C. Nabi Muhammad SAW Adalah Karunia Besar dari Allah

Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW adalah sebuah karunia besar. Allah mengutus Nabi Muhammad yang merupakan golongan manusia. Allah mengutus Nabi dengan beberapa misi. Allah berfirman,

﴿ لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ ١٦٤ ﴾ ( اٰل عمران/3:164)

Artinya: Sungguh, Allah benar-benar telah memberi karunia kepada orang-orang mukmin ketika (Dia) mengutus di tengah-tengah mereka seorang Rasul (Muhammad) dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab Suci (Al-Qur’an) dan hikmah. Sesungguhnya mereka sebelum itu benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Ali 'Imran/3:164)

Tafsir Lengkap Kementerian Agama menerangkan bahwa Allah benar-benar memberi keuntungan dan nikmat kepada semua orang mukmin umumnya dan kepada orang-orang yang beriman bersama-sama Rasulullah khususnya, karena Allah mengutus seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, sehingga mereka mudah memahami tutur katanya dan dapat menyaksikan tingkah lakunya untuk diikuti dan dicontoh amal-amal perbuatannya. Nabi Muhammad langsung membacakan ayat-ayat kebesaran Allah menyucikan mereka dalam amal dan iktikad, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Adapun yang dimaksud al-Kitab adalah suatu kompendium semua pengetahuan yang diwahyukan (revealed knowledge), sedangkan al-Hikmah adalah mencakup semua pengetahuan perolehan (acquired knowledge). Jika dihubungkan dengan keberadaan kalam dan falsafah, maka kalam lebih berat ke al-Kitab sedangkan falsafah lebih berat ke al-Hikmah, meskipun kedua-duanya mengagungkan satu dengan lainnya dengan tingkat keserasian tertentu yang tinggi. Keduanya bertemu dalam kesamaan iman dan kedalaman rasa keagamaan.

 

D. Sikap Orang yang Menerima Ajaran Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad mengajarkan Al-Qur’an kepada umat manusia. Namun umat manusia ada tiga golongan karena sikapnya menerima ajaran Nabi. Allah berfirman,

﴿ ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَاۚ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖ ۚوَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ ۚوَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِالْخَيْرٰتِ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُۗ ٣٢ ﴾ ( فاطر/35:32)

Artinya: Kemudian, Kitab Suci itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu, di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan636) dengan izin Allah. Itulah (dianugerahkannya kitab suci adalah) karunia yang besar. (QS. Fatir/35:32)

Catatan: 636) Ungkapan menzalimi diri sendiri berarti melakukan dosa, sedangkan kata pertengahan mengacu kepada orang yang melakukan amalan yang wajib saja dan menjauhi dosa. Adapun orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan adalah orang-orang yang tidak hanya mengerjakan yang wajib, tetapi juga mengerjakan yang sunah.

Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan bahwa Allah mewahyukan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad. Kemudian ajaran-ajaran Al-Qur'an itu diwariskan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang terpilih. Mereka itu adalah umat Nabi Muhammad, sebab Allah telah memuliakan umat ini melebihi kemuliaan yang diperoleh umat sebelumnya. Kemuliaan itu tergantung kepada sejauh manakah ajaran Rasulullah itu mereka amalkan, dan sampai di mana mereka sanggup mengikuti petunjuk Allah. Berikut ini dijelaskan tingkatan-tingkatan orang mukmin yang mengamalkan Al-Qur'an:

1. Orang yang zalim kepada dirinya. Maksudnya orang yang mengerjakan perbuatan wajib dan juga tidak meninggalkan perbuatan yang haram.

2. Muqtasid, yakni orang-orang yang melaksanakan segala kewajiban dan meninggalkan larangan-larangannya, tetapi kadang-kadang ia tidak mengerjakan perbuatan yang dipandang sunah atau masih mengerjakan sebagian pekerjaan yang dipandang makruh.

3. S±biqun bil-khair±t, yaitu orang yang selalu mengerjakan amalan yang wajib dan sunah, meninggalkan segala perbuatan yang haram dan makruh, serta sebagian hal-hal yang mubah (dibolehkan).

Menurut al-Maragi pembagian di atas dapat pula diungkapkan dengan kata-kata lain, yaitu:

1. Orang yang masih sedikit mengamalkan ajaran Kitabullah dan terlalu senang menuruti hawa nafsunya, atau orang yang masih banyak perbuatan kejahatannya dibanding dengan amal kebaikannya.

2. Orang yang seimbang antara amal kebaikan dan kejahatannya.

3. Orang yang terus-menerus mencari ganjaran Allah dengan melakukan amal kebaikan.

 Para ulama tafsir telah menyebutkan beberapa hadis sehubungan dengan maksud di atas. Salah satunya adalah hadis riwayat Ahmad dari Abu ad-Darda', di mana setelah membaca ayat 32 Surah Fatir di atas, Rasulullah bersabda:

فَأَمَّا الَّذِيْنَ سَبَقُوْا بِالْخَيْرَاتِ فَاُولَئِكَ الَّذِيْنَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ اَمَّا الَّذِيْنَ اقْتَصَدُوْا فَاُولَئِكَ الَّذِيْنَ يُحَاسَبُوْنَ حِسَابًا يَسِيْرًا وَاَمَّا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا اَنْفُسَهُمْ فَاُولَئِكَ الَّذِيْنَ يُحْبَسُوْنَ فِى ذَلِكَ الْمَكَانِ حَتىَّ يُصِيْبَهُمُ الْحَزَنُ فَيَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ. ثُمَّ تَلاَ: اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ اَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ اِنَّ رَبَّنَا لَغَفُوْرٌ شَكُوْرٌ. (رواه احمد)

Artinya: Adapun orang yang berlomba dalam berbuat kebaikan mereka akan masuk surga tanpa hisab (perhitungan), sedang orang-orang pertengahan (muqtasid) mereka akan dihisab dengan hisab yang ringan, dan orang yang menganiaya dirinya sendiri mereka akan ditahan dulu di tempat (berhisabnya), sehingga ia mengalami penderitaan kemudian dimasukkan ke dalam surga. Kemudian beliau membaca “al-hamdulillah al-ladzi adzhaba anna al-hazana inna rabbana lagafurun syakur, (Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami, sesungguhnya Tuhan kami Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri). (Riwayat Ahmad). Derajat hadis belum ditelusuri.

Warisan mengamalkan kitab suci dan kemuliaan yang diberikan kepada umat Nabi Muhammad itu merupakan suatu karunia yang amat besar dari Allah, yang tidak seorang pun dapat menghalangi ketetapan itu.

E. Mengamalkan Agama Islam dengan Kebersamaan

Nabi Muhammad ketika hijrah dari Makah ke Madinah mempersatukan Kaum Muhajirin dan Anshar. Hal tersebut karena dalam mengamalkan ajaran agama Islam dilakukan secara bersama-sama. Peristiwa ini sampai disebutkan di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman,

﴿ وَالَّذِيْنَ تَبَوَّءُو الدَّارَ وَالْاِيْمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّوْنَ مَنْ هَاجَرَ اِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ اُوْتُوْا وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۗوَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَۚ ٩ ﴾ ( الحشر/59:9)

Artinya: Orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota (Madinah) dan beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin) mencintai orang yang berhijrah ke (tempat) mereka. Mereka tidak mendapatkan keinginan di dalam hatinya terhadap apa yang diberikan (kepada Muhajirin). Mereka mengutamakan (Muhajirin) daripada dirinya sendiri meskipun mempunyai keperluan yang mendesak. Siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr/59: 9)

Tafsir Ringkas Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan bahwa Muhajirin, menurut ayat sebelumnya, adalah orang-orang yang terusir dari kampung halamannya di Mekah dan berhijrah bersama Rasulullah ke Madinah demi menolong Allah dan Rasul-Nya. Pada ayat ini disebutkan sikap dan penerimaan kaum Ansar terhadap Muhajirin dengan cinta dan persaudaraan sejati. Dan orang-orang Ansar, para penolong, yang telah menempati kota Madinah jauh sebelum Rasulullah hijrah ke kota ini. Dan mereka telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya sebelum kedatangan mereka, Muhajirin ke Madinah. Mereka, para penolong itu, mencintai Muhajirin, orang yang berhijrah ke tempat mereka, karena Allah. Dan mereka, orang-orang Ansar, ketika membantu Muhajirin yang berhijrah ke Madinah dengan harta dan berbagai fasilitas, tidak menaruh keinginan dalam hati mereka benda-benda yang diberikan itu, karena penuh keikhlasan, terhadap apa yang diberikan kepada mereka, baik harta maupun tenaga. Dan mereka mengutamakan kepentingan para sahabat Muhajirin atas dirinya sendiri, meskipun sebenarnya mereka juga memerlukan semua fasilitas yang diberikan itu. Sungguh ketentuan Allah menegaskan: dan siapa yang dijaga dirinya oleh Allah atas usaha dan perjuangan mereka dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung, karena berhasil melawan ego dan berhasil menjadi pribadi yang mulia.

 

Semoga kita semuanya memperoleh keberkahan hidup dengan didatangkan keberkahan dari langit dan bumi. Kita yakin akan hal itu karena kita cinta pada Allah. Semoga kita senantiasa mencintai Allah sehingga Allah juga mencintai kita. Kalau cinta kepada Allah, berarti mengikuti Nabi Muhammad SAW. Sebab Nabi Muhammad adalah sebaik-baik teladan/ uswah hasanah. Allah mengutus Nabi Muhammad SAW adalah suatu karunia yang besar. Kita senantiasa memperbaiki diri supaya hati ini mudah menerima Al-Qur’an sehingga tergolong sabiqun bil khairat. Aamiin.



 

 

No comments:

Post a Comment