Monday, August 11, 2025

Serial Taharah: Suami Berhubungan dengan Istri Ketika Istihadah

Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah mendirikan salat. Pembeda antara orang tidak beragama Islam dan orang beragama Islam adalah dikerjakannya salat. Adapun supaya salat dinilai sah, maka perlu adanya taharah. Lalu bagaimana pembahasannya? Kesempatan kali ini akan membahas mengenai suami berhubungan dengan istri ketika istihadah. Adapun dalam memahaminya, perlu mengerti berbagai dalil yang ada.

 

A. Wanita Istihadah

Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan ajrti istihadah adalah darah yang keluar dari faraj wanita yang tidak biasa seperti darah haid dan nifas (darah penyakit). Adapun dalam agama Islam, hal ini sudah diterangkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Adapun istihadah merupakan gangguan urat atau penyakit. Wanita yang mengalami istihadah adalah mustahadah. Hadis yang menerangkan riwayat Rasulullah menerangkan terkait istihadah adalah sebgaia berikut.

 

Hadis Ke-1

سنن أبي داوود ٢٤٧: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ مُحَمَّدٍ يَعْنِي ابْنَ عَمْرٍو قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ أَبِي حُبَيْشٍ، أَنَّهَا كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ دَمُ الْحَيْضَةِ فَإِنَّهُ أَسْوَدُ يُعْرَفُ فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي عَنْ الصَّلَاةِ فَإِذَا كَانَ الْآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي فَإِنَّمَا هُوَ عِرْقٌ. قَالَ أَبُو دَاوُد و قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا بِهِ ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ مِنْ كِتَابِهِ هَكَذَا ثُمَّ حَدَّثَنَا بِهِ بَعْدُ حِفْظًا قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ فَاطِمَةَ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَذَكَرَ مَعْنَاهُ قَالَ أَبُو دَاوُد وَقَدْ رَوَى أَنَسُ بْنُ سِيرِينَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي الْمُسْتَحَاضَةِ قَالَ إِذَا رَأَتْ الدَّمَ الْبَحْرَانِيَّ فَلَا تُصَلِّي وَإِذَا رَأَتْ الطُّهْرَ وَلَوْ سَاعَةً فَلْتَغْتَسِلْ وَتُصَلِّي و قَالَ مَكْحُولٌ إِنَّ النِّسَاءَ لَا تَخْفَى عَلَيْهِنَّ الْحَيْضَةُ إِنَّ دَمَهَا أَسْوَدُ غَلِيظٌ فَإِذَا ذَهَبَ ذَلِكَ وَصَارَتْ صُفْرَةً رَقِيقَةً فَإِنَّهَا مُسْتَحَاضَةٌ فَلْتَغْتَسِلْ وَلْتُصَلِّ قَالَ أَبُو دَاوُد وَرَوَى حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ فِي الْمُسْتَحَاضَةِ إِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ تَرَكَتْ الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ اغْتَسَلَتْ وَصَلَّتْ وَرَوَى سُمَيٌّ وَغَيْرُهُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ تَجْلِسُ أَيَّامَ أَقْرَائِهَا وَكَذَلِكَ رَوَاهُ حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ قَالَ أَبُو دَاوُد وَرَوَى يُونُسُ عَنْ الْحَسَنِ الْحَائِضُ إِذَا مَدَّ بِهَا الدَّمُ تُمْسِكُ بَعْدَ حَيْضَتِهَا يَوْمًا أَوْ يَوْمَيْنِ فَهِيَ مُسْتَحَاضَةٌ و قَالَ التَّيْمِيُّ عَنْ قَتَادَةَ إِذَا زَادَ عَلَى أَيَّامِ حَيْضِهَا خَمْسَةُ أَيَّامٍ فَلْتُصَلِّ و قَالَ التَّيْمِيُّ فَجَعَلْتُ أَنْقُصُ حَتَّى بَلَغَتْ يَوْمَيْنِ فَقَالَ إِذَا كَانَ يَوْمَيْنِ فَهُوَ مِنْ حَيْضِهَا و سُئِلَ ابْنُ سِيرِينَ عَنْهُ فَقَالَ النِّسَاءُ أَعْلَمُ بِذَلِكَ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 247: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi 'Adi dari Muhammad bin Amru dia berkata: Telah menceritakan kepada saya Ibnu Syihab dari Urwah bin Az Zubair dari Fathimah binti Abi Hubaisy bahwa sesungguhnya ia beristihadah, lalu Nabi SAW bersabda kepadanya, “Jika benar darah itu darah haid, maka warnanya hitam sebagaimana yang sudah dikenal, maka apabila benar demikian keadaannya, tinggalkanlah salat. Akan tetapi apabila berwarna lain, maka berwudulah dan salatlah, karena sesungguhnya ia adalah dari gangguan urat.” Abu Dawud berkata: Ibnu Al Mutsanna berkata: Telah menceritakan kepada kami dengan hadis itu Ibnu Abi Adi di dalam kitabnya demikian, kemudian telah menceritakan kepada kami dengannya secara hafalan, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Amru dari Az Zuhri dari Urwah dari Aisyah bahwasanya Fathimah pernah terkena darah penyakit, lalu dia menyebutkan hadis secara maknanya. Abu Dawud berkata: Dan telah diriwayatkan oleh Anas bin Sirin dari Ibnu Abbas, tentang wanita yang mengeluarkan darah penyakit: Beliau bersabda: "Apabila dia melihat darah yang melimpah (haid). maka janganlah salat, dan apabila dia melihat suci walaupun sesaat, maka hendaklah dia mandi dan mengerjakan salat." Makhul berkata: Tidak samar atas kaum wanita tentang darah haid, darah tersebut berwarna hitam pekat. Apabila warna tersebut hilang dan berubah menjadi warna kekuning-kuningan lembut, maka darah tersebut adalah darah penyakit, karena itu mandilah dan kerjakanlah salat. Abu Dawud berkata: Dan diriwayatkan oleh Hammad bin Zaid dari Yahya bin Sa'id dari Al Qa'qa' bin Al Hakim dari Sa'id bin Al Musayyib, tentang seorang wanita yang mengeluarkan darah penyakit: Apabila darah haid itu datang, maka hendaknya meninggalkan salat, dan apabila telah berlalu, maka hendaknya mandi dan salat. Dan telah diriwayatkan oleh Sumayya dan lainnya dari Sa'id bin Al Musayyib: Dia tetap tidak salat pada hari-hari yang biasa datang haidnya. Demikian pula diriwayatkan oleh Hammad bin Salamah dari Yahya bin Sa'id bin Al Musayyib. Abu Dawud berkata: Dan diriwayatkan oleh Yunus dari Al Hasan: Apabila jangka waktu darah wanita yang haid bertambah panjang, maka dia menahan diri setelah masa haid tersebut satu atau dua hari, sebab itu adalah darah penyakit. At Taimi berkata dari Qatadah: Apabila darah tersebut lebih dari lima hari dari masa waktu haid tersebut, maka hendaklah dia salat. Dan At Taimi mengatakan: Saya mengurangi waktu tersebut sampai dua hari, lalu dia berkata: Apabila lebih dua hari (dari masa waktu haid itu), maka termasuk darah haid. Dan Ibnu Sirin pernah ditanya tentang hal tersebut, maka dia menjawab: Wanita lebih mengetahui akan hal itu.

 

B. Suami Berhubungan dengan Istri Ketika Istri Istihadah

Berbagai riwayat menerangkan mengenai hubungan suami dan istri ketika istri istihadah. Bagaiaman menurut tinjauan agama Islam tentang hal tersebut? Mari kita simak berbagai dalil yang membahas mengenai suami berhubungan dengan istri ketika istri mengalami istihadah.

 

Hadis Ke-2

سنن أبي داوود ٢٦٦: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبِي سُرَيْجٍ الرَّازِيُّ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْجَهْمِ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي قَيْسٍ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ حَمْنَةَ بِنْتِ جَحْشٍ، أَنَّهَا كَانَتْ مُسْتَحَاضَةً وَكَانَ زَوْجُهَا يُجَامِعُهَا.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 266: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abi Suraij Ar Razi, telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Al Jahm, telah menceritakan kepada kami Amru bin Abi Qais dari Ashim dari 'Ikrimah dari Hamnah binti Jahsy, bahwa dia pernah istihadah, dan suaminya tetap berhubungan badan dengannya.

 

Hadis Ke-3

سنن أبي داوود ٢٦٥: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ مَنْصُورٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ مُسْهِرٍ عَنْ الشَّيْبَانِيِّ عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ: كَانَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ تُسْتَحَاضُ فَكَانَ زَوْجُهَا يَغْشَاهَا. قَالَ أَبُو دَاوُد و قَالَ يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ مُعَلَّى ثِقَةٌ وَكَانَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ لَا يَرْوِي عَنْهُ لِأَنَّهُ كَانَ يَنْظُرُ فِي الرَّأْيِ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 265: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Khalid, telah menceritakan kepada kami Mu'alla bin Manshur dari Ali bin Mushir dari Asy Syaibani dari Ikrimah dia berkata: Ummu Habibah pernah istihadah dan suaminya tetap berhubungan badan dengannya. Abu Dawud berkata: Yahya bin Ma'in berkata: Mu'alla adalah perawi tsiqah, tetapi Ahmad bin Hanbal tidak meriwayatkan darinya karena dia (Mu'alla) terkadang mencermati masalah dengan logika.

 

Mukhtasar nailul Autar di halaman 244 sampai 245 menerangkan bahwa Ummu Habibah adalah istrinya Abdunahman bin Auf, demikian yang disebutkan di dalam Shahih Muslim. Sedangkan Hamnah istrinya Thaihah bin Ubaidillah. Pensyarah mengatakan: Kedua hadis di atas menunjukkan bolehnya menyetubuhi wanita mustahadah walaupun darah mengalir. Demikian menurut pendapat Jumhur.

 

Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan taharah. Hal tersebut sebagai upaya menggapai kesempurnaan dalam beribadah mengingat salat didirikan dengan syarat terhindar dari najis dan hadas. Semoga pelajaran mengenai taharah yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.



 

 

No comments:

Post a Comment