Sebagai umat Islam, sudah semestinya mengerti mengenai apa isi kitab suci agama Islam. Kitab suci agama Islam adalah Al-Qur’an. Oleh sebab itu, Kementerian Agama Republik Indonesia telah merilis Tafsir Kemenag supaya masyarakat muslim Indonesia dengan mudah mengakses tafsir Al-Qur’an dengan mudah. Harapannya umat muslim di Indonesia mampu mengerti apa yang dikandung dalam Al-Qur’an dan mengamalkan apa yang menjadi syariat Agama dalam Al-Qur’an. Adapun terkait hadis yang ada pada Tafsir Kemenag pada tulisan ini dilengkapi sanad dan takhrij sederhana yang bersifat informatif atau menguatkan. Hal tersebut dikarenakan dalam Tafsir Kemenag belum semuanya dicantumkan sanad hadis maupun keterangan derajatnya. Mari kita simak uraian Tafsir Kemenag berikut.
﴿ اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ ﴾ ( الفاتحة: ٥)
Artinya: Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. (QS. Al-Fatihah/1: 5)
Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia
Di dalam ayat-ayat sebelumnya disebutkan empat macam dari sifat-sifat Allah, yaitu: Pendidik seluruh alam, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Yang menguasai hari pembalasan. Sifat-sifat yang disebutkan itu adalah sifat-sifat kesempurnaan yang hanya Allah saja yang mempunyainya. Sebab itu pada ayat ini Allah mengajarkan kepada hamba-Nya bahwa Allah sajalah yang patut disembah, dan kepada-Nya sajalah seharusnya manusia memohon pertolongan, dan bahwa hamba-Nya haruslah mengikrarkan yang demikian itu.
Iyyaka (hanya kepada Engkau). Iyyaka adalah damir untuk orang kedua dalam kedudukan mansub karena menjadi maf’ul bih (obyek). Dalam tata bahasa Arab maf’ul bih harus sesudah fi’il dan fa’il. Jika mendahulukan yang seharusnya diucapkan kemudian dalam Balagah menunjukkan qasr, yaitu pembatasan yang bisa diartikan “hanya“. Jadi arti ayat ini “Hanya kepada Engkau saja kami menyembah, dan hanya kepada Engkau saja kami mohon pertolongan“.
Iyyaka dalam ayat ini diulang dua kali, gunanya untuk menegaskan bahwa ibadah dan isti’anah (meminta pertolongan) itu masing-masing khusus dihadapkan kepada Allah serta untuk dapat mencapai kelezatan munajat (berbicara) dengan Allah. Karena bagi seorang hamba Allah yang menyembah dengan segenap jiwa dan raganya tak ada yang lebih nikmat dan lezat perasaannya daripada bermunajat dengan Allah.
Baik juga diketahui bahwa dengan memakai iyyaka itu berarti menghadapkan pembicaraan kepada Allah, dengan maksud mengingat Allah SWT, seakan-akan kita berada di hadapan-Nya, dan kepada-Nya diarahkan pembicaraan dengan khusyuk dan tawaduk. Seakan-akan kita berkata:
“Ya Allah, Zat yang wijibul wujud, Yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, Yang menjaga dan memelihara seluruh alam, Yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dengan berlipat ganda, Yang berkuasa di hari pembalasan, Engkau sajalah yang kami sembah, dan kepada Engkau sajalah kami minta pertolongan, karena hanya Engkau yang berhak disembah, dan hanya Engkau yang dapat menolong kami”.
Dengan cara seperti itu orang akan lebih khusyuk dalam menyembah Allah dan lebih tergambar kepadanya kebesaran yang disembahnya itu. Inilah yang dimaksud oleh Rasulullah dengan sabdanya:
Hadis Ke-1
سنن النسائي ٤٩٠٤: أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ قَالَ أَنْبَأَنَا كَهْمَسُ بْنُ الْحَسَنِ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِسْلَامِ قَالَ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا قَالَ صَدَقْتَ فَعَجِبْنَا إِلَيْهِ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ ثُمَّ قَالَ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْقَدَرِ كُلِّهِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ السَّاعَةِ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ بِهَا مِنْ السَّائِلِ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا قَالَ أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ قَالَ عُمَرُ فَلَبِثْتُ ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عُمَرُ هَلْ تَدْرِي مَنْ السَّائِلُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام أَتَاكُمْ لِيُعَلِّمَكُمْ أَمْرَ دِينِكُمْ.
Artinya: Sunan Nasa'i nomor 4904: Telah mengkhabarkan kepada kami Ishaq bin Ibrahim, dia berkata: telah menceritakan kepada kami An Nadhr bin Syumail, dia berkata: telah memberitakan kepada kami Kahmas bin Al Hasan, dia berkata: telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya'mar bahwa Abdullah bin Umar berkata: telah menceritakan kepadaku Umar bin Al Khathab, dia berkata: "Pada suatu hari ketika kami bersama Rasulullah SAW tiba-tiba muncul di hadapan kami orang yang sangat putih pakaiannya, hitam rambutnya, tidak terlihat padanya bekas bepergian, dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya, hingga ia duduk di hadapan Rasulullah SAW dan menyandarkan lututnya kepada lutut beliau dan meletakkan kedua telapak tangannya pada kedua paha beliau kemudian berkata: "Wahai Muhammad, beritahukan kepadaku mengenai Islam". Beliau bersabda: "Engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan salat, membayar zakat, berpuasa Ramadan dan melakukan haji ke Kakbah apabila mampu pergi ke sana." Orang tersebut berkata: "Tuan benar". Maka kami pun heran kepadanya, dia bertanya dan dia pula yang membenarkannya. Kemudian dia berkata: "Beritahukan kepadaku mengenai iman!" Beliau bersabda: "Engkau beriman kepada Allah, para MalaikatNya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan Hari Akhir serta seluruh takdir yang baik dan yang buruk." Dia berkata: "Tuan benar". Dia berkata: "Beritahukan kepadaku mengenai ihsan!" Beliau bersabda: "Ihsan adalah engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya dan apabila engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu." Dia berkata: "Beritahukan kepadaku mengenai Hari Kiamat!" Beliau bersabda: "Orang yang ditanya tidaklah lebih mengetahui daripada yang bertanya." Dia berkata: "Beritahukan kepadaku mengenai tanda-tandanya!" Beliau bersabda: "Jika ada budak wanita yang melahirkan tuannya, dan engkau melihat orang yang tidak beralas kaki, telanjang dan tidak berkhitan serta menggembalakan kambing saling berlomba meninggikan bangunan." Tiga hari kemudian beliau bertanya kepadaku: "Wahai Umar, apakah engkau mengetahui siapakah yang bertanya?" saya menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau bersabda: "Sesungguhnya dia adalah Jibril AS, datang kepada kalian hendak mengajarkan kepada kalian perkara agama kalian."
Hadis Ke-1
صحيح مسلم ٩: حَدَّثَنِي أَبُو خَيْثَمَةَ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ كَهْمَسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ ح و حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ وَهَذَا حَدِيثُهُ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا كَهْمَسٌ عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ قَالَ كَانَ أَوَّلَ مَنْ قَالَ فِي الْقَدَرِ بِالْبَصْرَةِ مَعْبَدٌ الْجُهَنِيُّ فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَحُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِمْيَرِيُّ حَاجَّيْنِ أَوْ مُعْتَمِرَيْنِ فَقُلْنَا لَوْ لَقِينَا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلْنَاهُ عَمَّا يَقُولُ هَؤُلَاءِ فِي الْقَدَرِ فَوُفِّقَ لَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ دَاخِلًا الْمَسْجِدَ فَاكْتَنَفْتُهُ أَنَا وَصَاحِبِي أَحَدُنَا عَنْ يَمِينِهِ وَالْآخَرُ عَنْ شِمَالِهِ فَظَنَنْتُ أَنَّ صَاحِبِي سَيَكِلُ الْكَلَامَ إِلَيَّ فَقُلْتُ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّهُ قَدْ ظَهَرَ قِبَلَنَا نَاسٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَتَقَفَّرُونَ الْعِلْمَ وَذَكَرَ مِنْ شَأْنِهِمْ وَأَنَّهُمْ يَزْعُمُونَ أَنْ لَا قَدَرَ وَأَنَّ الْأَمْرَ أُنُفٌ قَالَ فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللَّهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ ثُمَّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ السَّاعَةِ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَتِهَا قَالَ أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ قَالَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا ثُمَّ قَالَ لِي يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنْ السَّائِلُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ الْغُبَرِيُّ وَأَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ وَأَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ قَالُوا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ مَطَرٍ الْوَرَّاقِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ قَالَ لَمَّا تَكَلَّمَ مَعْبَدٌ بِمَا تَكَلَّمَ بِهِ فِي شَأْنِ الْقَدَرِ أَنْكَرْنَا ذَلِكَ قَالَ فَحَجَجْتُ أَنَا وَحُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِمْيَرِيُّ حَجَّةً وَسَاقُوا الْحَدِيثَ بِمَعْنَى حَدِيثِ كَهْمَسٍ وَإِسْنَادِهِ وَفِيهِ بَعْضُ زِيَادَةٍ وَنُقْصَانُ أَحْرُفٍ و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ وَحُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَا لَقِينَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ فَذَكَرْنَا الْقَدَرَ وَمَا يَقُولُونَ فِيهِ فَاقْتَصَّ الْحَدِيثَ كَنَحْوِ حَدِيثِهِمْ عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِيهِ شَيْءٌ مِنْ زِيَادَةٍ وَقَدْ نَقَصَ مِنْهُ شَيْئًا و حَدَّثَنِي حَجَّاجُ بْنُ الشَّاعِرِ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوِ حَدِيثِهِمْ
Artinya: Shahih Muslim nomor 9: Telah menceritakan kepadaku Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Kahmas dari Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya'mar. Dalam riwayat lain disebutkan, dan telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu'adz Al-'Anbari dan ini hadisnya, telah menceritakan kepada kami Bapakku, telah menceritakan kepada kami Kahmas dari Ibnu Buraidah dari Yahya bin Ya'mar dia berkata: "Orang yang pertama kali membahas takdir di Bashrah adalah Ma'bad Al-Juhani, maka aku dan Humaid bin Abdurrahman Al Himyari bertolak haji atau umrah, maka kami berkata: 'Seandainya kami bertemu dengan salah seorang sahabat Rasulullah SAW, maka kami akan bertanya kepadanya tentang sesuatu yang mereka katakan berkaitan dengan takdir.' Maka Abdullah bin Umar diberikan taufik (oleh Allah) untuk kami, sedangkan dia masuk masjid. Lalu aku dan temanku menghadangnya. Salah seorang dari kami di sebelah kanannya dan yang lain di sebelah kirinya. Lalu aku mengira bahwa temanku akan mewakilkan pembicaraan kepadaku, maka aku berkata: 'Wahai Abu Abdurrahman, sesungguhnya nampak di hadapan kami suatu kaum membaca Al Qur'an dan mencari ilmu lalu mengklaim bahwa tidak ada takdir, dan perkaranya adalah baru (tidak didahului oleh takdir dan ilmu Allah).' Maka Abdullah bin Umar menjawab: 'Apabila kamu bertemu orang-orang tersebut, maka kabarkanlah kepada mereka bahwa saya berlepas diri dari mereka, dan bahwa mereka berlepas diri dariku. Dan demi Zat yang mana hamba Allah bersumpah dengan-Nya, kalau seandainya salah seorang dari kalian menafkahkan emas seperti gunung Uhud, niscaya sedekahnya tidak akan diterima hingga dia beriman kepada takdir baik dan buruk.' Dia berkata: 'Kemudian dia mulai menceritakan hadis seraya berkata: 'Umar bin Al Khaththab berkata: 'Dahulu kami pernah berada di sisi Rasulullah SAW, lalu datanglah seorang laki-laki yang bajunya sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan. Tidak seorang pun dari kami mengenalnya, hingga dia mendatangi Nabi SAW lalu menyandarkan lututnya pada lutut Nabi SAW, kemudian ia berkata: 'Wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islam?' Rasulullah SAW menjawab: "Kesaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan puasa Ramadan, serta haji ke Baitullah jika kamu mampu bepergian kepadanya.' Dia berkata: 'Kamu benar.' Umar berkata: 'Maka kami kaget terhadapnya karena dia menanyakannya dan membenarkannya.' Dia bertanya lagi: 'Kabarkanlah kepadaku tentang iman itu?' Beliau menjawab: 'Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk.' Dia berkata: 'Kamu benar.' Dia bertanya: 'Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu?' Beliau menjawab: 'Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.' Dia bertanya lagi: 'Kapankah hari akhir itu?' Beliau menjawab: 'Tidaklah orang yang ditanya itu lebih mengetahui daripada orang yang bertanya.' Dia bertanya: 'Lalu kabarkanlah kepadaku tentang tanda-tandanya?' Beliau menjawab: 'Apabila seorang budak melahirkan (anak) tuan-Nya, dan kamu melihat orang yang tidak beralas kaki, telanjang, miskin, penggembala kambing, namun bermegah-megahan dalam membangun bangunan.' Kemudian dia bertolak pergi. Maka aku tetap saja heran kemudian beliau berkata: 'Wahai Umar, apakah kamu tahu siapa penanya tersebut?' Aku menjawab: 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Beliau bersabda: 'Dia adalah Jibril, dia mendatangi kalian untuk mengajarkan kepada kalian agama kalian.'" Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid Al Ghubari dan Abu Kamil Al Jahdari serta Ahmad bin Abdah mereka berkata: telah menceritakan kepada kami Hammad bin Yazid dari Mathar Al Warraq dari Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya'mar dia berkata: 'Ketika Ma'bad berkata dengan sesuatu yang dia bicarakan tentang masalah takdir, maka kami mengingkari hal tersebut.' Dia melanjutkan: 'Lalu aku melakukan haji bersama Humaid bin Abdurrahman Al Himyari.' Lalu mereka menyebutkan hadis dengan makna hadis Kahmas. Di dalamnya terdapat sebagian tambahan dan kekurangan huruf. Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Qaththan, telah menceritakan kepada kami Utsman bin Ghiyats, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya'mar dan Humaid bin Abdurrahman keduanya berkata: "Kami bertemu Abdullah bin Umar, lalu kami menyebutkan tentang takdir dan pendapat mereka tentangnya, lalu dia mengisahkan hadis tersebut sebagaimana hadis mereka dari Umar RA dari Nabi SAW, dan di dalamnya terdapat suatu tambahan dan pengurangan." Dan telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Asy Sya'ir, telah menceritakan kepada kami Yunus bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Al Mu'tamir dari Bapaknya dari Yahya bin Ya'mar dari Ibnu Umar dari Umar dari Nabi SAW dengan semisal hadis mereka.
Keterangan: Dalam Tafsir Lengkap Kemenag RI disebutkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khaththab. Namun dalam riwayat Bukhari ditemukan hadis serupa tetapi dari Abu Hurairah Riwayat Muslim ditemukan satu hadis dari Umar bin Khaththab.
Karena surah Al-Fatihah mengandung ayat munajat (berbicara) dengan Allah menurut cara yang telah diterangkan maka hal itu merupakan rahasia diwajibkan membacanya pada tiap-tiap rakaat dalam salat, karena jiwanya ialah munajat, dengan menghadapkan diri dan memusatkan ingatan kepada Allah.
Na’budu pada ayat ini didahulukan menyebutkannya daripada nasta’inu, karena menyembah Allah adalah suatu kewajiban manusia terhadap Tuhan-nya. Tetapi pertolongan dari Allah kepada hamba-Nya adalah hak hamba itu. Maka Allah mengajar hamba-Nya agar menunaikan kewajibannya lebih dahulu, sebelum ia menuntut haknya.
Melihat kata-kata na’budu dan nasta’inu (kami menyembah, kami minta tolong), bukan a’budu dan asta’inu (saya menyembah dan saya minta tolong) adalah untuk memperlihatkan kelemahan manusia, tidak selayaknya manusia mengemukakan dirinya seorang saja dalam menyembah dan memohon pertolongan kepada Allah. Seakan-akan penunaian kewajiban beribadah dan permohonan pertolongan kepada Allah itu belum lagi sempurna, kecuali kalau dikerjakan bersama-sama.
Kedudukan Tauhid di dalam Ibadah dan Sebaliknya
Ibadah secara istilah ialah semua perkataan, perbuatan dan pikiran yang bertujuan untuk mencari rida Allah. Arti “ibadah” sebagai disebutkan di atas ialah tunduk dan berserah diri kepada Allah, yang disebabkan oleh kesadaran bahwa Allah yang menciptakan alam ini, Yang menumbuhkan, Yang mengembangkan, Yang menjaga dan memelihara serta Yang membawanya dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain, hingga tercapai kesempurnaannya.
Tegasnya, ibadah itu timbulnya dari perasaan tauhid. Oleh karenanya, orang yang suka memikirkan keadaan alam ini, yang memperhatikan perjalanan bintang-bintang, kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia, bahkan yang mau memperhatikan dirinya sendiri, yakinlah dia bahwa di balik alam yang zahir ada Zat yang gaib yang mengendalikan alam ini, yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, yakni Dialah Yang Mahakuasa, Maha Pengasih, Maha Mengetahui dan sebagainya. Maka tumbuhlah dalam sanubarinya perasaan bersyukur dan berutang budi kepada Zat Yang Mahakuasa, Maha Pengasih dan Maha Mengetahui itu.
Perasaan inilah yang menggerakkan bibirnya untuk menuturkan puji-pujian, dan yang mendorong jiwa dan raganya untuk menyembah dan merendahkan diri kepada Allah Yang Mahakuasa itu sebagai pernyataan bersyukur dan membalas budi kepada-Nya. Tetapi ada juga manusia yang tidak mau berpikir, dan selanjutnya tidak sadar akan kebesaran dan kekuasaan Allah, sering melupakan-Nya. Sebab itulah, setiap agama mensyariatkan bermacam-macam ibadah, gunanya untuk mengingatkan manusia kepada kebesaran dan kekuasaan Allah. Dengan keterangan ini terlihat bahwa tauhid dan ibadah itu saling mempengaruhi, dengan arti bahwa tauhid menumbuhkan ibadah, dan ibadah memupuk tauhid.
Pengaruh Ibadah terhadap Jiwa Manusia
Tiap-tiap ibadah yang dikerjakan karena didorong oleh perasaan yang disebutkan itu, niscaya berpengaruh kepada tabiat dan budi pekerti orang yang melakukannya. Umpamanya, orang yang melaksanakan salat karena sadar akan kebesaran dan kekuasaan Allah, dan didorong oleh perasaan bersyukur dan berutang budi kepada-Nya, akan terjauhlah dia dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Dengan demikian salatnya itu akan mencegahnya dari mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak baik itu, sesuai dengan firman Allah SWT:
Dalil Al-Qur’an Ke-1
﴿ اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ ﴾ ( العنكبوت: ٤٥)
Artinya: Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-'Ankabut/29: 45)
Begitu juga ibadah puasa. Ibadah ini akan menimbulkan perasaan cinta dan kasih sayang terhadap orang-orang miskin. Demikian pula seterusnya dengan ibadah-ibadah yang lain. Ibadah yang sebenarnya adalah ibadah yang ditimbulkan oleh keyakinan kepada kebesaran dan kekuasaan Allah, serta didorong oleh perasaan bersyukur kepada Allah. Ibadah yang hanya karena ikut-ikutan, atau karena memelihara tradisi yang sudah turun-temurun, bukanlah ibadah yang sebenarnya. Kendatipun seakan-akan berupa ibadah, tetapi tidak mempunyai jiwa ibadah. Tidak ubahnya seperti patung, bagaimanapun miripnya dengan manusia, tidaklah dinamai manusia. Ibadah yang semacam itu tidak ada pengaruhnya kepada tabiat dan akhlak.
Berusaha, Berdoa dan Bertawakal
Isti’anah (memohon pertolongan) seperti disebutkan di atas khusus dihadapkan kepada Allah, dengan arti bahwa tidak ada yang berhak dimohonkan pertolongan kecuali Allah. Pada ayat yang lain Allah menyuruh manusia untuk tolong-menolong dalam mengerjakan kebaikan. Allah berfirman:
Dalil Al-Qur’an Ke-2
﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۗوَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا ۗوَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْاۘ وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ﴾ ( الماۤئدة: ٢)
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah,193) jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram,194) jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban)195) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda),196) dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida Tuhannya!197) Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau). Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya. (QS. Al-Ma'idah/5:2)
Catatan:
193) Syiar-syiar kesucian Allah ialah segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadah haji, seperti tata cara melakukan tawaf dan sa’i, serta tempat-tempat mengerjakannya, seperti Ka‘bah, Safa, dan Marwah.
194) Bulan haram ialah Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab. Pada bulan-bulan itu dilarang melakukan peperangan.
195) Hadyu ialah hewan yang disembelih sebagai pengganti (dam) pekerjaan wajib yang ditinggalkan atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang di dalam ibadah haji.
196) Qalā’id ialah hewan hadyu yang diberi kalung sebagai tanda bahwa hewan itu telah ditetapkan untuk dibawa ke Ka‘bah.
197) Yang dimaksud dengan karunia di sini ialah keuntungan yang diberikan Allah Swt. dalam perjalanan ibadah haji, sedangkan keridaan-Nya ialah pahala yang diberikannya atas ibadah haji.
Adakah Pertentangan antara Dua Ayat itu?
Tercapainya suatu maksud, atau terlaksananya suatu pekerjaan dengan baik, tergantung kepada terpenuhinya syarat-syarat yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan itu, dan tidak adanya rintangan-rintangan yang menghalanginya. Manusia telah diberi potensi oleh Allah, baik berupa pikiran maupun kekuatan tubuh, agar bisa mencukupkan syarat-syarat atau menolak rintangan-rintangan dalam menuju suatu maksud, atau mengerjakan suatu pekerjaan. Tetapi, ada di antara syarat-syarat itu yang manusia tidak kuasa mencukupkannya. Di samping itu, ada juga rintangan yang tidak mampu ditolaknya. Begitu pula ada di antara syarat-syarat itu atau di antara halangan-halangan itu yang tidak dapat diketahui.
Kendatipun menurut pikiran semua syarat yang diperlukan telah cukup, dan semua rintangan yang menghalangi telah berhasil diatasi, tetapi kadang-kadang hasil pekerjaan tidak seperti yang diharapkan. Ada hal-hal yang berada di luar batas kekuasaan dan kemampuan manusia. Itulah yang dimintakan pertolongan khusus kepada Allah. Sebaiknya, sesuatu yang masih dalam batas kekuasaan dan kemampuan, manusia disuruh tolong menolong, agar timbul pada masing-masing individu sifat saling mencintai, menghargai, dan gotong-royong.
Dengan perkataan lain, manusia disuruh Allah berusaha dengan sekuat tenaga, dan disuruh saling menolong, dan membantu. Di samping menjalankan ikhtiar dan usaha, dia harus pula berdoa, memohon taufik, hidayah dan maµnah. Ini hendaknya dimohonkan khusus kepada Allah, karena hanya Dia yang kuasa memberinya. Sesudah itu semua, barulah dia bertawakal kepada-Nya.
Ibadah itu sendiri pun suatu pekerjaan yang berat, sebab itu haruslah dimintakan ma’unah dari Allah agar semua ibadah terlaksana sesuai dengan yang dimaksud oleh agama. Oleh karena itu, seseorang hendaknya menuturkan bahwa hanya kepada Allah sajalah kita beribadah, diikuti lagi dengan pernyataan bahwa kepada-Nya saja minta pertolongan, terutama pertolongan agar amal ibadah terlaksana sebagaimana mestinya. Ayat di atas, sebagaimana telah disebutkan, mengandung tauhid, karena beribadah semata-mata kepada Allah dan meminta maµnah khusus kepada-Nya, adalah intisari agama, dan kesempurnaan tauhid.

No comments:
Post a Comment