Monday, September 2, 2024

Pelaksanaan Haji Tamatuk

Umat Islam yang berusaha menjalankan syariat Islam dalam hidupnya tentu mengimpikan melaksanakan ibadah haji dan umrah. Ibadah haji merupakan salah satu di antaranya rukun Islam. Namun demikian, dalam praktiknya ibadah haji di tanah haram tidak terlepas dari ibadah umrah. Bagi kita yang masih awam tentunya akan banyak bertanya-tanya bagaimana pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Supaya mampu menjawab pertanyaan kita bersama tersebut, pada kesempatan kali ini akan membahas mengenai pelaksanaan haji tamatuk.

 

A. Pelaksanaan Haji Tamatuk

Pelaksanaan haji dan umrah terbagi dalam beberapa macam. Pelaksanaan ibadah haji dan umrah yang sudah dilakukan mencakup tiga macam. Adapun tiga macam yang dimaksud antara lain: (1) haji tamatuk; (2) haji ifrad, dan (3) haji kiran. Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa di dalam melaksanakan ibadah haji ada 3 (tiga) cara yang bisa dilakukan, yaitu: (1) haji tamatuk; (2) haji ifrad, dan (3) haji kiran.

 

Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan arti haji tamatuk adalah ibadah haji yang dilaksanakan setelah umrah. Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa haji tamatuk (ditulis tamattu’) adalah ibadah haji yang cara pelaksanaannya dengan melakukan umrah lebih dahulu kemudian baru haji. Bagi yang melaksanakan dengan cara haji ifrad maka tidak terkena dam sedang yang melaksanakan dengan cara haji tamatuk dan haji kiran harus membayar dam.

 

Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa berdasarkan pelaksanaan, ibadah haji dibagi menjadi tiga macam, yaitu: (1) haji ifrad, (2) haji kiran, dan (3) haji tamatuk. Adapun pengertian haji tamatuk sebagai berikut.

 

Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa kata tamattu' berarti bersenang-senang. Maksudnya, orang melaksanakan umrah terlebih dahulu pada bulan-bulan haji, lalu ber-tahalul, kemudian berihram haji dari Makkah atau sekitarnya pada 8 Zulhijah (hari Tarwiyah) atau 9 Zulhijah tanpa harus kembali lagi dari mikat semula. Selama jeda waktu tahalul itu, dia bisa bersenang-senang karena tidak dalam keadaan ihram dan tidak terkena larangan ihram tapi dikenakan dam. Jemaah yang melakukan cara ini wajib membayar dam nusuk. Pelaksanaan dam haji kiran sama dengan pelaksanaan pada haji tamatuk. Orang yang melakukan cara ini wajib membayar dam nusuk satu ekor kambing.

 

B. Dalil Pelaksanaan Haji Tamatuk

Tiga macam pelaksanaan ibadah haji tentunya berlandaskan dalil. Adapun dali yang menyebutkan pelaksanaan haji ifrad, haji kiran, dan haji tamatuk adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-1

صحيح مسلم ٢١١٨: حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ عَبَّادٍ الْمُهَلَّبِيُّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: مِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِالْحَجِّ مُفْرَدًا وَمِنَّا مَنْ قَرَنَ وَمِنَّا مَنْ تَمَتَّعَ. حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ جَاءَتْ عَائِشَةُ حَاجَّةً.

Artinya: Shahih Muslim nomor 2118: Telah menceritakan kepadaku Yahya bin Ayyub, telah menceritakan kepada kami Abbad Al Muhallabi, telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Umar dari Al Qasim bin Muhammad dari Ummul Mukminin Aisyah RA, ia berkata: "Di antara kami ada yang ihram untuk haji ifrad (mendahulukan haji dari umrah), ada yang ihram untuk haji kiran (mengerjakan haji digabung dengan umrah sekaligus) dan ada pula yang ihram untuk haji tamatuk (mendahulukan umrah dari pada haji)." Telah menceritakan kepada kami Abdu bin Humaid, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Bakr, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij, telah mengabarkan kepadaku Ubaidullah bin Umar dari Al Qasim bin Muhammad ia berkata: Aisyah datang untuk menunaikan haji.

 

Melalui hadis tersebut dapat diperoleh informasi berdasarkan Aisyah mengenai macam pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Melalui hadis tersebut di antara orang-orang masa itu ada yang melaksanakan haji dan umrah dengan cara haji ifrad, haji kiran, dan haji tamatuk.

 

Hadis Ke-2

صحيح البخاري ١٤٦٠: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ نَوْفَلٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِعُمْرَةٍ وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِحَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِالْحَجِّ وَأَهَلَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحَجِّ فَأَمَّا مَنْ أَهَلَّ بِالْحَجِّ أَوْ جَمَعَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لَمْ يَحِلُّوا حَتَّى كَانَ يَوْمُ النَّحْرِ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 1460: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abu Al Aswad Muhammad bin 'Abdurrahman bin Naufal dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Aisyah RA berkata: Kami berangkat bersama Nabi SAW pada tahun haji wada' (perpisahan). Di antara kami ada yang berihram untuk 'umrah, ada yang berihram untuk haji dan 'umrah dan ada pula yang berihram untuk haji. Sedangkan Rasulullah SAW berihram untuk haji. Adapun orang yang berihram untuk haji atau menggabungkan haji dan 'umrah maka mereka tidak bertahalul sampai hari nahar (tanggal 10 Zulhijah)."

 

Hadis Ke-3

صحيح البخاري ٤٠٥٦: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ نَوْفَلٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِعُمْرَةٍ وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِحَجَّةٍ وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِحَجٍّ وَعُمْرَةٍ وَأَهَلَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحَجِّ فَأَمَّا مَنْ أَهَلَّ بِالْحَجِّ أَوْ جَمَعَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ فَلَمْ يَحِلُّوا حَتَّى يَوْمِ النَّحْرِ. حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ وَقَالَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ. حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنَا مَالِكٌ مِثْلَهُ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 4056: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Al Aswad Muhammad bin 'Abdur Rahman bin Naufal dari 'Urwah dari 'Aisyah RA, dia berkata: Kami keluar bersama Rasulullah SAW. Di antara kami ada yang bertalbiah (niat) dengan umrah, ada juga yang bertalbiah (niat) dengan haji, dan ada juga bertalbiah (niat) dengan haji dan umrah sekaligus. Adapun Rasulullah SAW bertalbiah (niat) dengan haji. Barangsiapa yang bertalbiah dengan haji atau haji dan umrah sekaligus, maka mereka tidak bertahalul hingga hari nahar. Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik dan dia berkata: bersama Rasulullah SAW pada waktu haji wada'. Telah menceritakan kepada kami Isma'il, telah menceritakan kepada kami Malik dengan hadis yang serupa.

 

C. Pelaksanaan Haji Tamatuk

Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa saat mengerjakan ibadah haji tamatuk, jemaah haji mengerjakan umrah pada bulan haji terlebih dulu, baru kemudian mengerjakan haji. Melalui cara ini jemaah wajib membayar dam. Hal tersebut sebagaimana dalil berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-1

وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ ۗ فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ ۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖٓ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ ۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ. البقرة: ١٩٦

Artinya: Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Akan tetapi, jika kamu terkepung (oleh musuh), (sembelihlah) hadyu56)  yang mudah didapat dan jangan mencukur (rambut) kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepala (lalu dia bercukur), dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban.57) Apabila kamu dalam keadaan aman, siapa yang mengerjakan umrah sebelum haji (tamatu’), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Akan tetapi, jika tidak mendapatkannya, dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (masa) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna. Ketentuan itu berlaku bagi orang yang keluarganya tidak menetap di sekitar Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Mahakeras hukuman-Nya. (QS. Al-Baqarah [2]:196)

Catatan:

56) Hadyu adalah hewan ternak yang disembelih di tanah haram Makkah pada Idul Adha dan hari-hari tasyrik karena menjalankan haji tamatuk atau kiran, meninggalkan salah satu manasik haji atau umrah, mengerjakan salah satu larangan manasik, atau murni ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai ibadah sunah.

57) Fidyah (tebusan) karena tidak dapat menyempurnakan manasik haji dengan alasan tertentu.

 

Hadis Ke-4

صحيح البخاري ١٨٦٠: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: الصِّيَامُ لِمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ إِلَى يَوْمِ عَرَفَةَ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ هَدْيًا وَلَمْ يَصُمْ صَامَ أَيَّامَ مِنًى. وَعَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ مِثْلَهُ تَابَعَهُ إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 1860: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Salim bin 'Abdullah bin 'Umar dari Ibnu 'Umar Ra berkata: Diperbolehkan berpuasa bagi orang yang melaksanakan haji tamatuk (bersenang-senang setelah mengerjakan 'umrah sebelum melaksanakan manasik haji) hingga hari 'Arafah bila tidak membawa hewan sembelihan (Al Hadyu) dan tidak boleh berpuasa pada hari-hari Mina (Tasrik).

 

Hadis Ke-5

صحيح مسلم ٢١٥٩: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ اللَّيْثِ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي حَدَّثَنِي عُقَيْلُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: تَمَتَّعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ وَأَهْدَى فَسَاقَ مَعَهُ الْهَدْيَ مِنْ ذِي الْحُلَيْفَةِ وَبَدَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَهَلَّ بِالْعُمْرَةِ ثُمَّ أَهَلَّ بِالْحَجِّ وَتَمَتَّعَ النَّاسُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَكَانَ مِنْ النَّاسِ مَنْ أَهْدَى فَسَاقَ الْهَدْيَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ يُهْدِ فَلَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ قَالَ لِلنَّاسِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ أَهْدَى فَإِنَّهُ لَا يَحِلُّ مِنْ شَيْءٍ حَرُمَ مِنْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَجَّهُ وَمَنْ لَمْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَهْدَى فَلْيَطُفْ بِالْبَيْتِ وَبِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَلْيُقَصِّرْ وَلْيَحْلِلْ ثُمَّ لِيُهِلَّ بِالْحَجِّ وَلْيُهْدِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ هَدْيًا فَلْيَصُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةً إِذَا رَجَعَ إِلَى أَهْلِهِ وَطَافَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ قَدِمَ مَكَّةَ فَاسْتَلَمَ الرُّكْنَ أَوَّلَ شَيْءٍ ثُمَّ خَبَّ ثَلَاثَةَ أَطْوَافٍ مِنْ السَّبْعِ وَمَشَى أَرْبَعَةَ أَطْوَافٍ ثُمَّ رَكَعَ حِينَ قَضَى طَوَافَهُ بِالْبَيْتِ عِنْدَ الْمَقَامِ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ فَانْصَرَفَ فَأَتَى الصَّفَا فَطَافَ بِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ سَبْعَةَ أَطْوَافٍ ثُمَّ لَمْ يَحْلِلْ مِنْ شَيْءٍ حَرُمَ مِنْهُ حَتَّى قَضَى حَجَّهُ وَنَحَرَ هَدْيَهُ يَوْمَ النَّحْرِ وَأَفَاضَ فَطَافَ بِالْبَيْتِ ثُمَّ حَلَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ حَرُمَ مِنْهُ وَفَعَلَ مِثْلَ مَا فَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَهْدَى وَسَاقَ الْهَدْيَ مِنْ النَّاسِ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 2159: Telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Syu'aib bin Laits, telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Kakekku, telah menceritakan kepadaku Uqail bin Khalid dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah bahwa Abdullah bin Umar RA, berkata: Rasulullah SAW mengerjakan haji tamatuk ketika haji wada', yaitu dengan mengerjakan umrah sebelum haji. Kemudian beliau bayar dam (denda) dengan hewan sembelihan (hadyu) yang dibawanya dari Zulhulaifah, tempat beliau memulai ihram untuk umrahnya itu. sesudah itu, barulah beliau ihram pula untuk haji, dan orang banyak umrah pula bersama-sama dengan beliau. Di antara mereka ada yang membawa hadyu dan ada pula yang tidak membawa. Setibanya Rasulullah SAW di Makkah, beliau bersabda kepada orang banyak: "Barangsiapa yang membawa hadyu, dia boleh bertahalul (berhenti ihram) hingga selesai haji. Dan siapa yang tidak membawa hadyu, hendaklah tawaf di Baitullah, kemudian sai antara Safa dan Marwah, setelah itu ia boleh bercukur dan tahalul. Kemudian ia harus ihram kembali untuk haji dan harus membayar dam (denda) dengan menyembelih hewan sembelihan (hadyu). Siapa yang tidak membawa hewan sembelihan, dia harus puasa tiga hari di tempat haji dan tujuh hari apabila dia telah tiba di kampungnya." Sesampainya di Makkah, lebih dahulu beliau jamah hajar Aswad, kemudian beliau berlari-lari kecil tiga kali putaran keliling Kakbah, beliau salat dua raka'at di makam Ibrahim. Selesai salat beliau pergi ke Safa dan Marwah, lalu Sai antara Safa dan Marwah tujuh kali. Beliau tidak tahalul sampai selesai haji dan menyembelih hewan sembelihan di hari Nahar (tanggal sepuluh Zulhijah). Sesudah itu, beliau kembali ke Makkah, lalu tawaf di Bait, kemudian tahalul atau menghalalkan segala sesuatu yang tadinya haram dikerjakan selama ibadah haji. Apa yang diperbuat beliau itu, dicontoh pula oleh orang-orang yang membawa hewan sembelihan.

 

Hadis Ke-6

صحيح مسلم ٢٣٢٧: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: كُنَّا نَتَمَتَّعُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعُمْرَةِ فَنَذْبَحُ الْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ نَشْتَرِكُ فِيهَا.

Artinya: Shahih Muslim nomor 2327: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, telah mengabarkan kepada kami Husyaim dari Abdul Malik dari Atha` dari Jabir bin Abdullah ia berkata: "Kami pernah melaksanakan haji tamatuk bersama Rasulullah SAW. Saat itu, kami menyembelih sapi hasil serikat dari tujuh orang dari kami."

 

Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan pelaksanaan ibadah haji kiran. Pelaksanan ibadah haji dengan berbagai macam cara. Adapun pelaksanaan haji kiran dapat diuraikan sebagai berikut.

 

1. Niat Ihram

Haji tamatuk ialah ibadah haji yang cara pelaksanaannya dengan melakukan umrah lebih dahulu kemudian baru haji. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ke-7

موطأ مالك ٦٧٤: و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ أَنَّهُ سَمِعَ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ يَقُولُ: مَنْ اعْتَمَرَ فِي شَوَّالٍ أَوْ ذِي الْقِعْدَةِ أَوْ فِي ذِي الْحِجَّةِ ثُمَّ أَقَامَ بِمَكَّةَ حَتَّى يُدْرِكَهُ الْحَجُّ فَهُوَ مُتَمَتِّعٌ إِنْ حَجَّ وَمَا اسْتَيْسَرَ مِنْ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعَ.

Artinya: Muwatha' Malik nomor 674: Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Yahya bin Sa'id bahwasanya ia mendengar Sa'id bin Musayyab berkata: "Barangsiapa berumrah pada bulan Syawal atau Zul Qa'dah atau Zulhijah, lalu tetap bermukim di Makkah hingga tiba waktu haji, maka dia disebut pelaku tamatuk jika melanjutkannya dengan haji. Sehingga wajib baginya menyembelih sembelihan yang mudah baginya, atau jika tidak mendapatkannya, maka dia berpuasa selama tiga hari saat haji dan tujuh hari ketika pulang dari haji."

 

Setelah jemaah haji berpakaian ihram yang dipakai mulai dari Zul Hulaifah (Abyar Ali) apabila gelombang I dan King Abdul Aziz (Jeddah) apabila gelombang II lalu berniat umrah dan bertalbiah. Niat umrah sebagai berikut.

لَبَّيْكَ عُمْرَةً

Artinya: Aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah.

 

2. Kegiatan Haji Tamatuk

Kegiatan jemaah haji yang melaksanakan haji tamatuk ada beberapa hal. Berbagai hal tersebut terangkum dalam poin-poin berikut.

 

a. Berniat umrah dan sepanjang perjalanan bertalbiah. Setelah masuk Makkah kemudia melakukan tawaf tujuh kali dimulai dari Hajar Aswad, sai tujuh kali dari Safa ke Marwah kemudian diakhiri dengan tahalul (menggunting rambut). Oleh sebab itu selesailah ibadah umrah, dan sudah bebas dari larangan-larangan ihram.

b. Hingga pada hari Tarwiyah (Tanggal 8 Zulhijah), kemudian berpakaian ihram lagi dari Makkah untuk niat haji.

 

لَبَّيْكَ حَجًّا

Artinya: Aku penuhi panggilan-Mu untuk haji.

 

c. Setelah berihram, selanjutnya berangkat ke Arafah untuk melakukan wukuf dimulai sejak tergelincir matahari sampai terbenam matahari (pada tanggal 9 Zulhijah).

d. Setelah wukuf, malam harinya berangkat ke Mina dan Mabit di Muzdalifah. Setelah terbit fajar kemudian meneruskan perjalanan ke Mina.

e. Tanggal 10 Zulhijah melempar jamrah Aqabah pada waktu duha, setelah melempar jamrah tersebut, maka menjadi halallah (tahalul dengan memotong rambut), tetapi belum diperbolehkan kumpul dengan suami/ istrinya.

 

Hadis Ke-8

صحيح مسلم ٢١٠٨: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَأَهْلَلْنَا بِعُمْرَةٍ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ مَعَهُ هَدْيٌ فَلْيُهِلَّ بِالْحَجِّ مَعَ الْعُمْرَةِ ثُمَّ لَا يَحِلُّ حَتَّى يَحِلَّ مِنْهُمَا جَمِيعًا قَالَتْ فَقَدِمْتُ مَكَّةَ وَأَنَا حَائِضٌ لَمْ أَطُفْ بِالْبَيْتِ وَلَا بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ فَشَكَوْتُ ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ انْقُضِي رَأْسَكِ وَامْتَشِطِي وَأَهِلِّي بِالْحَجِّ وَدَعِي الْعُمْرَةَ قَالَتْ فَفَعَلْتُ فَلَمَّا قَضَيْنَا الْحَجَّ أَرْسَلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ إِلَى التَّنْعِيمِ فَاعْتَمَرْتُ فَقَالَ هَذِهِ مَكَانُ عُمْرَتِكِ فَطَافَ الَّذِينَ أَهَلُّوا بِالْعُمْرَةِ بِالْبَيْتِ وَبِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ ثُمَّ حَلُّوا ثُمَّ طَافُوا طَوَافًا آخَرَ بَعْدَ أَنْ رَجَعُوا مِنْ مِنًى لِحَجِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَانُوا جَمَعُوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ فَإِنَّمَا طَافُوا طَوَافًا وَاحِدًا.

Artinya: Shahih Muslim nomor 2108: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya At Tamimi ia berkata: Saya telah membacakan kepada Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah RA, bahwa ia berkata: Kami pergi haji bersama-sama dengan Rasulullah SAW pada tahun haji wada', lalu kami ihram untuk umrah. Kemudian beliau bersabda: "Siapa yang membawa hadya (hewan kurban) boleh ihram untuk haji dan umrah dan tidak boleh tahalul sebelum keduanya selesai." Aisyah berkata: Setibanya aku di Makkah, kebetulan aku haid, sehingga aku tidak tawaf di Baitullah dan tidak sai antara Safa dan Marwah. Hal itu kulaporkan kepada Rasulullah SAW, maka beliau pun bersabda: "Lepas sanggulmu dan bersisirlah. Kemudian teruskan ihrammu untuk haji dan tinggalkan umrah." Apa yang diperintahkan beliau kulaksanakan semuanya. Setelah kami selesai mengerjakan haji, Rasulullah SAW menyuruhku bersama-sama Abdurrahman bin Abu Bakr pergi ke Tan'im untuk melakukan umrah. Beliau bersabda: "Itulah ganti umrahmu yang gagal." Orang-orang yang tadinya ihram untuk umrah (melaksanakan haji tamatuk), setibanya di Makkah mereka terus tawaf dan Baitullah dan sai antara Safa dan Marwah. Kemudian sekembalinya di mereka dari Mina, mereka tawaf kembali selaku tawaf akhir. Ada pun orang-orang yang menggabungkan niat haji dan umrah (haji kiran), mereka tawaf (sai) satu kali saja.

 

f. Bagi yang ingin meneruskan ke Makkah untuk tawaf ifadhah pada saat itu diperbolehkan dan sudah halal seluruhnya dari semua larangan ihram setelah melakukan tawaf ifadhah.

g. Bagi siapa yang ingin terus kembali ke Mina setelah melempar jamrah ‘Aqabah dan menggunting rambutnya, maka hal itu boleh. Selanjutnya melempar tiga jamrah pada hari berikutnya yakni tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Melempar jamrah dimulai dari Jumratul Uulaa, Wustha dan Aqabah. Masing-masing tujuh kali lemparan dan pada setiap lemparan membaca takbir dan berdo’a.

h. Bagi siapa yang ingin mencukupkan dua hari saja di Mina (tanggal 11 dan 12 Zulhijah) untuk melempar ketiga jamrah, maka tidak ada dosa baginya. Hal demikian disebut Nafar Awwal. Namun bagi yang ingin sempat sampai tanggal 13 Zulhijah juga tidak mengapa. Hal demikian itu disebut Nafar Tsani.

i. Setelah selesai melempar jamrah pada hari-hari melempar, kemudian pergi ke Masjidil Haram untuk menunaikan tawaf ifadhah dan selesailah semua ibadah haji tersebut.

 

3. Selesai Kegiatan Haji Tamatuk

Ketika akan pulang dari ibadah haji di tanah haram, diwajibkan untuk melaksanakan tawaf wada’. Hal tersebut dikarenakan setelah selesai kegiatan rangkaian haji, ketika pulang disyariatkan melakukan tawaf wada’.

 

Hadis Ke-9

صحيح مسلم ٢٣٥٠: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سُلَيْمَانَ الْأَحْوَلِ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَنْصَرِفُونَ فِي كُلِّ وَجْهٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنْفِرَنَّ أَحَدٌ حَتَّى يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِ بِالْبَيْتِ. قَالَ زُهَيْرٌ يَنْصَرِفُونَ كُلَّ وَجْهٍ وَلَمْ يَقُلْ فِي.

Artinya: Shahih Muslim nomor 2350: Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Manshur dan Zuhair bin Harb, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Sulaiman Al Ahwal dari Thawus dari Ibnu Abbas ia berkata: Orang banyak telah pulang ke negerinya masing-masing. Maka bersabdalah Rasulullah SAW: "Janganlah seseorang pulang sebelum dia tawaf wada' (akhir) di Baitullah." Zuhair berkata: "Yansharifuuna kulla wajhiin." Dan ia tidak menyebutkan: "Fii."

 

D. Mengubah Niat

Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa mengubah niat dari haji kiran menjadi tamatuk hukumnya boleh, tetapi ia dikenakan dam nusuk dan dam mengubah niat. Sedangkan mengubah niat dari kiran ke ifrad hukumnya boleh tetapi cara ini dikenakan dam karena mengubah niat tanpa perlu kembali ke mikat.

 

Tabdilun niyat adalah mengubah niat dari ihram haji menjadi niat ihram umrah atau sebaliknya. Hal ini dibolehkan jika:

a. Jemaah terbentur halangan akibat perawatan kesehatan; misalnya sejak awal seorang jemaah berniat haji ifrad tapi karena kondisi kesehatannya menuntutnya segera mengakhiri ihram, dia dibolehkan mengubah niat ihram menjadi niat umrah dan jenis haji yang dia laksanakan berubah jadi haji tamatuk;

b. Jemaah terbentur halangan syar'i seperti haid. Misalnya seorang jemaah perempuan berniat ihram umrah dari mikat tapi sesampai di Mekkah dia tidak bisa menyelesaikan umrahnya karena belum suci, sementara waktu wukuf sud ah tiba, dalam kondisi ini dia bisa mengubah niat ihram umrahnya menjadi niat haji kiran.

 

Jemaah haji yang melakukan perubahan niat dikenakan dam dengan menyembelih seekor kambing. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ke-10

صحيح البخاري ١٤٦٦: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا أَبُو شِهَابٍ قَالَ قَدِمْتُ مُتَمَتِّعًا مَكَّةَ بِعُمْرَةٍ فَدَخَلْنَا قَبْلَ التَّرْوِيَةِ بِثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فَقَالَ لِي أُنَاسٌ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ تَصِيرُ الْآنَ حَجَّتُكَ مَكِّيَّةً فَدَخَلْتُ عَلَى عَطَاءٍ أَسْتَفْتِيهِ فَقَالَ حَدَّثَنِي جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ، حَجَّ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ سَاقَ الْبُدْنَ مَعَهُ وَقَدْ أَهَلُّوا بِالْحَجِّ مُفْرَدًا فَقَالَ لَهُمْ أَحِلُّوا مِنْ إِحْرَامِكُمْ بِطَوَافِ الْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَقَصِّرُوا ثُمَّ أَقِيمُوا حَلَالًا حَتَّى إِذَا كَانَ يَوْمُ التَّرْوِيَةِ فَأَهِلُّوا بِالْحَجِّ وَاجْعَلُوا الَّتِي قَدِمْتُمْ بِهَا مُتْعَةً فَقَالُوا كَيْفَ نَجْعَلُهَا مُتْعَةً وَقَدْ سَمَّيْنَا الْحَجَّ فَقَالَ افْعَلُوا مَا أَمَرْتُكُمْ فَلَوْلَا أَنِّي سُقْتُ الْهَدْيَ لَفَعَلْتُ مِثْلَ الَّذِي أَمَرْتُكُمْ وَلَكِنْ لَا يَحِلُّ مِنِّي حَرَامٌ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَفَعَلُوا قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ أَبُو شِهَابٍ لَيْسَ لَهُ مُسْنَدٌ إِلَّا هَذَا.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 1466: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim, telah menceritakan kepada kami Abu Sihab berkata: Aku menuju Makkah dengan berihram untuk umrah sebagai pelaksanaan haji dengan tamatuk. Maka kami tiba tiga hari sebelum hari tarwiah. Maka orang-orang berkata kepadaku: "Dari penduduk (rumah-rumah di) Makkah maka hajimu sekarang sebagai orang Makkah." Kemudian aku menemui 'Atha' untuk meminta fatwa darinya. Maka dia berkata: Telah menceritakan kepada saya Jabir bin 'Abdullah RA bahwa dia pernah melaksanakan haji bersama Nabi SAW ketika beliau menggiring hewan sembelihannya saat orang-orang sudah berihram untuk haji secara ifrad. Maka beliau berkata kepada mereka: "Halalkanlah ihram kalian ketika sudah tawaf di Baitullah dan sai antara bukit As-Safa dan Al-Marwah, dan memotong rambut (tahalul), dan tinggallah (di Makkah) dalam keadaan halal hingga apabila tiba hari tarwiah berihramlah untuk haji. Dan jadikan apa yang sudah kalian lakukan dari manasik ini sebagai pelaksanaan haji dengan tamatuk." Mereka bertanya: "Bagaimana kami menjadikannya sebagai tamatuk sedang kami sudah meniatkannya sebagai ihram haji (ifrad)?" Maka beliau berkata: "Laksanakanlah apa yang aku perintahkan kepada kalian. Seandainya aku tidak membawa hewan sembelihan tentu aku akan melaksanakan seperti yang aku perintahkan kepada kalian. Akan tetapi tidak halal bagiku apa-apa yang diharamkan selama ihram ini hingga hewan sembelihan sudah sampai pada tempat sembelihannya (pada hari nahar)." Maka orang-orang melaksanakannya. Berkata Abu 'Abdullah (Al-Bukhari): "Abu Syihab tidak memiliki sanad selain jalan ini".

 

Demikian di antaranya yang berkaitan dengan haji dan/ atau umrah umrah. Semoga yang informasi yang didapat membuat kita punya gambaran mengenai ibadah haji dan umrah. Melalui gambaran yang ada, kita paham tata cara pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah.

 

Penulis menyadari bahwa sampai tulisan ini diterbitkan belum pernah melaksanakan ibadah haji dan umrah. Tulisan ini bukan bermaksud menggurui. Namun sebagai sarana penambah wawasan dan pengingat kembali mengenai manasik haji dan umrah. Adapun saran yang membangun untuk menambah wawasan bersama dari pembaca yang sudah berhaji dan berumrah maupun yang belum adalah sangat diharapkan demi ulasan yang lebih baik sesuai Al-Qur’an dan As-Sunah. Bagi yang belum, semoga Allah meridai kita semuanya untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Semoga kita mampu melaksanakan ibadah haji dan umrah dengan baik dan maksimal sehingga kesempurnaan amal salih tercapai dan akhirnya memperoleh surga sebagaimana janjinya Allah. Aamiin.


 

 

No comments:

Post a Comment