Umat Islam yang berusaha menjalankan syariat Islam dalam hidupnya tentu mengimpikan melaksanakan ibadah haji dan umrah. Ibadah haji merupakan salah satu di antaranya rukun Islam. Namun demikian, dalam praktiknya ibadah haji di tanah haram tidak terlepas dari ibadah umrah. Bagi kita yang masih awam tentunya akan banyak bertanya-tanya bagaimana pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Supaya mampu menjawab pertanyaan kita bersama tersebut, pada kesempatan kali ini akan membahas mengenai dam.
A. Pengertian Dam
Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa dam berasal dari bahasa Arab yang menurut bahasa berarti darah. Menurut istilah, dam berarti mengalirkan darah dengan menyembelih ternak unta, sapi atau kambing di tanah haram dalam rangka memenuhi ketentuan manasik haji. Setiap pelanggaran dalam haji dikenakan denda sesuai dengan jenis pelanggaran. Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan tentang arti dam. Namun demikian arti dam yang terkait ibadah haji dan umrah adalah denda karena melanggar salah satu ketentuan yang berkenaan dengan ibadah haji atau umrah. Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa dam menurut bahasa berarti darah. Sedangkan menurut bahasa artinya adalah mengalirkan darah (menyembelih ternak seperti kambing, unta, dan sapi di tanah haram dalam rangka memenuhi ketentuan manasik haji).
B. Dalil Dam
Secara umum, ketentuan ibadah haji dan umrah berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan hadis. Termasuk pula lima dam wajib haji dan umrah. Namun secara detail ijtihad ulama menjelaskan secara lebih luas dalam hal-hal yang belum eksplisit secara tekstual oleh dalil Al-Qur’an dan hadis. Masing-masing lima macam dam wajib ini berdasarkan dalil Al-Qur’an atau hadis, kecuali dam karena melakukan jimak di tengah-tengah ihram haji atau umrah. Adapun berbagai dalil yang ada di antaranya sebagai berikut.
1. Dalil dam disebabkan meninggalkan ibadah yang diperintahkan dalam ihram. Dalil yang dimaksud yaitu surat Al-Baqarah ayat 196.
Dalil Al-Qur’an Ke-1
وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ ۗ فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ ۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖٓ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ ۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ. البقرة: ١٩٦
Artinya: Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Akan tetapi, jika kamu terkepung (oleh musuh), (sembelihlah) hadyu56) yang mudah didapat dan jangan mencukur (rambut) kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepala (lalu dia bercukur), dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban.57) Apabila kamu dalam keadaan aman, siapa yang mengerjakan umrah sebelum haji (tamatuk), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Akan tetapi, jika tidak mendapatkannya, dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (masa) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna. Ketentuan itu berlaku bagi orang yang keluarganya tidak menetap di sekitar Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Mahakeras hukuman-Nya. (QS. Al-Baqarah/2: 196).
Catatan:
56) Hadyu adalah hewan ternak yang disembelih di tanah haram Makkah pada Iduladha dan hari-hari tasyrik karena menjalankan haji tamatuk atau kiran, meninggalkan salah satu manasik haji atau umrah, mengerjakan salah satu larangan manasik, atau murni ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT. sebagai ibadah sunah.
57) Fidyah (tebusan) karena tidak dapat menyempurnakan manasik haji dengan alasan tertentu
Pada hal ini fokus pada potongan ayat di atas yang artinya: Apabila kamu dalam keadaan aman, siapa yang mengerjakan umrah sebelum haji (tamatuk), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Akan tetapi, jika tidak mendapatkannya, dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (masa) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna.
Potongan ayat di atas menunjukkan bahwa siapa saja yang melakukan ibadah haji dan umrah secara tamatuk, yaitu ihram umrah dulu kemudian baru ihram haji tanpa keluar dahulu ke mikat. Oleh sebab itu ia wajib membayar dam tersebut karena ia meninggalkan kewajibah haji berupa ihram dari mikat. Ayat di atas hanya menjelaskan dam tamatuk. Adapun dam lainnya, yaitu dam kiran, dam fawat (sesuatu yang mengakibatkan hilang atau batalnya ibadah haji seseorang), dam karena meninggalkan ibadah yang telah dinazarkan, dam karena tidak mabit di Muzdalifah dan di Mina, dam karena tidak melempar jamrah, dan tidak melakukan tawaf wada’, oleh para ulama mengkiaskan padanya.
2. Dalil dam karena mencukur rambut dan taraffuh (mengambil kenyamanan) seperti memakai wewangian, minyak rambut dan semisalnya. Hal tersebut juga berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 196.
Pada hal ini fokus pada potongan ayat di atas yang artinya: dan jangan mencukur (rambut) kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepala (lalu dia bercukur), dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban.
Potongan ayat ini menjelaskan bahwa orang yang sakit secara umum atau sakit kepala (gatal atau semisalnya), lalu mencukur rambut kepalanya. Oleh sebab itu wajib menunaikan dam seperti dalam ayat. Memang yang disebutkan oleh ayat hanya mencukur rambut karena sakit. Namun demikian, orang yang mencukur rambut tanpa uzur sakit disamakan dengannya. Cukur rambut karena sakit saja kena dam, apalagi hanya iseng-iseng saja, tentu lebih layak diwajibkan dam kepadanya. Demikian pula orang yang melakukan taraffuh (mengambil kenyamanan) seperti memakai wewangian, minyak rambut dan semisalnya, baik karena uzur atau tidak. Oleh sebabnya sama seperti itu, wajib membayar dam secara opsional, memilih antara puasa (3 hari), sedekah (makanan pokok 3 mud), atau menyembelih kambing.
Tiga opsi dam ini juga dijelaskan dalam hadits riwayat Ka’ab bin ’Ujrah yang menjadi penyebab turunnya ayat di atas.
Hadis Ke-1
صحيح البخاري ٣٨٤٢: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ خَلَفٍ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ أَبِي بِشْرٍ وَرْقَاءَ عَنْ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي لَيْلَى عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَآهُ وَقَمْلُهُ يَسْقُطُ عَلَى وَجْهِهِ فَقَالَ أَيُؤْذِيكَ هَوَامُّكَ قَالَ نَعَمْ فَأَمَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَحْلِقَ وَهُوَ بِالْحُدَيْبِيَةِ لَمْ يُبَيِّنْ لَهُمْ أَنَّهُمْ يَحِلُّونَ بِهَا وَهُمْ عَلَى طَمَعٍ أَنْ يَدْخُلُوا مَكَّةَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ الْفِدْيَةَ فَأَمَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُطْعِمَ فَرَقًا بَيْنَ سِتَّةِ مَسَاكِينَ أَوْ يُهْدِيَ شَاةً أَوْ يَصُومَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 3842: Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Khalaf ia berkata: telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Yusuf dari Abu Bisyir Warqa' dari Ibnu Abu Najih dari Mujahid ia berkata: telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Abu Laila dari Ka'ab bin 'Ujrah bahwasannya Rasulullah SAW melihat kutu berjatuhan di wajahnya. Beliau bertanya: "Barangkali kutu di kepala sangat mengganggumu?" Dia menjawab: "Benar." Beliau lalu memerintahkan dia agar mencukur rambutnya. Saat itu beliau berada di Hudaibiyyah dan belum menjelaskan kepada mereka bahwa mereka harus bertahalul di sana, padahal mereka berhasrat dapat memasuki Makkah. Akhirnya Allah menurunkan ayat tentang fidiah. Selanjutnya Rasulullah SAW memerintahkan agar Ka'ab memberi makan sebanyak faraq (tiga sha') untuk enam orang miskin atau menyembelih dengan seekor kambing atau puasa tiga hari.
3. Dalil dam yang wajib karena ihshar atau terhalang dari semua jalan untuk menyempurnakan nusuk (haji atau umrah) sampai selesai. Hal ini berdasarkan bagian awal ayat 196 surat Al-Baqarah.
Pada hal ini fokus pada potongan ayat di atas yang artinya: Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Akan tetapi, jika kamu terkepung (oleh musuh), (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat dan jangan mencukur (rambut) kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya.
Pelaksanaan dam ihshar seperti ini pernah dipraktikan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat. Adapun Rasulullah dengan menyembelih kambing saat terhalang untuk umrah pada tahun 6 Hijriah saat perdamaian Hudaibiyah.
Hadis Ke-2
صحيح البخاري ١٦٨١: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ سَلَّامٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: قَدْ أُحْصِرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَلَقَ رَأْسَهُ وَجَامَعَ نِسَاءَهُ وَنَحَرَ هَدْيَهُ حَتَّى اعْتَمَرَ عَامًا قَابِلًا.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 1681: Telah menceritakan kepada kami Muhammad berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya bin Shalih, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah bin Salam, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abu Katsir dari 'Ikrimah berkata: Ibnu 'Abbas RA berkata: Rasulullah SAW pernah terhalang melaksanakan haji, maka beliau mencukur rambut beliau, mendatangi istrinya dan menyembelih hewan sembelihan. Beliau baru berumrah pada tahun berikutnya.
Secara teknisnya, penyembelihhan hewan dam ihshar ini sudah semestinya didahulukan, baru kemudian bercukur. Hal tersebut sesuai petunjuk penggalan Surat Al Baqarah ayat 196 yang artinya: dan jangan mencukur (rambut) kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya.
4. Dalil dam yang wajib disebabkan membunuh atau melumpuhkan hewan buruan dan karena memotong pohon tanah haram Makkah. Dam ini berdasarkan surat Al-Maidah ayat 95.
Dalil Al-Qur’an Ke-2
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَاَنْتُمْ حُرُمٌ ۗوَمَنْ قَتَلَهٗ مِنْكُمْ مُّتَعَمِّدًا فَجَزَۤاءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهٖ ذَوَا عَدْلٍ مِّنْكُمْ هَدْيًاۢ بٰلِغَ الْكَعْبَةِ اَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسٰكِيْنَ اَوْ عَدْلُ ذٰلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوْقَ وَبَالَ اَمْرِهٖ ۗعَفَا اللّٰهُ عَمَّا سَلَفَ ۗوَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللّٰهُ مِنْهُ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ ذُو انْتِقَامٍ. الماۤئدة: ٩٥
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan,223) ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, dendanya (ialah menggantinya) dengan hewan ternak yang sepadan dengan (hewan buruan) yang dibunuhnya menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadyu (hewan kurban) yang (dibawa) sampai ke Kakbah224) atau (membayar) kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin225) atau berpuasa, seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu,226) agar dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan perbuatan yang telah lalu.227) Siapa kembali mengerjakannya, pasti Allah akan menyiksanya. Allah Mahaperkasa lagi Maha Memiliki (kekuasaan) untuk membalas. (QS. Al-Ma'idah/5:95)
Catatan:
223) Yang dimaksud hewan buruan pada ayat ini adalah hewan yang boleh dimakan maupun tidak, kecuali burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus, dan anjing buas, termasuk juga ular, dalam suatu riwayat.
224) Maksud sampai ke Kakbah pada ayat ini adalah yang dibawa sampai ke daerah haram untuk disembelih di sana dan dagingnya dibagikan kepada fakir miskin.
225) Membayar kafarat harus sepadan dengan harga hewan ternak pengganti hewan yang dibunuh itu.
226) Puasa yang dilakukan sama jumlah harinya dengan jumlah mud yang diberikan kepada fakir miskin, yaitu seharga hewan yang dibunuh, dengan catatan, seorang fakir miskin mendapat satu mud (lebih kurang 6,5 ons).
227) Maksud perbuatan yang telah lalu dalam ayat ini adalah membunuh hewan sebelum turun ayat yang mengharamkannya.
Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang sedang ihram haji atau umrah itu hukumnya haram membunuh hewan buruan tanah haram. Apabila membunuh hewan buruan di tanah haram, maka wajib membayar dam secara takhyir atau opsional, yaitu memilih antara menyembelih hewan yang sepadan, sedekah makanan pokok seharga hewan yang sepadan kepada fakir miskin tanah haram, atau dengan puasa sehari untuk setiap mud makanan pokok tersebut. Hal tersebut berlaku baik pembunuhan hewan buruan itu dilakukan secara sengaja atau tidak, meskipun ayat sekilas terlihat bahwa adanya kesengajaan. Setiap sesuatu yang sengajanya harus ditanggung dengan harta, demikian pula ketidaksengajaannya. Hal ini seperti kasus merusak harta orang lain, sengaja atau tidak tetap harus mengganti rugi. Dam ini hukumnya wajib karena membunuh atau melumpuhkan hewan buruan. Begitu pula dam karena memotong pohon tanah haram Makkah, maka disamakan padanya.
5. Dalil dam yang wajib karena melakukan persetubuhan dengan istri/ suami di tengah-tengah ihram. Persetubuhan yang dilakukan dalam kondisi berakal, sengaja, mengetahui keharamannya, dan atas kehendak sendiri tanpa paksaan. Hal itu adalah atsar fatwa dari para sahabat.
Hadis Ke-3
موطأ مالك ٧٦٤: حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ الْمَكِّيِّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ رَجُلٍ وَقَعَ بِأَهْلِهِ وَهُوَ بِمِنًى قَبْلَ أَنْ يُفِيضَ فَأَمَرَهُ أَنْ يَنْحَرَ بَدَنَةً.
Artinya: Muwatha' Malik nomor 764: Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Abu Az Zubair Al Maki dari 'Atha bin Abu Rabah dari Abdullah bin Abbas bahwasanya ia ditanya tentang seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya saat berada di Mina, dan sebelum ia melakukan tawaf ifadhah. lalu (Ibnu Abbas) menyuruhnya untuk menyembelih seekor unta.
Ketika dalam kondisi tidak menemukan unta, maka beralih menyembelih sapi. Bila tidak menemukan sapi bisa menyembelih tujuh ekor kambing. Ketika kondisi tidak menemukan unta, maka beralih menyembelih sapi, lalu tujuh ekor kambing, karena keduanya sama dengan unta dalam kebolehan digunakan berkurban.
Hadis Ke-4
سنن ابن ماجه ٣١٢٧: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ الْبُرْسَانِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ قَالَ عَطَاءٌ الْخُرَاسَانِيُّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ إِنَّ عَلَيَّ بَدَنَةً وَأَنَا مُوسِرٌ بِهَا وَلَا أَجِدُهَا فَأَشْتَرِيَهَا فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبْتَاعَ سَبْعَ شِيَاهٍ فَيَذْبَحَهُنَّ.
Artinya: Sunan Ibnu Majah nomor 3127: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakr Al Bursani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij dia berkata: 'Atha Al Khurasani berkata dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW didatangi oleh seorang laki-laki seraya berkata: "Aku berkewajiban untuk menyembelih seekor unta dan aku mampu untuk membelinya, tetapi aku tidak bisa mendapatkannya?" Nabi SAW lalu memerintahkannya untuk membeli tujuh ekor kambing dan menyembelihnya."
Hadis Ke-5
صحيح البخاري ١٥٧٥: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ أَخْبَرَنَا النَّضْرُ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو جَمْرَةَ قَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنْ الْمُتْعَةِ فَأَمَرَنِي بِهَا وَسَأَلْتُهُ عَنْ الْهَدْيِ فَقَالَ فِيهَا جَزُورٌ أَوْ بَقَرَةٌ أَوْ شَاةٌ أَوْ شِرْكٌ فِي دَمٍ قَالَ وَكَأَنَّ نَاسًا كَرِهُوهَا فَنِمْتُ فَرَأَيْتُ فِي الْمَنَامِ كَأَنَّ إِنْسَانًا يُنَادِي حَجٌّ مَبْرُورٌ وَمُتْعَةٌ مُتَقَبَّلَةٌ فَأَتَيْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَحَدَّثْتُهُ فَقَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ سُنَّةُ أَبِي الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.قَالَ وَقَالَ آدَمُ وَوَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ وَغُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عُمْرَةٌ مُتَقَبَّلَةٌ وَحَجٌّ مَبْرُورٌ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor1575: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur, telah mengabarkan kepada kami An-Nadhar, telah mengabarkan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Abu Jamrah berkata: Aku bertanya kepada Ibnu 'Abbas RA tentang muth'ah (haji tamatuk), maka dia memerintahkan aku untuk melaksanakannya. Dan aku bertanya pula kepadanya tentang Al Hadyu (hewan sembelihan), maka dia berkata: "Untuk Al Hadyu boleh unta, sapi, atau kambing atau bersekutu dalam darahnya (kolektif dalam penyembelihannya)." Dia berkata: "Seakan orang-orang tidak menyukainya. Kemudian aku tidur lalu aku bermimpi seakan ada orang yang menyeru: "Haji mabrur dan tamatuk yang diterima". Kemudian aku menemui Ibnu 'Abbas RA lalu aku ceritakan mimpiku itu, maka dia berkata: "Allahu Akbar, ini sunnah Abu Al Qasim SAW". Dia berkata: Dan berkata Adam, Wahb bin Jarir, dan Ghundar dari Syu'bah dengan redaksi: "'Umrah mutaqabbalah (Umrah yang diterima) dan haji mabrur".
Adapun dalam kondisi tidak mampu kemudian boleh menggantinya dengan sedekah makanan pokok seharga unta, dan bila hal ini juga tidak mampu maka boleh menggantinya dengan puasa sehari untuk setiap mud sejumlah makanan pokok tersebut. Hal itu karena syariat memindah pembayaran dam dari menyembelih hewan pada sedekah makanan dan puasa secara takhyir (opsional). Oleh sebab itu dalam kondisi tidak mampu pembayaran dam dikembalikan pada keduanya secara tartib (berurutan, sedekah dahulu dan jika tidak mampu maka baru berpuasa). Wallahu a'lam.
C. Kategori Dam
Berdasarkan beberapa dalil yang ada, dapat dikategorikan ke dalam empat kategori dam. Adapun empat kategori dam antara lain: (1) tartib dan taqdir; (2) tartib dan ta’dil; (3) takhyir dan ta’dil; serta (4) takhyir dan taqdir. Melalui pembagian seperti itu, akan memberikan kemudahan bagi kita untuk mengetahui mana yang tartib dan mana yang takhyir. Serta mana yang taqdir dan mana yang ta’dil.
Makna tartib adalah bahwa diharuskan bagi jamaah haji yang melanggar larangan untuk membayar denda dan tidak diperbolehkan menggantinya dengan denda lain yang setara kecuali orang tersebut tidak mampu membayarnya. Sedangkan makna takhyir adalah boleh mengganti dengan denda lain yang setara. Makna taqdir adalah sesungguhnya syariat telah menetapkan denda pengganti yang setara, baik secara berurutan maupun dengan memilih, yakni taqdir bisa juga berarti telah ditetapkan dendanya tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih. Sedangkan makna ta’dil adalah bahwasanya syariat memerintahkan untuk mencari denda lain dengan takaran yang setara berdasarkan nilai (harga). Penjelasan keempat kategori dam atau denda tersebut sebagai berikut.
1. Tartib dan Taqdir yakni menyembelih seekor kambing. Apabila tidak mampu atau tidak menemukan kambing untuk disembelih, bisa digantikan dengan berpuasa 10 hari, dengan ketentuan 3 hari dilaksanakan selama pelaksanaan ibadah haji dan 7 hari sisanya dilaksanakan di kampung halaman. Jika tidak sanggup untuk berpuasa, baik dengan alasan sakit atau alasan syar’i yang lain, maka bisa digantikan dengan membayar 1 mud/ hari (1 mud= 675 gr/ 0.7 liter) seharga makanan pokok. Dam kategori ini diperuntukkan bagi jemaah haji yang melakukan haji tamatuk, haji kiran, dan beberapa pelanggaran wajib haji seperti: tidak berniat (ihram) dari mikat makani, tidak mabit di Muzdalifah tanpa alasan syar’i, tidak mabit di Mina tanpa alasan syar’i, tidak melontar jamrah dan tidak melaksanakan tawaf wada. Waktu pelaksanaan mulai saat penyebab/ pelanggaran, dilaksanakan secara tertib (berurutan sesui kemampuan).
2. Tartib dan Ta’dil yakni apabila seorang berihram melakukan hubungan/ bersetubuh suami-istri sebelum tahalul awal dalam ibadah haji, serta sebelum seluruh rangkaian umrah selesai dalam ibadah umrah. Adapun dendanya adalah menyembelih seekor unta. Bila tidak mampu, maka boleh diganti dengan menyembelih seekor sapi atau lembu. Bila tidak mampu, diganti dengan menyembelih tujuh (7) ekor kambing. Bila masih tidak mampu, maka diganti dengan memberi makan fakir miskin senilai seekor unta. Bila masih juga tidak mampu, maka diganti dengan berpuasa sebanyak hitungan mud (1 mud/ 75 gr/ 0.7 liter per hari) dari makanan yang dibeli seharga seekor unta. Denda ini wajib ditunaikan sejak pelanggaran terjadi dengan ketentuan semua amalan haji/ umrahnya tetap harus diselesaikan. Waktunya adalah dilaksanakan ditempat ia tertahan atau setelah ia dikediaman. Tetapi diwajibkan mengulang haji/ umrahnya. Hal tersebut karena haji/ umrahnya tidak sah. Seorang berihram yang tertahan (gagal) melaksanakan haji karena suatu halangan yang merintangi di tengah jalan setelah ia berihram juga termasuk kategori palanggaran ini. Sedangkan dendanya adalah menyembelih seekor kambing dan langsung menggunting rambut sebagai tahalul atas ihramnya. Jika tidak mampu, bisa diganti dengan memberi makan kepada fakir miskin senilai harga kambing. Jika itu juga tidak mampu, maka bisa juga diganti dengan berpuasa sebanyak hitungan jumlah mud (1 mud/ 675 gr/ 0.7 liter per hari) yang dibeli dengan harga seekor kambing. Denda ini dilaksanakan di tempat tertahan atau setelah kembali ke kampung halaman.
3. Takhyir dan Ta’dil yaitu denda untuk orang berihram yang berburu/ membunuh binatang buruan ketika berada di Tanah Haram atau Halal setelah ihram; atau orang berihram yang menebang atau mencabut pepohonan di Tanah Haram Mekah (kecuali pepohonan yang sudah kering). Denda ini boleh dengan memilih salah satu dari denda berikut: (a) menyembelih binatang yang sebanding dengan binatang yang diburu; (b) memberi makan dengan nilai harga binatang yang sebanding dan dibagikan kepada fakir miskin Mekah; atau (c) berpuasa sejumlah bilangan mud yang senilai dengan binatang sebanding (1 mud/ 675 gr/ 0.7 liter = 1 hari). Waktu pelaksanaan sejak pelanggaran dilakukan dan dibayar sesuai dengan bentuk dam yang dipilih.
4. Takhyir dan Taqdir yaitu pelanggaran dari beberapa hal. Adapun beberapa hal yang dimaksud berupa: (a) membuang/ mencabut/ menggunting rambut atau bulu dari anggota tubuh; (b) memakai pakaian yang dilarang dalam ihram (pakaian yang berjahit, topi dan beberapa pakaian dilarang lain); (c) atau mengecat/ memotong kuku dan memakai wangi-wangian. Adapun denda ini juga diperbolehkan memilih salah satu dari denda berikut: (a) menyembelih seekor kambing; atau (b) bersedekah kepada 6 orang fakir miskin (tiap orang 2 mud); atau (c) berpuasa 3 hari. Bagi jamaah yang melakukan perkosaan, percumbuan atau melakukan hubungan suami istri selepas tahalul awal juga termasuk kategori pelanggaran dam ini. Sedangkan dendanya bisa dengan: (a) menyembelih seekor unta; atau (b) bersedekah seharga seekor unta; atau (c) berpuasa sebanyak hitungan setiap mud makanan yang dibeli seharga satu ekor unta. Waktu pelaksanaan sejak pelanggaran dilakukan dan dibayar sesuai dengan bentuk dam yang dipilih.
Beberapa kategori denda adalah sebuah usaha ulama untuk memudahkan seorang berihram yang melanggar larangan ihram agar tidak bingung dan memahami dengan mudah denda-denda yang diperuntukkan bagi para pelanggarnya masing-masing. Sekaligus sebagai peringatan kepada orang berihram/ muhrim agar tetap berhati-hati dan tidak ceroboh ketika telah berihram. Wallahu a’lam.
C. Macam Bentuk Dam
Berdasarkan dalil yang ada, dapat digolongkan beberapa denda dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Denda berlaku setelah satu jenis pelanggaran terjadi. Ada tiga jenis dam dalam manasik haji. Adapun masing-masing antara lain:
1. Dam Nusuk sesuai ketentuan manasik, dam ini dikenakan pada jemaah haji yang mengerjakan haji tamatuk atau kiran. Dam ini bukan karena melakukan kesalahan. Seseorang yang melaksanakan haji tamatuk atau kiran wajib membayar dam dengan menyembelih seekor kambing. Bila tidak sanggup melakukannya, dia wajib menggantinya dengan berpuasa 10 hari dengan ketentuan tiga hari dilakukan selama dia beribadah haji di Makkah dan tujuh hari sisanya dilakukan sesudah kembali ke Tanah Air.
2. Dam Isa'ah adalah dam yang dikenakan pada orang yang melanggar aturan atau melakukan kesalahan karena meninggalkan salah satu wajib haji atau wajib umrah. Adapun masing-masing yaitu:
a. Tidak berihram/ niat dari mikat:
b. Tidak melakukan mabit di Muzdalifah;
c. Tidak melakukan mabit di Mina;
d. Tidak melontar jamrah;
e. Tidak melakukan tawaf wada'.
Apabila melanggar salah satu wajib haji di atas, seseorang dikenakan dam dengan menyembelih seekor kambing.
3. Dam kafarat atau kifarat adalah dam yang dikenakan pada seseorang karena ia mengerjakan sesuatu yang diharamkan selama ihram. Jenis dam kifarat antara lain sebagai berikut:
a. Melanggar larangan ihram dengan sengaja, seperti mencukur rambut, memotong kuku, memakai wangi-wangian, memakai pakaian biasa bagi laki-laki, menutup muka, serta memakai sarung tangan bagi perempuan. Sebagai sanksinya dari setiap jenis pelanggaran di atas boleh memilih di antara:
1) Membayar dam seekor kambing;
2) Membayar fidiah, bersedekah kepada enam orang miskin masing-masing 1/2 sha' (2 mud = 1 1/2 kg) berupa makanan pokok; atau
3) Menjalankan puasa tiga hari.
b. Melanggar larangan ihram berupa membunuh hewan buruan. Sanksinya berupa denda menyembelih ternak yang sebanding dengan hewan yang dibunuh.
c. Melanggar larangan ihram bersetubuh dengan istri/ suami, baik sebelum tahalul awal maupun sesudah tahalul awal. Apabila bersetubuh dengan istri/ suami dilakukan sebelum tahalul awal, maka hajinya batal, diwajibkan menyelesaikan hajinya dengan tetap berlaku larangan ihram, wajib mengulang haji tahun berikutnya secara terpisah serta harus membayar kifarat seekor unta. Apabila bersetubuh dengan istri/ suami dilakukan setelah tahalul awal, hajinya tidak batal dan harus membayar kifarat seekor unta. Bila tidak sanggup, dia harus menggantinya dengan menyembelih seeker sapi. Bila tidak mampu, dia menggantinya dengan menyembelih tujuh ekor kambing. Bila tidak mampu juga, dia harus menggantinya dengan memberi makan seharga unta kepada fakir miskin di tanah haram.
D. Macam Hewan Boleh Dibunuh di Tanah Haram
Ada beberapa macam jenis hewan yang boleh dibunuh di tanah haram. Adapun riwayat yang ada menyebutkan sebagai berikut.
Hadis Ke-6
صحيح البخاري ٣٠٦٧: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْحُدَيَّا وَالْغُرَابُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 3067: Telah bercerita kepada kami Musaddad, telah bercerita kepada kami Yazid bin Zurai', telah bercerita kepada kami Ma'mar dari Az Zuhriy dari 'Urwah dari 'Aisyah RA dari Nabi SAW bersabda: “Ada lima macam binatang jahat yang boleh dibunuh di tanah haram: (1) tikus; (2) kalajengking; (3) burung elang; (4) burung gagak; dan (5) anjing buas.”
Hadis Ke-7
صحيح مسلم ٢٠٦٩: و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحِلِّ وَالْحَرَمِ الْحَيَّةُ وَالْغُرَابُ الْأَبْقَعُ وَالْفَأْرَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ وَالْحُدَيَّا.
Artinya: Shahih Muslim nomor 2069: Dan Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Ghundar dari Syu'bah. Dalam riwayat lain, dan telah menceritakan kepada kami Ibnul Mutsanna dan Ibnu Basysyar, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah. Saya mendengar Qatadah menceritakan dari Sa'id bin Al Musayyab dari Aisyah RA, dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda: “Ada lima macam binatang jahat yang boleh dibunuh di tanah halal maupun di tanah haram: (1) ular; (2) burung gagak belang (putih bagian punggung dan perutnya); (3) tikus; (4) anjing buas; dan (5) burung elang.”
Hadis Ke-8
سنن الترمذي ٧٦٧: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي زِيَادٍ عَنْ ابْنِ أَبِي نُعْمٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَقْتُلُ الْمُحْرِمُ السَّبُعَ الْعَادِيَ وَالْكَلْبَ الْعَقُورَ وَالْفَأْرَةَ وَالْعَقْرَبَ وَالْحِدَأَةَ وَالْغُرَابَ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ قَالُوا الْمُحْرِمُ يَقْتُلُ السَّبُعَ الْعَادِيَ وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَالشَّافِعِيِّ و قَالَ الشَّافِعِيُّ كُلُّ سَبُعٍ عَدَا عَلَى النَّاسِ أَوْ عَلَى دَوَابِّهِمْ فَلِلْمُحْرِمِ قَتْلُهُ.
Artinya: Sunan Tirmidzi nomor 767: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani', telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah mengabarkan kepada kami Yazid bin Abu Ziyad dari Ibnu Abu Nu'mi dari Abu Sa'id dari Nabi SAW bersabda: "Orang yang ihram boleh membunuh binatang buas: (1) anjing buas; (2) tikus; (3) kalajengking; (4) burung elang; (5) dan burung gagak". Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadis hasan. Diamalkan oleh para ulama. Mereka berkata: 'Orang yang ihram boleh membunuh binatang yang buas. Ini merupakan pendapat Sufyan Ats Tsauri dan Syafi'i'. Syafi'i berkata: 'Setiap binatang buas yang menyerang manusia atau ternak mereka maka orang yang ihram boleh membunuhnya'."
E. Hikmah Dam
Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa dam menurut bahasa berarti darah. Membayar dam adalah amalan ibadah yang wajib dilakukan oleh orang yang melakukan ibadah haji atau umrah akibat sebab-sebab tertentu, baik sebagai konsekuensi dari suatu ketentuan tata cara beribadah haji yang dipilih oleh jemaah (tamatuk dan kiran) atau akibat suatu pelanggaran yang dilakukannya karena meninggalkan sesuatu yang diperintahkan atau justru mengerjakan sesuatu yang diharamkan dalam ibadah haji dan umrah.
Hikmah yang harus dipahami dari syariat membayar dam ini adalah bahwa ibadah haji tak ubahnya jihad menegakkan agama Allah SWT, yang di dalamnya sangat wajar jika darah syahid mengalir sebagai akibat dari jihad itu. Menegakkan agama dengan jihad berarti membela iman kepada Allah SWT, dan pada gilirannya mengangkat keyakinan bahwa, “hidup dan mati adalah karena Allah, termasuk mati dengan mengeluarkan darah.”
Demikian di antaranya yang berkaitan dengan haji dan/ atau umrah umrah. Semoga yang informasi yang didapat membuat kita punya gambaran mengenai ibadah haji dan umrah. Melalui gambaran yang ada, kita paham tata cara pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah.
Penulis menyadari bahwa sampai tulisan ini diterbitkan belum pernah melaksanakan ibadah haji dan umrah. Tulisan ini bukan bermaksud menggurui. Namun sebagai sarana penambah wawasan dan pengingat kembali mengenai manasik haji dan umrah. Adapun saran yang membangun untuk menambah wawasan bersama dari pembaca yang sudah berhaji dan berumrah maupun yang belum adalah sangat diharapkan demi ulasan yang lebih baik sesuai Al-Qur’an dan As-Sunah. Bagi yang belum, semoga Allah meridai kita semuanya untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Semoga kita mampu melaksanakan ibadah haji dan umrah dengan baik dan maksimal sehingga kesempurnaan amal salih tercapai dan akhirnya memperoleh surga sebagaimana janjinya Allah. Aamiin.
No comments:
Post a Comment