Monday, May 6, 2024

Rukun Haji: Tertib


 

Umat Islam yang berusaha menjalankan syariat Islam dalam hidupnya tentu mengimpikan melaksanakan ibadah haji dan umrah. Ibadah haji merupakan salah satu di antaranya rukun Islam. Namun demikian, dalam praktiknya ibadah haji di tanah haram tidak terlepas dari ibadah umrah. Bagi kita yang masih awam tentunya akan banyak bertanya-tanya bagaimana pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Supaya mampu menjawab pertanyaan kita bersama tersebut, pada kesempatan kali ini akan membahas mengenai rukun haji: tertib.

 

A. Pengertian Tertib

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menerangkan arti tertib adalah teratur, sopan, aturan. Maksudnya tertib adalah pelaksanaan rukun haji secara tertib sesuai dengan aturannya. Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa tertib dalam pelaksanaan ibadah haji adalah melaksanakan ketentuan hukum manasik sesuai dengan aturan yang ada. Adanya tertib ini masuk rukun haji sebagaimana disampaikan oleh Al Habib Utsman bin Yahya pada bukunya Manasik Haji dan Umrah versi terjemah pada halaman 14. Al Habib Utsman bin Yahya menyampaikan bahwa rukun haji ada enam perkara, yaitu (1) niat; (2) wukuf di Arafah; (3) tawaf; (4) sai; (5) mencukur rambut kepala; dan (6) tertib. Sebagian ulama menyebutkan lima rukun haji. Sebagian ulama lainnya menyebutkan enam rukun haji. Rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu amalan.

 

B. Rukun Tertib Suatu Keharusan

Pelaksanaan ibadah haji adalah melaksanakan ketentuan hukum manasik sesuai dengan aturan yang ada. Terdapat aturan-aturan yang harus dilakukan maupun tidak, bahkan ada kafarah berwujud dam. Berbagai ulama berbeda pendapat mengenai rukun haji. Ada yang mengatakan ada lima, ada yang mengatakan sebanyak enam rukun. Namun demikian dalam referensi lain, Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa rukun haji ada enam, yaitu: (1) ihram (niat); (2) wukuf di Arafah; (3) tawaf ifadhah; (4) sai; (5) bercukur (tahalul); dan (6) tertib. Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa rukun haji juga demikian. Jamaah haji wajib melaksanakan seluruh rangkaian ibadah yang termasuk rukun haji secara berurutan mulai dari ihram sampai pada tahalul/ cukur. Aturan-aturan ibadah haji semestinya dilaksanakan secara berurutan. Namun ada yang memahami terdapat dalil pengecuali mengenai urutan rukun haji adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-1

سنن ابن ماجه ٣٠٤٠: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: مَا سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَّنْ قَدَّمَ شَيْئًا قَبْلَ شَيْءٍ إِلَّا يُلْقِي بِيَدَيْهِ كِلْتَيْهِمَا لَا حَرَجَ.

Artinya: Sunan Ibnu Majah nomor 3040: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Ayyub dari Ikrimah dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: "Tidaklah Rasulullah SAW ditanya tentang orang yang mendahulukan sesuatu, (dari rukun haji) sebelum mengerjakan rukun lainnya, kecuali beliau akan menggerakan kedua tangannya, sambil bersabda: 'Tidak mengapa.'

 

Hadis Ke-2

سنن ابن ماجه ٣٠٤٣: حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْمِصْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثَنِي عَطَاءُ بْنُ أَبِي رَبَاحٍ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ: قَعَدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِنًى يَوْمَ النَّحْرِ لِلنَّاسِ فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي حَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَذْبَحَ قَالَ لَا حَرَجَ ثُمَّ جَاءَهُ آخَرُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي نَحَرْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ قَالَ لَا حَرَجَ فَمَا سُئِلَ يَوْمَئِذٍ عَنْ شَيْءٍ قُدِّمَ قَبْلَ شَيْءٍ إِلَّا قَالَ لَا حَرَجَ.

Artinya: Sunan Ibnu Majah nomor 3043: Telah menceritakan kepada kami Harun bin Sa'id Al Mishri, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahab, telah mengkabarkan kepadaku Usamah bin Zaid, telah menceritakan kepadaku Atha` bin Abu Rabah dari Jabir bin Abdullah RA, ia berkata: "Rasulullah duduk di hadapan orang-orang di Mina saat 'Idul Adha, lalu seorang laki-laki datang kepadanya seraya berkata: 'Wahai Rasulullah, aku telah mencukur rambut sebelum menyembelih. Beliau bersabda: 'Tidak mengapa.' Kemudian datang lelaki lain dan berkata: 'Wahai Rasulullah, aku telah menyembelih sebelum melontar jumrah.' Beliaupun menjawab: 'Tidak mengapa.' Pada hari itu tidaklah beliau ditanya tentang mendahulukan sesuatu (rukun haji) dari lainnya, kecuali beliau akan menjawab: 'Tidak mengapa'."

 

Hadis Ke-3

صحيح البخاري ٨٢: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ فِي حَجَّتِهِ، فَقَالَ: ذَبَحْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ فَأَوْمَأَ بِيَدِهِ. قَالَ: وَلَا حَرَجَ. قَالَ: حَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَذْبَحَ فَأَوْمَأَ بِيَدِهِ وَلَا حَرَجَ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 82: Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il berkata: Telah menceritakan kepada kami Wuhaib, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Ayyub dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas: bahwasannya Nabi SAW ditanya seseorang tentang haji yang dilakukannya, orang itu bertanya: "Aku menyembelih hewan sebelum aku melempar jumrah." Beliau memberi isyarat dengan tangannya, yang maksudnya "tidak apa-apa." "Dan aku mencukur sebelum menyembelih." Beliau memberi isyarat dengan tangannya yang maksudnya "tidak apa-apa."

 

Hadis Ke-4

صحيح البخاري ١٦٠٧: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ رُفَيْعٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: زُرْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ، قَالَ: لَا حَرَجَ. قَالَ: حَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَذْبَحَ، قَالَ: لَا حَرَجَ. قَالَ: ذَبَحْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ، قَالَ: لَا حَرَجَ. وَقَالَ عَبْدُ الرَّحِيمِ الرَّازِيُّ عَنْ ابْنِ خُثَيْمٍ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ الْقَاسِمُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنِي ابْنُ خُثَيْمٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ عَفَّانُ أُرَاهُ عَنْ وُهَيْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ خُثَيْمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ حَمَّادٌ عَنْ قَيْسِ بْنِ سَعْدٍ وَعَبَّادِ بْنِ مَنْصُورٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 1607: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus, telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar dari 'Abdul 'Aziz bin Rufai' dari 'Atha' dari Ibnu 'Abbas RA, ia berkata: Ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Saya tawaf sebelum melempar jumrah.” Beliau bersabda, “Tidak mengapa.” (Yang lain) berkata, “Saya mencukur sebelum menyembelih.” Beliau bersabda, “Tidak mengapa.” (Yang lain) berkata, “Saya menyembelih sebelum melempar jumrah.” Beliau bersabda, “Tidak mengapa.” Dan berkata 'Abdurrahim Ar Raziy dari Ibnu Khutsaim, telah mengabarkan kepada saya 'Atha' dari Ibnu 'Abbas RA dari Nabi SAW. Dan berkata: Al Qosim bin Yahya telah menceritakan kepadaku Ibnu Khutsaim dari 'Atha dari Ibnu 'Abbas dari Nabi SAW, Dan berkata 'Affan, (Abu 'Abdullah Al Bukhariy berkata:): "Aku mengira dia mendapatkan kabar dari Wuhaib." Telah menceritakan kepada kami Ibnu Khutsaim dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas RA dari Nabi SAW. Dan berkata Hammad dari Qais bin Sa'ad dan 'Abbad bin Manshur dari 'Atha' dari Jabir RA dari Nabi SAW.

 

Hadis Ke-5

صحيح مسلم ٢٣٠١: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ: وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ بِمِنًى لِلنَّاسِ يَسْأَلُونَهُ فَجَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَشْعُرْ فَحَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَنْحَرَ فَقَالَ اذْبَحْ وَلَا حَرَجَ ثُمَّ جَاءَهُ رَجُلٌ آخَرُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَشْعُرْ فَنَحَرْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ فَقَالَ ارْمِ وَلَا حَرَجَ قَالَ فَمَا سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ قُدِّمَ وَلَا أُخِّرَ إِلَّا قَالَ افْعَلْ وَلَا حَرَجَ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 2301: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, ia berkata: saya telah membacakan kepada Malik dari Ibnu Syihab dari Isa bin Thalhah bin Ubaidullah dari Amru bin Amru bin 'Ash, ia berkata: Ketika haji wada', Rasulullah SAW pernah berhenti di Mina untuk menunggu orang-orang banyak agar bertanya kepada beliau. Maka tampillah seorang laki-laki dan bertanya, "Wahai Rasulullah, aku sudah terlanjur bercukur sebelum menyembelih kurban, bagaimana itu?" beliau menjawab: "Sembelihlah, tidak mengapa." Kemudian datang pula laki-laki yang lain dan bertanya, "Ya Rasulullah, aku sudah terlanjur menyembelih terlebih dahulu sebelum melontar, bagaimana itu?" beliau menjawab: "Lontarlah. Tidak mengapa." Abdullah berkata: Segala sesuatu yang ditanyakan kepada beliau, ialah hal-hal yang urutannya tidak tertib karena terlanjur atau lupa. Dijawab oleh beliau, "Teruskanlah, kamu tidak berdosa."

 

Hadis Ke-6

صحيح مسلم ٢٣٠٥: و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قُهْزَاذَ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي حَفْصَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَتَاهُ رَجُلٌ يَوْمَ النَّحْرِ وَهُوَ وَاقِفٌ عِنْدَ الْجَمْرَةِ. فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي حَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ. فَقَالَ: ارْمِ وَلَا حَرَجَ. وَأَتَاهُ آخَرُ: فَقَالَ: إِنِّي ذَبَحْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ، قَالَ: ارْمِ وَلَا حَرَجَ. وَأَتَاهُ آخَرُ فَقَالَ: إِنِّي أَفَضْتُ إِلَى الْبَيْتِ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ، قَالَ: ارْمِ وَلَا حَرَجَ. قَالَ: فَمَا رَأَيْتُهُ سُئِلَ يَوْمَئِذٍ عَنْ شَيْءٍ إِلَّا قَالَ: افْعَلُوا وَلَا حَرَجَ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 2305: Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abdullah bin Quhzadz, telah menceritakan kepada kami Ali bin Hasan dari Abdullah bin Mubarak, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Hafshah dari Az Zuhri dari Isa bin Thalhah dari Abdullah bin Amru bin Ash ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW pada hari nahar, ketika beliau berdiri di dekat jamrah, ada seorang laki-laki datang kepada beliau lalu bertanya, “Ya Rasulullah, saya bercukur sebelum melempar.” Beliau bersabda, “Lemparlah, dan tidak mengapa.” Lalu datang yang lain dan bertanya, “Saya menyembelih sebelum melempar.” Beliau bersabda, “Lemparlah dan tidak mengapa.” Lalu datang orang yang lain lagi dan bertanya, “Sesungguhnya aku tawaf (ifadhah) ke Baitullah sebelum melempar.” Beliau bersabda, ”Lemparlah, dan tidak mengapa.” ‘Abdullah bin ‘Amr berkata, “Pada hari itu tidaklah beliau ditanya tentang sesuatu kecuali beliau menjawab, lakukanlah, dan tidak mengapa.”

 

Hadis Ke-7

صحيح مسلم ٢٣٠٦: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِيلَ لَهُ فِي الذَّبْحِ وَالْحَلْقِ وَالرَّمْيِ وَالتَّقْدِيمِ وَالتَّأْخِيرِ فَقَالَ لَا حَرَجَ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 2306: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Hatim, telah menceritakan kepada kami Bahz, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Thawus dari Bapaknya dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW ditanya tentang menyembelih, bercukur, melempar jumrah, sesuatu yang didahulukan dan yang diakhirkan, maka beliau menjawab, “Tidak mengapa.”

Keterangan: Melalui hadis-hadis di atas bisa dipahami bahwa melempar jumrah ‘Aqabah, menyembelih hadyu, bercukur dan tawaf ifadhah, boleh dilaksanakan dengan tidak urut.

 

Melalui riwayat hadis tersebut ada kelonggaran dari Rasulullah. Melalui hadis dapat diketahui bahwa melempar jumrah ‘Aqabah, menyembelih hadyu, bercukur dan tawaf ifadhah itu boleh dilaksanakan dengan tidak urut. Namun demikian, kita hendaknya sebisa mungkin melaksanakan ibadah haji itu tertib dalam melaksanakan ketentuan hukum manasik sesuai dengan aturan yang ada. Semua rukun haji mulai dari niat ihram, wukuf, tawaf, sai, bercukur (tahalul), dan tertib harus dilaksanakan tanpa kecuali. Rukun haji tidak boleh dilakukan sebagian, lalu sebagian lain ditinggalkan dan digantikan dengan dam. Haji menjadi rusak atau batal ketika jamaah haji meninggalkan salah satu rukun haji.

 

Demikian di antaranya yang berkaitan dengan haji dan /atau umrah umrah. Semoga yang informasi yang didapat membuat kita punya gambaran mengenai ibadah haji dan umrah. Melalui gambaran yang ada, kita paham tata cara pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah.

 

Penulis menyadari bahwa sampai tulisan ini diterbitkan belum pernah melaksanakan ibadah haji dan umrah. Tulisan ini bukan bermaksud menggurui. Namun sebagai sarana penambah wawasan dan pengingat kembali mengenai manasik haji dan umrah. Adapun saran yang membangun untuk menambah wawasan bersama dari pembaca yang sudah berhaji dan berumrah maupun yang belum adalah sangat diharapkan demi ulasan yang lebih baik sesuai Al-Qur’an dan As-Sunah. Bagi yang belum, semoga Allah meridai kita semuanya untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Semoga kita mampu melaksanakan ibadah haji dan umrah dengan baik dan maksimal sehingga kesempurnaan amal salih tercapai dan akhirnya memperoleh surga sebagaimana janjinya Allah. Aamiin.

 

 

No comments:

Post a Comment