Monday, April 29, 2024

Rukun Haji: Bercukur


 

Umat Islam yang berusaha menjalankan syariat Islam dalam hidupnya tentu mengimpikan melaksanakan ibadah haji dan umrah. Ibadah haji merupakan salah satu di antaranya rukun Islam. Namun demikian, dalam praktiknya ibadah haji di tanah haram tidak terlepas dari ibadah umrah. Bagi kita yang masih awam tentunya akan banyak bertanya-tanya bagaimana pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Supaya mampu menjawab pertanyaan kita bersama tersebut, pada kesempatan kali ini akan membahas mengenai rukun haji: bercukur.

 

A. Pengertian Bercukur

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menerangkan arti bercukur adalah memotong (membersihkan) janggut (cambang) sendiri dengan pisau cukur. Bercukur juga diartikan sudah dicukur (tentang janggut dan sebagainya). Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa dalam ibadah haji, praktek yang lazim dilakukan, bercukur dilakukan pada tanggal 10 Zulhijjah setelah jemaah melempar Jamrah Kubra. Inilah yang disebut tahalul awal. Namun, bercukur bisa dilaksanakan baik sebelum maupun setelah lempar Jamrah Aqabah. Tahalul atau ada yang menulis dengan tahallul adalah keadaan seseorang yang telah dihalalkan melakukan perbuatan yang sebelumnya dilarang selama ihram. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menerangkan arti tahalul yaitu mencukur atau menggunting rambut kepala. Tahalul juga diartikan dalam keadaan menjadi boleh; diperbolehkan seseorang melakukan pekerjaan atau kegiatan yang tadinya terlarang selama mengerjakan ibadah haji atau umrah (ditandai dengan bercukur atau memotong beberapa helai rambut); selain itu tahalul juga diartikan sebagai penghalalan. Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa tahalul adalah keadaan seseorang yang telah dibolehkan melakukan perbuatan yang sebelumnya dilarang selama berihram. Riwayat Rasulullah mencukur rambutnya pada haji wada adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-1

صحيح مسلم ٢٢٩٧: و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ وَهُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْقَارِيُّ ح و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا حَاتِمٌ يَعْنِي ابْنَ إِسْمَعِيلَ كِلَاهُمَا عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَلَقَ رَأْسَهُ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 2297: Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Abdurrahman Al Qari. Dalam riwayat lain, dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Hatim bin Isma'il, keduanya dari Musa bin Uqbah dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah SAW mencukur rambutnya pada haji wada.

 

B. Macam Tahalul

Tahalul dibagi menjadi dua macam, yaitu tahalul umrah dan tahalul haji. Adapun tahalul haji terdiri atas dua macam, yaitu tahalul awal dan tahalul tsani.

1. Tahalul awal adayang menyebutnya dengan tahalul ashgar. Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan mengenai tahalul awal yaitu keadaan seseorang yang telah melakukan dua di antara kegiatan berikut ini: (a) melontar jamrah Aqabah kemudian memotong rambut kepala atau bercukur; (b) tawaf ifadhah dan sa'i kemudian memotong rambut atau bercukur. Setelah tahalul awal, jemaah boleh berganti pakaian biasa, memakai wewangian dan melakukan semua larangan ihram, kecuali bercumbu dan bersetubuh dengan pasangan. Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa tahalul awal adalah keadaan seseorang yang telah melakukan dua di antara tiga pekerjaan, yaitu: (a) melontar jumrah aqabah dan bercukur, atau melontar jumrah aqabah dan tawaf ifadhah serta sai; atau (b) tawaf ifadhah dan sai dan bercukur. Sesudah tahalul awal seseorang boleh berganti pakaian biasa dan memakai wangi-wangian, dan boleh mengerjakan semua yang dilarang selama ihram, akan tetapi masih dilarang bersetubuh dengan istri/ suami. Adapun dalil mengenai dua di antara kegiatan dalam tahalul awal adalah sebagai berikut.

 

a. Melontar jamrah Aqabah kemudian memotong rambut kepala atau bercukur, hadisnya adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-2

مسند أحمد ٢٣٩٥١: حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ أَخْبَرَنَا الْحَجَّاجُ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَمَيْتُمْ وَحَلَقْتُمْ فَقَدْ حَلَّ لَكُمْ الطِّيبُ وَالثِّيَابُ وَكُلُّ شَيْءٍ إِلَّا النِّسَاءَ.

Artinya: Musnad Ahmad nomor 23951: Telah menceritakan kepada kami Yazid, dia berkata: telah mengabarkan kepada kami Al Hajjaj dari Abi Bakar bin Muhammad dari Amrah dari Aisyah berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Apabila kalian telah melempar jamrah dan mencukur rambut maka telah halal bagi kalian untuk berwangi-wangian, berpakaian, dan melakukan segala sesuatu kecuali menggauli istri."

Keterangan: Terkait rawi Al Hajjaj yang bernama Hajjaj bin Arthah bin Tsaur merupakan tabi'ut abi'in kalangan tua dan wafat tahun 145 H. Komentar Ulama tentangnya di antaranya Yahya bin Ma'in mengatakan shaduuq, dan juga laisa bi qowi, serta mudallis, Abu Zur'ah Arrazy mengatakan shaduuq, Abu Zur'ah Arrazy mengatakan yudallis, Abu Hatim Ar Rozy mengatakan yudallis dan shaduuq, Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengomentari shaduuq banyak salah, yudallis, dan Ahli Fikih. Muslim meriwayatkan darinya satu hadis.

 

b. Tawaf ifadhah dan sa'i kemudian memotong rambut atau bercukur. Adapun hadisnya adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-3

مسند الشافعي ٥٨٥: أَخْبَرَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ قَالَ: " مَنْ أَدْرَكَ لَيْلَةَ النَّحْرِ مِنَ الْحَاجِّ فَوَقَفَ بِحِيَالِ عَرَفَةَ قَبْلَ أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجَّ، وَمَنْ لَمْ يُدْرِكْ عَرَفَةَ فَوَقَفَ بِهَا قَبْلَ أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ فَقَدْ فَاتَهُ الْحَجُّ، فَلْيَأْتِ الْبَيْتَ فَلْيَطُفْ بِهِ سَبْعًا، وَيَطُوفُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ سَبْعًا، ثُمَّ لِيَحْلِقْ أَوْ يَقْصُرْ إِنْ شَاءَ، وَإِنْ كَانَ مَعَهُ هَدْيُهُ فَلْيَنْحَرْهُ قَبْلَ أَنْ يَحْلِقَ، فَإِذَا فَرَغَ مِنْ طَوَافِهِ وَسَعْيِهِ فَلْيَحْلِقْ أَوْ يَقْصُرْ، ثُمَّ لِيَرْجِعْ إِلَى أَهْلِهِ، فَإِنْ أَدْرَكَهُ الْحَجُّ قَابِلَ فَلْيَحْجُجْ إِنِ اسْتَطَاعَ، وَلْيُهْدِ بَدَنَةً، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ هَدْيًا فَلْيَصُمْ عَنْهُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةً إِذَا رَجَعَ إِلَى أَهْلِهِ

Artinya: Musnad Syafi'i nomor 585: telah mengabarkan kepada kami Anas bin Iyadh dari Musa bin Uqbah, dari Nafi', dari Ibnu Umar bahwasannya ia pernah berkata, “Barangsiapa di antara orang yang berhaji menjumpai di malam Hari Raya Kurban sehingga wukuf di bukit Arafah sebelum fajar menyingsing, berarti ia telah menjumpai haji. Barangsiapa yang tidak menjumpai Arafah dan melakukan wukuf padanya sebelum fajar, berarti ia ketinggalan ibadah haji. Hendaklah ia mendatangi Baitullah, lalu melakukan tawaf sebanyak 7 kali, demikian juga sai antara Safa dan Marwah sebanyak 7 kali. Kemudian ia mencukur rambutnya, dan jika suka boleh memotongnya. Apabila ia membawa hewan kurban, hendaklah menyembelihnya sebelum bercukur. Apabila telah selesai dari tawaf dan sai, hendaklah ia mencukur atau memendekkan rambutnya, lalu ia boleh kembali kepada keluarganya jika ia menghendaki. Bila datang lagi kepadanya musim haji pada tahun berikutnya, hendaklah ia melakukan haji jika mampu, dan hendaklah menyembelih seekor hewan kurban. Jika ia tidak menemukan hewan kurban, hendaklah ia berpuasa sebagai gantinya selama 3 hari dalam hari-hari haji dan 7 hari berikutnya bila telah kembali kepada keluarganya.

Keterangan: Terkait kondisi kedua pada tahalul awal, secara jelas terdapat pada hadis riwayat Bukhari nomor 1616 dan senada dengan hadis pada Musnad Syafi'i nomor 585.

 

2. Tahalul tsani ada yang menyebutnya dengan tahalul akbar atau tahalul kedua. Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan mengenai tahalul tsani adalah keadaan ketika seorang jemaah telah melakukan tiga kegiatan haji, yaitu melontar Jamrah Aqabah, memotong atau mencukur rambut, dan tawaf ifadhah serta sai. Setelah tahalul tsani, jemaah boleh bersetubuh dengan pasangannya. Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa tahalul tsani adalah keadaan seseorang yang telah melakukan tiga perbuatan, yaitu: melontar jumrah aqabah , bercukur, dan tawaf ifadhah serta sai. Bagi yang telah melakukan sai setelah tawaf qudum (haji ifrad dan qiran) tidak perlu melakukan sai setelah tawaf ifadhah. Sesudah tahalul tsani seseorang jemaah boleh bersetubuh dengan suami/ istri. Adapun dalilnya adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-4

صحيح مسلم ٢١٢٨: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُهِلِّينَ بِالْحَجِّ مَعَنَا النِّسَاءُ وَالْوِلْدَانُ، فَلَمَّا قَدِمْنَا مَكَّةَ طُفْنَا بِالْبَيْتِ وَبِالصَّفَا وَالمَرْوَةِ فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ هَدْيٌ فَلْيَحْلِلْ. قَالَ: قُلْنَا: أَيُّ الْحِلِّ؟ قَالَ: الْحِلُّ كُلُّهُ. قَالَ: فَأَتَيْنَا النِّسَاءَ وَلَبِسْنَا الثِّيَابَ وَمَسِسْنَا الطِّيبَ. فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ التَّرْوِيَةِ أَهْلَلْنَا بِالْحَجِّ وَكَفَانَا الطَّوَافُ الْأَوَّلُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، فَأَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَشْتَرِكَ فِي الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ كُلُّ سَبْعَةٍ مِنَّا فِي بَدَنَةٍ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 2128: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Abu Zubair dari Jabir RA. Dalam riwayat lain, dan telah meceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, lafal juga darinya, telah mengabarkan kepada kami Abu Khaitsamah dari Abu Zubair dari Jabir RA, ia berkata: Kami pergi bersama Rasulullah SAW berihram haji, ikut bersama kami para perempuan dan anak-anak. Setelah kami tiba di Makkah, kami lalu melakukan tawaf di Kakbah, dan sai antara Safa dan Marwah. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidak membawa hadyu (binatang sembelihan), hendaklah bertahalul.” Jabir berkata: Kami bertanya, “Apa sajakah yang dihalalkan?” Rasulullah SAW menjawab, “Halal semuanya.” Jabir berkata: Lalu kami menggauli istri, memakai pakaian biasa, dan memakai minyak wangi. Ketika hari Tarwiyah (tanggal 8 Zulhijah), kami melakukan ihram haji. Dan mencukupi pada kami tawaf yang pertama antara Safa dan Marwah (bagi yang berhaji qiran). Kemudian Rasulullah SAW menyuruh kami supaya gabungan menyembelih seekor unta atau lembu untuk tujuh orang.”

 

C. Hukum Tahalul

Tahalul sendiri merupakan rukun haji sehingga termasuk kewajiban dalam berhaji. Adapun dalil mengenai tahalul adalah sebagai berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-1

﴿ لَقَدْ صَدَقَ اللّٰهُ رَسُوْلَهُ الرُّءْيَا بِالْحَقِّ ۚ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ اٰمِنِيْنَۙ مُحَلِّقِيْنَ رُءُوْسَكُمْ وَمُقَصِّرِيْنَۙ لَا تَخَافُوْنَ ۗفَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوْا فَجَعَلَ مِنْ دُوْنِ ذٰلِكَ فَتْحًا قَرِيْبًا ﴾ ( الفتح: ٢٧)

Artinya; Sungguh, Allah benar-benar akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenar-benarnya, (yaitu) bahwa kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, jika Allah menghendaki, dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala,696) dan memendekkannya, sedang kamu tidak merasa takut. Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan sebelum itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat.697) (QS. Al Fath: 27)

Catatan:

696) Yang dimaksud dengan mencukur rambut kepala adalah tahalul setelah umrah.

697) Selang beberapa lama sebelum terjadi Perjanjian Hudaibiah, Nabi Muhammad SAW bermimpi bahwa beliau bersama para sahabatnya memasuki kota Makkah dan Masjidilharam. Sebagian mereka menggunduli rambut dan yang lain memendekkannya. Nabi mengatakan bahwa mimpi beliau itu akan terjadi. Kemudian, berita ini tersiar di kalangan kaum muslim, orang-orang munafik, serta orang-orang Yahudi dan Nasrani. Setelah Perjanjian Hudaibiah tercapai dan kaum muslim gagal memasuki Makkah, orang-orang munafik memperolok-olokkan Nabi dan menyatakan bahwa mimpi beliau adalah bohong belaka. Maka, turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa mimpi Nabi itu pasti akan menjadi kenyataan pada tahun yang akan datang. Sekiranya pada tahun terjadinya Perjanjian Hudaibiah itu kaum muslim memasuki kota Makkah, dikhawatirkan jiwa orang-orang Makkah yang menyembunyikan imannya akan terancam. Selain itu juga ada hadis yang menerangkan riwayat Rasulullah para sahabat bertahalul.

 

Hadis Ke-5

صحيح مسلم ٢١٣٢: حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنِي أَبِي حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَهْلَلْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحَجِّ، فَلَمَّا قَدِمْنَا مَكَّةَ أَمَرَنَا أَنْ نَحِلَّ وَنَجْعَلَهَا عُمْرَةً فَكَبُرَ ذَلِكَ عَلَيْنَا وَضَاقَتْ بِهِ صُدُورُنَا، فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَمَا نَدْرِي أَشَيْءٌ بَلَغَهُ مِنْ السَّمَاءِ أَمْ شَيْءٌ مِنْ قِبَلِ النَّاسِ، فَقَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ، أَحِلُّوا، فَلَوْلَا الْهَدْيُ الَّذِي مَعِي فَعَلْتُ كَمَا فَعَلْتُمْ. قَالَ: فَأَحْلَلْنَا حَتَّى وَطِئْنَا النِّسَاءَ وَفَعَلْنَا مَا يَفْعَلُ الْحَلَالُ حَتَّى إِذَا كَانَ يَوْمُ التَّرْوِيَةِ وَجَعَلْنَا مَكَّةَ بِظَهْرٍ أَهْلَلْنَا بِالْحَجِّ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 2132: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepadaku Bapakku, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Abu Sulaiman dari Atha` dari Jabir bin Abdullah RA, ia berkata: Kami berihram haji bersama Rasulullah SAW. Setelah tiba di Makkah, beliau menyuruh kami (setelah tawaf dan sai) supaya bertahalul dan menjadikannya ihram ‘umrah. Kami merasa keberatan dan hati kami kecewa dengan perintah Rasulullah SAW tersebut. Kemudian kejadian itu sampai kepada Nabi SAW, kami tidak tahu apakah beliau mengetahui hal itu dari langit atau dari orang-orang. Kemudian beliau bersabda, “Wahai para manusia, bertahalullah kalian. Seandainya saya tidak membawa binatang sembelihan, tentu saya akan melakukan seperti yang kalian lakukan.” Jabir berkata: Lalu kami bertahalul. Lalu kami mengumpuli istri dan melakukan apa yang dilakukan oleh orang yang tidak berihram. Ketika memasuki hari tarwiyah, kami meninggalkan Makkah (menuju Mina) dengan berihram haji.”

 

Hadis Ke-6

صحيح البخاري ١٦١٦: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ أَخْبَرَنِي كُرَيْبٌ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ أَمَرَ أَصْحَابَهُ أَنْ يَطُوفُوا بِالْبَيْتِ وَبِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ ثُمَّ يَحِلُّوا وَيَحْلِقُوا أَوْ يُقَصِّرُوا.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 1616: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Fudhail bin Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Musa bin 'Uqbah, telah mengabarkan kepada saya Kuraib dari Ibnu 'Abbas RA, ia berkata: Setelah Nabi SAW tiba di Makkah, beliau menyuruh para sahabat supaya tawaf di Baitullah, dan sai antara Safa dan Marwah, kemudian bertahalul, mencukur atau memotong rambut.

Keterangan: Bagi yang mengerjakan haji tamatuk selesai mengerjakan sai antara Safa dan Marwah, lalu tahalul (memotong rambut) maka sudah bebas dari seluruh larangan ihram, tinggal menunggu hari Tarwiyah untuk mengerjakan haji.

 

D. Tata Cara Bercukur sebagai Tahalul

Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan mengenai tata cara tahalul. Setelah selesai melaksanakan sai, bagi jemaah yang melaksanakan haji tamattu' bercukur/ memotong rambut kepala. Dengan demikian, selesailah pelaksanaan umrah. Adapun dalil mengenai tata cara tahalul adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-7

صحيح مسلم ٢٢٩٨: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ هِشَامٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى مِنًى فَأَتَى الْجَمْرَةَ فَرَمَاهَا ثُمَّ أَتَى مَنْزِلَهُ بِمِنًى وَنَحَرَ ثُمَّ قَالَ لِلْحَلَّاقِ: خُذْ. وَأَشَارَ إِلَى جَانِبِهِ الْأَيْمَنِ ثُمَّ الْأَيْسَرِ، ثُمَّ جَعَلَ يُعْطِيهِ النَّاسَ. و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالُوا أَخْبَرَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ هِشَامٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ أَمَّا أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ فِي رِوَايَتِهِ لِلْحَلَّاقِ هَا وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى الْجَانِبِ الْأَيْمَنِ هَكَذَا فَقَسَمَ شَعَرَهُ بَيْنَ مَنْ يَلِيهِ قَالَ ثُمَّ أَشَارَ إِلَى الْحَلَّاقِ وَإِلَى الْجَانِبِ الْأَيْسَرِ فَحَلَقَهُ فَأَعْطَاهُ أُمَّ سُلَيْمٍ وَأَمَّا فِي رِوَايَةِ أَبِي كُرَيْبٍ قَالَ فَبَدَأَ بِالشِّقِّ الْأَيْمَنِ فَوَزَّعَهُ الشَّعَرَةَ وَالشَّعَرَتَيْنِ بَيْنَ النَّاسِ ثُمَّ قَالَ بِالْأَيْسَرِ فَصَنَعَ بِهِ مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ هَا هُنَا أَبُو طَلْحَةَ فَدَفَعَهُ إِلَى أَبِي طَلْحَةَ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 2298: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, telah mengabarkan kepada kami Hafsh bin Ghiyats dari Hisyam dari Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah SAW datang ke Mina, lalu beliau datang ke tempat jamrah dan melemparnya. Kemudian beliau datang ke tempat singgahnya di Mina dan menyembelih hadyu. Kemudian beliau bersabda kepada tukang cukur, “Ambillah”, dan beliau menunjuk (kepala beliau) sebelah kanan, kemudian sebelah kiri, kemudian beliau memberikan rambutnya kepada orang-orang. Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Ibnu Numair dan Abu Kuraib, mereka berkata: telah mengabarkan kepada kami Hafsh bin Ghiyats dari Hisyam dengan isnad ini. Adapun Abu Bakr, maka ia berkata dalam riwayatnya: (Beliau bersabda kepada tukang cukur): "HAA (cukurlah rambutku)." Beliau sambil memberi isyarat ke arah kepala bagian kanannya seperti ini. Lalu beliau membagi-bagikan rambutnya kepada mereka yang berada di dekat beliau. Setelah itu beliau memberi isyarat kembali ke arah kepadala bagian kiri, maka tukang cukur itu pun mencukurnya, dan beliau pun memberikan rambut itu kepada Ummu Sulaim. Adapun dalam riwayat Abu Kuraib ia menyebutkan: Tukang cukur itu pun memulainya dari rambut sebelah kanan seraya membagikannya kepada orang-orang, baru pindah ke sebelah kiri dan juga berbuat seperti itu. Kemudian beliau bersabda: "Ambilah ini wahai Abu Thalhah." Akhirnya beliau pun memberikannya kepada Abu Thalhah.

 

Hadis Ke-8

صحيح مسلم ٢٣٠٠: و حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ سَمِعْتُ هِشَامَ بْنَ حَسَّانَ يُخْبِرُ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: لَمَّا رَمَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجَمْرَةَ وَنَحَرَ نُسُكَهُ وَحَلَقَ نَاوَلَ الْحَالِقَ شِقَّهُ الْأَيْمَنَ فَحَلَقَهُ ثُمَّ دَعَا أَبَا طَلْحَةَ الْأَنْصَارِيَّ فَأَعْطَاهُ إِيَّاهُ ثُمَّ نَاوَلَهُ الشِّقَّ الْأَيْسَرَ، فَقَالَ: احْلِقْ فَحَلَقَهُ. فَأَعْطَاهُ أَبَا طَلْحَةَ فَقَالَ: اقْسِمْهُ بَيْنَ النَّاسِ.

Artinya: Shahih Muslim 2300: Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, saya mendengar Hisyam bin Hassan mengabarkan dari Ibnu Sirin dari Anas bin Malik, ia berkata: Setelah Rasulullah SAW melempar jumrah dan menyembelih hadyu, lalu mencukur rambutnya, beliau menyerahkan kepala beliau sebelah kanan kepada tukang cukur, lalu ia mencurkurnya, kemudian beliau memanggil Abu Thalhah Al-Anshari lalu memberikan rambut itu kepadanya. Kemudian beliau menyerahkan kepalanya yang sebelah kiri kepada tukang cukur dan bersabda, “Cukurlah,” kemudian ia mencukurnya, lalu beliau memberikan rambut itu kepada Abu Thalhah dan bersabda, “Bagi-bagikanlah kepada orang-orang.”

 

Sebagaimana hadis menerangkan bahwa yang dicukur adalah bagian kanan terlebih dahulu, baru kemudian sebelah kiri. Ketentuan cara memotong rambut adalah sebagai berikut.

 

1. Laki-laki mencukur gundul atau memotong sebagian rambut kepala sambil membaca doa mencukur rambut. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ke-9

صحيح البخاري ١٦١٢: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اللَّهُمَّ ارْحَمِ الْمُحَلِّقِينَ، قَالُوا: وَالْمُقَصِّرِينَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: اللَّهُمَّ ارْحَمِ الْمُحَلِّقِينَ، قَالُوا: وَالْمُقَصِّرِينَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: وَالْمُقَصِّرِينَ. وَقَالَ اللَّيْثُ حَدَّثَنِي نَافِعٌ رَحِمَ اللَّهُ الْمُحَلِّقِينَ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ قَالَ وَقَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِي نَافِعٌ وَقَالَ فِي الرَّابِعَةِ وَالْمُقَصِّرِينَ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 1612: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi' dari 'Abdullah bin 'Umar RA bahwa Rasulullah SAW berdoa: “Alloohummarhamil muhalliqiin” (Ya Allah berilah rahmat kepada orang-orang yang bercukur).” Para sahabat berkata, “Wal muqoshshiriin, ya Rasuulallooh (Dan kepada orang-orang yang memotong rambutnya, ya Rosulullah).” Beliau berdoa, Alloohummarhamil muhalliqiin“ (Ya Allah berilah rahmat kepada orang-orang yang bercukur).” Para sahabat berkata, “Wal muqoshshiriin, ya Rosuulallooh (Dan kepada orang-orang yang memotong rambutnya, ya Rasulullah)”. Beliau SAW bersabda, “Wal muqoshshiriin (Dan kepada orang-orang yang memotong rambutnya).” Dan Al Laits berkata: telah menceritakan kepada saya Nafi', (ia berkata: Beliau bersabda:) "Allah merahmati orang-orang yang mencukur rambutnya". sekali atau dua kali. Dia berkata: dan berkata 'Ubaidullah: telah menceritakan kepada saya Nafi': dan Beliau berkata pada ucapan yang keempat: "Dan bagi orang-orang yang hanya memendekkan rambutnya."

 

Hadis Ke-10

صحيح مسلم ٢٢٩٦: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَأَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ الْحُصَيْنِ عَنْ جَدَّتِهِ أَنَّهَا، سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ دَعَا لِلْمُحَلِّقِينَ ثَلَاثًا وَلِلْمُقَصِّرِينَ مَرَّةً. وَلَمْ يَقُلْ وَكِيعٌ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 2296: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Abu Dawud Ath Thiyalisi dari Syu'bah dari Yahya bin Hushain dari Neneknya bahwasanya ia mendengar Nabi SAW berdoa ketika haji wada, untuk orang-orang yang mencukur rambutnya tiga kali, dan untuk orang-orang yang memotong rambutnya satu kali. Namun Waki' tidak menyebutkan: "Pada saat haji wada.

 

2. Perempuan memotong sebagian rambut kepala minimal tiga helai. Pendapat lain mengemukakan bahwa perempuan bercukur untuk tahalul adalah dengan memendekkan rambutnya. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ke-11

سنن الدارمي ١٨٢٦:  أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْمَدِينِيُّ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جُبَيْرٍ عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ قَالَتْ أَخْبَرَتْنِي أُمُّ عُثْمَانَ بِنْتُ أَبِي سُفْيَانَ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ عَلَى النِّسَاءِ حَلْقٌ إِنَّمَا عَلَى النِّسَاءِ التَّقْصِيرُ

Artinya: Sunan Darimi nomor 1826: Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Abdullah Al Madini, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Yusuf, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah mengabarkan kepadaku Abdul Hamid bin Jubair dari Shafiyah binti Syaibah, ia berkata; telah mengabarkan kepadaku Ummu Utsman binti Abu Sufyan bahwa Ibnu Abbas berkata; "Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada pada perempuan (ketika tahalul) mencukur (menggundul) rambut, sesungguhnya yang ada pada wanita hanyalah memotong rambut.”

 

Hadis Ke-12

سنن أبي داوود ١٦٩٤: حَدَّثَنَا أَبُو يَعْقُوبَ الْبَغْدَادِيُّ ثِقَةٌ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ شَيْبَةَ عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ قَالَتْ أَخْبَرَتْنِي أُمُّ عُثْمَانَ بِنْتُ أَبِي سُفْيَانَ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيْسَ عَلَى النِّسَاءِ الْحَلْقُ إِنَّمَا عَلَى النِّسَاءِ التَّقْصِيرُ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 1694: Telah menceritakan kepada kami Abu Ya'qub Al Baghdadi, ia adalah orang-orang tsiqah, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Yusuf dari Ibnu Juraij dari Abdul Hamid bin Jubair bin Syaibah dari Shafiyyah binti Syaibah, ia berkata: telah mengabarkan kepadaku Ummu Utsman binti Abu Sufyan bahwa Ibnu Abbas berkata: Rasulullah SAW bersabda: “ Tidak ada pada wanita (ketika tahallul) mencukur (menggundul) rambut, sesungguhnya yang ada pada wanita hanyalah memotong rambut.”

 

3. Jemaah yang kepalanya botak cukup menempelkan pisau cukur atau gunting di kepala sebagai isyarat mencukur rambut. Setelah jemaah bercukur/ memotong rambut kepala, ibadah umrah yang dia lakukan sudah selesai dan terbebas dari larangan-larangan ihram (tahalul). Hadis tentang menempelkan pisau cukur atau gunting di kepala sebagai isyarat mencukur rambut bagi jemaah yang kepalanya botak adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-13

سنن الدارقطني ٢٥٦٥: نا أَحْمَدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ بُهْلُولٍ، نا مُؤَمَّلُ بْنُ إِهَابٍ، نا يَحْيَى الْجَارِيُّ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ فِي الْأَصْلَعِ يَمُرُّ الْمُوسَى عَلَى رَأْسِهِ.

Artinya: Sunan Daruquthni nomor 2565: telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ishak bin Al Buhlul, telah menceritakan kepada kami Muammil bin Ihab, telah menceritakan kepada kami Yahya Al Jari, dari Abdul Aziz, dari Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar tentang orang yang botak kepalanya: "Biarkan pisau cukur lewat di atas kepalanya."

 

E. Melanggar Larangan Ihram Bersetubuh

Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan tentang melanggar larangan ihram bersetubuh dengan istri/ suami, baik sebelum tahalul awal maupun sesudah tahalul awal. Apabila bersetubuh dengan istri/ suami dilakukan sebelum tahalul awal, maka hajinya batal, diwajibkan menyelesaikan hajinya dengan tetap berlaku larangan ihram, wajib mengulang haji tahun berikutnya secara terpisah serta harus membayar kafarat seekor unta. Apabila bersetubuh dengan istri/ suami dilakukan setelah tahalul awal, hajinya tidak batal dan harus membayar kafarat seekor unta. Bila tidak sanggup, dia harus menggantinya dengan menyembelih seekor sapi. Bila tidak mampu, dia menggantinya dengan menyembelih tujuh ekor kambing. Bila tidak mampu juga, dia harus menggantinya dengan memberi makan seharga unta kepada fakir miskin di tanah haram. Kalau tidak mampu juga, dia harus berpuasa dengan hitungan satu hari untuk setiap mud dari harga unta. Pendapat lain mengatakan, jika pelanggaran serupa ini dilakukan sesudah tahalul awal, dam yang harus dia tebus hanya seekor kambing.

 

Kafarat seekor hewan kurban sebagaimana diterangkan pada Musnad Syafi'i nomor 585. Adapun dalil sharih selainnya penulis belum menemukan dan ada kemungkinan pengganti kafarat lainnya sebab bersetubuh setelah tahalul awal adalah kafarat ketika membunuh hewan buruan ketika berihram sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Al Maidah ayat 95. Hal tersebut ada yang menyebutnya dengan denda takhyir wa taqdirTakhyir adalah memilih di antara tiga sifat. Sementara taqdir adalah berpindah ke sesuatu yang nilai telah ditetapkan syariat tidak boleh bertambah dan tidak boleh berkurang. Wallahu a’lam.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-2

﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَاَنْتُمْ حُرُمٌ ۗوَمَنْ قَتَلَهٗ مِنْكُمْ مُّتَعَمِّدًا فَجَزَۤاءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهٖ ذَوَا عَدْلٍ مِّنْكُمْ هَدْيًاۢ بٰلِغَ الْكَعْبَةِ اَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسٰكِيْنَ اَوْ عَدْلُ ذٰلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوْقَ وَبَالَ اَمْرِهٖ ۗعَفَا اللّٰهُ عَمَّا سَلَفَ ۗوَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللّٰهُ مِنْهُ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ ذُو انْتِقَامٍ  ﴾ ( الماۤئدة: ٩٥)

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan,223) ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, dendanya (ialah menggantinya) dengan hewan ternak yang sepadan dengan (hewan buruan) yang dibunuhnya menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadyu (hewan kurban) yang (dibawa) sampai ke Kakbah224) atau (membayar) kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin225) atau berpuasa, seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu,226) agar dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan perbuatan yang telah lalu.227) Siapa kembali mengerjakannya, pasti Allah akan menyiksanya. Allah Mahaperkasa lagi Maha Memiliki (kekuasaan) untuk membalas. (QS. Al Maidah: 95).

Catatan:

223) Yang dimaksud hewan buruan pada ayat ini adalah hewan yang boleh dimakan maupun tidak, kecuali burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus, dan anjing buas, termasuk juga ular, dalam suatu riwayat.

224) Maksud sampai ke Kakbah pada ayat ini adalah yang dibawa sampai ke daerah haram untuk disembelih di sana dan dagingnya dibagikan kepada fakir miskin.

225) Membayar kafarat harus sepadan dengan harga hewan ternak pengganti hewan yang dibunuh itu.

226) Puasa yang dilakukan sama jumlah harinya dengan jumlah mud yang diberikan kepada fakir miskin, yaitu seharga hewan yang dibunuh, dengan catatan, seorang fakir miskin mendapat satu mud (lebih kurang 6,5 ons).

227) Maksud perbuatan yang telah lalu dalam ayat ini adalah membunuh hewan sebelum turun ayat yang mengharamkannya.

 

Demikian di antaranya yang berkaitan dengan haji dan /atau umrah umrah. Semoga yang informasi yang didapat membuat kita punya gambaran mengenai ibadah haji dan umrah. Melalui gambaran yang ada, kita paham tata cara pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah.

 

Penulis menyadari bahwa sampai tulisan ini diterbitkan belum pernah melaksanakan ibadah haji dan umrah. Tulisan ini bukan bermaksud menggurui. Namun sebagai sarana penambah wawasan dan pengingat kembali mengenai manasik haji dan umrah. Adapun saran yang membangun untuk menambah wawasan bersama dari pembaca yang sudah berhaji dan berumrah maupun yang belum adalah sangat diharapkan demi ulasan yang lebih baik sesuai Al-Qur’an dan As-Sunah. Bagi yang belum, semoga Allah meridai kita semuanya untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Semoga kita mampu melaksanakan ibadah haji dan umrah dengan baik dan maksimal sehingga kesempurnaan amal salih tercapai dan akhirnya memperoleh surga sebagaimana janjinya Allah. Aamiin.


 

No comments:

Post a Comment