Umat Islam yang berusaha menjalankan syariat Islam dalam hidupnya tentu mengimpikan melaksanakan ibadah haji dan umrah. Ibadah haji merupakan salah satu di antaranya rukun Islam. Namun demikian, dalam praktiknya ibadah haji di tanah haram tidak terlepas dari ibadah umrah. Bagi kita yang masih awam tentunya akan banyak bertanya-tanya bagaimana pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Supaya mampu menjawab pertanyaan kita bersama tersebut, pada kesempatan kali ini akan membahas mengenai wajib haji: mabit di Mina.
A. Pengertian Mabit dan Mina
Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa menurut bahasa, mabit berarti bermalam. Menurut istilah, mabit berarti bermalam di Muzdalifah dan bermalam di Mina untuk memenuhi ketentuan manasik haji. Mabit di Mina adalah bermalam di Mina pada hari-hari Tasyrik (malam tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah). Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa mabit berarti bermalam atau istirahat. Adapun mabit di Mina adalah bermalam di Mina tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah dalam rangka melaksanakan haji. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan arti mina adalah tempat di pinggir kota Makkah sebagai tempat bermalam, melempar jamrah, dan menyembelih ternak kurban bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji.
Dalil Al-Qur’an Ke-1
وَاذْكُرُوا اللّٰهَ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْدُوْدٰتٍ ۗ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِيْ يَوْمَيْنِ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۚوَمَنْ تَاَخَّرَ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۙ لِمَنِ اتَّقٰىۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ. البقرة:٢٠٣
Artinya: Berzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya.61) Siapa yang mempercepat (meninggalkan Mina) setelah dua hari, tidak ada dosa baginya. Siapa yang mengakhirkannya tidak ada dosa (pula) baginya,62) (yakni) bagi orang yang bertakwa. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa hanya kepada-Nya kamu akan dikumpulkan (QS. Al-Baqarah:203).
Catatan:
61) Maksud zikir di sini ialah membaca takbir, tasbih, tahmid, dan sebagainya. Maksud beberapa hari yang berbilang ialah hari tasyrik, yaitu tiga hari setelah Idul Adha (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah).
62) Mempercepat pada ayat ini berarti meninggalkan Mina pada tanggal 12 Zulhijah sebelum matahari terbenam (nafar awwal). Adapun mengakhirkannya berarti meninggalkan Mina pada tanggal 13 Zulhijah (nafar ṡāni).
Hadis Ke-1
سنن ابن ماجه ٣٠٠٦: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَطَاءٍ سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ يَعْمَرَ الدِّيلِيَّ قَالَ: شَهِدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ وَاقِفٌ بِعَرَفَةَ وَأَتَاهُ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الْحَجُّ قَالَ الْحَجُّ عَرَفَةُ فَمَنْ جَاءَ قَبْلَ صَلَاةِ الْفَجْرِ لَيْلَةَ جَمْعٍ فَقَدْ تَمَّ حَجُّهُ أَيَّامُ مِنًى ثَلَاثَةٌ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَرْدَفَ رَجُلًا خَلْفَهُ فَجَعَلَ يُنَادِي بِهِنَّ. حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَنْبَأَنَا الثَّوْرِيُّ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَطَاءٍ اللَّيْثِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْمَرَ الدِّيلِيِّ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ فَجَاءَهُ نَفَرٌ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ فَذَكَرَ نَحْوَهُ قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى مَا أُرَ لِلثَّوْرِيِّ حَدِيثًا أَشْرَفَ مِنْهُ.
Artinya: Sunan Ibnu Majah nomor 3006: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ali bin Muhamad, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Waki': telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Bukair bin Atha`: Aku mendengar Abdurahman bin Ya'mur Ad-Dili, ia berkata: Aku menyaksikan Rasululah SAW pada waktu beliau wukuf di ‘Arafah lalu ada serombongan orang dari Najd datang, dan bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimanakah berhaji itu?” Beliau bersabda, “Haji adalah ‘Arafah. Maka barangsiapa yang datang sebelum salat Subuh pada malam Muzdalifah, sungguh ia telah sempurna hajinya. Hari-hari Mina itu tiga hari, maka barangsiapa ingin segera meninggalkan Mina setelah dua hari, maka tidak ada dosa atasnya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkannya, maka tidak ada dosa atasnya. Kemudian beliau memboncengkan seorang laki-laki di belakang beliau, lalu mengumumkan hal itu.” Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya: telah menceritakan kepada kami Abdurrazak: telah memberitakan kepada kami Ats Tsauri dari Bukair bin Atha` Al Laitsi dari Abdurrahman bin Ya'mar Ad Dili berkata: Aku mendatangi Rasulullah SAW di Arafah, lalu datanglah seseorang dari penduduk Najd, lalu ia sebutkan hadis tersebut. Muhammad bin Yahya berkata: Aku tidak diperlihatkan dari Ats Tsauri sebuah hadis yang lebih baik dari ini."
Keterangan: Apabila melempar jumrah pada hari 11, 12 Zulhijah kemudian meninggalkan Mina disebut Nafar Awwal. Sedangkan apabila melempar jumrah pada hari 11, 12 dan 13 Zulhijah kemudian meinggalkan Mina disebut Nafar Tsani. Adapun tawaf ifadhah, bisa dilaksanakan setelah melempar jumrah ‘Aqabah tanggal 10 Zulhijah, atau setelah selesai melempar jumrah Ula, Wustha, ‘Aqabah pada tanggal 11, 12, 13 Zulhijah.
Nafar disebutkan pada catatan Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 203 dan hadis Ibnu Majah nomor 3006. Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa nafar menurut bahasa artinya rombongan. Sedangkan menurut istilah adalah keberangkatan jamaah haji meninggalkan Mina pada hari Tasyrik. Nafar terbagi menjadi dua, yaitu nafar awwal dan nafar tsani. Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa nafar awwaf atau nafar tsani sama nilainya, yang membedakan adalah nilai ketakwaanya. Rasulullah SAW melaksanakan nafar tsani.
1. Nafar Awwal
Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa nafar awwal adalah keberangkatan jemaah haji meninggalkan Mina pada tanggal 12 Zulhijah setelah melontar 3 jamrah (bermalam di Mina 2 malam) paling lambat sebelum matahari terbenam. Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa nafar awwal adalah keberangkatan jamaah haji meninggalkan Mina lebih awal, paling lambat sebelum terbenam matahari tanggal 12 Zulhijah setelah melempar jamrah Ula, Wustha, Aqabah.
2. Nafar Tsani
Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa nafar tsani adalah keberangkatan jemaah haji meninggalkan Mina pada tanggal 13 Zulhijah setelah melontar 3 jamrah (bermalam di Mina 3 malam). Buku Bimbingan Praktis Manasik Haji KBIH MTA tahun 2016 menyebutkan bahwa nafar tsani adalah keberangkatan jamaah haji meninggalkan Mina pada tanggal 13 Zulhijah setelah melempar jamrah Ula, Wustha, Aqabah.
Hadis Ke-2
صحيح البخاري ١٥٧٢: حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ مَيْمُونٍ يَقُولُ شَهِدْتُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، صَلَّى بِجَمْعٍ الصُّبْحَ ثُمَّ وَقَفَ فَقَالَ: إِنَّ الْمُشْرِكِينَ كَانُوا لَا يُفِيضُونَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَيَقُولُونَ أَشْرِقْ ثَبِيرُ وَأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالَفَهُمْ ثُمَّ أَفَاضَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 1572: Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abu Ishaq aku mendengar 'Amru bin Maimun berkata: Saya menyaksikan ‘Umar RA salat Subuh di Muzdalifah, kemudian ia berdiri dan berkata, “Sesungguhnya dahulu orang-orang musyrik tidak berangkat (ke Mina) sehingga terbit matahari dan mereka mengucapkan “Bersinarlah wahai gunung Tsabir.” Sesungguhnya Nabi SAW menyelisihi mereka, kemudian beliau berangkat sebelum terbit matahari.”
B. Hukum Mabit di Mina
Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa mabit di Mina adalah bermalam di Mina pada hari-hari Tasyrik (malam tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Menurut jumhur ulama hukumnya wajib, sedangkan menurut mazhab Hanafi hukumnya sunah.
Hadis Ke-3
صحيح البخاري ٣٥٥١: حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ عَبَّاسٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ قَالَ قَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، إِنَّ الْمُشْرِكِينَ كَانُوا لَا يُفِيضُونَ مِنْ جَمْعٍ حَتَّى تَشْرُقَ الشَّمْسُ عَلَى ثَبِيرٍ فَخَالَفَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَفَاضَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 3551: Telah menceritakan kepadaku 'Amru bin 'Abbas, telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Ishaq dari 'Amru bin Maimun berkata: 'Umar RA berkata: "Sesungguhnya orang-orang musyrik tidak bertolak dari Jam'un hingga matahari terbit dari balik gunung Tsabir. Kemudian Nabi SAW menyelisih mereka dengan bertolak sebelum matahari terbit."
Hadis Ke-4
صحيح البخاري ١٥٢٧: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي الْأَسْوَدِ حَدَّثَنَا أَبُو ضَمْرَةَ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: اسْتَأْذَنَ الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيتَ بِمَكَّةَ لَيَالِيَ مِنًى مِنْ أَجْلِ سِقَايَتِهِ فَأَذِنَ لَهُ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 1527: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Abu Al Aswad, telah menceritakan kepada kami Abu Dhamrah, telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu 'Umar RA, ia berkata: Al 'Abbas bin 'Abdul Muththalib RA meminta ijin kepada Rasulullah SAW untuk bermalam di Makkah selama malam-malam Mina untuk (melayani) menyediakan minum untuk beliau, maka beliau mengizinkannya.
Hadis Ke-5
سنن ابن ماجه ٣٠٥٦: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: اسْتَأْذَنَ الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيتَ بِمَكَّةَ أَيَّامَ مِنًى مِنْ أَجْلِ سِقَايَتِهِ فَأَذِنَ لَهُ.
Artinya: Sunan Ibnu Majah nomor 3056: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad: telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair: telah menceritakan kepada kami Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar RA, ia berkata: ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib meminta ijin kepada Rasulullah SAW untuk bermalam di Makkah pada hari-hari Mina karena akan memberikan minum (para haji), maka beliau mengijinkannya.
Hadis Ke-6
سنن ابن ماجه ٣٠٥٧: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ وَهَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمْ يُرَخِّصْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَحَدٍ يَبِيتُ بِمَكَّةَ إِلَّا لِلْعَبَّاسِ مِنْ أَجْلِ السِّقَايَةِ.
Artinya: Sunan Ibnu Majah nomor 3057: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad dan Hannad bin As Sari, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Isma'il bin Muslim dari Atha` dari Ibnu Abbas, ia berkata: Nabi SAW tidak memberikan ijin kepada siapapun untuk bermalam di Makkah, kecuali kepada ‘Abbas, karena dia akan memberikan minum.
Keterangan: Rawi yang bernama Isma'il bin Muslim merupakan tabi'in kalangan biasa. Komentar Ulama tentangnya di antaranya Yahya bin Said Al-Qaththan mengatakan Mukhallith, Sufyan bin 'Uyainah mengomentari: Dia melakukan kekeliruan, Yahya bin Ma'in mengatakan Laisa bisyai, Ali bin Al Madini mengatakan La yuktab haditsuhu, Amru bin Al Fallas mengatakan: "Dla'if fil hadits yahummu fihi, shaduq", Ahmad bin Hambal mengatakan: Munkarul hadits, Ibnu Hajar al 'Asqalani mengatakan Fakih dla'iful hadits. Meski hadis ini ada satu rawi yang bermasalah, hadis ini bisa sebagai pembatas bahwa hanya Ibnu ‘Abbas yang diijinkan untuk tidak bermalam di Mina. Apabila ada yang menilai hadis ini lemah sehingga tidak bisa dijadikan hujjah, maka apa keperluan jamaah haji sehingga meninggalkan wajib haji di Mina?
Hadis Ke-7
موطأ مالك ٨٠٧: و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قَالَ: لَا يَبِيتَنَّ أَحَدٌ مِنْ الْحَاجِّ لَيَالِيَ مِنًى مِنْ وَرَاءِ الْعَقَبَةِ.
Artinya: Muwatha' Malik nomor 807: Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Nafi' dari Abdullah bin Umar bahwa Umar bin Khatthab berkata: “Janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian yang berhajji pada malam-malam Mina, bermalam di belakang ‘Aqabah.”
Hadis Ke-8
مسند أحمد ٢٢٦٥٩: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي الْبَدَّاحِ بْنِ عَاصِمِ بْنِ عَدِيٍّ عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَخَّصَ لِرِعَاءِ الْإِبِلِ فِي الْبَيْتُوتَةِ عَنْ مِنًى يَرْمُونَ يَوْمَ النَّحْرِ ثُمَّ يَرْمُونَ الْغَدَ أَوْ مِنْ بَعْدِ الْغَدِ الْيَوْمَيْنِ ثُمَّ يَرْمُونَ يَوْمَ النَّفْرِ.
Artinya: Musnad Ahmad nomor 22659: Telah bercerita kepada kami 'Abdur Rahman, telah bercerita kepada kami Malik dari 'Abdullah bin Abu Bakar dari Bapaknya dari Abu Al Baddah bin 'Ashim bin 'Adi dari Bapaknya, sesungguhnya Rasulullah SAW memberi keringanan kepada para penggembala unta untuk tidak bermalam di Mina melempar (jumrah) pada hari nahar (10 Zulhijah) kemudian mereka melempar (jumrah) pada keesokan hari (11 Zulhijah) atau lusa (12 Zulhijah), kemudian mereka melempar (jumrah) pada hari nafar (hari jamaah haji keluar dari Mina, 12 atau 13 Zulhijah).
Hadis Ke-9
سنن أبي داوود ١٦٧٣: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ خَلَّادٍ الْبَاهِلِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ حَدَّثَنِي حَرِيزٌ أَوْ أَبُو حَرِيزٍ الشَّكّ مِنْ يَحْيَى أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ فَرُّوخٍ يَسْأَلُ ابْنَ عُمَرَ قَالَ: إِنَّا نَتَبَايَعُ بِأَمْوَالِ النَّاسِ فَيَأْتِي أَحَدُنَا مَكَّةَ فَيَبِيتُ عَلَى الْمَالِ، فَقَالَ: أَمَّا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَاتَ بِمِنًى وَظَلَّ.
Artinya: Sunan Abu Daud nomor 1673: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Muhammad bin Khallad Al Bahili, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepada kami Hariz atau Abu Hariz, ada keraguan dari Yahya, bahwa ia mendengar Abdurrahman bin Farrukh bertanya kepada Ibnu Umar, ia berkata, “Sesungguhnya kami berjual-beli dengan harta manusia, maka seseorang dari kami ke Makkah, lalu bermalam di sana untuk menjaga hartanya (yang demikian ini bagaimana)? Ibnu ‘Umar menjawab, “Adapun Rasulullah SAW, beliau malam dan siang di Mina.”
Keterangan: Rawi Hariz atau Abu Hariz dikomentari Ibnu Hajar al 'Asqalani: majhul.
C. Hukum Mabit di Perluasan Mina
Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa hukum mabit jemaah haji di Mina atau di wilayah perluasan Mina. Adapun uraian singkatnya adalah sebagai berikut.
1. Hukum Mabit di Mina pada malam hari Tasyrik menurut sebagian besar mazhab Syafi'i, mazhab Maliki, dan sebagian ulama mazhab Hanbali serta fatwa MUI tahun 1981 adalah wajib dan bagi yang tidak mabit dikenakan dam. Namun ada sebagian dari mazhab Hanafi, sebagian Hanbali, sebagian mazhab Syafi'i, dan sebagian mazhab Zahiri berpendapat, bahwa mabit di Mina pada malam hari Tasyrik hukumnya sunat.
2. Mabit di perluasan kemah di kawasan perluasan Mina hukumnya sah, seperti di Mina, sebagaimana pendapat para ulama Makkah dan para ulama lainnya, juga menurut ijtihad yang didasarkan pada keadaan darurat karena kondisi di Mina saat ini sudah penuh sesak dan kemah di perluasan Mina masih bersambung dengan perkemahan di Mina, sesuai dengan Keputusan Hasil Muzakarah Ulama Tentang Mabit di Luar Kawasan Mina, tanggal 10 Januari 2001.
3. Bagi yang berpendapat, mabit di Mina itu wajib dan perluasan kemah di Mina tidak sah untuk mabit, maka pelaksanaan mabitnya masuk ke wilayah Mina kemudian setelah mabit kembali ke kemahnya di perluasan Mina.
Melalui uraian yang ada, mabit di perluasan Mina adalah didasarkan keadaan darurat karena kondisi di Mina saat ini sudah penuh sesak. Oleh sebab itu, apabila kondisi memungkinkan utamakan mabit di Mina.
D. Kegiatan di Mina
Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa Mabit di Mina dilaksanakan pada hari-hari Tasyrik, yaitu malam 11, 12, dan malam 13 Zulhijah. Bagi yang mengambil nafar awwal mabit di Mina pada malam 11 dan 12 Zulhijah dan yang mengambil nafar tsani mabit di Mina malam 11, 12, dan 13 Zulhijah. Mabit di Mina tidak harus dimulai dari waktu magrib asal bisa berada di Mina melebihi separuh malam (mu'zamul lail) dengan hitungan malam dimulai dari magrib hingga subuh.
Apabila tidak mabit di Mina pada seluruh hari Tasyrik, maka wajib membayar dam (satu ekor kambing). Namun apabila tidak mabit di Mina hanya satu malam atau dua malam, maka harus diganti dengan denda, yaitu satu malam satu mud (0,75 kg beras/ makanan pokok), dua malam dua mud (1,5 kg beras/ makanan pokok), tiga malam, membayar dam seekor kambing. Ketentuan tersebut biasanya didasarkan pada dalil berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-2
لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَ ۖ. الحج: ٢٨
Artinya: (Mereka berdatangan) supaya menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan497) atas rezeki yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka berupa binatang ternak. Makanlah sebagian darinya dan (sebagian lainnya) berilah makan orang yang sengsara lagi fakir. (QS. Al-Hajj: 28).
Catatan:
497) Hari raya haji dan hari Tasyrik, yaitu tanggal 10, 11, 12, dan 13 Zulhijah.
Adapun jemaah haji sesampai di Mina dihadapkan pada berbagai kegiatan. Sesampai di Mina, seluruh jemaah dianjurkan untuk melakukan berbagai hal berikut.
1. Memasuki kemah dengan tertib sesuai dengan nomor maktab setelah turun dari bus dengan teratur di bawah arahan Karu, Karom, atau ketua kloter;
2. Melaksanakan mabit di perkemahan Mina yang lokasinya ditentukan oleh maktab berupa tenda besar tahan api, yang dilengkapi alat pendingin udara dan alas tidur berupa hambal tanpa bantal. Hukum mabit di Mina adalah wajib;
3. Menyadari bahwa hak jemaah adalah mendapatkan pelayanan maksimal dari maktab selama berada di Mina, mulai dari penempatan jemaah di kemah, pengurusan jemaah haji tersesat jalan, sakit, wafat, bimbingan ibadah serta pengurusan pemberangkatan ke Makkah;
4. Memastikan bahwa selama di Mina jemaah mendapat pelayanan katering yang disediakan oleh Maktab, yang pembagiannya kepada jemaah dikoordinasikan oleh ketua rombongan;
5. Mengonsumsi jatah makan, sesuai dengan ketentuan waktu yang tercantum dalam boks makan;
6. Menggunakan fasilitas kamar mandi/ WC dengan penuh kesabaran, tawakal kepada Allah SWT, menjaga toleransi kepada sesama jemaah haji, karena hanya tersedia 10 pintu WC/ kamar mandi untuk laki-laki dan 10 pintu WC/ kamar mandi untuk perempuan untuk setiap maktab;
7. Menjaga tertutupnya aurat ketika di kemah dan keluar masuk kamar mandi karena jemaah sedang dalam keadaan ihram;
8. Memperbanyak istirahat dan terus menjaga kesehatan dengan makan minum yang cukup;
9. Mengutamakan ibadah dengan memperbanyak membaca talbiyah, berzikir dan berdoa;
10 Melontar jamrah sesuai ketentuan manasik dan dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan pemerintah Arab Saudi, secara beregu atau berombongan di lantai tiga yang dikhususkan untuk jemaah haji Indonesia. Hukum melontar jamrah adalah wajib;
11. Mempelajari dan mengenali letak setiap jamrah dengan cara melihat marka-marka yang terdapat pada papan nama di jamarat, masing-masing:
a) Jamrah Sughra (small) artinya kecil yang juga dikenal dengan nama Ula (pertama),
b) Jamrah wusta (middle) artinya tengah dikenal juga dengan nama Tsaniah,
c) Jamrah Kubra (big) artinya besar dikenal juga dengan nama Aqabah.
12. Ketua rombongan dan ketua regu mengadakan pertemuan untuk musyawarah merencanakan kegiatan melempar jamrah dan dilanjutkan ketua regu bermusyawarah dengan anggota regu untuk membicarakan pelaksanaan teknis melempar jamrah baik waktu maupun pemberangkatannya sehingga diharapkan masing-masing jemaah dapat melempar jamrah dengan baik dan selamat;
13. Mematuhi jadwal melontar dengan tertib dan penuh tawakkal pada Allah SWT;
14. Meninggalkan Mina menuju Makkah pada 12 Zulhijah setelah melontar tiga jamrah bagi yang melaksanakan nafar awwal (rombongan pertama), dan meninggalkan Mina pada pada 13 Zulhijah setelah melontar tiga jamrah bagi yang melaksanakan nafar tsani (rombongan kedua);
15. Menaiki bus yang disediakan oleh maktab baik untuk jemaah haji nafar awal (tanggal 12 Zulhijah) maupun nafar tsani (tanggal 13 Zulhijah) dengan tertib setelah selesai mabit di Mina;
Terdapat larangan bagi jemaah haji saat mabit di Mina. Adapun selama mabit di Mina, larangan untuk seluruh jemaah haji adalah sebagai berikut.
1. Mencorat-coret atau melukis gambar pada tenda, batu, dinding jamarat, dan tempat-tempat lain di kawasan suci Mina;
2. Melempar jamarat dengan sandal atau botol minuman karena hukumnya tidak sah;
3. Melempar jamarat dengan batu-batu besar karena dikhawatirkan mengenai atau melukai kepala jemaah lain dan hukumnya makruh;
4. Melontar jamarat di luar waktu-waktu yang telah ditentukan oleh pemerintah Arab Saudi, walaupun dalam fikih waktu-waktu larangan itu dikategorikan bersifat afdal/ utama;
5. Meninggalkan kemah dalam waktu yang lama setelah selesai melontar, misalnya kembali ke hotel tanpa berkoordinasi dengan karom, karu, atau ketua kloter.
E. Hikmah Mabit di Mina
Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2023 menerangkan bahwa jemaah haji melaksanakan Mabit di Mina sebagai kelanjutan dari pelaksanaan ibadah sebelumnya, dilaksanakan pada 11, 12, dan 13 Zulhijah. Selama mabit di Mina, jemaah haji harus mampu menghayati makna dan hikmahnya, dengan banyak bertakbir, berzikir, berdoa dengan lisan dan hati, dan menghayati perjalanan Rasulullah SAW dan para nabi sebelumnya.
Selama di Mina ada dua aktivitas yang perlu dilakukan oleh jemaah haji: Pertama, mereka melontar jamrah Aqabah pada hari Nahar dan melontar jamrah Ula, jamrah wusta, dan jamrah Aqabah pada hari-hari Tasyrik. Kedua, mereka melakukan mabit, yakni tinggal dan menginap di Mina, selama malam hari Ayyamut Tasyriq. Diriwayatkan Rasulullah tinggal di Mina selama hari Tasyrik sebagaimana hadis berikut.
Hadis Ke-10
صحيح ابن حبان ٣٩٥٦: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ مَوْلَى ثَقِيفٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الأُمَوِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ إِسْحَاقَ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: أَفَاضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ صَلَّى الظُّهْرَ، ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مِنًى، فَأَقَامَ بِهَا أَيَّامَ التَّشْرِيقِ الثَّلاثَ، يَرْمِي الْجِمَارَ حَتَّى تَزَولَ الشَّمْسُ بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ كُلَّ جَمْرَةٍ، وَيُكَبِّرُ مَعَ كُلِّ حَصَاةٍ تَكْبِيرَةً يَقِفُ عِنْدَ الأُولَى، وَعِنْدَ الْوُسْطَى بِبَطْنِ الْوَادِي، فَيُطِيلُ الْمَقَامَ، وَيَنْصَرِفُ إِذَا رَمَى الْكُبْرَى، وَلا يَقِفُ عِنْدَهَا، وَكَانَتِ الْجِمَارُ مِنْ آثَارِ إِبْرَاهِيمَ صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِ.
Artinya: Shahih Ibnu Hibban nomor 3956: Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim maula Tsaqif, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Yahya bin Sa’id Al-Umawiy, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Bapakku, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Ibnu Ishaq, ia berkata: telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Qasim, dari Bapaknya, dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah SAW melakukan ifadhah (thawaf ke Makkah) pada waktu salat Zuhur, kemudian kembali ke Mina, lalu tinggal di Mina selama tiga hari Tasyrik. Beliau melempar jamrah sampai matahari terbenam, dengan tujuh batu kerikil di setiap jamrah, dan bertakbir setiap (lemparan) batu kerikil, berhenti pada jamrah Ula, dan berhenti pada jamrah Wustha dengan berdiri di tanah datar. Kemudian beliau di sana lama, dan akan beranjak ketika beliau telah melempari batu besar (Aqabah) dengan batu kerikil, tetapi tidak berhenti di situ, dan batu-batu itu termasuk di antara peninggalan Ibrahim, semoga Allah memberi selawat kepadanya.
Keterangan: Terkait rawi Abu Ishaq yang bernama Muhammad bin Ishaq bin Yasar bin Khayar merupakan tabi'in kalangan biasa. Komentar ulama tentangnya di antaranya Ahmad bin Hambal mengatakan Hasanul Hadits, Yahya bin Ma'in mengatakan Tsiqah, Al 'Ajli mengatakan Tsiqah, Ibnu Hibban mengomentari disebutkan dalam 'ats tsiqaat, Ibnu Madini mengatakan shalih Wasath, Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan shaduuq Yudallis.
Pada hari biasa Mina tampak lengang dan luas, sedangkan pada hari nahar dan hari-hari tasyrik penuh sesak dengan jemaah haji. Meskipun demikian, Mina dapat menampung seluruh jemaah haji. Inilah keistimewaan Mina. Keistimewaan tersebut sering dikaitkan dengan hadis berikut.
Hadis Ke-11
المعجم الأوسط للطبراني ٧٩٨٣: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، نَا يَعْقُوبُ بْنُ إِسْحَاقَ الْقُلُوسِيُّ، ثَنَا عَلِيُّ بْنُ عِيسَى الْهُذَلِيُّ، ثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْقُرَشِيُّ، نَا جَوْنَةُ مَوْلاةُ أَبِي الطُّفَيْلِ، قَالَتْ: سَمِعْتُ أَبَا الطُّفَيْلِ، يُحَدِّثُ: عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمُورَ مِنًى لَعَجَبٌ، هِيَ ضَيِّقَةٌ، فَإِذَا نَزَلَهَا النَّاسُ اتَّسَعَتْ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّمَا مَثَلُ مِنًى كالرَّحِمِ، هِيَ ضَيِّقَةٌ، فَإِذَا حَمَلَتْ وَسَّعَهَا اللَّهُ. لا يُرْوَى هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ إِلا بِهَذَا الإِسْنَادِ، تَفَرَّدَ بِهِ: يَعْقُوبُ بْنُ إِسْحَاقَ.
Artinya: Al Mu’jam Al Awsath lith Thabrani nomor 7983: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ishaq Al Qulusi, telah menceritakan kepada kami Ali bin Isa Al Hudzali, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Abdullah Al Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Jaunah maula Abi Thufail, ia berkata: Aku mendengar Abi Thufail bercerita: dari Abi Darda’, ia berkata: Kami berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya keadaan Mina itu ajaib. Ia sempit tapi tatkala manusia berkumpul di situ, ia menjadi luas. Maka Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Mina ini seperti rahim, ketika terjadi kehamilan, daerah ini diluaskan oleh Allah.” Hadis ini tidak diriwayatkan dari Abu Darda’ kecuali dengan isnad ini. Diriwayatkan sendiri oleh: Ya’qub bin Ishaq.
Keterangan: Rawi yang bernama Jaunah maula Abi Thufail, Yazid bin Abdullah Al Qurasyi, Ali bin Isa Al Hudzali, mereka majhul. Oleh sebab itu, hadis tersebut dla’if.
Hadis tersebut lemah namun bisa
menjadi motivasi. Sudah semestinya umat Islam tidak perlu khawatir kehabisan
tempat atau tidak dapat tempat di Mina. Adapun Mina kadang juga disebut Muna
yang berarti angan-angan atau harapan. Di tempat inilah dulu para nabi
bermunajat, meminta, dan berharap kepada Allah SWT. Sesuai dengan namanya,
Muna/ Mina, lokasi ini adalah tempat dicurahkannya semua harapan dan doa. Selama
mabit di Mina jemaah haji disarankan untuk memperbanyak doa. Mina juga tempat
menyembelih hewan kurban. la disebut dengan Mina karena di sinilah darah darah hewan
kurban/ hewan dam ditumpahkan (tumna ad-dima’). Disunahkan bagi jemaah
haji untuk menyembelih hewan kurban atau dam di Mina sebagai pertanda
ketundukan dan totalitas ibadah. Sebuah hadis menerangkan bahwa Mina seluruhnya adalah tempat menyembelih.
Hadis Ke-12
صحيح مسلم ٢١٣٨: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ جَعْفَرٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَابِرٍ فِي حَدِيثِهِ ذَلِكَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَحَرْتُ هَاهُنَا وَمِنًى كُلُّهَا مَنْحَرٌ فَانْحَرُوا فِي رِحَالِكُمْ وَوَقَفْتُ هَاهُنَا وَعَرَفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ وَوَقَفْتُ هَاهُنَا وَجَمْعٌ كُلُّهَا مَوْقِفٌ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 2138: Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh bin Ghiyats, telah menceritakan kepada kami Bapakku dari Ja'far, telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Jabir, ia menceritakan dalam hadisnya: Bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Aku menyembelih hewan kurban di sini, dan Mina seluruhnya adalah tempat menyembelih. Karena itu, sembelihlah kurbanmu di tempat kendaraanmu berhenti. Dan wukuf di Arafah, maka Arafah seluruhnya adalah tempat wukuf. Dan aku wukuf pula di Muzdalifah, maka Muzdalifah seluruhnya adalah tempat wukuf."
Demikian di antaranya yang berkaitan dengan haji dan /atau umrah umrah. Semoga yang informasi yang didapat membuat kita punya gambaran mengenai ibadah haji dan umrah. Melalui gambaran yang ada, kita paham tata cara pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah.
Penulis menyadari bahwa sampai tulisan ini diterbitkan belum pernah melaksanakan ibadah haji dan umrah. Tulisan ini bukan bermaksud menggurui. Namun sebagai sarana penambah wawasan dan pengingat kembali mengenai manasik haji dan umrah. Adapun saran yang membangun untuk menambah wawasan bersama dari pembaca yang sudah berhaji dan berumrah maupun yang belum adalah sangat diharapkan demi ulasan yang lebih baik sesuai Al-Qur’an dan As-Sunah. Bagi yang belum, semoga Allah meridai kita semuanya untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Semoga kita mampu melaksanakan ibadah haji dan umrah dengan baik dan maksimal sehingga kesempurnaan amal salih tercapai dan akhirnya memperoleh surga sebagaimana janjinya Allah. Aamiin.
No comments:
Post a Comment