Ajaran agama Islam yang agung telah menuntun umatnya pada penghambaan secara sepenuhnya kepada Allah. Keagungan ajaran agama Islam ini salah satunya ditunjukkan pada adab kaum muslimin terhadap masjid-masjid Allah. Adapun masjid yang menjadi rumah ibadah umat Islam merupakan diantaranya pusat tempat kegiatan ibadah umat Islam dilaksanakan. Masjid adalah salah satu di antara syiar-syiar Islam yang agung dan mempunyai peran sangat strategis demi tercapainya kemuliaan Islam dan umat Islam. Umat Islam diperintahkan oleh Allah SWT agar senantiasa mengagungkan masjid sebagai wujud dari ketakwaan mereka kepada-Nya. Utamanya adalah kegiatan ibadah salat berjamaah yang dilaksanakan kaum muslimin. Adapun umat Islam diajarkan beberapa adab ketika memasuk masjid, diantaranya adalah salat sunah tahiyatul masjid. Pada pembahasan kali ini akan disampaikan secara singkat mengenai: (a) pengertian salat tahiyatul masjid; (b) hukum salat tahiyatul masjid; (c) waktu dan tempat pelaksanaan salat sunah tahiyatul masjid; (c) tata cara pelaksanaan salat sunah tahiyatul masjid; dan (d) hikmah salat tahiyatul masjid. Berikut ini disampaikan berbagai hadis sebagai dalil.
A. Pengertian Salat Tahiyatul Masjid
Sebab penamaan salat tahiyatul masjid (arti harfiyahnya: penghormatan terhadap masjid) adalah karena orang yang masuk ke dalam masjid memulai aktifitasnya dengan melakukan salat dua rakaat. Hal tersebut sebagaimana orang yang menemui suatu kaum memulai aktifitasnya dengan memberikan tahiyyah (penghormatan). Salat sunah tahiyatul masjid secara etimologi (bahasa) dapat diartikan salat sunah dalam rangka menghormati masjid. Sementara menurut terminologi, salat sunah tahiyatul masjid adalah salat sunah dua rakaat yang dilakukan ketika seseorang memasuki masjid dan hendak berdiam diri di dalamnya. Salat sunah tahiyatul masjid ialah istilah yang diberikan bagi seseorang yang hendak salat sunah ketika memasuki sebuah masjid/ musala/ langgar dan dikerjakan sebelum duduk. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.
Hadis Pertama
حَدَّثَنَا الْمَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ سَمِعَ أَبَا قَتَادَةَ بْنَ رِبْعِيٍّ الْأنْصَارِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ. البخاري
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Al Makkiy bin Ibrahim dari 'Abdullah bin Sa'id dari 'Amir bin 'Abdullah bin Az Zubair dari 'Amru bin Sulaim Az Zuraqiy dia mendengar Abu Qatadah bin Rib'iy Al Anshariy RA berkata: Nabi SAW bersabda: Apabila seseorang diantara kalian masuk masjid, maka janganlah ia duduk sebelum salat dua rakaat.” (HR. Bukhari, no. 1097).
Salat tahiyatul masjid juga merupakan bentuk penghormatan kepada Zat yang memiliki masjid, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, penghormatan tersebut diletakkan di awal, yakni sebelum bergegas melaksanakan ibadah lainnya. Lebih dari itu, salat sunah ini adalah ajang peningkatan spiritualitas dan manifestasi pengakuan seorang hamba kepada Allah akan ketidakberdayaan dirinya di hadapan-Nya.
B. Hukum Salat Tahiyatul Masjid
Benar adanya disyariatkannya salat dua rakaat bagi siapa saja yang masuk masjid dan hendak duduk di dalam masjid. Hanya saja terdapat perbedaan pendapat mengenai hukumnya. Ulama berpendapat mengenai kedudukan hukum salat tahiyatul masjid, ada yang berpendapat sunah dan ada yang berpendapat wajib. Ulama yang berpendapat bahwa salat tahiyatul masjid adalah sunah dikarenakan ada indikasi lain yang menyoal pada status hukum sunah dan tidak mengarah ke wajib. Namun demikian sebagai adab masuk masjid, akan lebih baik apabila seorang muslim melaksanakan salat tahiyatul masjid meskipun kedudukan hukumnya adalah sunah. Suatu hadis meriwayatkan sebagaimana berikut.
Hadis Kedua
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ السَّرِيِّ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ أَبِي الزَّاهِرِيَّةِ قَالَ: كُنَّا مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ صَاحِبِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَجَاءَ رَجُلٌ يَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُسْرٍ جَاءَ رَجُلٌ يَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اجْلِسْ فَقَدْ آذَيْتَ. أبي داود
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Harun bin Ma'ruf, telah menceritakan kepada kami Bisyr bin As Sarri, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah bin Shalih dari Abu Az Zahiriyah dia berkata: Kami bersama Abdullah bin Busr salah seorang sahabat Nabi SAW pada hari Jum'at, tiba-tiba seorang laki-laki datang melangkahi pundak orang-orang, maka Abdullah bin Busr berkata: Pernah datang seseorang dengan melangkahi pundak orang-orang pada hari Jum'at, sedangkan Nabi SAW tengah berkhotbah, maka Nabi SAW bersabda kepadanya: "Duduklah, kamu benar-benar telah mengganggu (orang lain)." (HR. Abu Dawud, no. 943).
Hadis tersebut menunjukkan bahwa suatu ketika khotbah pada hari Jum’at, ada seseorang yang datang tetapi tidaklah diperintah salat dua rakaat. Melainkan seseorang tersebut justru diminta untuk duduk supaya tidak mengganggu orang lain. Hadis tersebut tentu menunjukkan bahwa perintah salat dua rakaat oleh Rasulullah ketika khotbah kepada seseorang yang baru datang itu tidak bersifat wajib.
C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Salat Sunah Tahiyatul Masjid
Salat sunah tahiyatul masjid tidak memiliki waktu secara khusus untuk dikerjakan. Salat sunah tahiyatul masjid dapat dilaksanakan setiap saat, baik siang maupun malam. Adapun tempat pelaksanaan salat tahiyatul masjid tentu dilakukan di masjid / musala/ langgar ketika seseorang masuk ke dalam masjid/ musala/ langgar dan sebelum duduk. Bahkan ketika khotbah Jum’at sedang berlangsung sedang seseorang baru datang dan akan duduk hendaknya salat tahiyatul masjid terlebih dahulu. Adapun dalilnya adalah sebagai berikut.
Hadis Ketiga
و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا وَقَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُا: دَخَلَ رَجُلٌ الْمَسْجِدَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ: أَصَلَّيْتَ؟ قَالَ: لَا. قَالَ: قُمْ فَصَلِّ الرَّكْعَتَيْنِ. وَفِي رِوَايَةِ قُتَيْبَةَ قَالَ صَلِّ رَكْعَتَيْنِ. مسلم
Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dan Ishaq bin Ibrahim. Qutaibah berkata: telah menceritakan kepada kami. Dan Ishaq berkata: telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Amru bahwa ia mendengar Jabir bin Abdullah, ia berkata: Ada seorang laki-laki masuk masjid ketika Rasulullah SAW sedang berkhotbah pada hari Jum'at. Kemudian beliau bertanya, “Apakah kamu sudah salat?” Orang tersebut menjawab, “Belum.” Beliau bersabda, “Berdirilah, dan salatlah dua rakaat.” dan dalam riwayat Qutaibah, "Salatlah dua rakaat." (HR. Muslim, no. 1445).
Salat tahiyatul masjid dilakukan di masjid / musala/ langgar ketika seseorang masuk ke dalam masjid/ musala/ langgar dan sebelum duduk. Terdapat pengecualian waktu pelaksanaan salat sunah tahiyatul masjid. Adapun kondisi yang dimaksud diantaranya adalah ketika seseorang memasuki masjid sedangkan imam salat fardu telah memulai salat jamaah, atau sudah mendekati pelaksanaan salat jamaah yaitu ketika ikamah sudah dikumandangkan. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.
Hadis Keempat
و حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ وَرْقَاءَ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةُ. و حَدَّثَنِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَابْنُ رَافِعٍ قَالَا حَدَّثَنَا شَبَابَةُ حَدَّثَنِي وَرْقَاءُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ. مسلم
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Warqa' dari 'Amru bin Dinar dari 'Atha` bin Yasar dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Jika ikamah telah dikumandangkan, maka tidak ada salat selain salat wajib." Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim dan Ibnu Rafi' keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Syababah, telah menceritakan kepadaku Warqa' dengan sanad seperti ini. (HR. Muslim, no. 1160).
Hadis Kelima
حَدِيثُ: تَحِيَّةُ الْبَيْتِ الطَّوَافُ. قَالَ السَّخَاوِيُّ: لَمْ أَرَهُ بِهَذَا اللَّفْظِ. المصنوع في معرفة الحديث الموضوع، رقم الحديث : 90
Artinya: Hadis: Tahiyat bagi Al Bait (Ka’bah) adalah tawaf.” As-Sakhawi berkata: Aku tidak mengetahui dengan lafal ini. (Al Mashnu’ fii Ma’rifat Al Hadits Al Maudlu’, no. 90).
Keterangan: Hadis tersebut tidak shahih
Hadis tersebut ada yang menjadikan sebagai rujukan ketika memasuki Masjidil Haram (Makkah) tidak dianjurkan untuk sibuk dengan melakukan salat tahiyatul masjid akan tetapi lebih dianjurkan melakukan tawaf. Namun demikian hadis tersebut itu tidak sahih (benar), dan bahkan tidak bersandar dari Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, penulis lebih condong yang mengatakan bahwa salat sunah tahiyatul masjid berlaku bagi semua masjid, termasuk Masjidil Haram. Orang-orang yang masuk ke Masjidil Haram tetap dianjurkan baginya untuk mengerjakan salat tahiyatul masjid apabila dia ingin duduk. Namun demikian apabila ia ingin langsung mengerjakan tawaf maka dia tidak perlu lagi mengerjakan salat tahiyatul masjid. Hal tersebut sebagaimana salat qabliyah pada salat fardu di masjid yang sudah mewakili salat dua rakaat sebelum duduk.
C. Tata Cara Pelaksanaan Salat Sunah Tahiyatul Masjid
Sejauh dilakukan penelusuran, tidak ditemukan adanya dalil yang menjelaskan perbedaan tata cara salat sunah tahiyatul masjid dengan salat-salat yang lainnya. Oleh karena itu, apabila ada orang yang akan menunaikan salat tahiyatul asjid, hendaknya ia melakukannya sebagaimana salat sunah dua rakaat yang lainnya, baik menyangkut gerakan maupun bacaan. Perbedaan antara salat tahiyatul masjid dengan salat-salat lainnya hanya terletak pada niat dan keterikatannya dengan tempat. Salat sunah tahiyatul masjid dikerjakan di masjid/ musala/ langgar dan dikerjakan sebelum duduk. Tata cara pelaksanaannya adalah dua rakaat dan dengan bacaan sirr (tidak nyaring). Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.
Hadis Keenam
و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَعَلِيُّ بْنُ خَشْرَمٍ كِلَاهُمَا عَنْ عِيسَى بْنِ يُونُسَ قَالَ ابْنُ خَشْرَمٍ أَخْبَرَنَا عِيسَى عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَجَلَسَ. فَقَالَ لَهُ: يَا سُلَيْكُ، قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا. ثُمَّ قَالَ: إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا. مسلم
Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan Ali bin Khasyram, keduanya dari Isa bin Yunus. Ibnu Khasyram berkata: telah mengabarkan kepada kami Isa dari Al A'masy dari Abu Sufyan dari Jabir bin Abdullah ia berkata: Sulaik Al-Ghathafaniy datang ke masjid pada hari Jum’at lalu duduk, pada waktu itu Rasulullah SAW sedang berkhotbah. Lalu beliau bersabda, “Hai Sulaik, berdirilah, salatlah dua rakaat, dan ringankanlah.” Kemudian beliau bersabda lagi, “Apabila seseorang diantara kalian datang (ke masjid) pada hari Jum'at, dan ketika itu imam sedang berkhotbah, maka hendaklah ia salat dua rakaat dengan ringan.” (HR. Muslim, no. 1449).
D. Hikmah Salat Tahiyatul Masjid
Hikmah pelaksanaan salat tahiyatul masjid diantaranya adalah memuliakan rumah Allah. Masjid merupakan rumah Allah SWT sehingga sudah sepantasnya orang yang datang ke rumah Allah SWT itu memuliakannya. Cara memuliakan masjid yaitu dengan melakukan salat tahiyatul masjid ketika memasukinya. Meskipun di awal sudah dijelaskan tentang kedudukan hukum salat tahiyatul masjid, hendaknya kita semaksimalnya dalam melaksanakannya. Hal itu sebagai wujud syukur dan sebagai amalan sunah kita sehingga harapannya mampu memperberat timbangan amal salih kita. Sebaliknya, meremehkan amalan-amalan sunah adalah salah satu tanda dekatnya hari kiamat. Amalan sunah diantaranya adalah salat tahiyatul masjid. Hal tersebut sebagaimana riwayat hadis berikut.
Hadis Ketujuh
نا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى، وَأَحْمَدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمٍ الْأَوْدِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ بِشْرٍ قَالَ يُوسُفُ: ابْنُ الْمُسَيِّبِ الْبَجَلِيُّ، وَقَالَا: قَالَ: ثنا الْحَكَمُ بْنُ عَبْدِ الْمَلَكِ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: لَقِيَ عَبْدُ اللَّهِ رَجُلٌ، فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا ابْنَ مَسْعُودٍ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: صَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ، وَهُوَ يَقُولُ: إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يَمُرَّ الرَّجُلُ فِي الْمَسْجِدِ لَا يُصَلِّي فِيهِ رَكْعَتَيْنِ، وَأَنْ لَا يُسَلِّمَ الرَّجُلُ إِلَّا عَلَى مَنْ يَعْرِفُ، وَأَنْ يُبَرِّدَ الصَّبِيُّ الشَّيْخَ. قَالَ أَحْمَدُ بْنُ عُثْمَانَ: قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. ابن خزيمة
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Musa dan Ahmad bin Utsman bin Hakim Al Audi, berkata: telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Bisyir. Yusuf berkata: Ibnu Al Musayyib Al Bujali, dan keduanya berkata: Ia berkata: telah menceritakan kepada kami Al Hakam bin Abdul Malik dari Qatadah, dari Salim bin Abu Al Ja’ad (Rafi’), dari Bapaknya (Rafi’), ia berkata: Suatu ketika Abdullah bertemu seorang pria lalu ia mengucapkan, "Assalamu alaika, wahai Ibnu Mas’ud." Abdullah berkata, "Shadaqalloohu wa rosuluh (Maha Benar Allah dan Rasul-Nya), aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya di antara tanda-tanda Hari Kiamat adalah seorang laki-laki lewat di masjid tanpa mengerjakan salat dua rakaat dan seseorang tidak mengucapkan salam kecuali atas orang yang dikenal serta anak-anak tidak mengormati orang tua'." Ahmad bin Utsman berkata, "Ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda’." (HR. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya, no. 1324).
Demikianlah berbagai dalil ataupun pelajaran yang bisa menjadi acuan kita dalam ibadah salat sunah tahiyatul masjid. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan salat sunah dengan baik dan benar sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.
No comments:
Post a Comment