Monday, April 27, 2020

Tutorial Salat Witir dan Jumlah Rakaatnya




Manifestasi ketaatan kita sebagai seorang muslim adalah berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan harap mendapat rida-Nya. Banyak diantaranya cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, salah satunya istiqomah melaksanakan salat sunah. Meskipun hukum salat sunah itu bila dikerjakan mendapat pahala dan bila tidak dikerjakan tidak mendapat dosa, salat sunnah dapat menjadi pemberat timbangan amal pahala kita. Banyak diantaranya salat sunnah, tetapi kali ini kita akan belajar bersama tentang salat sunnah witir. Adapun pada kesempatan kali ini akan membahas tentang: (a) pengertian salat witir; (b) hukum salat witir; (c) waktu dan tempat salat witir; (d) tata cara salat witir; (e) bilangan rakaat salat witir; dan (f) bacaan sesudah salat witir.

 

A. Pengertian Salat Witir

Salat witir adalah salat lail yang dikerjakan dengan bilangan rakaat yang ganjil. Adapun pengertian witir yang merupakan ganjil berdasarkan hadis berikut.

 

Hadis Pertama

حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَنْدَلٍ وَسُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ جَمِيعًا فِي سَنَةِ سِتٍّ وَعِشْرِينَ وَمِائَتَيْنِ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ ضَمْرَةَ السَّلُولِيِّ قَالَ قَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَلَا إِنَّ الْوَتْرَ لَيْسَ بِحَتْمٍ كَصَلَاتِكُمْ الْمَكْتُوبَةِ وَلَكِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْتَرَ، ثُمَّ قَالَ: أَوْتِرُوا يَا أَهْلَ الْقُرْآنِ أَوْتِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ وَتْرٌ يُحِبُّ الْوَتْرَ. وَهَذَا لَفْظُ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَنْدَلٍ وَمَعْنَاهُمَا وَاحِدٌ. أحمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Shandal dan Suwaid bin Sa'id, semuanya pada tahun dua ratus dua puluh enam, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin 'Ayyas dari Abu Ishaq dari 'Ashim bin Dlamrah As Saluli, ia berkata: Ali RA berkata: Ketahuilah, witir bukanlah hal yang wajib sebagaimana salat fardu, tetapi Rasulullah SAW melakukan salat witir dan beliau bersabda: "Berwitirlah kamu hai ahli Qur’an, lakukan salat witir, karena sesungguhnya Allah itu witir/ tunggal, Ia suka kepada (salat) witir." Ini adalah menurut redaksi hadis Abdullah bin Shandal, sedangkan makna keduanya adalah satu. (HR. Ahmad, no. 1197).

 

Melalui hadis diatas terdapat perintah untuk melaksanakan salat witir. Rasulullah SAW pun menjelaskan bahwa Allah memiliki sifat yang tunggal dan suka pada salat witir. Oleh karenanya, dalam rangka kita menggapai rida Allah, kita berupaya melaksanakan salat sunah witir.

 

B. Hukum Salat Witir

Hukum salat witir adalah sunah. Hal tersebut sebagaimana keterangan hadis dari sahabat Ali berikut.

 

Hadis Kedua

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَقَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ ضَمْرَةَ عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: الْوِتْرُ لَيْسَ بِحَتْمٍ كَصَلَاتِكُمْ الْمَكْتُوبَةِ وَلَكِنْ سَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ فَأَوْتِرُوا يَا أَهْلَ الْقُرْآنِ. قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ ابْنِ عُمَرَ وَابْنِ مَسْعُودٍ وَابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ عَلِيٍّ حَدِيثٌ حَسَنٌ. الترمذي

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin 'Ayyas, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq dari 'Ashim bin Dlamrah dari Ali dia berkata: Salat witir tidaklah wajib sebagaimana salat wajib kalian, akan tetapi ia merupakan sunah Rasulullah SAW. Dan dia juga berkata: Sesungguhnya Allah adalah witir (ganjil) dan menyukai dengan sesuatu yang ganjil, maka berwitirlah kalian wahai para ahli Qur'an. (Perawi) berkata: dan dalam bab ini (ada juga riwayat) dari Ibnu Umar, Ibnu Mas'ud dan Ibnu 'Abbas. Abu Isa berkata: hadits Ali adalah hadis hasan. (HR. Tirmidzi, no. 415).

 

C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Salat Witir

Pelaksanaan salat witir bisa dikerjakan ketika bulan Ramadan maupun di luar bulan Ramadan. Adapun waktu pelaksanaan salat witir dikerjakan setelah salat isya hingga menjelang waktu subuh. Tempat salat pada umumnya dapat dilaksanakan di mana saja. Namun demikian dengan catatan tempat yang digunakan untuk salat adalah suci dan bukan tempat-tempat yang dilarang atau tidak memungkinkan untuk melaksanakan salat. Adapun salat witir ini bisa dilaksanakan di awal waktu, di pertengahan waktu, dan bahkan di akhir waktu. Hal itu sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ketiga

و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي حَصِينٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ وَثَّابٍ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: مِنْ كُلِّ اللَّيْلِ قَدْ أَوْتَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ وَأَوْسَطِهِ وَآخِرِهِ فَانْتَهَى وِتْرُهُ إِلَى السَّحَرِ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Zuhair bin Harb, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari Abu Husain dari Yahya bin Watsab dari Masruq dari 'Aisyah katanya: "Dalam seluruh (bagian) malam Rasulullah SAW pernah mengerjakan witir, di permulaan malam, di pertengahannya, dan di akhirnya, hingga witirnya selesai pada waktu sahur." (HR. Muslim, no. 1231).

 

Menurut hadis diatas menunjukkan bahwa Rasulullah mengajarkan salat witir bisa dikerjakan setelah salat isya di awal waktu, di pertengahan waktu, maupun di akhir waktu. Namun salat witir ini hanya boleh dilaksanakan sekali dalam semalam. Sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Keempat

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا مُلَازِمُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَدْرٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي الَّذِي يُوتِرُ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ ثُمَّ يَقُومُ مِنْ آخِرِهِ فَرَأَى بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ نَقْضَ الْوِتْرِ وَقَالُوا يُضِيفُ إِلَيْهَا رَكْعَةً وَيُصَلِّي مَا بَدَا لَهُ ثُمَّ يُوتِرُ فِي آخِرِ صَلَاتِهِ لِأَنَّهُ لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ وَهُوَ الَّذِي ذَهَبَ إِلَيْهِ إِسْحَقُ وَقَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ إِذَا أَوْتَرَ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ ثُمَّ نَامَ ثُمَّ قَامَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ يُصَلِّي مَا بَدَا لَهُ وَلَا يَنْقُضُ وِتْرَهُ وَيَدَعُ وِتْرَهُ عَلَى مَا كَانَ وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَمَالِكِ بْنِ أَنَسٍ وَابْنِ الْمُبَارَكِ وَالشَّافِعِيِّ وَأَهْلِ الْكُوفَةِ وَأَحْمَدَ وَهَذَا أَصَحُّ لِأَنَّهُ قَدْ رُوِيَ مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ صَلَّى بَعْدَ الْوِتْرِ. الترمذي

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Mulazim bin Amru, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Badr dari Qais bin Thalq bin Ali dari Bapaknya dia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada dua witir pada satu malam." Abu Isa berkata: hadis ini hasan gharib, ahli ilmu berbeda pendapat tentang orang yang melaksanakan witir di permulaan malam, kemudian dia bangun pada akhir malam. Sebagian ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi SAW dan orang orang setelahnya berpendapat membatalkan witir, mereka mengatakan ditambahkan kepada witir satu raka'at, kemudian salat menurut yang nampak baginya lalu melaksanakan witir di akhir salatnya, karena tidak ada witir dua kali dalam satu malam dan itulah yang menjadi pendapat Ishaq, sedangkan sebagian ahli ilmu yang lain dari kalangan sahabat dan yang lainnya berpendapat bahwa jika telah melaksanakan witir di permulaan malam kemudian tidur, lalu bangun di akhir malam, maka dia melaksanakan salat menurut yang nampak bagi dia dan jangan membatalkan witirnya (yang di permulaan malam) dan membiarkan witir yang telah dia laksanakan seperti semula, ini adalah pendapat Sufyan Ats Tsauri, Malik bin Anas, Bin Al Mubarak, Syafi'i, penduduk Kufah dan Ahmad, ini adalah pendapat yang paling shahih, karena hadisnya telah diriwayatkan dari berbagai jalur bahwa Nabi SAW melaksanakan salat setelah witir. (HR. Tirmidzi, no. 432).

 

Menurut hadis tersebut, Rasulullah melarang adanya dua salat witir dalam satu malam. Sebagai contoh, apabila kita sudah melaksanakan salat witir di awal waktu, kita tidak diperbolehkan melaksanakan salat witir di tengah waktu atau di akhir waktu.

 

D. Tata Cara Salat Witir

Tata cara pelaksanaan salat witir sebagaimana salat pada umumnya. Namun istimewanya salat witir adalah bilangan rakaatnya itu ganjil.

 

E. Bilangan Rakaat Salat Witir

Bilangan rakaat salat witir bisa dilaksanakan dengan sebanyak satu rakaat, tiga rakaat, lima rakaat, tujuh rakaat, dan sembilan rakaat. Agar dapat gambaran tentang bilangan rakaat salat witir, mari kita simak penjelasan singkat berikut.

 

1. Salat Witir Satu Rakaat

Salat sunah witir bisa dilaksanakan dengan satu rakaat. Adapun dalilnya adalah sebagai berikut.

 

Hadis Kelima

و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَلَاةِ اللَّيْلِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى. فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, katanya: Aku menyetorkan hafalan kepada Malik dari Nafi' dan Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar bahwasanya ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang salat malam itu. Maka Rasulullah SAW menjawab, "Salat malam itu 2 rakaat 2 rakaat. Maka apabila seseorang diantara kamu khawatir masuk Subuh hendaklah salat witir 1 rakaat. Yang serakaat itu mewitirkan untuk salat yang telah dikerjakan." (HR. Muslim, no. 1239).

 

Melalui hadis di atas, kita memahami bahwa Rasulullah SAW memberi keterangan bahwa salat sunnah lail atau salat malam itu dikerjakan dengan jumlah bilangan dua rakaat dua rakaat. Apabila khawatir memasuki waktu subuh, maka diperintahkan untuk mengerjakan salat witir dengan jumlah satu rakaat.

 

2. Salat Witir Tiga Rakaat

Salat sunnah witir bisa dikerjakan dengan tiga rakaat. Bilangan rakaat ini lazim kita lakukan di keseharian kita. Bahkan banyak diamalkan di masjid-masjid ketika salat tarawih berjamaah. Salat witir dengan tiga rakaat berdasarkan hadis berikut.

 

Hadis Keenam

حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ رَاشِدٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ يَعْفُرَ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا صَلَّى الْعِشَاءَ دَخَلَ الْمَنْزِلَ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهُمَا رَكْعَتَيْنِ أَطْوَلَ مِنْهُمَا، ثُمَّ أَوْتَرَ بِثَلَاثٍ لَا يَفْصِلُ فِيهِنَّ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ، يَرْكَعُ وَهُوَ جَالِسٌ وَيَسْجُدُ وَهُوَ قَاعِدٌ جَالِسٌ. أحمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu An Nadhr, telah menceritakan kepada kami Muhammad, yaitu Ibnu Rasyid dari Yazid bin Ya'fur dari Al Hasan dari Sa'ad bin Hisyam dari Aisyah bahwasanya Rasulullah SAW apabila setelah salat isya, beliau masuk ke rumah. Kemudian beliau salat 2 rakaat, kemudian salat lagi 2 rakaat yang lebih panjang daripada 2 rakaat yang pertama tadi, kemudian beliau berwitir 3 rakaat, dan beliau tidak memisahkan diantara tiga rakaat itu. Kemudian beliau salat lagi 2 rakaat dalam keadaan duduk, beliau rukuk dalam keadaan duduk dan bersujud, dan beliau salat dengan duduk." (HR. Ahmad, no. 24066).

 

Hadis Ketujuh

مَا أَخْبَرْنَاهُ أَبُو نَصْرٍ أَحْمَدُ بْنُ سَهْلٍ الْفَقِيهُ بِبُخَارَى، ثنا صَالِحُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَبِيبٍ الْحَافِظُ، ثنا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، ثنا أَبَانُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى، عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوتِرُ بِثَلاثٍ لا يُسَلِّمُ إِلا فِي آخِرِهِنَّ. وَهَذَا وِتْرُ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَعَنْهُ أَخَذَهُ أَهْلُ الْمَدِينَةِ . الحاكم فى المستدرك

Artinya: Cerita yang dikabarkan kepada kami dari Abu Nashr Ahmad bin Sahl Al Faqih di Bukhara, telah menceritakan kepada kami Shalih bin Muhammad bin Habib Al Hafizh, telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Aban, dari Qatadah, dari Zurarah bin Auf, dari Sa’id bin Hasyim, dari ‘Aisyah, ia berkata: “Dahulu Rasulullah SAW pernah berwitir dengan 3 rakaat, beliau tidak salam kecuali pada rekaat yang terakhir.” Ini adalah witir dari Amirul Mukminin Umar bin Al Khaththab RA, dan penduduk Madinah mengambilnya darinya. (HR. Hakim dalam Al Mustadrak, no. 1076).

 

Hadis Kedelapan

أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ مَسْعُودٍ قَالَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّ عَائِشَةَ حَدَّثَتْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يُسَلِّمُ فِي رَكْعَتَيْ الْوِتْرِ. النسائي

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Isma'il bin Mas'ud, dia berkata: telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al Mufadldlal, dia berkata: telah menceritakan kepada kami Sa'id dari Qatadah dari Zurarah bin Aufa dari Sa'd bin Hisyam bahwa 'Aisyah menceritakan kepadanya bahwasanya dahulu Rasulullah SAW tidak salam pada dua rakaat dalam salat witir." (HR. Nasa’i, no. 1680).

 

Menurut hadis di atas, pelaksanaan salat witir dengan tiga rakaat dilaksanakan dengan sekali salam. Seperti yang kita ketahui bahwa salat adalah doa diiringi gerakan yang diawali takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Artinya, apabila dikembalikan kepada pengertian salat tersebut, pelaksanaan salat witir tidaklah bisa dipenggal dengan dua rakaat salam ditambah satu rakaat salam. Sebab bila dua rakaat yang pertama salam atau dipisah, maka selesailah rangkaian salat yang pertama itu.

 

Selain itu apabila dilaksanakan dengan dua duduk tasyahud, maka hal itu tidak diperbolehkan. Pengerjaan salat witir dengan pemisahan dua kali duduk tasyahud akan menyerupai salat magrib. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Kesembilan

حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْفَارِسِيُّ، ثنا مِقْدَامُ بْنُ دَاوُدَ، ثنا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ يَزِيدَ، ثنا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ، عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْفَضْلِ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، وَعَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا تَوْتِرُوا بِثَلَاثٍ، وَأَوْتِرُوا بِخَمْسٍ، أَوْ بِسَبْعٍ وَلَا تَشَبَّهُوا بِصَلَاةِ الْمَغْرِبِ. الدارقطني

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Abdillah Al Farisi, telah menceritakan kepada kami Miqdam bin Daud, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Maslamah bin Yazid, telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal, dari Shalih bin Kaisan, dari Abdullah bin Al Fadhl, dari Abu Salamah dan dari Al A'raj, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW beliau bersabda: “Janganlah kalian salat witir 3 rakaat, (tetapi) salatlah witir 5 rakaat atau 7, dan janganlah kalian menyerupai dengan salat Magrib." (HR. Daraquthni, no. 1635).

 

Rasulullah SAW melarang kita salat witir 3 rakaat dan memerintahkan untuk salat dengan 5 rakaat atau 7 rakaat. Sedang hadis-hadis lain menerangkan bahwa Rasulullah SAW sendiri mengerjakan salat witir 3 rakaat. Oleh sebab itu, melalui hadis-hadis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa : "Tuntunan tentang larangan mengerjakan salat witir 3 rkaat itu adalah salat witir yang menyerupai salat Magrib, sedang salat witir 3 rkaat yang tidak serupa dengan salat Magrib tidak dilarang, bahkan dikerjakan oleh Rasulullah SAW." Adapun bentuk keserupaan dengan salat Magrib yang dimaksud itu ialah dengan 2 tasyahud satu salam. Supaya tidak menyerupai salat Magrib hendaklah salat witir 3 rakaat tersebut dikerjakan dengan 3 rakaat sekaligus dengan satu tasyahud di akhir rakaat dan satu salam.

 

3. Salat Witir Lima Rakaat

Salat witir bisa dikerjakan dengan lima rakaat. Adapun dalilnya adalah sebagai berikut.

 

Hadis Kesepuluh

و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوتِرُ مِنْ ذَلِكَ بِخَمْسٍ لَا يَجْلِسُ فِي شَيْءٍ إِلَّا فِي آخِرِهَا. و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ ح و حَدَّثَنَاه أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَأَبُو أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ هِشَامٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair, dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Bapakku, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Bapaknya dari 'Aisyah dia berkata: "Dahulu Rasulullah SAW salat di malam hari 13 rakaat, dari 13 rakaat itu beliau salat witir 5 rakaat. Dari 5 rakaat tersebut beliau tidak duduk (attahiyat) melainkan pada rakaat terakhir." Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami 'Abdah bin Sulaiman, dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Abu Usamah, semuanya dari Hisyam dengan sanad hadis ini." (HR. Muslim, no. 1217).

 

Melalui hadis di atas bisa kita ketahui bahwa ada riwayat Rasulullah melaksanakan salat malam sebanyak 13 rakaat, Rasulullah melaksanakan dari 13 rakaat salat malam itu dengan 5 rakaat salat witir. Pelaksanaan salat witir dengan lima rakaat ini sebagaimana pelaksanaan salat witir satu rakaat dan salat witir tiga rakaat, yakni dengan satu tasyahud.

 

4. Salat Witir Tujuh Rakaat

Salat witir bisa kita laksanakan dengan tujuh rakaat. Adapun dalilnya adalah sebagai berikut.

 

Hadis Kesebelas

أَخْبَرَنَا زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَوْتَرَ بِتِسْعِ رَكَعَاتٍ لَمْ يَقْعُدْ إِلَّا فِي الثَّامِنَةِ فَيَحْمَدُ اللَّهَ وَيَذْكُرُهُ وَيَدْعُو ثُمَّ يَنْهَضُ وَلَا يُسَلِّمُ ثُمَّ يُصَلِّي التَّاسِعَةَ فَيَجْلِسُ فَيَذْكُرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَيَدْعُو ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمَةً يُسْمِعُنَا، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ، فَلَمَّا كَبِرَ وَضَعُفَ أَوْتَرَ بِسَبْعِ رَكَعَاتٍ لَا يَقْعُدُ إِلَّا فِي السَّادِسَةِ ثُمَّ يَنْهَضُ وَلَا يُسَلِّمُ فَيُصَلِّي السَّابِعَةَ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمَةً، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ. النسائي

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Zakaria bin Yahya, dia berkata: telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Mu'adz bin Hisyam, ia berkata: Bapakku telah menceritakan kepadaku dari Qatadah dari Zurarah bin Aufa dari Sa'd bin Hisyam dari 'Aisyah, ia berkata: Dahulu Rasulullah SAW apabila berwitir 9 rakaat, beliau tidak duduk (attahiyat) melainkan pada rakaat kedelapan, beliau memuji Allah, menyebut-Nya dan berdo’a kepada-Nya. Kemudian beliau tidak mengucap salam tetapi bangkit ke rakaat kesembilan, kemudian beliau duduk menyebut Allah ‘Azza wa Jalla dan berdo’a, kemudian beliau salam sekali salam dan memperdengarkan kepada kami. Kemudian beliau salat dua rakaat dengan duduk. Setelah beliau lanjut usia dan lemah badannya, beliau berwitir dengan 7 rakaat, dan beliau tidak duduk attahiyyat melainkan pada rakaat yang keenam, kemudian beliau tidak mengucap salam, tetapi bangkit berdiri menyelesaikan rakaat yang ketujuh, kemudian beliau salam dengan sekali salam. Setelah itu beliau salat dua rakaat dengan duduk. (HR Nasa’i, no. 1700).

 

Melalui hadis di atas dapat kita ketahui bahwa pelaksanaan dapat dilaksanakan dengan tujuh rakaat. Namun tidak seperti salat witir satu rakaat, salat witir tiga rakaat, dan salat witir lima rakaat, salat sunnah witir dengan tujuh rakaat ini dilaksanakan dengan dua duduk tasyahud, yakni pada rakaat ke enam, dan rakaat ke tujuh. Setelah tasyahud di rakaat tujuh, kemudian diakhiri salam.

 

5. Salat Witir Sembilan Rakaat

Salat witir bisa juga kita laksanakan dengan sembilan rakaat. Dalil pelaksanaannya menurut riwayat berikut.

 

Hadis Keduabelas

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى الْعَنَزِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ أَنَّ سَعْدَ بْنَ هِشَامِ بْنِ عَامِرٍ أَرَادَ أَنْ يَغْزُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدِمَ الْمَدِينَةَ فَأَرَادَ أَنْ يَبِيعَ عَقَارًا لَهُ بِهَا فَيَجْعَلَهُ فِي السِّلَاحِ وَالْكُرَاعِ وَيُجَاهِدَ الرُّومَ حَتَّى يَمُوتَ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ لَقِيَ أُنَاسًا مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ فَنَهَوْهُ عَنْ ذَلِكَ وَأَخْبَرُوهُ أَنَّ رَهْطًا سِتَّةً أَرَادُوا ذَلِكَ فِي حَيَاةِ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَهَاهُمْ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ أَلَيْسَ لَكُمْ فِيَّ أُسْوَةٌ فَلَمَّا حَدَّثُوهُ بِذَلِكَ رَاجَعَ امْرَأَتَهُ وَقَدْ كَانَ طَلَّقَهَا وَأَشْهَدَ عَلَى رَجْعَتِهَا فَأَتَى ابْنَ عَبَّاسٍ فَسَأَلَهُ عَنْ وِتْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ بِوِتْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ عَائِشَةُ فَأْتِهَا فَاسْأَلْهَا ثُمَّ ائْتِنِي فَأَخْبِرْنِي بِرَدِّهَا عَلَيْكَ فَانْطَلَقْتُ إِلَيْهَا فَأَتَيْتُ عَلَى حَكِيمِ بْنِ أَفْلَحَ فَاسْتَلْحَقْتُهُ إِلَيْهَا فَقَالَ مَا أَنَا بِقَارِبِهَا لِأَنِّي نَهَيْتُهَا أَنْ تَقُولَ فِي هَاتَيْنِ الشِّيعَتَيْنِ شَيْئًا فَأَبَتْ فِيهِمَا إِلَّا مُضِيًّا قَالَ فَأَقْسَمْتُ عَلَيْهِ فَجَاءَ فَانْطَلَقْنَا إِلَى عَائِشَةَ فَاسْتَأْذَنَّا عَلَيْهَا فَأَذِنَتْ لَنَا فَدَخَلْنَا عَلَيْهَا فَقَالَتْ أَحَكِيمٌ فَعَرَفَتْهُ فَقَالَ نَعَمْ فَقَالَتْ مَنْ مَعَكَ قَالَ سَعْدُ بْنُ هِشَامٍ قَالَتْ مَنْ هِشَامٌ قَالَ ابْنُ عَامِرٍ فَتَرَحَّمَتْ عَلَيْهِ وَقَالَتْ خَيْرًا قَالَ قَتَادَةُ وَكَانَ أُصِيبَ يَوْمَ أُحُدٍ فَقُلْتُ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَنْبِئِينِي عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ أَلَسْتَ تَقْرَأُ الْقُرْآنَ قُلْتُ بَلَى قَالَتْ فَإِنَّ خُلُقَ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ الْقُرْآنَ قَالَ فَهَمَمْتُ أَنْ أَقُومَ وَلَا أَسْأَلَ أَحَدًا عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أَمُوتَ ثُمَّ بَدَا لِي فَقُلْتُ أَنْبِئِينِي عَنْ قِيَامِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ أَلَسْتَ تَقْرَأُ يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُلْتُ بَلَى قَالَتْ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ افْتَرَضَ قِيَامَ اللَّيْلِ فِي أَوَّلِ هَذِهِ السُّورَةِ فَقَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ حَوْلًا وَأَمْسَكَ اللَّهُ خَاتِمَتَهَا اثْنَيْ عَشَرَ شَهْرًا فِي السَّمَاءِ حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ فِي آخِرِ هَذِهِ السُّورَةِ التَّخْفِيفَ فَصَارَ قِيَامُ اللَّيْلِ تَطَوُّعًا بَعْدَ فَرِيضَةٍ قَالَ قُلْتُ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَنْبِئِينِي عَنْ وِتْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ كُنَّا نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَطَهُورَهُ فَيَبْعَثُهُ اللَّهُ مَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَهُ مِنْ اللَّيْلِ فَيَتَسَوَّكُ وَيَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّي تِسْعَ رَكَعَاتٍ لَا يَجْلِسُ فِيهَا إِلَّا فِي الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ ثُمَّ يَنْهَضُ وَلَا يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّ التَّاسِعَةَ ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمًا يُسْمِعُنَا ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِّمُ وَهُوَ قَاعِدٌ وَتِلْكَ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يَا بُنَيَّ فَلَمَّا سَنَّ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَخَذَهُ اللَّحْمُ أَوْتَرَ بِسَبْعٍ وَصَنَعَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ مِثْلَ صَنِيعِهِ الْأَوَّلِ فَتِلْكَ تِسْعٌ يَا بُنَيَّ وَكَانَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً أَحَبَّ أَنْ يُدَاوِمَ عَلَيْهَا وَكَانَ إِذَا غَلَبَهُ نَوْمٌ أَوْ وَجَعٌ عَنْ قِيَامِ اللَّيْلِ صَلَّى مِنْ النَّهَارِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً وَلَا أَعْلَمُ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ الْقُرْآنَ كُلَّهُ فِي لَيْلَةٍ وَلَا صَلَّى لَيْلَةً إِلَى الصُّبْحِ وَلَا صَامَ شَهْرًا كَامِلًا غَيْرَ رَمَضَانَ قَالَ فَانْطَلَقْتُ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَحَدَّثْتُهُ بِحَدِيثِهَا فَقَالَ صَدَقَتْ لَوْ كُنْتُ أَقْرَبُهَا أَوْ أَدْخُلُ عَلَيْهَا لَأَتَيْتُهَا حَتَّى تُشَافِهَنِي بِهِ قَالَ قُلْتُ لَوْ عَلِمْتُ أَنَّكَ لَا تَدْخُلُ عَلَيْهَا مَا حَدَّثْتُكَ حَدِيثَهَا. و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ ثُمَّ انْطَلَقَ إِلَى الْمَدِينَةِ لِيَبِيعَ عَقَارَهُ فَذَكَرَ نَحْوَهُ و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّهُ قَالَ انْطَلَقْتُ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ فَسَأَلْتُهُ عَنْ الْوِتْرِ وَسَاقَ الْحَدِيثَ بِقِصَّتِهِ وَقَالَ فِيهِ قَالَتْ مَنْ هِشَامٌ قُلْتُ ابْنُ عَامِرٍ قَالَتْ نِعْمَ الْمَرْءُ كَانَ عَامِرٌ أُصِيبَ يَوْمَ أُحُدٍ و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ كِلَاهُمَا عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى أَنَّ سَعْدَ بْنَ هِشَامٍ كَانَ جَارًا لَهُ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَاقْتَصَّ الْحَدِيثَ بِمَعْنَى حَدِيثِ سَعِيدٍ وَفِيهِ قَالَتْ مَنْ هِشَامٌ قَالَ ابْنُ عَامِرٍ قَالَتْ نِعْمَ الْمَرْءُ كَانَ أُصِيبَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أُحُدٍ وَفِيهِ فَقَالَ حَكِيمُ بْنُ أَفْلَحَ أَمَا إِنِّي لَوْ عَلِمْتُ أَنَّكَ لَا تَدْخُلُ عَلَيْهَا مَا أَنْبَأْتُكَ بِحَدِيثِهَا. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna Al 'Anzi, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu 'Adi dari Said dari Qatadah dari Zurarah, bahwa Sa'd bin Hisyam bin Amir hendak berangkat berperang fi sabilillah. Ia lalu tiba di kota Madinah dan hendak menjual lahan pilihannya di Madinah untuk ia belikan senjata dan kuda perang, supaya dapat memerangi Romawi hingga mati. Seketika ia tiba di Madinah, ia menemui beberapa orang Madinah. Rupanya mereka melarang menjual lahan miliknya, mereka lalu mengabarinya bahwa pada saat Nabiyullah masih hidup, enam orang berniat seperti itu, tetapi Nabiyullah SAW melarangnya, beliau bersabda: "Bukankah dalam diriku terdapat teladan yang baik untukmu?" Setelah mereka menceritakan hal itu kepada Sa'd, lantas Sa'd kembali merujuk isterinya yang sebelumnya telah dicerai, setelah itu ia bertanya kepada Ibnu Abbas tentang witir Rasulullah SAW. Ibnu Abbas menjawab: "Maukah kuberitahukan kepadamu kepada orang yang paling tahu tentang witir Rasulullah SAW? Sa'ad bertanya: "Siapa? Ibnu Abbas menjawab: " 'Aisyah, datanglah kepadanya, dan bertanyalah, setelah itu datanglah kepadaku, dan beritahukanlah jawabannya kepadaku." Maka aku berangkat menemuinya, dan kudatangi Hakim bin Aflah, dan kuminta dia untuk menemui 'Aisyah. Rupanya dia menjawab: "Saya bukan orang yang dekat dengan Aisyah, sebab aku pernah melarang beliau Aisyah untuk berkomentar terhadap sesuatu mengenai dua kubu kaum muslimin yang bertikai. Ternyata Aisyah enggan, dan terus berkomentar tentang dua kubu tersebut." Sa'ad berkata: "Aku pun bersumpah atasnya, hingga Hakim bersedia untuk menemuinya. Kami terus berangkat menuju Aisyah, kami meminta ijin dan Aisyah memberi ijin kepada kami, akhirnya kami menemui beliau. 'Aisyah bertanya: "Apa benar ini Hakim?" Rupanya Aisyah mengenalnya. Hakim menjawab: "Benar." Aisyah bertanya: "Lalu siapa yang bersamamu?" Hakim menjawab: "Dia adalah Sa'd bin Hisyam." Aisyah bertanya lagi: "Hisyam siapa?" Hakim menjawab: "Hisyam bin 'Amir." Akhirnya 'Aisyah tahu dan bersikap simpati terhadapnya sembari berujar: "Baiklah, kalau begitu." Qatadah berkata: Hisyam bin Amir gugur ketika perang Uhud, lantas aku (Sa’d) bertanya: "Wahai Ummul Mukminin, beritahukanlah kepadaku tentang akhlak Rasulullah SAW.' 'Aisyah menjawab: "Bukankah engkau telah membaca Al-Qur’an?" Aku menjawab: "Benar, " Aisyah berkata: "Akhlak Nabi SAW adalah Al-Qur’an." Sa'd berkata: "Mendengar itu, aku hendak berdiri dan tidak akan bertanya lagi tentang sesuatu kepada seseorang hingga aku meninggal, kemudian muncul dibenakku, lalu aku bertanya: "Beritahukanlah kepadaku tentang salat malamnya Rasulullah SAW?" 'Aisyah balik bertanya: "Bukankah engkau pernah membaca surat Al Muzammil? Aku menjawab: "Benar" Kata Aisyah: "Allah Azza wa Jalla pernah mewajibkan qiyamullail (salat lail) di awal surat ini turun, sehingga Nabiyullah SAW dan para sahabatnya mendirikannya selama setahun, dan Allah menahan penutupnya di langit selama dua belas bulan hingga Allah turunkan akhir surat ini sebagai bentuk keringanan, sehingga salat malam menjadi sunah setelah diwajibkan. Kata Sa'ad: "Wahai Ummul Mukminin, beritahukanlah kepadaku tentang witir Rasulullah SAW. Jawab 'Aisyah, "Kami biasa menyediakan penggosok gigi dan air wudu bagi Rasulullah SAW, lalu beliau bangun malam pada waktu yang dikehendaki Allah. Kemudian beliau menggosok gigi dan berwudu lalu salat (witir) sembilan rakaat dan beliau tidak duduk (attahiyat) melainkan pada rekaat yang ke delapan, lalu beliau menyebut, memuji dan berdoa kepada Allah, kemudian beliau berdiri dengan tidak mengucap salam, berdiri salat (rakaat) yang ke sembilan, kemudian beliau duduk (attahiyat) menyebut, memuji dan berdoa kepada Allah, kemudian beliau mengucap salam sehingga terdengar oleh kami. Setelah itu beliau salat 2 rakaat dengan duduk. Yang demikian itu jadi 11 rakaat hai anakku." Ketika Nabiyullah berusia lanjut dan beliau telah merasa kegemukan, beliau berwitir dengan tujuh rakaat, dan beliau lakukan dalam dua rakaatnya sebagaimana yang beliau lakukan pada yang pertama, maka itu berarti sembilan wahai anakku. Jika Rasulullah SAW mengerjakan salat, maka beliau suka dikerjakan secara terus menerus. Jika beliau ketiduran atau sedang sakit sehingga tidak dapat melakukannya di malam hari, maka beliau salat di waktu siangnya sebanyak dua belas rakaat, seingatku Nabiyullah SAW tidak pernah membaca satu mushaf (keseluruhan Al-Qur’an) dalam satu malam, tidak pula salat malam hingga subuh, tidak pula pula puasa sebulan penuh selain bulan Ramadan." Kata Sa'ad: "Setelah itu aku berangkat menemui Ibnu Abbas, aku lalu menceritakan kepadanya tentang hadisnya tersebut, Ibnu Abbas lalu berkata: "Aisyah benar." Kalaulah aku mendekatinya atau menemuinya, tentu aku menemuinya hingga berhadapan satu sama lain untuk menyampaikan hadis tersebut. Sa'ad melanjutkan: Aku berkata: "Sekiranya aku tahu bahwa engkau tidak menemuinya, tentu tidak aku ceritakan kepadamu hadis tersebut." Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsannana, telah menceritakan kepada kami Mu'adz bin Hisyam, telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Qatadah dari Zurarah bin Abu Aufa dari Sa'id bin Hisyam, bahwa ia pernah mencerai istrinya, kemudian ia berangkat ke Madinah untuk menjual lahan pilihannya, lantas ia menyebutkan hadis yang serupa. Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr, telah menceritakan kepada kami Said bin Abu Arubah, telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Zurarah bin Aufa dari Sa'd bin Hisyam bahwa ia mengatakan: Aku pergi menemui Abdullah bin Abbas dan bertanya kepadanya tentang salat witir, lalu ia menyebutkan hadis beserta kisahnya, dan dalam hadisnya, dia menyebutkan: Aisyah bertanya: 'Hisyam siapa?" Aku menjawab: "Ibnu 'Amir." Kata 'Aisyah: "Dia adalah sebaik-baik orang." Amir gugur dalam perang Uhud. Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan Muhammad bin Rafi' keduanya dari Abdurrazaq, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Qatadah dari Zurarah bin Aufa, bahwa Sa'd bin Hisyam adalah tetangganya, lantas Sa'd mengabarkan kepadanya bahwa ia telah mencerai istrinya dan ia kisahkan hadis semakna hadis Sa'id, dalam redaksinya disebutkan: Aisyah berkata: "Hisyam siapa?" Sa'd menjawab: "Hisyam bin Amir. Aisyah menjawab: "Dia adalah sebaik-baik orang, ia gugur ketika berperang bersama Rasulullah SAW pada perang Uhud." Dan dalam hadis tersebut disebutkan: "Maka Hakim bin Aflah berujar: "Kalaulah aku tahu bahwa engkau tidak menemuinya, tentu aku tidak menceritakan hadis ini kepadamu." (HR. Muslim, 1233).

 

Menurut riwayat di atas, Rasulullah pernah mengerjakan salat witir sebanyak sembilan rakaat. Pelaksanaannya seperti salat witir tujuh rakaat dengan dua duduk tasyahud. Adapun pada salat witir dengan sembilan rakaat ini, duduk tasyahud terletak pada rakaat kedelapan dan rakat kesembilan, lalu diakhiri salam.

 

F. Bacaan Sesudah Salat Witir

Setelah kita melaksanakan salat witir, kita disunahkan membaca bacaan sesudah salat witir. Adapun sunnah ini bersandar pada hadis berikut.

 

Hadis Ketigabelas

أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ يُوتِرُ بِسَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ. فَإِذَا فَرَغَ قَالَ: سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ، ثَلَاثًا وَيَمُدُّ فِي الثَّالِثَةِ. النسائي

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Ishaq bin Manshur, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Dawud, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari Zurarah dari 'Abdurrahman bin Abza, dari Rasulullah SAW, biasanya beliau SAW di dalam salat witir membaca surat Al-A’la, Al-Kafirun dan Al-Ikhlash. Setelah selesai lalu beliau mengucapkan, “Subhaanal Malikil Qudduus 3 kali, dan beliau memanjangkan pada bacaan yang ketiga.” (HR. Nasa’i, no. 1721).

 

Menurut hadis di atas, terdapat riwayat bahwa Rasulullah biasanya membaca surat Al-A’la, Al-Kafirun dan Al-Ikhlash pada salat witir. Ketika selesai, beliau mengucapkan Subhaanal Malikil Qudduus sebanyak tiga kali dengan memanjangkannya pada bacaan yang ketiga.

 

Semoga senantiasa dapat kita amalkan sehingga menjadi sarana kita dalam menggapai rida Allah SWT. Demikianlah berbagai dalil ataupun pelajaran yang bisa menjadi acuan kita dalam ibadah salat. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan salat sunah dengan baik dan istiqamah sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.

No comments:

Post a Comment