Monday, May 26, 2025

Serial Taharah: Pendapat Kebolehan Musafir Bertayamum Meski Mendapati Air

 

Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah mendirikan salat. Pembeda antara orang tidak beragama Islam dan orang beragama Islam adalah dikerjakannya salat. Adapun supaya salat dinilai sah, maka perlu adanya taharah. Lalu bagaimana pembahasannya? Kesempatan kali ini akan membahas mengenai pendapat kebolehan musafir bertayamum.

 

Setelah memahami bagaimana tata cara wudu, penting bagi kaum muslimin untuk tahu mengenai tayamum. Hal ini dikarenakan tidak semua kondisi mengharuskan seseorang untuk wudu atau bahkan mandi janabat ketika hendak salat. Adapun dalam memahaminya, perlu mengerti berbagai dalil yang terkait pendapat kebolehan musafir bertayamum. Sebagaimana yang ada dalam penjelasan, beberapa orang yang boleh tayamum adalah sebagai berikut.

 

A. Musafir Boleh Bertayamun Meski Ada Air

Orang safar/ musafir dibolehkan bertayamum merupakan pendapat pertama. Musafir boleh bertayamum sebagai pengganti wudu ketika berhadas kecil atau mandi janabat ketika berhadas besar meskipun ada air. Pendapat ini beralasan dari pemahaman Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 43 dan Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6. Berbagai dalil yang ada adalah sebagai berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-1

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. الماۤئدة: ٦

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit,202) dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh203) perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur. (QS. Al-Ma'idah/5:6)

Catatan:

202) Maksudnya, sakit yang membuatnya tidak boleh terkena air.

203) Lihat catatan kaki surah An-Nisa’ (4): 43.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-2

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا. النساۤء: 43.

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub). Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan,156) sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS. An-Nisa'/4:43)

Catatan:

156) Menurut jumhur, kata menyentuh pada ayat ini adalah bersentuhan kulit, sedangkan sebagian mufasir mengartikannya sebagai berhubungan suami istri.

 

Sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6 dan An-Nisa’ ayat 43 bahwa musafir boleh bertayamum. Hal tersebut dikarenakan dalam ayat disebutkan apabila dalam keadaan: (1) sakit; atau (2) dalam perjalanan (musafir); atau (3) datang dari tempat buang air; atau (4) menyentuh perempuan lalu tidak memperoleh air. Beberapa poin tersebut diikuti dengan “bertayamumlah dengan debu yang baik/ suci.” Oleh sebab itu, keempat macam kondisi yang dialami seseorang dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6 bahwa ketika dalam kondisi sakit, dalam perjalanan (musafir), datang dari tempat buang air, menyentuh perempuan lalu tidak memperoleh air itu boleh bertayamum. Salah satunya disebutkan tentang musafir, maka musafir boleh bertayamum. Hal tersebut mengandung konsekuensi bahwa musafir boleh bertayamum baik ada air maupun tidak ada air. Syarat musafir dikarenakan jarak, bukan ketersediaan ada air atau tidak. Adapun mengenai ulasan jarak sehingga bisa dikategorikan musafir dapat disimak dengan cara klik di sini. Oleh karena itu, segala sesuatu yang melekat pada musafir berlaku bagi mereka. Termasuk dalam hal ini adalah musafir boleh bertayamum baik ada air maupun tidak ada air. Sebagai pendukung terkait musafir dan sesuatu yang melekat padanya dengan boleh bertayamum adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-1

صحيح البخاري ٣٢٨: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ ذَرٍّ عَنْ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ شَهِدَ عُمَرَ وَقَالَ لَهُ عَمَّارٌ كُنَّا فِي سَرِيَّةٍ فَأَجْنَبْنَا وَقَالَ تَفَلَ فِيهِمَا.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 328: Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata: telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al Hakam, dari Dzar dari Ibnu 'Abdurrahman bin Abza dari Bapaknya bahwa ia pernah melihat 'Umar saat 'Ammar bertanya kepadanya: "Kami sedang dalam safar (perjalanan) kemudian kami junub (lantas apa yang kami lakukan?" (Ammar) menjawab: "Hendaknya bertayamum."

 

B. Musafir Tidak Boleh Bertayamun Meski Ada Air

Pendapat berikutnya mengatakan bahwa musafir tidak boleh tayamum bila ada air. Hal tersebut mencakup sebagai pengganti wudu atau mandi janabat. Pendapat ini beralasan karena tidak adanya praktik dari Nabi SAW atau sahabat bertayamum di waktu safar dalam keadaan ada air yang bukan sebab sakit atau udara yang amat dingin.

 

Hadis Ke-2

صحيح البخاري ٣٣٠٦: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ زَرِيرٍ سَمِعْتُ أَبَا رَجَاءٍ قَالَ حَدَّثَنَا عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ، أَنَّهُمْ كَانُوا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسِيرٍ فَأَدْلَجُوا لَيْلَتَهُمْ حَتَّى إِذَا كَانَ وَجْهُ الصُّبْحِ عَرَّسُوا فَغَلَبَتْهُمْ أَعْيُنُهُمْ حَتَّى ارْتَفَعَتْ الشَّمْسُ فَكَانَ أَوَّلَ مَنْ اسْتَيْقَظَ مِنْ مَنَامِهِ أَبُو بَكْرٍ وَكَانَ لَا يُوقَظُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَنَامِهِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ فَاسْتَيْقَظَ عُمَرُ فَقَعَدَ أَبُو بَكْرٍ عِنْدَ رَأْسِهِ فَجَعَلَ يُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ حَتَّى اسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلَ وَصَلَّى بِنَا الْغَدَاةَ فَاعْتَزَلَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ لَمْ يُصَلِّ مَعَنَا فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ يَا فُلَانُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تُصَلِّيَ مَعَنَا قَالَ أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَيَمَّمَ بِالصَّعِيدِ ثُمَّ صَلَّى وَجَعَلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَكُوبٍ بَيْنَ يَدَيْهِ وَقَدْ عَطِشْنَا عَطَشًا شَدِيدًا فَبَيْنَمَا نَحْنُ نَسِيرُ إِذَا نَحْنُ بِامْرَأَةٍ سَادِلَةٍ رِجْلَيْهَا بَيْنَ مَزَادَتَيْنِ فَقُلْنَا لَهَا أَيْنَ الْمَاءُ فَقَالَتْ إِنَّهُ لَا مَاءَ فَقُلْنَا كَمْ بَيْنَ أَهْلِكِ وَبَيْنَ الْمَاءِ قَالَتْ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ فَقُلْنَا انْطَلِقِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ وَمَا رَسُولُ اللَّهِ فَلَمْ نُمَلِّكْهَا مِنْ أَمْرِهَا حَتَّى اسْتَقْبَلْنَا بِهَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَدَّثَتْهُ بِمِثْلِ الَّذِي حَدَّثَتْنَا غَيْرَ أَنَّهَا حَدَّثَتْهُ أَنَّهَا مُؤْتِمَةٌ فَأَمَرَ بِمَزَادَتَيْهَا فَمَسَحَ فِي الْعَزْلَاوَيْنِ فَشَرِبْنَا عِطَاشًا أَرْبَعِينَ رَجُلًا حَتَّى رَوِينَا فَمَلَأْنَا كُلَّ قِرْبَةٍ مَعَنَا وَإِدَاوَةٍ غَيْرَ أَنَّهُ لَمْ نَسْقِ بَعِيرًا وَهِيَ تَكَادُ تَنِضُّ مِنْ الْمِلْءِ ثُمَّ قَالَ هَاتُوا مَا عِنْدَكُمْ فَجُمِعَ لَهَا مِنْ الْكِسَرِ وَالتَّمْرِ حَتَّى أَتَتْ أَهْلَهَا قَالَتْ لَقِيتُ أَسْحَرَ النَّاسِ أَوْ هُوَ نَبِيٌّ كَمَا زَعَمُوا فَهَدَى اللَّهُ ذَاكَ الصِّرْمَ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ فَأَسْلَمَتْ وَأَسْلَمُوا.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 3306: Telah bercerita kepada kami Abu Al Walid, telah bercerita kepada kami Salm bin Zarir aku mendengar Abu Raja' berkata: telah bercerita kepada kami 'Imran bin Hushain bahwa mereka pernah bersama Nabi SAW dalam suatu perjalanan (safar). Mereka terus berjalan sepanjang malam itu hingga ketika menjelang Subuh, mereka beristirahat di suatu tempat lalu mereka mengantuk hingga tertidur sampai matahari meninggi. Orang yang pertama kali bangun adalah Abu Bakar, dia tidak membangunkan Rasulullah SAW sampai beliau terbangun sendiri. Kemudian 'Umar terbangun, Abu Bakar duduk dekat kepala beliau lalu bertakbir dengan mengeraskan suaranya hingga Nabi SAW terbangun. Kemudian beliau keluar (dari tenda) lalu menunaikan salat Subuh bersama kami. Sementara itu ada seorang laki-laki dari suatu kaum yang memisahkan diri (menyendiri) tidak ikut salat bersama kami. Setelah selesai, beliau bertanya: "Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk salat bersama kami?" Orang itu menjawab: "Aku mengalami junub." Beliau memerintahkan orang itu untuk bertayamum dengan debu, orang itu pun melaksanakan salat. Kemudian Rasulullah SAW menyertakan aku dalam berkendaraan bersama beliau untuk meneruskan perjalanan hingga kami merasakan haus yang sangat. Ketika kami sedang berjalan itu, ada seorang wanita yang (menunggang untanya) dengan kedua kakinya yang terjuntai bebas di antara kantung besar berisi air yang sering diistilahkan mizadah. Kami bertanya kepadanya: "Di mana ada air?" Wanita itu menjawab: "Tidak ada air." Kami bertanya lagi: "Berapa jarak antara keluargamu (rumahmu) dan air." Wanita itu menjawab: "Sehari semalam." Maka kami berkata: "Ayo kita temui Rasulullah SAW." Wanita itu bertanya: "Siapa itu Rasulullah?" (Kami berangkat bersama wanita itu, tapi) kami tidak menceritakan kepadanya perihal Rasulullah kepadanya hingga kami menghadap Nabi SAW bersama wanita itu. Lalu wanita itu bercerita kepada beliau sebagaimana dia bercerita kepada kami hanya saja dia menambahkan bahwa dia adalah seorang ibu dengan anak-anaknya yang yatim. Maka beliau meminta kantong air milik wanita itu, lalu beliau mengusap tali penutup kantong air tersebut. Akhirnya kami yang berjumlah empat puluh orang laki-laki dalam keadaan kehausan dapat minum air hingga puas, dan setiap orang dari kami memenuhi kantong air dan tempat minum lainnya milik masing-masing. Kecuali satu hal yaitu kami belum memberi minum seekor unta yang memang senantiasa masih ada air yang tersisa padanya. Kemudian beliau berkata: "Bawalah kemari apa yang ada pada kalian" Maka dikumpulkanlah untuk wanita itu daging dan kurma-kurma hingga dia menjumpai keluarganya lalu berkata: "Aku telah berjumpa dengan orang yang paling menakjubkan (sihirnya) atau dia seorang Nabi sebagaimana mereka mengakuinya." Lalu Allah memberi hidayah kepada kaum tersebut melalui perantaraan wanita itu, wanita itu masuk Islam begitu juga kaumnya di kampung itu.

 

Hadis Ke-3

سنن أبي داوود ٢٨٣: حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى أَخْبَرَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ أَخْبَرَنَا أَبِي قَالَ سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ أَيُّوبَ يُحَدِّثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ الْمِصْرِيِّ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ: احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ فِي غَزْوَةِ ذَاتِ السُّلَاسِلِ فَأَشْفَقْتُ إِنْ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ فَتَيَمَّمْتُ، ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي الصُّبْحَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ؟ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي مَنَعَنِي مِنْ الِاغْتِسَالِ وَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ اللَّهَ يَقُولُ: {وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا} فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا. قَالَ أَبُو دَاوُد عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ جُبَيْرٍ مِصْرِيٌّ مَوْلَى خَارِجَةَ بْنِ حُذَافَةَ وَلَيْسَ هُوَ ابْنُ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ ابْنِ لَهِيعَةَ وَعَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ أَبِي قَيْسٍ مَوْلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ كَانَ عَلَى سَرِيَّةٍ وَذَكَرَ الْحَدِيثَ نَحْوَهُ قَالَ فَغَسَلَ مَغَابِنَهُ وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ صَلَّى بِهِمْ فَذَكَرَ نَحْوَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ التَّيَمُّمَ قَالَ أَبُو دَاوُد وَرَوَى هَذِهِ الْقِصَّةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ قَالَ فِيهِ فَتَيَمَّمَ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 283: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Al Mutsanna, telah mengabarkan kepada kami Wahb bin Jarir, telah mengabarkan kepada kami Bapakku, dia berkata: Saya telah mendengar Yahya bin Ayyub menceritakan hadis dari Yazid bin Abi Habib, dari Imran bin Abi Anas dari Abdurrahman bin Jubair Al Mishri dari Amru bin Al 'Ash dia berkata: Saya pernah bermimpi basah pada suatu malam yang sangat dingin sekali ketika perang Dzatus Salasil, sehingga saya takut akan binasa jika saya mandi. Lalu saya pun bertayamum kemudian salat Subuh dengan para sahabatku. Lalu hal itu mereka laporkan kepada Nabi SAW, maka beliau bersabda: "Wahai Amru, engkau salat bersama para sahabatmu dalam keadaan junub?" Maka saya katakan kapada beliau tentang apa yang menghalangiku untuk mandi dan saya katakan: Sesungguhnya saya pernah mendengar Allah berfirman (yang artinya): Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kalian (QS. An Nisa': 29). Maka Rasulullah SAW tertawa dan tidak mengatakan apa-apa. Abu Dawud berkata: Abdurrahman bin Jubair Al Mishri adalah mantan sahaya Kharijah bin Hudzafah, dan dia bukanlah Jubair bin Nufair. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salamah Al Muradi, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb, dari Ibnu Lahi'ah dan Amru bin Al Harits, dari Yazid bin Abi Habib, dari Imran bin Abi Anas, dari Abdurrahman bin Jubair, dari Abu Qais, mantan sahaya Amru bin Al 'Ash bahwasanya Amru bin Al 'Ash pernah diutus pada suatu peperangan yang tidak diikuti Rasulullah SAW. Kemudian dia meyebutkan hadis semisal di atas. dia menyebutkan: Dia membasuh bagian-bagian lipatan tubuhnya dan berwudu kemudian salat dengan mereka, lalu dia menyebutkan semisalnya tanpa menyebutkan perihal tayamum. Abu Dawud berkata: Dan kisah ini telah diriwayatkan dari Al Auza'i, dari Hasan bin 'Athiyyah dia menyebutkan padanya: Lalu dia bertayamum.

 

C. Simpulan Mengenai Bertayamum Meski Mendapati Air

Melihat berbagai pendapat, hendaknya saling menghargai di antara kaum muslimin. Terkait bertayamum meski mendapati air ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak membolehkan. Masing-masing pendapat dibangun dengan argumennya masing-masing. Silahkan yang berpendapat bahwa musafir boleh bertayamum meski ada air dan silahkan pula mengambil pendapat bahwa musafir tidak boleh bertayamum meski ada air. Namun demikian, penulis memilih mengamalkan pendapat bahwa musafir boleh bertayamum meski ada air. Syarat musafir dikarenakan jarak, bukan ketersediaan ada air atau tidak. Oleh karena itu, segala sesuatu yang melekat pada musafir berlaku bagi mereka. Termasuk dalam hal ini adalah musafir boleh bertayamum baik ada air maupun tidak ada air.

 

Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan taharah. Hal tersebut sebagai upaya menggapai kesempurnaan dalam beribadah mengingat salat didirikan dengan syarat terhindar dari najis dan hadas. Semoga pelajaran mengenai taharah yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.

 


 

Monday, May 19, 2025

Serial Taharah: Orang yang Boleh Tayamum


 

Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah mendirikan salat. Pembeda antara orang tidak beragama Islam dan orang beragama Islam adalah dikerjakannya salat. Adapun supaya salat dinilai sah, maka perlu adanya taharah. Lalu bagaimana pembahasannya? Kesempatan kali ini akan membahas mengenai orang-orang yang boleh tayamum.

 

Setelah memahami bagaimana tata cara wudu, penting bagi kaum muslimin untuk tahu mengenai tayamum. Hal ini dikarenakan tidak semua kondisi mengharuskan seseorang untuk wudu atau bahkan mandi janabat ketika hendak salat. Adapun dalam memahaminya, perlu mengerti berbagai dalil yang terkait macam orang yang dibolehkan tayamum. Sebagaimana yang ada dalam penjelasan, beberapa orang yang boleh tayamum adalah sebagai berikut.

 

A. Orang Sakit

Berbagai riwayat menerangkan tentang macam orang yang dibolehkan bertayamum. Salah satunya adalah kebolehan bertayamum bagi orang sakit. Hal tersebut dimaksudkan di antaranya adalah menghindari sakitnya seseorang bertambah parah apabila terkena air. Orang sakit maksudanya seseorang dalam keadaan sakit apabila terkena air akan membahayakan baginya atau memperlambat kesembuhannya. Berbagai dalil yang ada di antaranya sebagai berikut.

 

Dalil Al-Qur’an Ke-1

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. الماۤئدة: ٦

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit,202) dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh203) perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur. (QS. Al-Ma'idah/5:6)

Catatan:

202) Maksudnya, sakit yang membuatnya tidak boleh terkena air.

203) Lihat catatan kaki surah An-Nisa’ (4): 43.

 

Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia menjelaskan selanjutnya ayat ini menerangkan cara-cara bertayamum. Jika seseorang dalam keadaan sakit dan tidak boleh memakai air, atau dalam keadaan musafir tidak menemukan air untuk berwudu, maka wajib bertayamum dengan debu tanah. Caranya ialah dengan meletakkan kedua belah telapak tangan pada debu tanah yang bersih lalu disapukan ke muka, kemudian meletakkan lagi kedua telapak tangan ke atas debu tanah yang bersih, lalu telapak tangan yang kiri menyapu tangan kanan mulai dari belakang jari-jari tangan terus ke pergelangan sampai dengan siku, dari siku turun ke pergelangan tangan lagi untuk menyempurnakan penyapuan yang belum tersapu, sedang telapak tangan yang sebelah kanan yang berisi debu tanah jangan diganggu untuk disapukan pula ke tangan sebelah kiri dengan cara yang sama seperti menyapu tangan kanan. Demikianlah cara Nabi bertayamum. Kemudian akhir ayat ini menjelaskan bahwa perintah berwudu dan tayamum bukanlah untuk mempersulit kaum Muslimin, tetapi untuk menuntun mereka mengetahui cara-cara bersuci, dan untuk menyempurnakan nikmat-Nya, agar kaum Muslimin menjadi umat yang bersyukur. Adapun dalil lainnya adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-1

سنن أبي داوود ٢٨٤: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَنْطَاكِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ الزُّبَيْرِ بْنِ خُرَيْقٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ قَالَ: خَرَجْنَا فِي سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلًا مِنَّا حَجَرٌ، فَشَجَّهُ فِي رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ، فَقَالَ: هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً فِي التَّيَمُّمِ؟ فَقَالُوا: مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ. فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ. فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُخْبِرَ بِذَلِكَ، فَقَالَ: قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّهُ. أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا؟ فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ. إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ أَوْ يَعْصِبَ شَكَّ مُوسَى عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 284: Telah menceritakan kepada kami Musa bin Abdurrahman Al Anthaki, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salamah, dari Az Zubair bin Khuraiq, dari 'Atha` dan Jabir dia berkata: Kami pernah keluar dalam safar (bepergian), lalu salah seorang di antara kami kena batu, sehingga luka di kepalanya, kemudian ia mimpi keluar mani, lalu bertanya kepada kawan-kawannya, “Apakah kamu mendapatkan dalil yang membolehkan aku tayamum?” Mereka menjawab, “Kami tidak mendapati dalil yang membolehkan kamu tayamum, karena dapat menggunakan air.” Lalu ia mandi, kemudian ia mati. Maka tatkala kami sampai di hadapan Nabi SAW, hal itu diceritakan kepada beliau, lalu Nabi SAW bersabda, “Celaka mereka itu, karena mereka telah membunuhnya! Mengapa mereka tidak bertanya? Jika tidak mengetahui, karena obatnya orang yang tidak tahu itu adalah bertanya. Sesungguhnya cukup baginya bertayamum dan membalut lukanya itu dengan sepotong kain, lantas ia mengusap di atasnya, dan membasuh seluruh badannya.”

 

2. Orang Tidak Menemukan Air Ketika Mukim

Tayamum juga diperuntukkan bagi orang yang tidak menemukan air ketika mukim. Normalnya, orang mukim ketika hendak salat itu hendaknya berwudu. Namum ketika keadaan seseorang mukim tidak mendapati air, maka boleh bertayamum. Hal ini sebagaimana beberapa riwayat berikut.

 

Hadis Ke-2

صحيح مسلم ٨١١: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ رِبْعِيٍّ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فُضِّلْنَا عَلَى النَّاسِ بِثَلَاثٍ. جُعِلَتْ صُفُوفُنَا كَصُفُوفِ الْمَلَائِكَةِ، وَجُعِلَتْ لَنَا الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا، وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدْ الْمَاءَ. وَذَكَرَ خَصْلَةً أُخْرَى. حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ سَعْدِ بْنِ طَارِقٍ حَدَّثَنِي رِبْعِيُّ بْنُ حِرَاشٍ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 811: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail, dari Abu Malik Al-Asyja'i, dari Rib'i, dari Hudzaifah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Kami diberi kelebihan atas manusia dengan tiga perkara, yaitu: (1) dijadikan barisan-barisan kami seperti barisan-barisan malaikat; (2) dijadikan bagi kami bumi seluruhnya sebagai tempat salat; dan (3) dijadikan bagi kami debunya sebagai pensuci apabila kami tidak mendapatkan air.” Dan beliau menyebutkan karakter lainnya. Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib Muhammad bin Al-'Ala, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abi Zaidah, dari Sa'd bin Thariq, telah menceritakan kepadaku Rib'i bin Hirasy, dari Hudzaifah dia berkata: Rasulullah SAW bersabda semisalnya.

 

Hadis-hadis yang ada menunjukkan bahwa tayamum ketika mukim dibolehkan. Hal tersebut dengan syarat tidak menjumpai air. Keadaan tersebut merupakan keringanan atau rukshah dari Allah bagi kaum muslimin yang tidak mendapati air ketika hendak salat. Tidak mendapati air di sini bisa berarti sama sekali tidak ada air maupun ada air tetapi hanya cukup untuk keperluan minum maupun memasak.

 

3. Orang dalam Kondisi Sangat Dingin

Tayamum menjadi keringanan bagi orang-orang yang dalam kondisi dingin sekali. Hal tersebut bisa dikarenakan suhu dingin ekstrim di suatu wilayah yang apabila dipaksakan berwudu akan membinasakan diri sendiri. Adapun menjauhkan diri dari apa-apa yang membinasakan diri adalah perintah agama. Riwayat yang membolehkan tayamum dalam kondisi yang dingin sekali adalah sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Ke-3

سنن أبي داوود ٢٨٣: حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى أَخْبَرَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ أَخْبَرَنَا أَبِي قَالَ سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ أَيُّوبَ يُحَدِّثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ الْمِصْرِيِّ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ: احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ فِي غَزْوَةِ ذَاتِ السُّلَاسِلِ فَأَشْفَقْتُ إِنْ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ فَتَيَمَّمْتُ، ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي الصُّبْحَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ؟ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي مَنَعَنِي مِنْ الِاغْتِسَالِ وَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ اللَّهَ يَقُولُ: {وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا} فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا. قَالَ أَبُو دَاوُد عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ جُبَيْرٍ مِصْرِيٌّ مَوْلَى خَارِجَةَ بْنِ حُذَافَةَ وَلَيْسَ هُوَ ابْنُ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ ابْنِ لَهِيعَةَ وَعَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ أَبِي قَيْسٍ مَوْلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ كَانَ عَلَى سَرِيَّةٍ وَذَكَرَ الْحَدِيثَ نَحْوَهُ قَالَ فَغَسَلَ مَغَابِنَهُ وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ صَلَّى بِهِمْ فَذَكَرَ نَحْوَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ التَّيَمُّمَ قَالَ أَبُو دَاوُد وَرَوَى هَذِهِ الْقِصَّةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ قَالَ فِيهِ فَتَيَمَّمَ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 283: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Al Mutsanna, telah mengabarkan kepada kami Wahb bin Jarir, telah mengabarkan kepada kami Bapakku, dia berkata: Saya telah mendengar Yahya bin Ayyub menceritakan hadis dari Yazid bin Abi Habib, dari Imran bin Abi Anas dari Abdurrahman bin Jubair Al Mishri dari Amru bin Al 'Ash dia berkata: Saya pernah bermimpi basah pada suatu malam yang sangat dingin sekali ketika perang Dzatus Salasil, sehingga saya takut akan binasa jika saya mandi. Lalu saya pun bertayamum kemudian salat Subuh dengan para sahabatku. Lalu hal itu mereka laporkan kepada Nabi SAW, maka beliau bersabda: "Wahai Amru, engkau salat bersama para sahabatmu dalam keadaan junub?" Maka saya katakan kapada beliau tentang apa yang menghalangiku untuk mandi dan saya katakan: Sesungguhnya saya pernah mendengar Allah berfirman (yang artinya): Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kalian (QS. An Nisa': 29). Maka Rasulullah SAW tertawa dan tidak mengatakan apa-apa. Abu Dawud berkata: Abdurrahman bin Jubair Al Mishri adalah mantan sahaya Kharijah bin Hudzafah, dan dia bukanlah Jubair bin Nufair. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salamah Al Muradi, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb, dari Ibnu Lahi'ah dan Amru bin Al Harits, dari Yazid bin Abi Habib, dari Imran bin Abi Anas, dari Abdurrahman bin Jubair, dari Abu Qais, mantan sahaya Amru bin Al 'Ash bahwasanya Amru bin Al 'Ash pernah diutus pada suatu peperangan yang tidak diikuti Rasulullah SAW. Kemudian dia meyebutkan hadis semisal di atas. dia menyebutkan: Dia membasuh bagian-bagian lipatan tubuhnya dan berwudu kemudian salat dengan mereka, lalu dia menyebutkan semisalnya tanpa menyebutkan perihal tayamum. Abu Dawud berkata: Dan kisah ini telah diriwayatkan dari Al Auza'i, dari Hasan bin 'Athiyyah dia menyebutkan padanya: Lalu dia bertayamum.

 

4. Orang Ketika Safar

Orang yang berpergian atau musafir yang tidak mendapati air maupun mendapati air boleh bertayamum. Tayamum ketika hendak salat dibolehkan bagi orang Islam yang baru berpergian atau safar. Hal tersebut merupakan keringanan atau rukshah yang diberikan oleh Allah kepada kaum muslimin. Adapun dalil yang mendasarinya adalah selain firman Allah pada Al-Qur’an Surat Al-Ma'idah (5) ayat 6, juga ada dalil pendukung sebagai berikut.

 

Hadis Ke-4

صحيح البخاري ٣٣١: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، قَالَ: حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَوْفٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ عَنْ عِمْرَانَ، قَالَ: كُنَّا فِي سَفَرٍ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنَّا أَسْرَيْنَا حَتَّى كُنَّا فِي آخِرِ اللَّيْلِ وَقَعْنَا وَقْعَةً وَلَا وَقْعَةَ أَحْلَى عِنْدَ الْمُسَافِرِ مِنْهَا فَمَا أَيْقَظَنَا إِلَّا حَرُّ الشَّمْسِ وَكَانَ أَوَّلَ مَنْ اسْتَيْقَظَ فُلَانٌ ثُمَّ فُلَانٌ ثُمَّ فُلَانٌ يُسَمِّيهِمْ أَبُو رَجَاءٍ فَنَسِيَ عَوْفٌ ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ الرَّابِعُ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نَامَ لَمْ يُوقَظْ حَتَّى يَكُونَ هُوَ يَسْتَيْقِظُ لِأَنَّا لَا نَدْرِي مَا يَحْدُثُ لَهُ فِي نَوْمِهِ فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ عُمَرُ وَرَأَى مَا أَصَابَ النَّاسَ وَكَانَ رَجُلًا جَلِيدًا فَكَبَّرَ وَرَفَعَ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيرِ فَمَا زَالَ يُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيرِ حَتَّى اسْتَيْقَظَ بِصَوْتِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ شَكَوْا إِلَيْهِ الَّذِي أَصَابَهُمْ قَالَ لَا ضَيْرَ أَوْ لَا يَضِيرُ ارْتَحِلُوا فَارْتَحَلَ فَسَارَ غَيْرَ بَعِيدٍ ثُمَّ نَزَلَ فَدَعَا بِالْوَضُوءِ فَتَوَضَّأَ وَنُودِيَ بِالصَّلَاةِ فَصَلَّى بِالنَّاس فَلَمَّا انْفَتَلَ مِنْ صَلَاتِهِ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ مُعْتَزِلٍ لَمْ يُصَلِّ مَعَ الْقَوْمِ قَالَ مَا مَنَعَكَ يَا فُلَانُ أَنْ تُصَلِّيَ مَعَ الْقَوْمِ قَالَ أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ وَلَا مَاءَ قَالَ عَلَيْكَ بِالصَّعِيدِ فَإِنَّهُ يَكْفِيكَ ثُمَّ سَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاشْتَكَى إِلَيْهِ النَّاسُ مِنْ الْعَطَشِ فَنَزَلَ فَدَعَا فُلَانًا كَانَ يُسَمِّيهِ أَبُو رَجَاءٍ نَسِيَهُ عَوْفٌ وَدَعَا عَلِيًّا فَقَالَ اذْهَبَا فَابْتَغِيَا الْمَاءَ فَانْطَلَقَا فَتَلَقَّيَا امْرَأَةً بَيْنَ مَزَادَتَيْنِ أَوْ سَطِيحَتَيْنِ مِنْ مَاءٍ عَلَى بَعِيرٍ لَهَا فَقَالَا لَهَا أَيْنَ الْمَاءُ قَالَتْ عَهْدِي بِالْمَاءِ أَمْسِ هَذِهِ السَّاعَةَ وَنَفَرُنَا خُلُوفًا قَالَا لَهَا انْطَلِقِي إِذًا قَالَتْ إِلَى أَيْنَ قَالَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ الَّذِي يُقَالُ لَهُ الصَّابِئُ قَالَا هُوَ الَّذِي تَعْنِينَ فَانْطَلِقِي فَجَاءَا بِهَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَدَّثَاهُ الْحَدِيثَ قَالَ فَاسْتَنْزَلُوهَا عَنْ بَعِيرِهَا وَدَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِنَاءٍ فَفَرَّغَ فِيهِ مِنْ أَفْوَاهِ الْمَزَادَتَيْنِ أَوْ سَطِيحَتَيْنِ وَأَوْكَأَ أَفْوَاهَهُمَا وَأَطْلَقَ الْعَزَالِيَ وَنُودِيَ فِي النَّاسِ اسْقُوا وَاسْتَقُوا فَسَقَى مَنْ شَاءَ وَاسْتَقَى مَنْ شَاءَ وَكَانَ آخِرُ ذَاكَ أَنْ أَعْطَى الَّذِي أَصَابَتْهُ الْجَنَابَةُ إِنَاءً مِنْ مَاءٍ قَالَ اذْهَبْ فَأَفْرِغْهُ عَلَيْكَ وَهِيَ قَائِمَةٌ تَنْظُرُ إِلَى مَا يُفْعَلُ بِمَائِهَا وَايْمُ اللَّهِ لَقَدْ أُقْلِعَ عَنْهَا وَإِنَّهُ لَيُخَيَّلُ إِلَيْنَا أَنَّهَا أَشَدُّ مِلْأَةً مِنْهَا حِينَ ابْتَدَأَ فِيهَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اجْمَعُوا لَهَا فَجَمَعُوا لَهَا مِنْ بَيْنِ عَجْوَةٍ وَدَقِيقَةٍ وَسَوِيقَةٍ حَتَّى جَمَعُوا لَهَا طَعَامًا فَجَعَلُوهَا فِي ثَوْبٍ وَحَمَلُوهَا عَلَى بَعِيرِهَا وَوَضَعُوا الثَّوْبَ بَيْنَ يَدَيْهَا قَالَ لَهَا تَعْلَمِينَ مَا رَزِئْنَا مِنْ مَائِكِ شَيْئًا وَلَكِنَّ اللَّهَ هُوَ الَّذِي أَسْقَانَا فَأَتَتْ أَهْلَهَا وَقَدْ احْتَبَسَتْ عَنْهُمْ قَالُوا مَا حَبَسَكِ يَا فُلَانَةُ قَالَتْ الْعَجَبُ لَقِيَنِي رَجُلَانِ فَذَهَبَا بِي إِلَى هَذَا الَّذِي يُقَالُ لَهُ الصَّابِئُ فَفَعَلَ كَذَا وَكَذَا فَوَاللَّهِ إِنَّهُ لَأَسْحَرُ النَّاسِ مِنْ بَيْنِ هَذِهِ وَهَذِهِ وَقَالَتْ بِإِصْبَعَيْهَا الْوُسْطَى وَالسَّبَّابَةِ فَرَفَعَتْهُمَا إِلَى السَّمَاءِ تَعْنِي السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ أَوْ إِنَّهُ لَرَسُولُ اللَّهِ حَقًّا فَكَانَ الْمُسْلِمُونَ بَعْدَ ذَلِكَ يُغِيرُونَ عَلَى مَنْ حَوْلَهَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ وَلَا يُصِيبُونَ الصِّرْمَ الَّذِي هِيَ مِنْهُ فَقَالَتْ يَوْمًا لِقَوْمِهَا مَا أُرَى أَنَّ هَؤُلَاءِ الْقَوْمَ يَدْعُونَكُمْ عَمْدًا فَهَلْ لَكُمْ فِي الْإِسْلَامِ فَأَطَاعُوهَا فَدَخَلُوا فِي الْإِسْلَامِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ صَبَأَ خَرَجَ مِنْ دِينٍ إِلَى غَيْرِهِ وَقَالَ أَبُو الْعَالِيَةِ {الصَّابِئِينَ} فِرْقَةٌ مِنْ أَهْلِ الكِتَابِ يَقْرَءُونَ الزَّبُورَ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 331: Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata: telah menceritakan kepadaku Yahya bin Sa'id berkata: telah menceritakan kepada kami 'Auf berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Raja' dari 'Imran berkata: "Kami pernah dalam suatu perjalanan bersama Nabi SAW, kami berjalan di waktu malam hingga ketika sampai di akhir malam kami tidur, dan tidak ada tidur yang paling enak (nyenyak) bagi musafir melebihi yang kami alami. Hingga tidak ada yang membangunkan kami kecuali panas sinar matahari. Dan orang yang pertama kali bangun adalah si fulan, lalu si fulan, lalu seseorang yang Abu 'Auf mengenalnya namun akhirnya lupa. Dan 'Umar bin Al Khaththab adalah orang keempat saat bangun, Sedangkan Nabi SAW bila tidur tidak ada yang membangunkannya hingga beliau bangun sendiri, karena kami tidak tahu apa yang terjadi pada beliau dalam tidurnya. Ketika 'Umar bangun dan melihat apa yang terjadi di tengah banyak orang (yang kesiangan), dan 'Umar adalah seorang yang tegar penuh kesabaran, maka ia bertakbir dengan mengeraskan suaranya dan terus saja bertakbir dengan keras hingga Nabi SAW terbangun akibat kerasnya suara takbir 'Umar. Tatkala beliau bangun, orang-orang mengadukan peristiwa yang mereka alami. Maka beliau bersabda: "Tidak masalah" atau "Tidak mengapa dan lanjutkanlah perjalanan." Maka beliau meneruskan perjalanan dan setelah beberapa jarak yang tidak jauh beliau berhenti lalu meminta segayung air untuk wudu, beliau lalu berwudu kemudian menyeru untuk salat. Maka beliau salat bersama orang banyak. Setelah beliau selesai melaksanakan salatnya, didapatinya ada seorang yang memisahkan diri tidak ikut salat bersama orang banyak. Maka Nabi SAW bertanya: "Wahai Fulan, apa yang menghalangimu untuk salat bersama orang banyak?" Orang itu menjawab: "Aku sedang junub, sementara air tidak ada." Beliau lantas menjelaskan: "Kamu cukup menggunakan debu." Kemudian Nabi SAW melanjutkan perjalanan hingga akhirnya orang-orang mengadu kepada beliau bahwa mereka kehausan. Maka Nabi SAW meminta seseorang yang bernama Abu Raja', tetapi 'Auf lupa, dan 'Ali seraya memerintahkan keduanya: "Pergilah kalian berdua dan carilah air." Maka keduanya berangkat hingga berjumpa dengan seorang wanita yang membawa kantung-kantung berisi air dengan untanya. Maka keduanya bertanya kepadanya: "Dimana ada air?" Wanita itu menjawab: "Terakhir aku lihat air di (daerah) ini adalah waktu sekarang ini. dan perjalanan kami ini juga dalam rangka mencari air." Lalu keduanya berkata: "Kalau begitu pergilah!" Wanita itu bertanya: "Kalian mau kemana?" Keduanya menjawab: "Menemui Rasulullah SAW." Wanita itu bertanya: "Kepada orang yang dianggap telah keluar dari agama (Shabi'i)?" Keduanya menjawab: "Ya dialah yang kamu maksud." Kemudian kedua sahabat Nabi itu pergi bersama wanita tersebut menemui Nabi SAW. Keduanya kemudian menceritakan peritiwa yang baru saja dialami. Nabi SAW lalu bersabda: "Turunkanlah dia dari untanya." Kemudian Nabi SAW meminta bejana air, lalu beliau menuangkan di mulut kantung-kantung air (milik wanita itu), beliau lepas ikatan kantung-kantung air tersebut seraya berseru kepada orang banyak: "Ambillah air dan minumlah sesuka kalian!" Maka orang-orang memberi minum (tunggangan mereka) dan meminum sesuka mereka. Dan akhir, beliau memberi seember air kepada orang yang tadi terkena janabat. Lalu beliau berkata kepadanya: "Pergi dan mandilah." Dan sambil berdiri wanita tersebut mengamati apa yang diperbuat terhadap air kepunyaannya. Demi Allah, kejadian tadi telah membuatnya terperanjat dan juga kami, kami saksikan airnya bertambah banyak dibanding saat yang pertama. Nabi SAW lalu bersabda: "Kumpulkan (makanan) untuknya." Maka orang-orang pun mengumpulkan makanan berupa kurma, tepung, sawiq (campuran antara susu dengan tepung) untuk wanita tersebut. Makanan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kain, mereka menaikkan wanita tersebut di atas kendaraan dan meletakkan makanan tersebut di depannya. Kemudian Nabi SAW berkata kepada wanita tersebut: "Kamu mengetahui bahwa kami tidak mengurangi sedikitpun air milikmu, tetapi Allah yang telah memberi minum kepada kami." Wanita tersebut kemudian pulang menemui keluarganya, lalu mereka bertanya: "Wahai fulanah, apa yang membuat kamu terlambat?" Wanita tersebut menjawab: "Suatu keajaiban! Aku bertemu dengan dua orang laki-laki yang kemudian membawaku bertemu dengan seorang yang disebut Shabi'i, lalu laki-laki itu berbuat begini dan begini. Demi Allah, dialah orang yang paling menakjubkan (membuat kejadian luar biasa) di antara yang ada ini dan ini." Wanita tersebut berkata sambil memberi isyarat dengan mengangkat jari tengah dan telunjuknya ke arah langit, atau antara langit dan bumi. Maksudnya bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah yang hak. Sejak saat itu kaum Muslimin selalu melindungi wanita tersebut dari kaum Musyrikin dan tidaklah kaum Muslimin merusak rumah atau kediaman wanita tersebut. Pada suatu hari wanita itu berkata kepada kaumnya: "Aku tidak memandang bahwa kaum tersebut membiarkan kalian dengan sengaja. Apakah kalian mau masuk Islam?" Maka kaumnya mentaatinya dan masuk ke dalam Islam." Abu 'Abdullah berkata: "Yang dimaksud dengan Shabi'i adalah keluar dari suatu agama kepada agama lain." Sedangkan Abu 'Aliyah berkata: "Ash Shabi'un adalah kelompok dari Ahlul Kitab yang membaca Kitab Zabur."

 

Hadis Ke-5

مسند أحمد ١٩٠٥٢: حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عَوْفٍ حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ حَدَّثَنِي عِمَرانُ بْنُ حُصَيْنٍ قَالَ: كُنَّا فِي سَفَرٍ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنَّا أَسْرَيْنَا حَتَّى إِذَا كُنَّا فِي آخِرِ اللَّيْلِ وَقَعْنَا تِلْكَ الْوَقْعَةَ فَلَا وَقْعَةَ أَحْلَى عِنْدَ الْمُسَافِرِ مِنْهَا قَالَ فَمَا أَيْقَظَنَا إِلَّا حَرُّ الشَّمْسِ وَكَانَ أَوَّلَ مَنْ اسْتَيْقَظَ فُلَانٌ ثُمَّ فُلَانٌ كَانَ يُسَمِّيهِمْ أَبُو رَجَاءٍ وَنَسِيَهُمْ عَوْفٌ ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ الرَّابِعُ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نَامَ لَمْ نُوقِظْهُ حَتَّى يَكُونَ هُوَ يَسْتَيْقِظُ لِأَنَّا لَا نَدْرِي مَا يُحْدِثُ أَوْ يَحْدُثُ لَهُ فِي نَوْمِهِ فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ عُمَرُ وَرَأَى مَا أَصَابَ النَّاسَ وَكَانَ رَجُلًا أَجْوَفَ جَلِيدًا قَالَ فَكَبَّرَ وَرَفَعَ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيرِ فَمَا زَالَ يُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيرِ حَتَّى اسْتَيْقَظَ لِصَوْتِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَكَوْا الَّذِي أَصَابَهُمْ فَقَالَ لَا ضَيْرَ أَوْ لَا يَضِيرُ ارْتَحِلُوا فَارْتَحَلَ فَسَارَ غَيْرَ بَعِيدٍ ثُمَّ نَزَلَ فَدَعَا بِالْوَضُوءِ فَتَوَضَّأَ وَنُودِيَ بِالصَّلَاةِ فَصَلَّى بِالنَّاسِ فَلَمَّا انْفَتَلَ مِنْ صَلَاتِهِ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ مُعْتَزِلٍ لَمْ يُصَلِّ مَعَ الْقَوْمِ فَقَالَ مَا مَنَعَكَ يَا فُلَانُ أَنْ تُصَلِّيَ مَعَ الْقَوْمِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ وَلَا مَاءَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكَ بِالصَّعِيدِ فَإِنَّهُ يَكْفِيكَ ثُمَّ سَارَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاشْتَكَى إِلَيْهِ النَّاسُ الْعَطَشَ فَنَزَلَ فَدَعَا فُلَانًا كَانَ يُسَمِّيهِ أَبُو رَجَاءٍ وَنَسِيَهُ عَوْفٌ وَدَعَا عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ فَقَالَ اذْهَبَا فَابْغِيَا لَنَا الْمَاءَ قَالَ فَانْطَلَقَا فَيَلْقَيَانِ امْرَأَةً بَيْنَ مَزَادَتَيْنِ أَوْ سَطِيحَتَيْنِ مِنْ مَاءٍ عَلَى بَعِيرٍ لَهَا فَقَالَا لَهَا أَيْنَ الْمَاءُ فَقَالَتْ عَهْدِي بِالْمَاءِ أَمْسِ هَذِهِ السَّاعَةَ وَنَفَرُنَا خُلُوفٌ قَالَ فَقَالَا لَهَا انْطَلِقِي إِذًا قَالَتْ إِلَى أَيْنَ قَالَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ هَذَا الَّذِي يُقَالُ لَهُ الصَّابِئُ قَالَا هُوَ الَّذِي تَعْنِينَ فَانْطَلِقِي إِذًا فَجَاءَا بِهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَدَّثَاهُ الْحَدِيثَ فَاسْتَنْزَلُوهَا عَنْ بَعِيرِهَا وَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِنَاءٍ فَأَفْرَغَ فِيهِ مِنْ أَفْوَاهِ الْمَزَادَتَيْنِ أَوْ السَّطِيحَتَيْنِ وَأَوْكَأَ أَفْوَاهَهُمَا فَأَطْلَقَ الْعَزَالِي وَنُودِيَ فِي النَّاسِ أَنْ اسْقُوا وَاسْتَقُوا فَسَقَى مَنْ شَاءَ وَاسْتَقَى مَنْ شَاءَ وَكَانَ آخِرُ ذَلِكَ أَنْ أَعْطَى الَّذِي أَصَابَتْهُ الْجَنَابَةُ إِنَاءً مِنْ مَاءٍ فَقَالَ اذْهَبْ فَأَفْرِغْهُ عَلَيْكَ قَالَ وَهِيَ قَائِمَةٌ تَنْظُرُ مَا يُفْعَلُ بِمَائِهَا قَالَ وَايْمُ اللَّهِ لَقَدْ أَقْلَعَ عَنْهَا وَإِنَّهُ لَيُخَيَّلُ إِلَيْنَا أَنَّهَا أَشَدُّ مِلْأَةً مِنْهَا حِينَ ابْتَدَأَ فِيهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اجْمَعُوا لَهَا فَجَمَعَ لَهَا مِنْ بَيْنِ عَجْوَةٍ وَدَقِيقَةٍ وَسُوَيْقَةٍ حَتَّى جَمَعُوا لَهَا طَعَامًا كَثِيرًا وَجَعَلُوهُ فِي ثَوْبٍ وَحَمَلُوهَا عَلَى بَعِيرِهَا وَوَضَعُوا الثَّوْبَ بَيْنَ يَدَيْهَا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعْلَمِينَ وَاللَّهِ مَا رَزَأْنَاكِ مِنْ مَائِكِ شَيْئًا وَلَكِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ هُوَ سَقَانَا قَالَ فَأَتَتْ أَهْلَهَا وَقَدْ احْتَبَسَتْ عَنْهُمْ فَقَالُوا مَا حَبَسَكِ يَا فُلَانَةُ فَقَالَتْ الْعَجَبُ لَقِيَنِي رَجُلَانِ فَذَهَبَا بِي إِلَى هَذَا الَّذِي يُقَالُ لَهُ الصَّابِئُ فَفَعَلَ بِمَائِي كَذَا وَكَذَا لِلَّذِي قَدْ كَانَ فَوَاللَّهِ إِنَّهُ لَأَسْحَرُ مَنْ بَيْنَ هَذِهِ وَهَذِهِ قَالَتْ بِأُصْبُعَيْهَا الْوُسْطَى وَالسَّبَّابَةِ فَرَفَعَتْهُمَا إِلَى السَّمَاءِ يَعْنِي السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ أَوْ إِنَّهُ لَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقًّا قَالَ وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ بَعْدُ يُغِيرُونَ عَلَى مَا حَوْلَهَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ وَلَا يُصِيبُونَ الصِّرْمَ الَّذِي هِيَ فِيهِ فَقَالَتْ يَوْمًا لِقَوْمِهَا مَا أَرَى أَنَّ هَؤُلَاءِ الْقَوْمَ يَدَعُونَكُمْ عَمْدًا فَهَلْ لَكُمْ فِي الْإِسْلَامِ فَأَطَاعُوهَا فَدَخَلُوا فِي الْإِسْلَامِ.

Artinya: Musnad Ahmad nomor 19052: Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Auf, telah menceritakan kepada kami Abu Raja', telah menceritakan kepadaku Imran bin Husain katanya, kami pernah dalam perjalanan bersama Rasulullah SAW. Kami melakukan perjalanan pada malam hari, hingga ketika kami sudah di akhir alam, kami beristirahat sejenak. Rupanya tak ada istirahat yang lebih manis bagi musafir selain istirahat pada waktu itu. Ketika itu kami tertidur pulas sepulas-pulasnya sehingga kami tidak bangun selain setelah sengatan matahari mengusik kami. Yang pertama kali bangun adalah si fulan dan si fulan. Abu Raja' masih bisa menyebutkan nama-nama itu satu persatu, tetapi 'Auf lupa. Kemudian Umar bin Khattab RA adalah orang keempat yang bangun. Sudah menjadi tradisi, jika Rasulullah SAW tidur, kami semua tidak berani membangunkannya, sebab siapa tahu telah terjadi sesuatu pada diri beliau, atau ada sesuatu yang terjadi pada diri beliau. Ketika Umar bangun, dan ia melihat orang-orang kepulasan, kebetulan ia berperawakan besar dan kuat, ia bertakbir dan melantangkan suaranya dengan takbir. Ia tidak berhenti bertakbir dan melantangkan suaranya hingga Rasulullah SAW bangun, karena suaranya yang menggelegar. Ketika Rasulullah SAW bangun, para sahabat melaporkan apa yang terjadi. Namun beliau hanya menjawab: "Tidak masalah,” atau dengan redaksi “selamanya tidak masalah, mari kita teruskan perjalanan." Kemudian mereka melanjutkan perjalanan. Belum begitu jauh beliau berjalan, belaiu lalu singgah dan meminta air wudu. Lalu beliau berwudu, setelah azan dikumandangkan, beliau mengimami orang-orang. Seusai salat, tak tahunya ada seorang sahabat yang menyendiri seorang diri dan tidak ikut salat bersama yang lain. Nabi bertanya: "Apa yang menghalangimu tidak salat bersama-sama (jamaah)?" Jawabnya: "Ya Rasulullah, kebetulan aku sedang junub, sementara kondisi sedang tak ada air." Rasulullah SAW menjawab: "Gunakanlah debu, karena sesungguhnya ia cukup bagimu.” Setelah itu beliau melanjutkan perjalanan, ternyata para sahabat mengeluh karena kehausan. Beliau pun singgah dan memanggil si fulan, Abu Raja' masih bisa menyebut namanya, namun Auf lupa, dan Ali RA. Kata Nabi: "Pergilah kalian berdua untuk mencari air." Kata Imran, keduanya beliau berangkat, ternyata mereka berdua menemui seorang wanita di atas untanya tengah memikul dua bejana air yang sering diistilahkan mizadah dan dua kantong air kulit bersusun-susun yang sering diistilahkan sathihat. (Orang arab mengistilahkan begitu). Keduanya bertanya "Di manakah ada sumber air? Si wanita menjawab: "Kami mencari air semenjak kemarin, dalam waktu seperti ini, sedang kaumku akan menjemputku." Keduanya berkata: "Maaf, tolong kamu berangkat." Si wanita bertanya "Maksud kalian berdua, aku berangkat ke mana? Ali dan kawannya menjawab: "Kepada Rasulullah SAW, si wanita menjawab "Laki-laki yang sering dijuluki "Si sinting" oleh orang-orang itu?" Ali dan kawannya menjawab: "Itulah yang kau maksudkan, kamu benar, berangkatlah sekarang juga." Keduanya terus mengajak si wanita menemui Rasulullah SAW dan keduanya kisahkan cerita kepada beliau. Para sahabat kemudian menurunkan si wanita dari untanya, sedang Rasulullah SAW meminta bejana. Beliau tumpahi air bejana itu dari mulut dua bejana kulit yang diistilahkan mizadah dan dari dua kantong air bersusun yang diistilahkan sathihat. Beliau rapatkan kembali tutupnya, sedang yang tidak ada tutupnya beliau biarkan sedia kala. Kemudian para sahabat diberi pengumuman "Hai sekalian, silahkan kalian minum dan lainnya mengucurkan minuman." Maka di antara mereka ada yang minum sedang lainnya mengucurkan minuman. Terakhir kali, beliau memberi kesempatan kepada sahabat beliau yang junub sebejana air. Dan beliau pesankan "Bawa ini dan guyurkan pada tubuhmu sana." Kata Imran: "Dan si wanita terus melihat bagaimana airnya diperlakukan. Kata Imran selanjutnya: "Demi Allah, sungguh aku membuka kedua mizadah dan sathihat itu, dan terbayang oleh kami, keduanya lebih penuh daripada sebelumnya. Lantas Rasulullah SAW bersabda: "Sahabatku, tolong kumpulkan oleh-oleh untuk wanita ini." Para sahabat pun mengumpulkan oleh-oleh berupa kurma 'ajuwa, bubuk gandum, dan roti sawiq hingga mereka kumpulkan sekian banyak makanan dan mereka bungkus dalam kain. Mereka naikkan ke untanya dan mereka letakkan bungkusan di depan si wanita. Lantas Rasulullah SAW bersabda kepada si wanita: "Demi Allah, kamu tahu sendiri, kami tidak mengurangi airmu sedikitpun, tetapi Allah-lah yang memberi kami minum." Kata Imran: "Si wanita terus mendatangi keluarganya, rupanya ia terlambat. Keluarganya bertanya: "Apa yang menjadikanmu terlambat? Si wanita menjawab: "Aneh dan ajaib, dua orang menemuiku lantas mengajakku menemui laki-laki yang sering digelari "Si sinting" itu. Ia kemudian mengelola airku sedemikian rupa. Anehnya, demi Allah, sungguh ia manusia paling penyihir antara ini dan ini, sambil ia mendemontrasikan dua jarinya, jari tengah dan telunjuk, lantas ia naikkan ke langit dan satunya menunjuk bumi, ataukah ia adalah utusan Allah Rasulullah SAW sejati. Kemudian hari, kaum muslimin melakukan penyerangan terhadap kaum musyrikin yang tinggal di sekitar wanita itu, namun beliau tidak menyerang rombongan yang diikutsertai wanita tersebut. Suatu hari ia pesankan kepada kaumnya: "Saya pikir mereka (kaum muslimin) membiarkan kalian ini secara sengaja, maka maukah kalian memeluk Islam?" Mereka pun menaati dan memeluk Islam."

 

Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan taharah. Hal tersebut sebagai upaya menggapai kesempurnaan dalam beribadah mengingat salat didirikan dengan syarat terhindar dari najis dan hadas. Semoga pelajaran mengenai taharah yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.