Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah mendirikan salat. Pembeda antara orang tidak beragama Islam dan orang beragama Islam adalah dikerjakannya salat. Adapun supaya salat dinilai sah, maka perlu adanya taharah. Lalu bagaimana pembahasannya? Kesempatan kali ini akan membahas mengenai kebolehan orang berhadas menyentuh atau membaca Al-Qur’an.
Setelah memahami bagaimana tata cara wudu, penting bagi kaum muslimin untuk tahu mengenai kebolehan orang berhadas menyentuh atau membaca Al-Qur’an. Namun demikian terdapat beberapa hal yang masih menjadi bahan diskusi mengenai perlukah berwudu ketika hendak membaca atau menyentuh Al-Qur’an. Mengenai hal tersebut terdapat unsur menyentuh dan membaca. Adapun dalam memahaminya, kaum muslimnin punya perbedaan pendapat sebagaimana berikut.
A. Menyentuh Al-Qur’an Bagi Orang Berhadas
Al-Qur’an adalah kitab suci orang Islam. Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an senantiasa dekat pada kaum muslimin. Hal tersebut tampak pada interaksi dengan Al-Qur’an. Tentu interaksi dengan Al-Qur’an tidak terlepas dari aktivitas menyentuh atau memegang Al-Qur’an itu sendiri. Terkait boleh atau tidaknya menyentuh Al-Qur’an ini terjadi perbedaan pendapat.
1. Orang Berhadas Tidak Boleh Menyentuh Al-Qur’an
Pendapat bahwa orang berhadas tidak boleh menyentuh Al-Qur’an dipegang sebagian kaum muslimin berdasarkan beberapa dalil yang ada. Adapun dalil yang ada di antaranya adalah sebagai berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-1
لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۗ. الواقعة: ٧٩
Artinya: Tidak ada yang menyentuhnya, kecuali para hamba (Allah) yang disucikan.708) (QS. Al-Waqi'ah/56:79)
Catatan: 708) Hamba Allah yang disucikan, menurut sebagian ulama, adalah orang-orang yang suci dari hadas besar dan kecil. Adapun menurut sebagian lainnya, maksudnya adalah makhluk Allah yang suci dari dosa dan kesalahan, yakni para malaikat.
Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan pada Surat Al-Waqi'ah ayat 79 tersebut bahwa Allah menjelaskan bahwa Al-Qur'an ini adalah wahyu Ilahi yang mengandung faedah dan kemanfaatan yang tiada terhingga. Selain itu juga berisi ilmu serta petunjuk pasti yang membawa kebahagiaan kepada manusia untuk kehidupan dunia dan akhirat, dan membacanya termasuk ibadah. Al-Qur'an merupakan sumber ilmu tauhid, ilmu fikih, ilmu tasawuf, dan lain-lain. Al-Qur'an terjamin kesuciannya, hanya Malaikat Al-Muqarrabin yang pernah menyentuhnya dari Lauh Mahfuz, yaitu Malaikat Jibril yang ditugaskan menyampaikannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Mengenai ayat 79, sebagian ahli tafsir berbeda pendapat. Jumhur ulama mengistimbatkan bahwa ayat 79 ini melarang orang-orang yang berhadas, baik hadas kecil maupun hadas besar, menyentuh atau memegang mushaf Al-Qur'an. Hal tersebut berdasarkan hadis Muadz bin Jabal. Rasul bersabda, “Tidak boleh menyentuh mushaf kecuali orang suci.” Pendapat inilah yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia. Ada dua pendapat tentang hukum menyentuh mushaf yaitu:
1. Imam empat mazhab berpendapat tidak boleh menyentuh mushaf tanpa wudu. Menurut Imam Nawawi, firman Allah: la yamassuhu illal-mutahharun bermakna tidak menyentuh mushaf ini kecuali orang suci dari hadas.
2. Mazhab Az-Zahiri berpendapat boleh menyentuh mushaf tanpa wudu dengan alasan bahwa Rasulullah SAW pernah mengirim surat yang ada ayat Al-Qur'annya kepada Heraklius padahal dia non muslim dan tidak berwudu. Anak kecil membawa tempat menulis Al-Qur'an dan buku yang ada tulisan Al-Qur'an diperbolehkan oleh para ulama.
Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa Al-Qur'an ini sesungguhnya diturunkan dari Tuhan yang menguasai alam semesta. Sebagai pedoman hidup untuk dibaca, dihafal, dipahami dan diamalkan. Maka sungguh sesatlah orang-orang yang menuduh bahwa Al-Qur'an ini sihir atau syair. Hal tersebut adalah tafsir lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia. Namun pada hadis yang bersandar pada Muadz bin Jabal hanya ditulis terjemahan tanpa menyebutkan matan hadis. Oleh sebab itu, penulis kesulitan melacak derajat kesahihan hadis. Selain itu, pada pendapat ini juga berpegang pada beberapa dalil berikut.
Hadis Ke-1
سنن الدارمي ٧٩٢: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ قَالَ الْمُسْتَحَاضَةُ تَجْلِسُ أَيَّامَ أَقْرَائِهَا ثُمَّ تَغْتَسِلُ لِلظُّهْرِ وَالْعَصْرِ غُسْلًا وَاحِدًا وَتُؤَخِّرُ الْمَغْرِبَ وَتُعَجِّلُ الْعِشَاءَ وَذَلِكَ فِي وَقْتِ الْعِشَاءِ وَلِلْفَجْرِ غُسْلًا وَاحِدًا وَلَا تَصُومُ وَلَا يَأْتِيهَا زَوْجُهَا وَلَا تَمَسُّ الْمُصْحَفَ.
Artinya: Sunan Darimi nomor 792: Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Yusuf, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Manshur dari Ibrahim ia berkata: "Seorang wanita yang mengalami istihadah (hendaknya) duduk diam (tidak mengerjakan salat) selama masa haidnya, kemudian ia ia boleh mandi untuk salat zuhur dan 'asar dengan sekali mandi, dan ia boleh mengakhirkan salat magrib dan menyegerakan salat isya' (dengan sekali mandi), serta untuk salat subuh dengan sekali mandi, ia tidak boleh berpuasa, dan suaminya tidak boleh menggaulinya dan ia tidak boleh menyentuh mushaf Al Qur’an".
Keterangan: Hadis tersebut hanya sampai pada seorang tabiin yang bernama Ibrahim bin Yazid. Hadis serupa muncul pada Sunan Darimi nomor 817 dan 819. Hadis yang disebutkan, semuanya dari Ibrahim bin Yazid. Hadis tersebut tidak ada keterangan marfu hingga Rasulullah SAW.
Hadis Ke-2
سنن الدارمي ٢١٦٦: أَخْبَرَنَا الْحَكَمُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ حَدَّثَنِي الزُّهْرِيُّ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ الْحَكَمُ قَالَ لِي يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ أَفْصِلُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ أَنْ لَا يَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ وَلَا طَلَاقَ قَبْلَ إِمْلَاكٍ وَلَا عَتَاقَ حَتَّى يَبْتَاعَ قِيلَ لِأَبِي مُحَمَّدٍ مَنْ سُلَيْمَانُ قَالَ أَحْسَبُ كَاتِبًا مِنْ كُتَّابِ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ
Artinya: Sunan Darimi nomor 2166: Telah menghabarkan kepada kami Al Hakam bin Musa, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hamzah dari Sulaiman bin Daud, telah menceritakan kepadaku Az Zuhri dari Abu Bakr bin Muhammad bin 'Amr bin Hazm dari Bapaknya dari Kakeknya, ia berkata; Al Hakam berkata; Yahya bin Hamzah berkata kepadaku; "Aku menerangkan bahwa Rasulullah SAW telah menulis surat kepada penduduk Yaman bahwa tidak boleh menyentuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci, tidak boleh mencerai sebelum menikah dan tidak dapat membebaskan kecuali setelah membeli." Abu Muhammad ditanya; "Siapakah Sulaiman itu?" Dia menjawab; "Aku kira ia adalah sekretaris di antara sekretaris Umar bin Abdul Aziz."
Keterangan: Terkait rawi yang bernama Sulaiman bin Daud merupakan tabi'ut tabi'in kalangan tua. Komentar ulama tentangnya di antaranya Abu Hatim mengatakan: la ba`sa bih; Ibnu Hibban mengatakan: tsiqah ma`mun; Ibnu Madini mengatakan: mungkarul hadits; Yahya bin Ma'in mengatakan: tidak terkenal; Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: shaduuq; Adz Dzahabi mengatakan: diperselisihkan.
Hadis Ke-3
موطأ مالك ٤١٩: حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرِ بْنِ حَزْمٍ، أَنَّ فِي الْكِتَابِ الَّذِي كَتَبَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَمْرِو بْنِ حَزْمٍ أَنْ لَا يَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ.
Artinya: Muwatha' Malik nomor 419: Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Abdullah bin Abu Bakr bin Hazm bahwa di antara isi surat Rasulullah SAW yang beliau tulis untuk 'Amru bin Hazm adalah: "Tidak ada yang boleh menyentuh Al-Qur'an kecuali yang telah bersuci."
Keterangan: Terkait rawi yang Abdullah bin Abu Bakr bin Hazm bernama lengkap Abdullah bin Abi Bakar bin Muhammad bin 'Amru bin Hazm. Ia merupakan tabi'in kalangan biasa. Hidup dan wafat di Madinah. Wafat tahun 135H. Komentar ulama tentangnya di antaranya Yahya bin Ma'in mengatakan: tsiqah; Abu Hatim mengatakan: tsiqah; An Nasa'i mengatakan: tsiqah tsabat; Ibnu Sa'd mengatakan: tsiqah; Al 'Ajli mengatakan: tsiqah; Ibnu Hibban mengatakan: disebutkan dalam 'ats tsiqaat; Ibnu Abdil Barr mengatakan: "tsiqah, faqih"; Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: tsiqah; Adz Dzahabi mengatakan: hujjah. Meskipun ia adalah rawi yang tsiqah, tetapi periwayatan hadis ini didasarkan padanya yang merupakan tabi’in kalangan biasa. Oleh sebab itu, ada rawi yang tidak disebutkan sebelumnya hingga sahabat sampai Rasulullah SAW.
Hadis Ke-4
سنن الدارقطني ٤٢٩: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَخْلَدٍ، نا الْحَسَنُ بْنُ أَبِي الرَّبِيعِ، نا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: كَانَ فِي كِتَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَمْرِو بْنِ حَزْمٍ: أَلَّا تَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلَّا عَلَى طُهْرٍ. مُرْسَلٌ وَرُوَاتِهِ ثِقَاتٌ.
Artinya: Sunan Daruquthni nomor 429: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Makhlad, telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Abu Ar-Rabi', telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar, dari Abdullah bin Abu Bakar, dari Bapaknya, ia mengatakan, "Dalam surat Nabi SAW untuk Amr bin Hazm (disebutkan): Tidak boleh menyentuh Al Qur‘an kecuali orang yang telah suci." Mursal, dan para perawinya tsiqah.
Keterangan: Sebagaimana disebutkan bahwa hadis tersebut adalah mursal.
2. Orang Berhadas Boleh Menyentuh Al-Qur’an
Pendapat bahwa orang yang berhadas boleh menyentuh Al-Qur’an berpagang pada berbagai dalil yang ada. Adapun di antaranya adalah berpegang pada Al-Qur’an Surat Al-Waqi'ah (56) ayat 79. Pada ayat tersebut dipahami bahwa hamba Allah yang disucikan, menurut sebagian ulama, adalah orang-orang yang suci dari hadas besar dan kecil. Adapun menurut sebagian lainnya, maksudnya adalah makhluk Allah yang suci dari dosa dan kesalahan, yakni para malaikat. Al-Qur'an merupakan sumber ilmu tauhid, ilmu fikih, ilmu tasawuf, dan lain-lain. Al-Qur'an terjamin kesuciannya, hanya Malaikat Al-Muqarrabin yang pernah menyentuhnya dari Lauh Mahfuz, yaitu Malaikat Jibril yang ditugaskan menyampaikannya kepada Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut diterangkan sebelum ayat 79, yaitu di ayat 77 dan 78 Surat Al-Waqi’ah sebagaimana berikut.
Dalil Al-Qur’an Ke-2
اِنَّهٗ لَقُرْاٰنٌ كَرِيْمٌۙ (٧٧) فِيْ كِتٰبٍ مَّكْنُوْنٍۙ (٧٨). الواقعة: ٧٧ - ٧٨
Artinya: (77) Sesungguhnya ia benar-benar Al-Qur’an yang sangat mulia, (78) dalam Kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuz). (QS. Al-Waqi'ah/56: 77-78).
Tafsir Lengkap Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan pada ayat 77 dan 78 bahwa Allah menjelaskan bahwa Al-Qur'an ini adalah wahyu ilahi yang mengandung faedah dan kemanfaatan yang tiada terhingga dan berisi ilmu serta petunjuk pasti yang membawa kebahagiaan kepada manusia untuk kehidupan dunia dan akhirat, dan membacanya termasuk ibadah. Al-Qur'an merupakan sumber ilmu tauhid, ilmu fikih, ilmu tasawuf, dan lain-lain. Al-Qur'an terjamin kesuciannya, hanya Malaikat Al-Muqarrabin yang pernah menyentuhnya dari Lauh Mahfuz, yaitu Malaikat Jibril yang ditugaskan menyampaikannya kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu, kaum muslimin yang berpendapat bahwa orang berhadas boleh menyentuh Al-Qur’an karena mushaf Al-Qur’an di dunia adalah bukan Lauh Mahfuz. Sementara Lauh Mahfuz itu hanya bisa disentuh olah malaikat. Adapun mushaf Al-Qur’an di dunia ini adalah hasil ijtihad sahabat. Selain itu, terdapat dalil menyatakan bahwa bagian Al-Qur’an ditulis dalam sebuah surat yang dipegang dan dibaca oleh Heraclius. Dalil yang memuat riwayat tersebut adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-5
صحيح البخاري ٤١٨٨: حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى عَنْ هِشَامٍ عَنْ مَعْمَرٍ ح و حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو سُفْيَانَ مِنْ فِيهِ إِلَى فِيَّ قَالَ: انْطَلَقْتُ فِي الْمُدَّةِ الَّتِي كَانَتْ بَيْنِي وَبَيْنَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَبَيْنَا أَنَا بِالشَّأْمِ إِذْ جِيءَ بِكِتَابٍ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى هِرَقْلَ قَالَ وَكَانَ دَحْيَةُ الْكَلْبِيُّ جَاءَ بِهِ فَدَفَعَهُ إِلَى عَظِيمِ بُصْرَى فَدَفَعَهُ عَظِيمُ بُصْرَى إِلَى هِرَقْلَ قَالَ فَقَالَ هِرَقْلُ هَلْ هَا هُنَا أَحَدٌ مِنْ قَوْمِ هَذَا الرَّجُلِ الَّذِي يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ فَقَالُوا نَعَمْ قَالَ فَدُعِيتُ فِي نَفَرٍ مِنْ قُرَيْشٍ فَدَخَلْنَا عَلَى هِرَقْلَ فَأُجْلِسْنَا بَيْنَ يَدَيْهِ فَقَالَ أَيُّكُمْ أَقْرَبُ نَسَبًا مِنْ هَذَا الرَّجُلِ الَّذِي يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ فَقَالَ أَبُو سُفْيَانَ فَقُلْتُ أَنَا فَأَجْلَسُونِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَجْلَسُوا أَصْحَابِي خَلْفِي ثُمَّ دَعَا بِتَرْجُمَانِهِ فَقَالَ قُلْ لَهُمْ إِنِّي سَائِلٌ هَذَا عَنْ هَذَا الرَّجُلِ الَّذِي يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ فَإِنْ كَذَبَنِي فَكَذِّبُوهُ قَالَ أَبُو سُفْيَانَ وَايْمُ اللَّهِ لَوْلَا أَنْ يُؤْثِرُوا عَلَيَّ الْكَذِبَ لَكَذَبْتُ ثُمَّ قَالَ لِتَرْجُمَانِهِ سَلْهُ كَيْفَ حَسَبُهُ فِيكُمْ قَالَ قُلْتُ هُوَ فِينَا ذُو حَسَبٍ قَالَ فَهَلْ كَانَ مِنْ آبَائِهِ مَلِكٌ قَالَ قُلْتُ لَا قَالَ فَهَلْ كُنْتُمْ تَتَّهِمُونَهُ بِالْكَذِبِ قَبْلَ أَنْ يَقُولَ مَا قَالَ قُلْتُ لَا قَالَ أَيَتَّبِعُهُ أَشْرَافُ النَّاسِ أَمْ ضُعَفَاؤُهُمْ قَالَ قُلْتُ بَلْ ضُعَفَاؤُهُمْ قَالَ يَزِيدُونَ أَوْ يَنْقُصُونَ قَالَ قُلْتُ لَا بَلْ يَزِيدُونَ قَالَ هَلْ يَرْتَدُّ أَحَدٌ مِنْهُمْ عَنْ دِينِهِ بَعْدَ أَنْ يَدْخُلَ فِيهِ سَخْطَةً لَهُ قَالَ قُلْتُ لَا قَالَ فَهَلْ قَاتَلْتُمُوهُ قَالَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَكَيْفَ كَانَ قِتَالُكُمْ إِيَّاهُ قَالَ قُلْتُ تَكُونُ الْحَرْبُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُ سِجَالًا يُصِيبُ مِنَّا وَنُصِيبُ مِنْهُ قَالَ فَهَلْ يَغْدِرُ قَالَ قُلْتُ لَا وَنَحْنُ مِنْهُ فِي هَذِهِ الْمُدَّةِ لَا نَدْرِي مَا هُوَ صَانِعٌ فِيهَا قَالَ وَاللَّهِ مَا أَمْكَنَنِي مِنْ كَلِمَةٍ أُدْخِلُ فِيهَا شَيْئًا غَيْرَ هَذِهِ قَالَ فَهَلْ قَالَ هَذَا الْقَوْلَ أَحَدٌ قَبْلَهُ قُلْتُ لَا ثُمَّ قَالَ لِتُرْجُمَانِهِ قُلْ لَهُ إِنِّي سَأَلْتُكَ عَنْ حَسَبِهِ فِيكُمْ فَزَعَمْتَ أَنَّهُ فِيكُمْ ذُو حَسَبٍ وَكَذَلِكَ الرُّسُلُ تُبْعَثُ فِي أَحْسَابِ قَوْمِهَا وَسَأَلْتُكَ هَلْ كَانَ فِي آبَائِهِ مَلِكٌ فَزَعَمْتَ أَنْ لَا فَقُلْتُ لَوْ كَانَ مِنْ آبَائِهِ مَلِكٌ قُلْتُ رَجُلٌ يَطْلُبُ مُلْكَ آبَائِهِ وَسَأَلْتُكَ عَنْ أَتْبَاعِهِ أَضُعَفَاؤُهُمْ أَمْ أَشْرَافُهُمْ فَقُلْتَ بَلْ ضُعَفَاؤُهُمْ وَهُمْ أَتْبَاعُ الرُّسُلِ وَسَأَلْتُكَ هَلْ كُنْتُمْ تَتَّهِمُونَهُ بِالْكَذِبِ قَبْلَ أَنْ يَقُولَ مَا قَالَ فَزَعَمْتَ أَنْ لَا فَعَرَفْتُ أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ لِيَدَعَ الْكَذِبَ عَلَى النَّاسِ ثُمَّ يَذْهَبَ فَيَكْذِبَ عَلَى اللَّهِ وَسَأَلْتُكَ هَلْ يَرْتَدُّ أَحَدٌ مِنْهُمْ عَنْ دِينِهِ بَعْدَ أَنْ يَدْخُلَ فِيهِ سَخْطَةً لَهُ فَزَعَمْتَ أَنْ لَا وَكَذَلِكَ الْإِيمَانُ إِذَا خَالَطَ بَشَاشَةَ الْقُلُوبِ وَسَأَلْتُكَ هَلْ يَزِيدُونَ أَمْ يَنْقُصُونَ فَزَعَمْتَ أَنَّهُمْ يُزِيدُونَ وَكَذَلِكَ الْإِيمَانُ حَتَّى يَتِمَّ وَسَأَلْتُكَ هَلْ قَاتَلْتُمُوهُ فَزَعَمْتَ أَنَّكُمْ قَاتَلْتُمُوهُ فَتَكُونُ الْحَرْبُ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُ سِجَالًا يَنَالُ مِنْكُمْ وَتَنَالُونَ مِنْهُ وَكَذَلِكَ الرُّسُلُ تُبْتَلَى ثُمَّ تَكُونُ لَهُمْ الْعَاقِبَةُ وَسَأَلْتُكَ هَلْ يَغْدِرُ فَزَعَمْتَ أَنَّهُ لَا يَغْدِرُ وَكَذَلِكَ الرُّسُلُ لَا تَغْدِرُ وَسَأَلْتُكَ هَلْ قَالَ أَحَدٌ هَذَا الْقَوْلَ قَبْلَهُ فَزَعَمْتَ أَنْ لَا فَقُلْتُ لَوْ كَانَ قَالَ هَذَا الْقَوْلَ أَحَدٌ قَبْلَهُ قُلْتُ رَجُلٌ ائْتَمَّ بِقَوْلٍ قِيلَ قَبْلَهُ قَالَ ثُمَّ قَالَ بِمَ يَأْمُرُكُمْ قَالَ قُلْتُ يَأْمُرُنَا بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصِّلَةِ وَالْعَفَافِ قَالَ إِنْ يَكُ مَا تَقُولُ فِيهِ حَقًّا فَإِنَّهُ نَبِيٌّ وَقَدْ كُنْتُ أَعْلَمُ أَنَّهُ خَارِجٌ وَلَمْ أَكُ أَظُنُّهُ مِنْكُمْ وَلَوْ أَنِّي أَعْلَمُ أَنِّي أَخْلُصُ إِلَيْهِ لَأَحْبَبْتُ لِقَاءَهُ وَلَوْ كُنْتُ عِنْدَهُ لَغَسَلْتُ عَنْ قَدَمَيْهِ وَلَيَبْلُغَنَّ مُلْكُهُ مَا تَحْتَ قَدَمَيَّ قَالَ ثُمَّ دَعَا بِكِتَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَرَأَهُ فَإِذَا فِيهِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ سَلَامٌ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الْإِسْلَامِ أَسْلِمْ تَسْلَمْ وَأَسْلِمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الْأَرِيسِيِّينَ وَ {يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ لَا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ إِلَى قَوْلِهِ اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ}. فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ قِرَاءَةِ الْكِتَابِ ارْتَفَعَتْ الْأَصْوَاتُ عِنْدَهُ وَكَثُرَ اللَّغَطُ وَأُمِرَ بِنَا فَأُخْرِجْنَا قَالَ فَقُلْتُ لِأَصْحَابِي حِينَ خَرَجْنَا لَقَدْ أَمِرَ أَمْرُ ابْنِ أَبِي كَبْشَةَ إِنَّهُ لَيَخَافُهُ مَلِكُ بَنِي الْأَصْفَرِ فَمَا زِلْتُ مُوقِنًا بِأَمْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ سَيَظْهَرُ حَتَّى أَدْخَلَ اللَّهُ عَلَيَّ الْإِسْلَامَ قَالَ الزُّهْرِيُّ فَدَعَا هِرَقْلُ عُظَمَاءَ الرُّومِ فَجَمَعَهُمْ فِي دَارٍ لَهُ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ الرُّومِ هَلْ لَكُمْ فِي الْفَلَاحِ وَالرَّشَدِ آخِرَ الْأَبَدِ وَأَنْ يَثْبُتَ لَكُمْ مُلْكُكُمْ قَالَ فَحَاصُوا حَيْصَةَ حُمُرِ الْوَحْشِ إِلَى الْأَبْوَابِ فَوَجَدُوهَا قَدْ غُلِّقَتْ فَقَالَ عَلَيَّ بِهِمْ فَدَعَا بِهِمْ فَقَالَ إِنِّي إِنَّمَا اخْتَبَرْتُ شِدَّتَكُمْ عَلَى دِينِكُمْ فَقَدْ رَأَيْتُ مِنْكُمْ الَّذِي أَحْبَبْتُ فَسَجَدُوا لَهُ وَرَضُوا عَنْهُ.
Artinya: Shahih Bukhari nomor 4188: Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Musa dari Hisyam dari Ma'mar: Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, dan telah menceritakan kepadaku 'Abdullah bin Muhammad: Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrazzaq: Telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Az-Zuhri berkata: Telah mengabarkan kepadaku 'Ubaidullah bin 'Abdullah bin 'Utbah berkata: Telah menceritakan kepadaku Ibnu 'Abbas berkata: Telah menceritakan kepadaku Abu Sufyan dari lisannya ke lisanku, ia berkata: Aku berangkat pada masa-masa Rasulullah SAW diutus. Dan ketika aku berada di Syam, ada sebuah surat dari Nabi SAW kepada Heraclius, yang membawa surat itu adalah Dahyah Al Kalbi, lalu ia menyerahkan kepada pembesar Bashrah, kemudian pembesar Bashrah menyerahkannya kepada Heraclius. Abu Sufyan berkata: Maka Heraclius berkata: "Apakah di sini ada seseorang yang berasal dari kaum orang yang mengaku Nabi ini?" Mereka menjawab: "Ya." Lalu aku dipanggil bersama orang-orang Quraisy. Kami pun masuk menemui Heraclius, kemudian kami diperintah duduk di hadapannya. Heraclius berkata: "Siapakah di antara kalian yang lebih dekat nasabnya dengan orang yang mengaku Nabi ini?" Abu Sufyan berkata: Aku menjawab: "Aku." Lalu mereka mendudukkanku lebih depan lagi. Sedangkan para sahabatku duduk di belakangku. Kemudian dipanggillah penerjemah. Heraclius berkata: "Katakan kepada orang ini, bahwa aku akan menanyakannya tentang orang yang mengaku Nabi itu, apabila ia berdusta kepadaku, maka dustakanlah." Abu Sufyan berkata: "Demi Allah, kalaulah berdusta itu menguntungkanku tentu aku akan berdusta." Kaisar bertanya kepada penerjemahnya: "Bagaimana kedudukannya di antara kalian?" Aku menjawab: "Dia mempunyai kedudukan di antara kami." Kaisar berkata: "Apakah dari nenek moyangnya ada seorang raja?" Aku menjawab: "Tidak ada." Kaisar bertanya: "Apakah kalian menganggapnya sebagai pendusta sebelum ia menyerukan dakwahnya?" Aku menjawab: "Tidak." Kaisar bertanya: "Apakah yang mengikutinya dari kalangan bangsawan atau dari kalangan orang-orang lemah?" Aku menjawab: "Bahkan dari kalangan orang-orang yang lemah." Kaisar bertanya: "Apakah jumlahnya semakin banyak atau semakin berkurang?" Aku menjawab: "Semakin bertambah." Kaisar berkata: "Apakah di antara pengikutnya ada yang murtad setelah ia masuk Islam, karena menyesal dan benci kepadanya?" Aku menjawab: "Tidak ada." Kaisar bertanya: "Apakah kalian memeranginya?" Aku menjawab: "Ya." Kaisar bertanya: "Bagaimana kalian memeranginya?" Aku menjawab: "Kami memeranginya secara bergantian kadang kami menang, dan kadang kami yang kalah." Kaisar bertanya: "Apakah ia berkhianat?" Aku menjawab: "Tidak. Dan kami tidak tahu apa yang dia lakukan sekarang." Abu Sufyan berkata: Demi Allah, Tidak ada yang dapat aku katakan kecuali itu. Kemudian Kaisar berkata: "Apakah ada yang menyerukan sebelumnya seperti apa yang ia serukan?" Aku menjawab: "Tidak." Lalu Kaisar berkata kepada penerjemahnya: "Katakan padanya, Sesungguhnya aku tanyakan padamu tentang nasab keturunannya, lalu kamu sebutkan bahwa ia mempunyai nasab yang terhormat, memang begitulah para rasul, mereka diutus (dari keluarga) yang mempunyai nasab luhur di antara kaumnya. Dan aku tanyakan apakah kakek-kakeknya ada yang pernah menjadi raja, kamu jawab tidak ada. Menurutku, apabila ada di antara kakek-kakeknya menjadi raja, pasti aku katakan: 'Dia hanya ingin mengembalikan kekuasaan leluhurnya.' Aku tanyakan kepadamu, apakah yang menjadi pengikutnya orang-orang lemah di antara mereka ataukah pemuka-pemuka masyarakat, kamu jawab, orang-orang lemahlah yang mengikutinya. Dan memang orang-orang lemahlah pengikut para rasul. Aku tanyakan apakah kalian pernah menuduhnya berdusta sebelum ia mengatakan ini (mengaku menjadi Nabi), kamu jawab belum pernah. Aku tahu tidaklah mungkin ia meninggalkan perkataan dusta kepada manusia kemudian dia berani berbohong kepada Allah. Aku tanyakan kepadamu, apakah ada seseorang yang murtad karena benci kepada agamanya setelah memeluknya, kamu jawab, tidak ada. Begitulah halnya perkara iman ketika telah bercampur pesonanya dengan hati. Aku tanyakan kepadamu, apakah mereka bertambah atau berkurang, kamu jawab bahwa mereka selalu bertambah. Begitulah halnya perkara iman sampai ia sempurna. Aku tanyakan kepadamu, apakah kalian memeranginya, kamu jawab, bahwa kalian memeranginya, dan peperangan antara kalian dengannya silih berganti. Kadang kalian menang dan kadang kalah. Demikian juga para rasul, mereka mendapati berbagai ujian lalu memperoleh hasil yang baik. Aku tanyakan kepadamu, apakah ia pernah berkhianat, kamu jawab, belum pernah. Begitulah para rasul, mereka tidak pernah berkhianat. Aku tanyakan padamu apakah ada seseorang dari kalian yang menyerukan kepada hal ini sebelumnya, engkau jawab belum pernah, menurutku, bila ada orang yang pernah menyeru kepada hal ini sebelumnya, niscaya aku akan berkata: 'Dia hanya mengikuti perkataan yang pernah diucapkan sebelumnya.' Lalu Kaisar bertanya: "Dia menyuruh kalian untuk apa?" Abu Sufyan berkata: Aku menjawab: "Dia menyuruh kami untuk salat, membayar zakat, menyambung silaturahim dan menjaga kehormatan." Kaisar berkata: "Jika yang kamu katakan itu benar, maka dia adalah Nabi. Aku tahu bahwa dia akan diutus, tapi aku tidak menyangka bahwa dia dari (bangsa) kalian. Jika saja aku dapat memastikan bahwa aku akan bertemu dengannya niscaya aku memilih bertemu dengannya. Jika saja aku ada di sisinya, pasti aku cuci kedua kakinya (sebagai bentuk penghormatan). Dan kekuasaannya akan mencapai wilayah di mana kedua kakiku berada. Abu Sufyan berkata: Kemudian ia meminta surat Rasulullah SAW dan dibacakan, yang isi surat itu adalah: “Bismillaahir rahmaanir rahiim (Dengan nama Allah, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang). Dari Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya kepada Heraclius penguasa Romawi, semoga keselamatan menyertai siapa saja yang mengikuti petunjuk (kebenaran). Amma Ba'du. Sesungguhnya aku menyerumu untuk memenuhi panggilan Islam, masuk Islamlah niscaya engkau selamat. Dan masuk Islamlah, niscaya Allah akan memberikan pahala-Nya padamu dua kali lipat. Tapi jika engkau berpaling (menolak), maka engkau akan menanggung seluruh dosa orang-orang Romawi. Dan (Katakanlah: 'Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah'. jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: 'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)'). (QS. Ali ‘Imran : 64). Setelah ia selesai dengan bacaannya, terjadilah kegaduhan di antara para pembesar Romawi yang ada di sekitarnya, dan menjadi semakin ribut, sehingga aku tidak tahu apa yang mereka katakan. Lalu keluarlah perintah, dan kami dibawa keluar. Abu Sufyan berkata: Ketika aku dan kawan-kawanku telah keluar dan menyelesaikan urusanku dengan mereka, aku berkata pada mereka: "Urusan Ibnu Abu Kabsyah telah menjadikan ia ditakuti oleh raja-raja Bani Al Ashfar (kulit kuning). Abu Sufyan berkata: Demi Allah. Aku senantiasa meyakini bahwa Muhammad akan meraih kejayaan, hingga akhirnya Allah memasukkan Islam ke dalam hatiku. Az Zuhri berkata: Lalu Kaisar Romawi menyeru para pembesar Romawi dan mengumpulkan mereka di rumahnya. Ia berseru: "Wahai bangsa Ruum, apakah kalian mau menang dan jaya selama-lamanya? Dan kerajaan kalian tetap langgeng?" Lalu mereka berontak dengan marah dan melempari pintu, hingga pintunya ditutup. Lalu Kaisar berkata: "Sesungguhnya aku hanya ingin menguji kalian apakah kalian masih mencintai agama kalian atau tidak, dan sungguh aku telah melihat kalian dalam keadaan yang aku sukai." Lalu mereka pun bersujud dan rida atas ungkapan kaisar.
B. Membaca Al-Qur’an Bagi Orang Berhadas
Kaum muslimin tentu menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Ketika berinteraksi dengan Al-Qur’an, selain memegangnya tentu juga membacanya. Tidak akan paham seseorang akan Al-Qur’an kecuali dengan cara membaca dan mentadaburinya. Namun demikian bagaimana pembahasan mengenai membaca Al-Qur’an bagi orang berhadas? Adapun dalam hal ini, kaum muslimin berbeda pemahaman. Adapun perbedaan pemahaman atau pendapat disampaikan dalam beberapa keterangan berikut.
1. Orang Berhadas Tidak Boleh Membaca Al-Qur’an
Kaum muslimin yang memandang bahwa orang yang berhadas tidak boleh membaca Al-Qur’an berpegang pada beberapa dalil. Adapun orang berhadas ini ada yang mengatakan hadas besar dan hadas kecil, ada pula yang khusus hadas besar (junub). Berbagai dalil yang mendasari kaum muslimin yang berpepegang pada pendapat orang berhadas tidak boleh membaca Al-Qur’an adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-6
سنن الدارقطني ٤٣٨: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَخْلَدٍ، نا الصَّغَانِيُّ، ثنا شُجَاعُ بْنُ الْوَلِيدِ، ثنا الْأَعْمَشُ، وَثنا مُحَمَّدُ بْنُ مَخْلَدٍ، نا إِبْرَاهِيمُ الْحَرْبِيُّ، نا ابْنُ نُمَيْرٍ، ثنا أَبُو مُعَاوِيَةَ، ثنا الْأَعْمَشُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ سَلْمَانَ، قَالَ: كُنَّا مَعَهُ فِي سَفَرٍ فَانْطَلَقَ فَقَضَى حَاجَتَهُ ثُمَّ جَاءَ، فَقُلْتُ: أَيْ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ تَوَضَّأْ لَعَلَّنَا نَسْأَلُكَ عَنْ آيِ مِنَ الْقُرْآنِ، فَقَالَ: سَلُونِي فَإِنِّي لَا أَمَسُّهُ إِنَّهُ لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ، فَسَأَلْنَاهُ فَقَرَأَ عَلَيْنَا قَبْلَ أَنْ يَتَوَضَّأَ. الْمَعْنَى قَرِيبٌ كُلُّهَا صِحَاحٌ.
Artinya: Sunan Daruquthni nomor 438: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Makhlad, telah menceritakan kepada kami Ash-Shaghani, telah menceritakan kepada kami Syuja' bin Al Walid, telah menceritakan kepada kami Al A'masy. Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Makhlad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al Harbi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al A'masy, dari Ibrahim, dari Abdurrahman bin Yazid, dari Salman (Al Farisi), ia menuturkan, "Kami bersamanya dalam suatu perjalanan, lalu ia pergi untuk buang hajat, lalu datang kembali, maka aku katakan, 'Wahai Abu Abdillah, berwudulah, mungkin kami akan menanyakan kepada tentang suatu ayat dari Al Qur'an.' Ia pun berkata, 'Tanyakanlah kepadaku, karena aku tidak menyentuhnya. Sesungguhnya tidak boleh menyentuhnya kecuali para hamba (Allah) yang disucikan.' Lalu kami menanyakan kepadanya, maka ia pun membacakannya kepada kami tanpa berwudu." Maknanya saling mendekati. Semuanya shahih.
Keterangan: Hadis tersebut berisi informasi yang bersumber dari perbincangan sahabat, yakni Salman Al-Farisi dan Abu Abdillah dan tidak disandarkan pada Nabi Muhammad SAW.
Hadis Ke-7
مصنف ابن أبي شيبة ٧۲٥٦: حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ، قَالَ: نَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّهُ كَانَ لَا يَمَسُّ الْمُصْحَفَ إِلَّا وَهُوَ طَاهِرٌ.
Artinya: Mushanaf Ibnu Abi Syaibah nomor 7256: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, ia berkata: telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin ‘Umar, dari Nafi’, dari Ibnu Umar bahwa ia sesungguhnya tidak menyentuh mushaf melainkan dalam keadaan suci.
Keterangan: Hadis tersebut berisi informasi yang bersumber dari kebiasaan sahabat Ibnu Umar dan tidak disandarkan pada Nabi Muhammad SAW.
Hadis Ke-8
سنن ابن ماجه ٥٨٧: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَمَةَ قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي الْخَلَاءَ فَيَقْضِي الْحَاجَةَ ثُمَّ يَخْرُجُ فَيَأْكُلُ مَعَنَا الْخُبْزَ وَاللَّحْمَ وَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَلَا يَحْجُبُهُ وَرُبَّمَا قَالَ لَا يَحْجُزُهُ عَنْ الْقُرْآنِ شَيْءٌ إِلَّا الْجَنَابَةُ.
Artinya: Sunan Ibnu Majah nomor 587: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far berkata: telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Amru bin Murrah dari Abdullah bin Salamah ia berkata: Aku menemui Ali bin Abu Thalib, lalu ia berkata: "Rasulullah SAW masuk ke dalam kakus dan menyelesaikan hajatnya, kemudian beliau keluar lalu makan roti dan daging serta membaca Al-Qur`an bersama kami, dan tidak ada yang menghalanginya, dan mungkin saja ia mengatakan: "Tidak ada yang menghalanginya untuk membaca Al Qur`an selain junub."
Keterangan: Terkait redaksi "Tidak ada yang menghalanginya untuk membaca Al Qur`an selain junub" terdapat keraguan apakah itu perkataan Rasulullah apakah bukan.
Hadis Ke-9
موطأ مالك ٨٢: و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ أُمْسِكُ الْمُصْحَفَ عَلَى سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ فَاحْتَكَكْتُ فَقَالَ سَعْدٌ لَعَلَّكَ مَسِسْتَ ذَكَرَكَ قَالَ فَقُلْتُ نَعَمْ فَقَالَ قُمْ فَتَوَضَّأْ فَقُمْتُ فَتَوَضَّأْتُ ثُمَّ رَجَعْتُ.
Artinya: Muwatha' Malik nomor 82: Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Isma'il bin Muhammad bin Sa'd bin Abu Waqash dari Mush'ab bin Sa'd bin Abu Waqash dia berkata: Saya memegang mushaf di depan Sa'ad bin Waqash, lalu saya terlihat olehnya menggaruk-garuk, maka Sa'ad berkata: "Mungkin saja kamu telah menyentuh kemaluanmu?" (Mush'ab) berkata: Saya menjawab: "Ya." Maka dia berkata: "Berdirilah dan berwudu." Lalu saya berdiri dan berwudu, kemudian kembali lagi.
Keterangan: Hadis tersebut tidak diterangkan terkait menyentuh atau membaca Al-Qur’an.
Hadis Ke-10
السنن الكبرى للبيهقي ٣٩١: وَأَخْبَرَنَا أَبُو نَصْرِ بْنُ قَتَادَةَ ، أنا أَبُو مَنْصُورٍ النَّضْرَوِيُّ الْهَرَوِيُّ، نا أَحْمَدُ بْنُ نَجْدَةَ، نا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، نا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ عَامِرِ بْنِ السِّمْطِ، عَنْ أَبِي الْغَرِيفِ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: لا بَأْسَ أَنْ تَقْرَأَ الْقُرْآنَ وَأَنْتَ عَلَى غَيْرِ وُضُوءٍ، فَأَمَّا وَأَنْتَ جُنُبٌ فَلا ، وَلا حَرْفًا.
Artinya: As-Sunan Al-Kabir li Al-Baihaqi nomor 391: Dan telah mengabarkan kepada kami Abu Nashr bin Qatadah, telah menceritakan kepada kami Abu Manshur An-Nadlrawiy Al-Harawiy, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Najdah, telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Manshur, telah menceritakan kepada kami Kholid bin Abdullah, dan Amir bin As-Simth, dari Abu Al-Gharif, ia berkata: Ali RA berkata: Tidak apa-apa membaca Al-Qur’an dan engkau tidak berwudu, ada pun jika kau berjunub maka jangan membacanya, tidak pula satu huruf.
Keterangan: Terkait rawi Abu Al Gharif bernama Ubaidullah bin Khalifah. Ia merupakan tabi'in kalangan pertengahan. Komentar ulama tentangnya ada Ibnu Hajar yang mengatakan: "shaduq, dituduh syi'ah"; Selain itu rawi yang bernama Ahmad bin Najdah, ia majhul hal.
2. Orang Berhadas Boleh Membaca Al-Qur’an
Kaum muslimin ada yang berpendapat bahwa orang berhadas boleh membaca Al-Qur’an. Adapun orang berhadas ini ada yang mengatakan hadas besar dan hadas kecil, ada pula yang khusus hadas besar (junub). Hal tersebut berpegang pada berberapa dalil yang ada. Di antara dalil ada yang menyebut bahwa Rasulullah senantiasa menyebut nama Allah di setiap waktu. Padahal nama Allah ada pada Al-Qur’an. Adapun dalil yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Hadis Ke-11
صحيح مسلم ٥٥٨: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ وَإِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ خَالِدِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ الْبَهِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ.
Artinya: Shahih Muslim nomor 558: Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib Muhammad bin Al-'Ala' dan Ibrahim bin Musa, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Zaidah dari Bapaknya dari Khalid bin Salamah dari Al-Bahi dari Urwah dari Aisyah dia berkata: “Adalah Nabi SAW selalu menyebut (nama) Allah di setiap waktu.”
Hadis Ke-12
وَلَمْ يَرَ ابْنُ عَبَّاسٍ: بِالْقِرَاءَةِ لِلْجُنُبِ بَأْسًا. أخرجه البخاري - كما في: (الفتح) (1/ 485)، أو: في: (1/ 541) - عنه معلقاً في: (باب: تقضي الحائض المناسك كلها إلا الطواف بالبيت). (حكم مس المصحف للجنب والحائض) - المجلد 1 - الصفحة 200 - جامع الكتب الإسلامية
Artinya: Ibnu ‘Abbas tidak memandang sebagai suatu kesalahan bagi seorang yang sedang berjunub membaca Al-Qur’an. (HR. Bukhari, sebagaimana dalam Al-Fath [1/185], atau dalam [1/514] – tentangnya dalam bab: wanita haid mengerjakan semua manasik kecuali tawaf di Baitullah. Hukum menyentuh Al-Qur’an bagi orang yang sedang junub dan wanita haid, volume 1 halaman 200 Jami’ Al-Kitab Al-Islami).
Keterangan:
صحيح البخاري باب : باب: تقضي الحائض المناسك كلها إلا الطواف بالبيت.وقال إبراهيم : لا بأس أن تقرأ الآية ، ولم ير ابن عباس بالقراءة للجنب بأسا وكان النبي صلى الله عليه وسلم يذكر الله على كل أحيانه وقالت أم عطية : كنا نؤمر أن يخرج الحيض فيكبرن بتكبيرهم ويدعون وقال ابن عباس ، أخبرني أبو سفيان ، أن هرقل دعا بكتاب النبي صلى الله عليه وسلم ، فقرأ فإذا فيه : بسم الله الرحمن الرحيم و يا أهل الكتاب تعالوا إلى كلمة الآية وقال عطاء : عن جابر ، حاضت عائشة فنسكت المناسك غير الطواف بالبيت ولا تصلي وقال الحكم : إني لأذبح وأنا جنب ، وقال الله عز وجل : وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يَذْكَرِ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ.
Artinya: Shahih Bukhari: Bab: Wanita yang sedang haid melakukan semua manasik kecuali tawaf mengelilingi Baitullah. Ibrahim berkata: Tidak ada salahnya membaca ayat padanya, dan Ibnu Abbas tidak memandang sebagai suatu kesalahan bagi seorang yang sedang berjunub membaca Al-Qur’an. Nabi Muhammad SAW selalu berzikir kepada Allah di setiap saat. Ummu Atthiyah berkata: Kami diperintahkan untuk mengeluarkan wanita yang sedang haid dan mengagungkan Allah dengan takbirnya dan mengucapkan “Allahu Akbar.” Ibnu Abbas berkata: telah menceritakan kepadaku Abu Sufyan bahwa Heraclius menyerukan surat Nabi Muhammad SAW, maka dia membacakan dan menemukan di dalamnya: Bismillahirahmanirrahim (Dengan menyebut asma Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), dan Wahai Ahli Kitab, simaklah firman ayat tersebut. Dan Ata’ berkata: dari Jabir bahwa Aisyah sedang haid, maka kami melakukan manasik selain tawaf di Baitullah dan tidak salat, dan Al-Hakam berkata: Saya menyembelih dalam keadaan junub, dan Allah Azza wa Jalla berfirman (yang artinya): Janganlah kamu memakan sesuatu dari (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah. (QS. Al-An'am/6: 121).
Hadis Ke-13
الأوسط في السنن والإجماع والاختلاف لابن المنذر ٦٠٤: وَحَدَّثُونَا عَنْ وَحَدَّثُونَا عَنْ مَحْمُودِ بْنِ آدَمَ ، ثنا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى ، ثنا الْحُسَيْنُ يَعْنِي ابْنَ وَاقِدٍ، عَنْ يَزِيدَ النَّحْوِيِّ ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ كَانَ يَقْرَأُ وِرْدَهُ وَهُوَ جُنُبٌ.
Artinya: Al-Ausath fii Al-Sunan wa Al-Ijma’ wa Al-Ikhtilaf li Ibni Al-Mundzir, nomor 604: Dan mereka telah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Adam, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl bin Musa, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, yakni Ibnu Waqid, dari Yazid Al-Nahwi, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwasannya ia biasa membaca wiridnya (sebagian dari Al-Qur’an) walaupun ia junub.
Hadis Ke-14
مسند ابن الجعد ۲٧٤: حَدَّثَنَا عَلِيٌّ، أنا شُعْبَةُ، قَالَ: سَمِعْتُ الْحَكَمَ ، يَقُولُ: إِنِّي لأَذْبَحُ وَإِنِّي لَجُنُبٌ.
Artinya: Musnad Ibni Al-Ja’ad nomor 274: Telah menceritakan kepada kami ‘Ali, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, ia berkata: Aku mendengar Al Hakam (salah seorang sahabat) berkata: Sesungguhnya saya pernah menyembelih (dengan membaca basmallah), padahal saya sedang junub.
C. Kesimpulan Menyentuh dan Membaca Al-Qur’an Bagi Orang Berhadas
Melalui hadis yang ada dapat diketahui banyak pelajaran yang bisa dipetik. Pandangan atau pemahaman yang ada bukan untuk dibenturkan atau diperdebatkan. Hendaknya saling mengedepankan husnuzan dan toleransi di antara kaum muslimin. Melalui berbagai dalil yang ada terkait pembahasan ini dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Menyentuh Al-Qur’an bagi orang berhadas adalah boleh. Hal tersebut dikarenakan Al-Qur’an Surat Al-Waqi'ah (56) ayat 79 dipahami bahwa hamba Allah yang disucikan, menurut sebagian ulama, adalah orang-orang yang suci dari hadas besar dan kecil. Adapun menurut sebagian lainnya, maksudnya adalah makhluk Allah yang suci dari dosa dan kesalahan, yakni para malaikat. Al-Qur'an merupakan sumber ilmu tauhid, ilmu fikih, ilmu tasawuf, dan lain-lain. Al-Qur'an terjamin kesuciannya, hanya Malaikat Al-Muqarrabin yang pernah menyentuhnya dari Lauh Mahfuz, yaitu Malaikat Jibril yang ditugaskan menyampaikannya kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu, kaum muslimin yang berpendapat bahwa orang berhadas boleh menyentuh Al-Qur’an karena mushaf Al-Qur’an di dunia ini adalah hasil ijtihad sahabat. Selain itu, terdapat dalil menyatakan bahwa bagian Al-Qur’an ditulis dalam sebuat surat yang dipegang dan dibaca oleh Heraclius. Hal tersebut sebagaimana riwayat Abu Sufyan pada Shahih Bukhari nomor 4188, bahwa seorang penguasa Romawi yang beragama Nasrani yang tentu saja tidak mengenal syariat mandi janabat atau wudu bila berhadas. Pada riwayat tersebut, seorang penguasa Romawi dikirimi surat oleh Nabi SAW dengan menyertakan ayat sebagai materi dakwah kepadanya. Dalil yang ada memuat riwayat yang menerangkan suatu kesimpulan bahwa bahwa hukum bagi seseorang yang sedang berhadas besar maupun kecil untuk menyentuh Al-Qur’an adalah boleh dan tidak dilarang oleh agama.
2. Membaca Al-Qur’an bagi orang berhadas adalah boleh. Hal tersebut karena berpegang pada hadis ‘Aisyah dalam Shahih Muslim nomor 558 dengan keumuman lafal. Melalui hadis tersebut dapat diambil informasi bahwa Nabi SAW selalu menyebut nama Allah, baik dalam keadaan suci maupun berhadas besar atau kecil. Selain itu, Ibnu ‘Abbas seorang sahabat yang membolehkan orang berjunub membaca Al-Qur’an dan secara otomatis beliau sendiri melakukannya. Riwayat sahabat Al-Hakam yang diterangkan pada Musnad Ibni Al-Ja’ad nomor 274 yang menyebutkan bahwa beliau menyembelih dengan (menyebut) nama Allah, yaitu basmalah yang merupakan sebagian dari ayat Al-Qur’an dan beliau sedang junub. Begitu pula riwayat Abu Sufyan pada Shahih Bukhari nomor 4188, bahwa seorang penguasa Romawi yang beragama Nasrani yang tentu saja tidak mengenal syariat mandi janabat atau wudu bila berhadas. Pada Riwayat tersebut, seorang penguasa Romawi dikirimi surat oleh Nabi SAW dengan menyertakan ayat sebagai materi dakwah kepadanya. Hadis-hadis yang ada memuat riwayat yang menerangkan suatu kesimpulan bahwa bahwa hukum bagi seseorang yang sedang berhadas besar maupun kecil untuk membaca Al-Qur’an adalah boleh dan tidak dilarang oleh agama.
Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan taharah. Hal tersebut sebagai upaya menggapai kesempurnaan dalam beribadah mengingat salat didirikan dengan syarat terhindar dari najis dan hadas. Semoga pelajaran mengenai taharah yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.
No comments:
Post a Comment