Monday, February 3, 2025

Serial Taharah: Adab Buang Air


 

Orang yang memeluk agama Islam tidak terlepas dari syariat Islam. Di antara syariat Islam adalah mendirikan salat. Pembeda antara orang tidak beragama Islam dan orang beragama Islam adalah dikerjakannya salat. Adapun supaya salat dinilai sah, maka perlu adanya taharah. Lalu bagaimana pembahasannya? Kesempatan kali ini akan membahas mengenai adab-adab buang air.

 

Agama Islam mengajarkan supaya umatnya senantiasa menjaga kebersihan. Adapun kebersihan yang dimaksud meliputi kebersihan diri sendiri dan lingkungan sekitar. Ajaran kebersihan yang dimaksud juga termasuk adab ketika buang air. Berbagai adab buang air yang dimaksud meliputi sebagai berikut.

 

1. Bacaan Hendak Masuk dan Keluar Tempat Buang Air

Ketika masuk ke tempat buang air atau toilet atau jamban, kita sebagai orang Islam diajarkan untuk membaca suatu bacaan. Adapun bacaan tersebut sangatlah besar hikmahnya. Riwayat doa atau bacaan yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW adalah termaktub dalam hadis berikut.

 

Hadis Ke-1

صحيح البخاري ٥٨٤٧: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْخَلَاءَ قَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 5847: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ar'arah, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas bin Malik RA, ia berkata: “Bahwasanya Nabi SAW apabila hendak masuk ke dalam jamban, membaca Alloohumma innii a’uudzu bika minal-khubutsi wal-khobaaits (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan setan laki-laki dan setan perempuan).”

 

Sebagaimana hadis yang ada, ketika hendak masuk ke dalam jamban dituntunkan membaca doa. Adapun doa yang dimaksud adalah Alloohumma innii a’uudzu bika minal-khubutsi wal-khobaaits yang artinya Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan syaithan laki-laki dan syaithan perempuan. Sebaliknya, ketika keluar dari jamban juga dituntunkan membaca doa. Riwayat yang mencantumkan Rasulullah Muhammad SAW berdoa keluar dari jamban adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-2

سنن الترمذي ٧: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَعِيلَ عَنْ إِسْرَائِيلَ بْنِ يُونُسَ عَنْ يُوسُفَ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ مِنْ الْخَلَاءِ، قَالَ: غُفْرَانَكَ. قَالَ أَبُو عِيسَى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ إِسْرَائِيلَ عَنْ يُوسُفَ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ وَأَبُو بُرْدَةَ بْنُ أَبِي مُوسَى اسْمُهُ عَامِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قَيْسٍ الْأَشْعَرِيُّ وَلَا نَعْرِفُ فِي هَذَا الْبَابِ إِلَّا حَدِيثَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Artinya: Sunan Tirmidzi nomor 7: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isma'il, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Malik bin Isma'il dari Isra'il bin Yunus dari Yusuf bin Abu Burdah dari Bapaknya dari Aisyah RA, ia berkata: Bahsawanya Nabi SAW apabila keluar dari jamban, beliau membaca Ghufroonaka (Aku mohon ampunan-Mu, ya Allah).” Abu Isa berkata: "Hadis ini derajatnya hasan gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali ia adalah dari hadis Israil, dari Yusuf bin Abu Burdah, sedangkan Abu Burdah bin Abu Musa namanya adalah 'Amir bin Abdullah bin Qais Al Asy'ari. Dan kami tidak mengetahui dalam bab ini kecuali hadis 'Aisyah RA dari Nabi SAW."

 

Sebagaimana hadis tersebut, ketika keluar dari jamban kita dituntunkan untuk berdoa. Adapun doa yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah ghufroonaka yang artinya: aku mohon ampunan-Mu, ya Allah. Adapun terkait riwayat lain, ada yang menyebutkan doa keluar dari jamban dengan lafal yang berbeda. Namun hadis yang dimaksud derajatnya adalah lemah. Adapun lafal yang dimaksud terdapat dalam hadis berikut.

 

Hadis Ke-3

سنن ابن ماجه ٢٩٧: حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ إِسْحَقَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ الْمُحَارِبِيُّ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ الْحَسَنِ وَقَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ مِنْ الْخَلَاءِ، قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنِّي الْأَذَى وَعَافَانِي.

Artinya: Sunan Ibnu Majah nomor 297: Telah menceritakan kepada kami Harun bin Ishaq, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abdurrahman Al Muharibi dari Isma'il bin Muslim dari Al Hasan dan Qatadah dari Anas bin Malik ia berkata: "Bahwasannya Nabi SAW apabila keluar dari tempat buang air mengucapkan: "Alhamdulillahiladzii adzhaba ‘anniil adzaa wa ‘aafaanii (Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku rasa sakit dan menjaga kesehatanku)."

Keterangan: Terkait rawi yang bernama Isma'il bin Muslim merupakan kalangan tabi'in kalangan biasa. Komentar ulama tentangnya di antaranya adalah Yahya bin Said Al-Qaththan mengatakan: Mukhallith, Sufyan bin 'Uyainah mengatakan: dia melakukan kekeliruan, Yahya bin Ma'in mengatakan: Laisa bisyai, Ali bin Al Madini mengatakan: La yuktab haditsuhu, Amru bin Al Fallas mengatakan: "Dla'if fil hadits yahummu fihi, shaduq", Ahmad bin Hambal mengatakan: Munkarul hadits, Ibnu Hajar Al-'Asqalani mengatakan: Fakih dla'iful hadits.

 

2. Tidak Berbicara Ketika Buang Air

Ketika di dalam jamban, kita dituntunkan supaya tidak berbicara. Tuntunan tersebut ada pada riwayat berikut.

 

Hadis Ke-4

سنن النسائي ٣٧: أَخْبَرَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ وَقَبِيصَةُ قَالَا أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ عَنْ الضَّحَّاكِ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: مَرَّ رَجُلٌ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَبُولُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ.

Artinya: Sunan Nasa'i nomor 37: Telah mengabarkan kepada kami Mahmud bin Ghailan, telah menceritakan kepada kami Zaid bin Al Hubbab dan Qubaishah keduanya berkata: telah memberitakan kepada kami Sufyan dari Dlahak bin Utsman dari Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki lewat dan memberi salam kepada Nabi SAW, pada waktu itu Rasulullah SAW sedang kencing, maka beliau tidak menjawab salam itu.”

 

Hadis Ke-5

سنن أبي داوود ١٤: حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ مَيْسَرَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ عِيَاضٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو سَعِيدٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: لَا يَخْرُجْ الرَّجُلَانِ يَضْرِبَانِ الْغَائِطَ كَاشِفَيْنِ عَنْ عَوْرَتِهِمَا يَتَحَدَّثَانِ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَمْقُتُ عَلَى ذَلِكَ. قَالَ أَبُو دَاوُد هَذَا لَمْ يُسْنِدْهُ إِلَّا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 14: Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Umar bin Maisarah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Ikrimah bin Ammar dari Yahya bin Abu Katsir dari Hilal bin 'Iyadh, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Abu Sa'id, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah dua orang yang sedang buang air besar dalam keadaan auratnya terbuka keduanya bercakap-cakap, karena Allah murka pada yang demikian itu.” Abu Dawud berkata: kalimat ini tidak diisnadkan kecuali oleh Ikrimah bin Ammar.

 

Melalui hadis yang ada dapat dipahami bahwa ketika kita berada di dalam jamban atau toilet dituntunkan untuk tidak berbicara. Hal tersebut sebagaimana riwayat yang telah disebutkan.

 

3. Menjauhkan Diri dari Keramaian dan Mencari Pendiding

Hendaknya menjauhkan diri dari keramaian ketika hendak buang air. Menjauhi keramaian berarti menjauhi dari orang-orang berkumpul sehingga tidak terlihat dari orang-orang. Hal tersebut mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Perilaku Rasulullah yang digambarkan demikian terdapat pada riwayat hadis berikut.

 

Hadis Ke-6

سنن ابن ماجه ٣٣٠: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى أَنْبَأَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَأْتِي الْبَرَازَ حَتَّى يَتَغَيَّبَ فَلَا يُرَى.

Artinya: Sunan Ibnu Majah nomor 330: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Musa, ia berkata: telah memberitakan kepada kami Isma'il bin Abdul Malik dari Abu Zubair dari Jabir, ia berkata: “Kami pernah keluar bersama Rasulullah SAW dalam salah satu safar (perjalanan), maka beliau tidak buang air besar sehingga pergi menjauh dari tempat kami berkumpul dan tidak terlihat oleh kami.”

Keterangan: Rawi yang bernama Isma'il bin 'Abdul Malik bin Abu Ash Shaghir merupakan seorang rawi yang hidup di masa tabi'in tetapi tidak jumpa Sahabat. Komentar ulama tentangnya di antaranya Yahya bin Ma'in mengatakan: laisa bihi ba`s; Ahmad bin Hambal mengatakan: mungkarul hadits; Abu Hatim mengatakan: bukan kategori orang yang kuat dalam hadis; Al Bukhari mengatakan: Hadisnya ditulis; Ibnu Al Jaruud mengatakan: bukan kategori orang yang kuat dalam hadis; Ibnu 'Ammaar dan Abu Daud mengatakan: Dla'if; Ibnu 'Adi mengatakan: Hadisnya ditulis; dan Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: Shaduq banyak keraguan. Muhammad Nashiruddin Al Albani mengkategorikan hadis ini shahih, sedangkan Abu Thahir Az Zubair ‘Ali Zai mengkategorikan hadis dla’if.

 

Hadis Ke-7

سنن أبي داوود ٢: حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ الْبَرَازَ انْطَلَقَ حَتَّى لَا يَرَاهُ أَحَدٌ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 2: Telah menceritakan kepada kami Musaddad bin Musarhad, telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus, telah mengabarkan kepada kami Isma'il bin Abdul Malik dari Abu Az Zubair dari Jabir bin Abdullah, bahwasanya Nabi SAW apabila hendak buang air besar, maka beliau pergi menjauh sehingga tidak seorangpun melihatnya.”

Keterangan: Rawi yang bernama Isma'il bin 'Abdul Malik bin Abu Ash Shaghir merupakan seorang rawi yang hidup di masa tabi'in tetapi tidak jumpa Sahabat. Komentar ulama tentangnya di antaranya Yahya bin Ma'in mengatakan: laisa bihi ba`s; Ahmad bin Hambal mengatakan: mungkarul hadits; Abu Hatim mengatakan: bukan kategori orang yang kuat dalam hadis; Al Bukhari mengatakan: Hadisnya ditulis; Ibnu Al Jaruud mengatakan: bukan kategori orang yang kuat dalam hadis; Ibnu 'Ammaar dan Abu Daud mengatakan: Dla'if; Ibnu 'Adi mengatakan: Hadisnya ditulis; dan Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: Shaduq banyak keraguan. Muhammad Nashiruddin Al Albani mengkategorikan hadis ini shahih, sedangkan Abu Thahir Az Zubair ‘Ali Zai mengkategorikan hadis dla’if.

 

Hadis yang ada menunjukkan beberapa pelajaran meski ada perbedaan dalam menentukan derajat hadis. Apabila hadisnya dikatakan lemah, tetap bisa diambil pelajaran. Secara etika, tentu kita tidak menghendaki buang air di tengah keramaian. Hal tersebut menyangkut privasi seseorang. Menjauh dari keramaian ketika buang air merupakan salah satu perilaku dalam menjunjung tinggi norma kesopanan. Namun sebaliknya, apabila hadis tersebut dinilai shahih, maka hal tersebut sudah sesuai dengan etika maupun norma kesopanan di tengah masyarakat. Selain hal tesebut, Rasulullah juga diriwayatkan ketika buang air mencari pendinding diri. Hal tersebut diriwayatkan dalam hadis berikut.

 

Hadis Ke-8

صحيح مسلم ٥١٧: حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْمَاءَ الضُّبَعِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا مَهْدِيٌّ وَهُوَ ابْنُ مَيْمُونٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي يَعْقُوبَ عَنْ الْحَسَنِ بْنِ سَعْدٍ مَوْلَى الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ: أَرْدَفَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ خَلْفَهُ فَأَسَرَّ إِلَيَّ حَدِيثًا لَا أُحَدِّثُ بِهِ أَحَدًا مِنْ النَّاسِ وَكَانَ أَحَبَّ مَا اسْتَتَرَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَاجَتِهِ هَدَفٌ أَوْ حَائِشُ نَخْلٍ. قَالَ ابْنُ أَسْمَاءَ فِي حَدِيثِهِ يَعْنِي حَائِطَ نَخْلٍ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 517: Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh dan Abdullah bin Muhammad bin Asma Adh-Dhuba'i, keduanya berkata: "Telah menceritakan kepada kami Mahdi dan ia adalah Ibnu Maimun, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Abi Ya'qub dari Al-Hasan bin Sa'd budak Al-Hasan bin Ali dari Abdullah bin Ja'far dia berkata: "Rasulullah SAW memboncengku di belakangnya pada suatu hari, lalu beliau membisikkan suatu hadis yang tidak aku ceritakan kepada seorang pun manusia. Hal yang sangat disukai Rasulullah SAW untuk menjadi pendinding dirinya ketika buang air ialah gundukan tanah yang tinggi atau batang-batang kurma.” Ibnu Asma' berkata dalam haditsnya, yaitu kebun kurma."

 

Melalui hadis tersebut, Rasulullah dideskripsikan bahwa beliau suka untuk mencari pendinding diri ketika buang air. Adapun pendiding waktu itu yang digunakan adalah gundukan tanah yang tinggi atau batang-batang kurma. Pendinding dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah alat untuk melindungi (menutup, menyekat, melindungi, dan sebagainya). Bila di jaman sekarang yang lebih banyak buang air di jamban yang tertutup, maka hal ini mempermudah diri kita supaya tidak terlihat oleh orang.

 

4. Kencing Secara Jongkok Bila Memungkinkan

Kita sebagai orang Islam diberi contoh ketika buang air secara duduk. Namun perilaku Rasulullah yang demikian bukan menunjukkan keharusan buang air/ kencing secara jongkok. Hal ini sebagaimana riwayat dari Rasulullah Muhammad SAW berikut.

 

Hadis Ke-9

سنن النسائي ٢٩: أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَ أَنْبَأَنَا شَرِيكٌ عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ شُرَيْحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقُوهُ مَا كَانَ يَبُولُ إِلَّا جَالِسًا.

Artinya: Sunan Nasa'i nomor 29: Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Hujr dia berkata: Telah memberitakan kepada kami Syarik dari Miqdam bin Syuraih dari Bapaknya dari Aisyah dia berkata: “Barangsiapa mengatakan bahwa Rasulullah SAW kencing dengan berdiri, janganlah kamu benarkan. Tak pernah beliau kencing dengan berdiri. Beliau selalu kencing dengan duduk (jongkok).”

 

Hadis Ke-10

صحيح مسلم ٤٠٢: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ أَخْبَرَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ شَقِيقٍ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْتَهَى إِلَى سُبَاطَةِ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا فَتَنَحَّيْتُ، فَقَالَ: ادْنُهْ. فَدَنَوْتُ حَتَّى قُمْتُ عِنْدَ عَقِبَيْهِ فَتَوَضَّأَ فَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 402: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya At-Tamimi, telah mengabarkan kepada kami Abu Khaitsamah dari Al-A'masy dari Syaqiq dari Hudzaifah, ia berkata: “Sesungguhnya Nabi SAW pergi ke suatu tempat pembuangan sampah suatu kaum, lalu beliau kencing dengan berdiri. Aku menjauhkan diri dari beliau, tetapi beliau bersabda, “Dekatlah kemari.” Maka aku pun mendekatinya sehingga aku berdiri di belakang beliau. Sesudah selesai lalu beliau berwudu dan mengusap dua sepatu khuffnya.”

 

Melalui kedua hadis yang ada bisa diambil pengertian. Apabila di rumah, Nabi SAW senantiasa kencing dengan jongkok/ duduk sebagaimana yang diceritakan ‘Aisyah. Namun ketika keluar dari rumah kadang-kadang beliau juga kencing dengan berdiri sebagimana hadis yang diceritakan Hudzaifah. Hal ini bukan berarti kencing dengan jongkok/ duduk adalah harga mati. Sebab ada riwayat lain ada yang menerangkan bahwa Rasulullah kencing dengan berdiri.

 

5. Tangan Kanan Tidak Memegang Kemaluan Ketika Kencing

Ketika buang air/ kencing, hendaknya tidak memegang kemaluan dengan tangan kanan. Hikmahnya adalah tangan kanan itu digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang baik dan bersih. Hal tersebut karena kanan mengkiaskan sesuatu yang baik. Oleh sebab itu, melakukan sesuatu yang tidak bersih hendaknya bukan memakai tangan kanan untuk memegang kemaluan ketika kencing. Adapun riwayat yang menerangkan larangan memegang kemaluan dengan tangan kanan ketika kencing adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-11

صحيح مسلم ٣٩٢: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَهُوَ يَبُولُ وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنْ الْخَلَاءِ بِيَمِينِهِ وَلَا يَتَنَفَّسْ فِي الْإِنَاءِ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 392: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, telah mengabarkan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari Hammam dari Yahya bin Abu Katsir dari Abdullah bin Abu Qatadah dari Bapaknya, dia berkata: "Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian memegang kemaluannya dengan tangan kanan ketika kencing, jangan istinja dengan tangan kanan, dan jangan bernafas pada tempat air minum.”

 

Hadis tadi menerangkan cara bersuci. Adapun cara bersuci hendaknya tidak memakai tangan kanan untuk memegang kemaluan. Namun memegang kemaluan dengan menggunakan tangan kiri.

 

6. Buang Air Jangan Menghadap/ Membelakangi Kiblat di Tempat Terbuka

Buang air di tempat terbuka hendaknya tidak menghadap ataupun membelakangi arah kiblat. Hal tersebut dikarenakan terdapat larangan dari Rasulullah Muhammad SAW. Larangan yang dimaksud terdapat pada beberapa riwayat. Adapun riwayat berikut mengenai tempat buang air di tempat terbuka.

 

Hadis Ke-12

صحيح البخاري ٣٨٠: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا أَتَيْتُمْ الْغَائِطَ فَلَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلَا تَسْتَدْبِرُوهَا وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا. قَالَ أَبُو أَيُّوبَ فَقَدِمْنَا الشَّأْمَ فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ بُنِيَتْ قِبَلَ الْقِبْلَةِ فَنَنْحَرِفُ وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ تَعَالَى وَعَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَطَاءٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا أَيُّوبَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 380: Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Az Zuhri dari 'Atha' bin Yazid Al Laitsi dari Abu Ayyub Al Anshari, bahwa Nabi SAW bersabda: Apabila kamu buang air, maka janganlah menghadap ke kiblat dan jangan pula membelakanginya, tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat. Abu Ayyub berkata: “Ketika kami datang ke Syam, kami dapati tempat-tempat buang air di sana dibuat menghadap kiblat. Maka kami alihkan dan kami memohon ampun kepada Allah Ta'ala." Dan dari Az Zuhri dari 'Atha berkata: Aku mendengar Abu Ayyub dari Nabi SAW seperti ini.

Keterangan: Arah kiblat ketika hadis tersebut disabdakan berada di sebelah selatan Madinah. Oleh sebab itu dengan menghadap ke timur atau ke barat berarti tidak menghadap kiblat maupun membelakanginya.

 

Hadis Ke-13

سنن الترمذي ٨: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمَخْزُومِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَطَاءَ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أَتَيْتُمْ الْغَائِطَ فَلَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ وَلَا بَوْلٍ وَلَا تَسْتَدْبِرُوهَا وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا. قَالَ أَبُو أَيُّوبَ: فَقَدِمْنَا الشَّامَ فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ قَدْ بُنِيَتْ مُسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةِ فَنَنْحَرِفُ عَنْهَا وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ جَزْءٍ الزُّبَيْدِيِّ وَمَعْقِلِ بْنِ أَبِي الْهَيْثَمِ وَيُقَالُ مَعْقِلُ بْنُ أَبِي مَعْقِلٍ وَأَبِي أُمَامَةَ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَسَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي أَيُّوبَ أَحْسَنُ شَيْءٍ فِي هَذَا الْبَابِ وَأَصَحُّ وَأَبُو أَيُّوبَ اسْمُهُ خَالِدُ بْنُ زَيْدٍ وَالزُّهْرِيُّ اسْمُهُ مُحَمَّدُ بْنُ مُسْلِمٍ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ شِهَابٍ الزُّهْرِيُّ وَكُنْيَتُهُ أَبُو بَكْرٍ قَالَ أَبُو الْوَلِيدِ الْمَكِّيُّ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِدْرِيسَ الشَّافِعِيُّ إِنَّمَا مَعْنَى قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ وَلَا بِبَوْلٍ وَلَا تَسْتَدْبِرُوهَا إِنَّمَا هَذَا فِي الْفَيَافِي وَأَمَّا فِي الْكُنُفِ الْمَبْنِيَّةِ لَهُ رُخْصَةٌ فِي أَنْ يَسْتَقْبِلَهَا وَهَكَذَا قَالَ إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ و قَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ رَحِمَهُ اللَّهُ إِنَّمَا الرُّخْصَةُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اسْتِدْبَارِ الْقِبْلَةِ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ وَأَمَّا اسْتِقْبَالُ الْقِبْلَةِ فَلَا يَسْتَقْبِلُهَا كَأَنَّهُ لَمْ يَرَ فِي الصَّحْرَاءِ وَلَا فِي الْكُنُفِ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ.

Artinya: Sunan Tirmidzi nomor 8: Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abdurrahman Al Makhzumi, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Az Zuhri dari 'Atha` bin Yazid Al Laitsi dari Abu Ayyub Al Anshari ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kamu buang air, maka janganlah menghadap ke kiblat dan jangan pula membelakanginya, tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat.” Abu Ayyub berkata: "Ketika kami tiba di Syam, kami mendapati tempat buang air mereka dibuat menghadap arah kiblat, maka kami berpaling darinya dan beristigfar kepada Allah." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abdullah bin Al Harits bin Jaz`i Az Zubaidi dan Ma'qil bin Abu Al Haitsam (yang) disebut juga dengan Ma'qil bin Abu Umamah, Abu Hurairah dan Suhail bin Hanif." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini hadis riwayat Abu Ayyub adalah yang paling baik dan paling shahih. Abu Ayyub namanya adalah Khalid bin Zaid, sedangkan Az Zuhri namanya adalah Muhammad bin Muslim bin Ubaidullah bin Syihab Az Zuhri, julukannya adalah Abu Bakr." Abu Al Walid Al Makki berkata: Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy Syafi'i berkata: "Hanyasanya makna dari sabda Nabi SAW ‘Janganlah menghadap ke kiblat dan jangan pula membelakanginya’ ketika buang air besar atau kecil adalah di tempat yang terbuka. Adapun jika di dalam bangunan yang tertutup maka di sana ada keringanan untuk menghadap ke arah kiblat.” Seperti ini pula yang dikatakan oleh Ishaq bin Ibrahim. Sedangkan Ahmad bin Hanbal Rahimahullah mengatakan: "Keringanan ketika buang air besar atau kecil dari Nabi SAW itu hanya untuk membelakanginya, adapun menghadap ke arahnya tetap tidak diperbolehkan." Seakan-akan Imam Ahmad tidak membedakan di padang pasir atau dalam bangunan yang tertutup untuk menghadap ke arah kiblat."

Ada pula riwayat ketika Rasulullah buang air membelakangi kiblat. Terkait riwayat tersebut diterangkan bahwa Rasulullah buang air membelakangi kiblat di tempat tertutup. Riwayat tersebut terdapat dalam hadis berikut.

 

Hadis Ke-14

صحيح مسلم ٣٩١: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ الْعَبْدِيُّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ عَنْ عَمِّهِ وَاسِعِ بْنِ حَبَّانَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: رَقِيتُ عَلَى بَيْتِ أُخْتِي حَفْصَةَ فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدًا لِحَاجَتِهِ مُسْتَقْبِلَ الشَّامِ مُسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةِ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 391: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Umar dari Muhammad bin Yahya bin Hibban dari pamannya Wasi' bin Habban dari Ibnu Umar, ia berkata: , “Pada suatu hari saya naik rumahnya Hafshah, maka saya melihat Nabi SAW sedang buang hajat menghadap ke Syam membelakangi kiblat.”

 

Hadis tersebut menerangkan bahwa suatu ketika Rasulullah buang air/ buang hajat membelakangi kiblat di rumahnya Hafshah. Hal itu menunjukkan bahwa buang air di suatu ruangan kemudian membelakangi kiblat adalah sesuatu yang boleh. Terdapat pula riwayat yang menerangkan setidaknya ada sesuatu pembatas antara seseorang dan kiblat apabila buang air menghadap kiblat. Riwayat tersebut terdapat pada hadis berikut.

 

Hadis Ke-15

سنن أبي داوود ١٠: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ فَارِسٍ حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عِيسَى عَنْ الْحَسَنِ بْنِ ذَكْوَانَ عَنْ مَرْوَانَ الْأَصْفَرِ قَالَ: رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ أَنَاخَ رَاحِلَتَهُ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ ثُمَّ جَلَسَ يَبُولُ إِلَيْهَا فَقُلْتُ: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَلَيْسَ قَدْ نُهِيَ عَنْ هَذَا؟ قَالَ: بَلَى إِنَّمَا نُهِيَ عَنْ ذَلِكَ فِي الْفَضَاءِ، فَإِذَا كَانَ بَيْنَكَ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ شَيْءٌ يَسْتُرُكَ فَلَا بَأْسَ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 10: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya bin Faris, telah menceritakan kepada kami Shafwan bin Isa dari Al Hasan bin Dzakwan dari Marwan Al-Ashfari, ia berkata: Saya pernah melihat Ibnu ‘Umar menjerumkan kendaraannya menghadap kiblat, lalu dia kencing menghadap kiblat. Saya bertanya, “Wahai Abu ‘Abdurrahman, bukankah dilarang yang demikian itu?”. Ia menjawab, “Betul, tetapi kita hanya dilarang dari yang demikian itu di tempat terbuka. Apabila antaramu dan kiblat itu ada sesuatu yang menutupimu, maka tidak mengapa.”

Keterangan: Terkait rawi yang bernama Al Hasan bin Dzakwan merupakan rawi yang hidup di masa tabi'in tetapi tidak jumpa sahabat. Komentar ulama tentangnya di antaranya Yahya bin Ma'in dan Abu Hatim mengatakan: dla'if; Ibnu Hibban mengatakan: disebutkan dalam 'ats tsiqaat; Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: shaduq yuhti; dan An Nasa'i mengatakan: laisa bi qowi. Al Albani mengkategorikan hadis ini hadis hasan. Sedangkan Abu Thahir Zubair ‘Ali Zai mengkategorikan hadis dlaif. Riwayat hadis dari rawi Al Hasan bin Dzakwan muncul di hadis Bukhari sebanyak 1 hadis, Tirmidzi sebanyak 1 hadis; Abu Daud sebanyak 3 hadis, Ibnu Majah sebanyak 3 hadis, Darimi sebanyak 1 hadis, dan Ahmad sebanyak 5 hadis.

 

7. Menghindarkan Diri dari Percikan Kencing

Air kencing adalah najis. Oleh sebab itu, sebisa mungkin kita menghindarkan diri dari percikan air kencing. Melalui kemaksimalan kehati-hatian kita dalam menghindari percikan kencing, maka kita berusaha menjaga kesucian badan diri kita dan pakaian yang kita kenakan. Hal ini tentunya bersesuaian dengan isi hadis dalam menghindarkan diri dari percikan air kencing. Hal ini sebagaimana riwayat berikut.

 

Hadis Ke-16

مسند أحمد ١٨٨٨٢: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ قَالَ ثَنَا شُعْبَةُ عَن أَبِي التَّيَّاحِ الضُّبَعِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَجُلًا وَصَفَهُ كَانَ يَكُونُ مَعَ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَتَبَ أَبُو مُوسَى إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ إِنَّكَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ زَمَانِكَ وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَ أَحَدُهُمْ إِذَا أَصَابَهُ الشَّيْءُ مِنْ الْبَوْلِ قَرَضَهُ بِالْمَقَارِيضِ. وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى دَمْثٍ يَعْنِي مَكَانٍ لَيِّنٍ فَبَالَ فِيهِ، وَقَالَ: إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرْتَدَّ لِبَوْلِهِ.

Artinya: Musnad Ahmad nomor 18882: Telah menceritakan kepada kami Waki', ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abu Tayyah Adl Dluba'i, ia berkata: Saya mendengar seseorang lalu ia mensifatinya, ia bersama Ibnu Abbas, ia berkata: Abu Musa menulis surat kepada Ibnu Abbas: "Kamu adalah seorang rijal (pemimpin) di zamanmu. Dan Rasulullah SAW telah bersabda: 'Dahulu kaum Bani Israil, apabila salah seorang dari mereka terkena air kencing, maka ia memotong (kain)nya dengan gunting.' Dan suatu ketika Rasulullah SAW melewati tempat yang lembab, dan beliau pun kencing di tempat itu. Dan beliau bersabda: ‘Apabila seseorang di antara kamu kencing, maka hendaklah ia menghindarkan diri dari percikan kencingnya.’

Keterangan: Meskipun ada rawi yang tidak disebutkan namanya, tetapi posisinya adalah sahabat karena ia disifati bersama dengan Ibnu Abbas. Semua sahabat diakui riwayat hadisnya. Hal itu karena mereka adalah orang yang adil (al-sahabah kulluhum udul). Mereka bebas dari kritikan mengenai hadis dikarenakan Allah telah menjamin adilnya para sahabat (lihat Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 143). Adapun adil (‘adalah) maksudnya orang yang senantiasa taat pada fardu, tetap menjalankan perintah dan menjauhi segala larangan dan bentuk kekejian, serta selalu mencari yang benar.

 

8. Kencing di Bejana Karena Keperluan.

Normalnya ketika buang air adalah di jamban/ toilet/ WC. Namun demikian, agama Islam memberi kelonggaran sehingga dalam hal ini boleh kencing pada bejana atau pispot. Hal ini sebagaimana riwayat yang ada pada hadis berikut.

 

Hadis Ke-17

سنن أبي داوود ٢٢: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ حُكَيْمَةَ بِنْتِ أُمَيْمَةَ بِنْتِ رُقَيْقَةَ عَنْ أُمِّهَا أَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ تَحْتَ سَرِيرِهِ يَبُولُ فِيهِ بِاللَّيْلِ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 22: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isa, telah menceritakan kepada kami Hajjaj dari Ibnu Juraij dari Hukaimah binti Umaimah binti Ruqaiqah dari Ibunya bahwasanya dia berkata: “Nabi SAW mempunyai bejana (pispot) dari kayu. Beliau letakkan di bawah tempat tidur, beliau kencing padanya di malam hari.”

 

Sebagaimana dalam hadis disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki bejana atau pispot yang diletakkan di bawah tempat tidur. Beliau menggunakan bejana tersebut untuk kencing di malam hari.

 

9. Tempat Terlarang Buang Air

Terdapat beberapa tempat yang dilarang untuk digunakan sebagai tempat buang air. Adapun berbagai tempat yang dilarang tersebut diterangkan dalam berbagai hadis yang ada. Hadis-hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut.

 

a. Larangan Buang Air di Liang-liang Binatang

Rasulullah SAW melarang kaumnya untuk buang air di liang-liang binatang. Namun demikian alasan tentang hal itu, Rasulullah tidak menjelaskan. Adapun penjelasan itu dikatakan oleh Qatadah yang tidak dijelaskan bersandar pada sabda Rasulullah. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut ini.

 

Hadis Ke-18

سنن أبي داوود ٢٧: حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ مَيْسَرَةَ حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَرْجِسَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْجُحْرِ. قَالُوا لِقَتَادَةَ مَا يُكْرَهُ مِنْ الْبَوْلِ فِي الْجُحْرِ قَالَ كَانَ يُقَالُ إِنَّهَا مَسَاكِنُ الْجِنِّ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 27: Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Umar bin Maisarah, telah menceritakan kepada kami Mu'adz bin Hisyam, telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Qatadah dari Abdullah bin Sarjis bahwasanya Rasulullah SAW mencegah orang kencing dalam liang-liang binatang. Mereka bertanya kepada Qatadah: "Apa yang membuat kencing di liang-liang binatang dilarang?" Dia menjawab: "Dikatakan bahwa itu adalah tempat tinggal jin."

 

b. Larangan Buang Air di Jalan Umum

Rasulullah Muhammad SAW juga melarang umatnya buang air di jalan umum. Hal tersebut karena bila buang air di jalan umum merupakan perbuatan yang melaknati. Adapun riwayat yang menerangkan adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-19

صحيح مسلم ٣٩٧: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ أَخْبَرَنِي الْعَلَاءُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ. قَالُوا وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِي ظِلِّهِمْ.

Artinya: Shahih Muslim nomor 397: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah serta Ibnu Hujr semuanya dari Ismail bin Ja'far, Ibnu Ayyub berkata: telah menceritakan kepada kami Ismail, telah mengabarkan kepadaku Al-Ala' dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Jauhkanlah dirimu dari buang air di dua tempat yang melaknati.” Para sahabat bertanya, “Apakah dua tempat yang melaknati itu, ya Rasulullah?” Nabi SAW menjawab, “Yaitu buang air di jalan (yang digunakan) manusia berlalu lintas dan tempat mereka berteduh.

 

c. Larangan Buang Air di Tempat Berteduh

Larangan buang air juga ada pada tempat berteduh. Hal tersebut merupakan perbuatan yang melaknati. Adapun hadisnya sebagaimana hadis riwayat Muslim nomor 397 dan hadis berikut ini.

 

Hadis Ke-20

سنن أبي داوود ٢٣: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اتَّقُوا اللَّاعِنَيْنِ. قَالُوا وَمَا اللَّاعِنَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ ظِلِّهِمْ.

Artinya: Sunan Abu Daud nomor 23: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far dari Al 'Ala` bin Abdurrahman dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Jauhkanlah dirimu dari buang air di dua tempat yang melaknati.” Para sahabat bertanya, “Apakah dua tempat yang melaknati itu, ya Rasulullah?” Nabi SAW menjawab, “Yaitu buang air di jalan (yang digunakan) manusia berlalu lintas dan tempat mereka berteduh.”

 

10. Istinja Menggunakan Air Lebih Utama

Sebagai tambahan dalam ulasan kali ini adalah istinja menggunakan media pembersih air adalah lebih utama. Keutamaan tersebut diterangkan dalam beberapa hadis. Adapun hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ke-21

صحيح البخاري ١٤٨: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُ الْخَلَاءَ فَأَحْمِلُ أَنَا وَغُلَامٌ إِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ وَعَنَزَةً يَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ. تَابَعَهُ النَّضْرُ وَشَاذَانُ عَنْ شُعْبَةَ الْعَنَزَةُ عَصًا عَلَيْهِ زُجٌّ.

Artinya: Shahih Bukhari nomor 148: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far berkata: telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Atha' bin Abu Maimunah ia mendengar Anas bin Malik, ia berkata: “Suatu ketika Rasulullah SAW masuk ke dalam jamban. Maka saya beserta seorang pemuda yang sebaya saya membawa ember berisi air dan tongkat. Kemudian Nabi SAW (memilih) beristinja dengan air.” Hadis ini kuatkan oleh An Nadlr dan Syadzan dari Syu'bah, "Al Anazah adalah tongkat yang ujungnya ada besi."

 

Hadis Ke-22

مسند أحمد ٢٤٨٠١: حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ مُعَاذَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: مُرْنَ أَزْوَاجَكُنَّ أَنْ يَغْسِلُوا عَنْهُمْ أَثَرَ الْغَائِطِ وَالْبَوْلِ فَإِنِّي أَسْتَحْيِيهِمْ وَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ كَانَ يَفْعَلُهُ.

Artinya: Musnad Ahmad nomor 24801: Telah menceritakan kepada kami Yazid, telah mengabarkan kepada kami Sa'id dari Qatadah dari Mu'adzah dari Aisyah berkata: “Suruhlah suami-suamimu membasuh bekas berak dan kencing dengan air, karena aku malu kepada mereka, dan sesungguhnya Nabi SAW beristinja dengan air.

 

Hadis Ke-23

سنن الترمذي ٣٠٢٥: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ الْحَارِثِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِي أَهْلِ قُبَاءَ {فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ}. قَالَ كَانُوا يَسْتَنْجُونَ بِالْمَاءِ فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِيهِمْ. قَالَ هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي أَيُّوبَ وَأَنَسِ بْنِ مَالِكٍ وَمُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ.

Artinya: Sunan Tirmidzi nomor 3025: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Alla' Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah bin Hisyam, telah menceritakan kepada kami Yunus bin Al Harits dari Ibrahim bin Abu Maimunah dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda bahwa telah diturunkan ayat berkenaan dengan penduduk Quba’ (yaitu ayat yang berbunyi) fiihi rijaalun yuhibbuuna an yatathahharuu, wallaahu yuhibbul mutathahhiriin (terdapat di dalamnya orang-orang yang suka membersihkan diri dan Allah menyukai orang-orang yang suka membersihkan diri) (QS. At-Taubah 108). Mereka beristinja dengan air, maka turunlah ayat ini berkenaan dengan mereka.” Abu Isa berkata: Hadis ini gharib melalui sanad ini. Dalam hal ini ada hadis serupa dari Abu Ayyub, Anas bin Malik, Muhammad bin Abdullah bin Salam.

Keterangan: Terkait rawi yang bernama Ibrahim bin Abi Maymunah yang merupakan tabi'ut tabi'in kalangan pertengahan. Komentar ulama tentangnya di antaranya Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: majhulul hal; Ibnu Hibban mengatakan: disebutkan dalam 'ats tsiqaat. Selain itu ada rawi yang bernama Yunus bin Al Harits yang merupakan kalangan tabi'in tetapi tidak jumpa sahabat. Komentar ulama tentangnya di antaranya Ahmad bin Hambal mengatakan: dla'if; Yahya bin Ma'in mengatakan: laisa bihi ba`s, Abu Hatim dan An Nasa'i mengatakan: laisa bi qowi; Ibnu 'Adi mengayakan: laisa bihi ba`s; Ibnu Hibban mengatakan: disebutkan dalam 'ats tsiqaat; As Saji mengatakan: dla'if; dan Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengatakan: dla'if.

 

Demikian beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari beberapa dalil mengenai pembahasan taharah. Hal tersebut sebagai upaya menggapai kesempurnaan dalam beribadah mengingat salat didirikan dengan syarat terhindar dari najis dan hadas. Semoga pelajaran mengenai taharah yang sudah diperoleh dapat dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.

 

No comments:

Post a Comment