Thursday, March 9, 2023

Salat Hajat


 

Kehidupan orang beriman mengharuskannya menghadapi berbagai ujian. Orang beriman yang menempuh ujian tentu akan mendapat hikmah dari ujian tersebut. Menurut riwayat, terdapat hadis yang menerangkan mengenai salat hajat. Adapun salat hajat tersebut diriwayatkan diperuntukkan bagi yang sedang dirundung ujian kesulitan atau memiliki sebuah kepentingan tertentu. Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini, kita akan sedikit mengulas mengenai: (a) pengertian salat hajat; (b) waktu dan tempat salat hajat; (c) bilangan rakaat dan tata cara salat hajat; (d) hukum salat hajat; dan (e) penjelasan singkat.

 

A. Pengertian Salat Hajat

Hajat berarti keinginan atau kebutuhan. Sebagai manusia beriman pasti mempunyai hajat, baik hajat duniawi maupun ukhrawi. Hajat tersebut tidak bisa dicapai dengan kekuatan manusia yang lemah. Oleh karena itu manusia sangat memerlukan pertolongan Allah SWT supaya hajatnya tersebut dapat tercapai. Salat hajat diriwayatkan adalah salat yang di kerjakan seorang hamba karena punya keinginan atau keperluan yang ingin dicapainya, baik kepada Allah SWT atau kepada manusia, terkait keinginan dunia atau akhirat, dengan cara tertentu. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

 

Hadis Pertama

حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ الْخَفَّافُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَرْقَاءِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَتْ لَهُ حَاجَةٌ إِلَى اللَّهِ، أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ، وَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ، وَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَلْيُثْنِ عَلَى اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَجَلَّ وَعَلا، وَلْيُصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ لِيَقُلْ : لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ، سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ، وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ، وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالسَّلامَةَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، اللَّهُمَّ لا تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلا غَفَرْتَهُ، وَلا هَمًّا إِلا فَرَّجْتَهُ، وَلا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًى إِلا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ. ابن المبارك

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Al Husain, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami ‘Abdul Whhab bin ‘Atha Al Khaffaf, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abul Warqa’, dari ‘Abdullah bin Abu Aufa, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai hajat kepada Allah, atau kepada salah seorang dari Bani Adam, maka hendaklah ia berwudu dan memperbagus wudunya, lalu salat dua rakaat. Kemudian (setelah selesai salat) ia memuji Allah, lalu membaca selawat atas Nabi SAW, lalu ia membaca: LAA ILAAHA ILLALLAAHUL HALIIMUL KARIIM, SUBHANALLAAHI RABBIL 'ARSYIL 'ADZIIM, AL HAMDULILLAAHI RABBIL 'AALAMIIN, AS'ALUKA MUUJIBAATI RAHMATIKA WA AZAA'IMA MAGHFIRATIKA WAL GHANIIMATA MIN KULLI BIRRIN WAS SALAAMATA MIN KULLI ITSMIN, LAA TADA' LI DZAMBAN ILLAA GHAFARTAHU WALAA HAMMAN ILLAA FARRAJTAHU WALAA HAAJATAN HIYA LAKA RIDLAN ILLA QADLAITAHA YAA ARHAMARRAAHIMIIN (Tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Penyantun dan Maha Pemurah. Maha Suci Allah, Tuhan pemelihara ‘arsy Yang Maha Agung. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Kepada-Mu lah aku memohon sesuatu yang mewajibkan (menyebabkan) rahmat-Mu, dan sesuatu yang mendatangkan ampunan-Mu, dan memperoleh keuntungan dari setiap kebaikan, dan selamat dari segala dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa pada diriku melainkan Engkau mengampuninya, jangan ada sesuatu kesusahan melainkan Engkau beri jalan keluar, jangan ada sesuatu hajat yang Engkau ridai melainkan Engkau kabulkan wahai Allah yang Maha Pengasih dari semua Pengasih). (HR. Ibnu Al Mubarak, no. 1072).

Keterangan: Rawi yang bernama 'Abul Warqa’ adalah Fa'id bin 'Abdur Rahman. Terkait Fa'id bin 'Abdur Rahman merupakan tabi'in kalangan biasa yang hidup di negeri Kufah. Komentar ulama tentangnya diantaranya Ahmad bin Hambal mengomentari matrukul hadits, Al Bukhari mengomentari mungkarul hadits, Yahya bin Ma'in mengatakan dla'if, Abu Hatim Ar Rozy mengomentari Haditsuhu Kadzib.

 

Selain hadis tersebut, biasanya dalil salat hajat juga dikaitkan dengan hadis berikut ini.

 

Hadis Kedua

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا مَيْمُونٌ يَعْنِي أَبَا مُحَمَّدٍ الْمَرَئِيَّ التَّمِيمِيَّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ يُوسُفَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ: صَحِبْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ أَتَعَلَّمُ مِنْهُ فَلَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ قَالَ آذِنْ النَّاسَ بِمَوْتِي فَآذَنْتُ النَّاسَ بِمَوْتِهِ فَجِئْتُ وَقَدْ مُلِئَ الدَّارُ وَمَا سِوَاهُ قَالَ فَقُلْتُ قَدْ آذَنْتُ النَّاسَ بِمَوْتِكَ وَقَدْ مُلِئَ الدَّارُ وَمَا سِوَاهُ قَالَ أَخْرِجُونِي فَأَخْرَجْنَاهُ قَالَ أَجْلِسُونِي قَالَ فَأَجْلَسْنَاهُ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ تَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يُتِمُّهُمَا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا سَأَلَ مُعَجِّلًا أَوْ مُؤَخِّرًا قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالِالْتِفَاتَ فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِلْمُلْتَفِتِ فَإِنْ غُلِبْتُمْ فِي التَّطَوُّعِ فَلَا تُغْلَبُنَّ فِي الْفَرِيضَةِ. أحمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakr, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Maimun, yakni Abu Muhmad Al Mara`i At Tamimi, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abu Katsir dari Yusuf bin Abdullah bin Salam, ia berkata: "Aku menyertai Abu Darda' untuk belajar darinya, maka ketika ajalnya tiba dia berkata: "Sebarkanlah kepada orang-orang akan kematianku," maka aku pun menyebarkannya kepada orang-orang. Ketika aku kembali, ternyata rumahnya telah penuh dengan orang." Yusuf berkata: "Aku berkata: "Aku telah sebarkan kepada orang-orang tentang kematianmu (sakaratul maut), dan ternyata rumah-(mu) telah penuh (dengan orang). Kemudian Abu Darda' berkata: "Keluarkanlah aku," maka kami mengeluarkannya. Kemudian dia berkata: "Dudukkanlah aku." Yusuf berkata: "Maka kami pun mendudukkannya, kemudian dia (Abu Darda') berkata: "Wahai manusia, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa berwudu dan menyempurnakan wudunya, kemudian dia berdiri dan melaksanakan salat dua rakaat dengan sempurna, maka Allah akan memberikan apa yang dia minta dengan segera atau di akhirkan," kemudian Abu Darda' melanjutkan, "Wahai manusia, jauhilah oleh kalian menoleh dalam salat, karena tidak ada salat bagi orang yang menoleh, jika kalian kalian terkalahkan dalam salat sunah, maka jangan sampai itu terjadi dalam salat wajib." (HR. Ahmad, no. 26225).

Keterangan: Hadis tersebut terdapat rawi yang bernama Maimun. Dia majhul. Selain itu, ada rawi yang tidak diketahui sehingga rantai sanadnya terputus. Yusuf bin Abdullah bin Salam adalah sahabat, sementara itu Yahya bin Abi Katsir Shalih bin Al Mutawakkil merupakan tabi’in kalangan biasa yang wafat pada tahun 132H.

 

B. Waktu dan Tempat Salat Hajat

Menurut riwayat yang ada, waktu pelaksanaan salat hajat dilakukan kapan saja, yakni baik siang maupun malam. Adapun tempat salat pada umumnya dapat dilaksanakan di mana saja. Namun demikian dengan catatan tempat yang digunakan untuk salat adalah suci dan bukan tempat-tempat yang dilarang atau tidak memungkinkan untuk melaksanakan salat.

 

C. Bilangan Rakaat dan Tata Cara Salat Hajat

Salat hajat diriwayatkan adalah salat sebanyak 2 rakaat. Namun demikian ada yang menyatakan bilangan rakaatnya sampai dengan 12 rakaat yang dikerjakan selama seminggu berturut-turut. Salat hajat jika dilakukan sebanyak 12 rakaat, setiap 2 rakaatnya diakhiri dengan salam. Diriwayatkan tata cara salat hajat sebagaimana umumnya salat. Namun yang membedakan dengan salat lain adalah bacaan setelah salat hajat dilakukan. Adapun bacaan yang dimaksud adalah sebangai berikut.

1. Membaca tahimd

2. Membaca selawat Nabi

3. Membaca Tahlil. Tidak menutup kemungkinan ada bacaan tahlil yang digunakan untuk salat hajat selain lafal berikut.

Teks arab:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ. سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، لَا تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ، وَلَا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلَّا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.

 

Transliterasi:

LAA ILAAHA ILLALLAAHUL HALIIMUL KARIIM, SUBHANALLAAHI RABBIL 'ARSYIL 'ADZIIM, AL HAMDULILLAAHI RABBIL 'AALAMIIN, AS'ALUKA MUUJIBAATI RAHMATIKA WA AZAA'IMA MAGHFIRATIKA WAL GHANIIMATA MIN KULLI BIRRIN WAS SALAAMATA MIN KULLI ITSMIN, LAA TADA' LI DZAMBAN ILLAA GHAFARTAHU WALAA HAMMAN ILLAA FARRAJTAHU WALAA HAAJATAN HIYA LAKA RIDLAN ILLA QADLAITAHA YAA ARHAMARRAAHIMIIN

 

Artinya:

Tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Penyantun dan Maha Pemurah. Maha Suci Allah, Tuhan pemelihara ‘arsy Yang Maha Agung. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Kepada-Mu lah aku memohon sesuatu yang mewajibkan (menyebabkan) rahmat-Mu, dan sesuatu yang mendatangkan ampunan-Mu, dan memperoleh keuntungan dari setiap kebaikan, dan selamat dari segala dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa pada diriku melainkan Engkau mengampuninya, jangan ada sesuatu kesusahan melainkan Engkau beri jalan keluar, jangan ada sesuatu hajat yang Engkau ridai melainkan Engkau kabulkan wahai Allah yang Maha Pengasih dari semua Pengasih.

 

D. Hukum Salat Hajat

Dalil salat hajat terdapat pada hadis. Riwayat yang menyebutkan tentang salat hajat ini adalah sebagai berikut.

 

Hadis Ketiga

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عِيسَى بْنِ يَزِيدَ الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَكْرٍ السَّهْمِيُّ و حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُنِيرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَكْرٍ عَنْ فَائِدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى اللَّهِ حَاجَةٌ أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ فَلْيُحْسِنْ الْوُضُوءَ ثُمَّ لِيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ لِيُثْنِ عَلَى اللَّهِ وَلْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ لِيَقُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ. سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، لَا تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ، وَلَا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلَّا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ وَفِي إِسْنَادِهِ مَقَالٌ فَائِدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يُضَعَّفُ فِي الْحَدِيثِ وَفَائِدٌ هُوَ أَبُو الْوَرْقَاءِ. الترمذي

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Isa bin Yazid Al Baghdadi, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Bakr As Sahmi dan telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Munir dari Abdullah bin Bakr dari Fa'id bin Abdurrahman dari Abdullah bin Abu Aufa, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai hajat kepada Allah, atau kepada salah seorang dari Bani Adam, maka hendaklah ia berwudu dan memperbagus wudunya, lalu salat dua rakaat. Kemudian (setelah selesai salat) ia memuji Allah, lalu membaca selawat atas Nabi SAW, lalu ia membaca: LAA ILAAHA ILLALLAAHUL HALIIMUL KARIIM, SUBHANALLAAHI RABBIL 'ARSYIL 'ADZIIM, AL HAMDULILLAAHI RABBIL 'AALAMIIN, AS'ALUKA MUUJIBAATI RAHMATIKA WA AZAA'IMA MAGHFIRATIKA WAL GHANIIMATA MIN KULLI BIRRIN WAS SALAAMATA MIN KULLI ITSMIN, LAA TADA' LI DZAMBAN ILLAA GHAFARTAHU WALAA HAMMAN ILLAA FARRAJTAHU WALAA HAAJATAN HIYA LAKA RIDLAN ILLA QADLAITAHA YAA ARHAMARRAAHIMIIN (Tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Penyantun dan Maha Pemurah. Maha Suci Allah, Tuhan pemelihara ‘arsy Yang Maha Agung. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Kepada-Mu lah aku memohon sesuatu yang mewajibkan (menyebabkan) rahmat-Mu, dan sesuatu yang mendatangkan ampunan-Mu, dan memperoleh keuntungan dari setiap kebaikan, dan selamat dari segala dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa pada diriku melainkan Engkau mengampuninya, jangan ada sesuatu kesusahan melainkan Engkau beri jalan keluar, jangan ada sesuatu hajat yang Engkau ridai melainkan Engkau kabulkan wahai Allah yang Maha Pengasih dari semua Pengasih). Abu Isa berkata: hadis ini gharib dan dalam sanadnya ada sesutatu yang perlu dibicarakan, Fa'id bin Abdurrahman telah dilemahkan dalam masalah hadis, dan Fa'id adalah 'Abul Warqa'. (HR. Tirmidzi, no. 441).

Keterangan: Terkait rawi yang bernama Fa'id bin 'Abdur Rahman merupakan tabi'in kalangan biasa yang hidup di negeri Kufah. Komentar ulama tentangnya diantaranya Ahmad bin Hambal mengomentari matrukul hadits, Al Bukhari mengomentari mungkarul hadits, Yahya bin Ma'in mengatakan dla'if, Abu Hatim Ar Rozy mengomentari Haditsuhu Kadzib.

 

Melalui hadis tersebut, kaum muslimnin berbeda paham. Adapun paham yang ada diantaranya adalah sebagai berikut.

 

1. Pendapat Pertama

Salat hajat adalah salah satu salat sunah yang dikerjakan ketika seseorang sedang memiliki hajat tertentu baik hajat yang berkaitan dengan kemaslahatan agama dan duniawinya. Salat hajat ini merupakan salah satu bentuk munajat seorang hamba kepada Allah SWT. Selain berpijak pada hadis yang disebutkan, salat hajat juga berdasarkan hadis berikut.

 

Hadis Keempat

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورِ بْنِ سَيَّارٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ الْمَدَنِيِّ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ خُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ، أَنَّ رَجُلًا ضَرِيرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ادْعُ اللَّهَ لِي أَنْ يُعَافِيَنِي فَقَالَ إِنْ شِئْتَ أَخَّرْتُ لَكَ وَهُوَ خَيْرٌ وَإِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ فَقَالَ ادْعُهْ فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوءَهُ وَيُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ وَيَدْعُوَ بِهَذَا الدُّعَاءِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِمُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي قَدْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ. قَالَ أَبُو إِسْحَقَ هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ. ابن ماجه

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Manshur bin Sayyar, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Utsman bin Umar, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abu Ja'far Al Madani dari 'Umarah bin Khuzaimah bin Tsabit dari Utsman bin Hunaif, ia berkata: "Seorang lelaki buta datang kepada Nabi SAW seraya berkata: "Doakanlah aku agar Allah menyembuhkanku." Beliau bersabda: "Apabila kamu mau, maka aku tangguhkan bagimu dan itu lebih baik, dan jika kamu mau maka aku akan mendoakanmu," Ia berkata: "Doakanlah." Maka beliau menyuruhnya agar berwudu dan membaguskan wudunya, kemudian salat dua rakaat dan berdoa: Alloohumma inni asaluka wa atawajjahu ilaika bimuhammadin nabiyi-rahmah, ya Muhammad inni qod tawajjahtu bika ila rabbi fii haajatii, hadzihi lituqdla, Alloohumma Syaffa’hu fiiy (Ya Allah, sesungguhnya aku meminta dan menghadap kepada-Mu dengan perantaraan Muhammad, Nabi pembawa rahmat. Ya Muhammad, aku telah menghadap dengan perantaraanmu kepada Rabbku di dalam hajatku ini agar terpenuhi. Ya Allah, berilah syafa'at kepadanya bagi diriku)." Abu Ishaq berkata: "Ini hadis shahih." (HR. Ibnu Majah, no. 1375).

 

2. Pendapat Kedua

Ibadah bisa silaksanakan apabila ada dalil yang kuat dan jelas. Mengingat hadis yang menjadi dalil salat hajat adalah lemah, maka salat hajat tidak bisa diamalkan/ dilaksanakan. Dalil salat hajat lemah karena ada rawi yang bernama Fa'id bin 'Abdur Rahman merupakan tabi'in kalangan biasa yang hidup di negeri Kufah. Komentar ulama tentangnya diantaranya Ahmad bin Hambal mengomentari matrukul hadits, Al Bukhari mengomentari mungkarul hadits, Yahya bin Ma'in mengatakan dla'if, Abu Hatim Ar Rozy mengomentari Haditsuhu Kadzib.

 

E. Penjelasan Singkat

Melalui berbagai hadis yang ada, penulis lebih condong pada pendapat yang kedua. Adapun pendapat kedua mentengahkan bahwa ibadah bisa silaksanakan apabila ada dalil yang kuat dan jelas. Mengingat hadis yang menjadi dalil salat hajat adalah lemah, maka salat hajat tidak bisa diamalkan/ dilaksanakan. Dalil salat hajat terdapat pada hadis riwayat Ibnu Al Mubarak nomor 1072 dan hadis riwayat Tirmidzi nomor 441 dan semuanya diriwayatkan melalui ‘Abul Warqa’ atau Fa'id bin 'Abdur Rahman. Dalil salat hajat lemah karena ada rawi yang bernama Fa'id bin 'Abdur Rahman merupakan tabi'in kalangan biasa yang hidup di negeri Kufah. Komentar ulama tentangnya diantaranya Ahmad bin Hambal mengomentari matrukul hadits, Al Bukhari mengomentari mungkarul hadits, Yahya bin Ma'in mengatakan dla'if, Abu Hatim Ar Rozy mengomentari Haditsuhu Kadzib. Selain itu juga, salat hajat juga dikaitkan dengan hadis riwayat Ahmad nomor 26225. Hadis riwayat Ahmad nomor 26225 terdapat rawi yang bernama Maimun. Dia majhul. Selain itu, ada rawi yang tidak diketahui sehingga rantai sanadnya terputus. Yusuf bin Abdullah bin Salam adalah sahabat, sementara itu Yahya bin Abi Katsir Shalih bin Al Mutawakkil merupakan tabi’in kalangan biasa yang wafat pada tahun 132H. Pada hadis riwayat Ibnu Majah nomor 1375 menerangkan tentang berwudu dan membaguskan wudunya, kemudian salat dua rakaat dan berdoa. Kaifiyat salat dalam hadis riwayat Ibnu Majah nomor 1375 tidak serinci hadis riwayat Ibnu Al Mubarak nomor 1072 dan hadis riwayat Tirmidzi nomor 441 yang lemah. Maksudnya adalah pada hadis riwayat Ibnu Majah nomor 1375 tidak memuat ketentuan setelah salat dua rakaat untuk membaca tahimd, membaca selawat Nabi, dan membaca tahlil. Namun pada hadis tersebut hanya memuat salat dua rakaat lalu dilanjutkan dengan doa. Hal tersebut tidak seperti matan pada  hadis riwayat Ibnu Al Mubarak nomor 1072 dan hadis riwayat Tirmidzi nomor 441 yang termasuk hadis lemah.

 

Hadis lemah tentu tidak bisa digunakan sebagai landasan hukum dalam beribadah. Hendaknya kita berhati-hati dalam beribadah, khususnya ibadah mahdlah. Andaikata riwayat salat hajat tersebut benar-benar dari Rasulullah SAW, maka tentu salat hajat hukumnya sunah. Oleh sebab itu bila terpaksa tidak melaksanakan sama sekali maka tidak berdosa. Memilih tidak melakukan salat hajat adalah sebagai upaya kehati-hatian kita dan hendaknya tidak melakukan suatu bentuk ibadah yang belum jelas dan bahkan belum cukup kuat dasar hukumnya. Berbagai perbedaan pendapat yang ada adalah khilafiyah furu'iyyah (perbedaan dalam cabang hukum agama) sehingga tidak semestinya menyudutkan di antara pendapat-pendapat yang ada. Sebagai kaum muslim yang benar-benar mengamalkan ajaran Islam, sudah semestinya kita tidak mempermaslahkan perbedaan pendapat. Hal tersebut karena diantara perbedaan yang ada itu lebih banyak persamaan. Marilah saling menghormati antara satu dengan lainnya karena sesama muslim adalah saudara. Wallahu a’lam bishshawwab.

 

Demikianlah berbagai dalil ataupun pelajaran yang bisa menjadi acuan kita dalam ibadah salat. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan salat sunah dengan baik dan istiqamah sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.

 

 

No comments:

Post a Comment