Wednesday, August 5, 2020

Kewajiban Salat Jum'at


Sebagai umat Islam tentunya sudah tidak asing dengan ibadah salat. Adapun hukum salat ada yang wajib maupun sunah. Utamanya yang wajib, kita sebagai umat Islam tentunya melaksanakan salat Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya. Taukah Anda bahwa terdapat salat wajib lain yang harus kita kerjakan? Ya, salat yang hukumnya wajib termasuk diantaranya ibadah salat Jum’at.

 

A. Perintah Salat Jum’at Dalam Alquran

Salat Jum’at sudah menjadi ibadah pekanan bagi umat muslim. Salat Jum’at merupakan aktivitas ibadah salat wajib bagi kaum muslim yang dilaksanakan setiap hari Jum’at. Adapun dalil yang mendasari pelaksanaan ibadah salat Jum’at adalah sebagai berikut:

 

Allah SWT berfirman,

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نُودِىَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا۟ إِلَىٰ ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا۟ الْبَيْعَ ۚ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ {9}. فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ {10}. وَإِذَا رَأَوْا۟ تِجَـٰرَةً أَوْ لَهْوًا ٱنفَضُّوٓا۟ إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَآئِمًۭا ۚ قُلْ مَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌۭ مِّنَ ٱللَّهْوِ وَمِنَ ٱلتِّجَـٰرَةِ ۚ وَٱللَّهُ خَيْرُ ٱلرَّٰزِقِينَ {11}. الجمعة: 11 -9

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada Hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (9). Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung (10). Dan apabila (sebagian) mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera berpencar (menuju) padanya dan meninggalkan engkau (Nabi Muhammad) yang sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, “Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan.” Allah pemberi rezeki yang terbaik (11). (QS. Al Jumu’ah: 9 – 11)

 

Seruan perintah salat Jum’at bagi orang-orang beriman diterangkan di Alquran Surat Al Jumu’ah ayat 9 sampai 11. Namun demikian, para ahli tafsir memberikan penjelasan di dalam kitabnya. Ada berbagai ahli tafsir yang menjelelaskan makna Alquran surat Al Jumu’ah ayat 9 sampai 10, diantaranya adalah sebagai berikut:

 

1. Imam Al Qurthubiy (wafat 671 H)

Berkata Imam Al Qurthubiy di dalam kitab tafsirnya:

قَوْلُهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا، خِطَابٌ لِلْمُكَلَّفِيْنَ بِاِجْمَاعٍ. وَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَرْضَى وَالزَّمْنَى وَالْمُسَافِرُوْنَ وَالْعَبِيْدُ وَالنِّسَاءُ بِالدَّلِيْلِ، وَالْعُمْيَانُ وَالشَّيْخُ الَّذِيْ لَا يَـمْشِي اِلَا بِقَائِدٍ عِنْدَ اَبِيْ حَنِيْفَةَ.

رَوَى اَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ فَعَلَيْهِ الْجُمُعَةُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ اِلَّا مَرِيْضٌ اَوْ مُسَافِرٌ اَوِ امْرَأَةٌ اَوْ صَبِيٌّ اَوْ مَـمْلُوْكٌ، فَمَنِ اسْتَغْنَى بِلَهْوٍ اَوْ تِجَارَةٍ اِسْتَغْنَى اللهُ عَنْهُ، وَاللهُ غَنِيٌّ حَـمِيْدٌ. خرجه الدارقطني

Artinya: Firman Allah Ta’ala, “Yaa ayyuhalladziina aamanuu” (wahai orang-orang yang beriman), khitabnya adalah orang-orang mukalaf menurut ijma’. Dikecualikan darinya adalah: orang-orang yang sakit, orang-orang cacat, musafir, hamba sahaya, para wanita (berdasarkan dalil), orang buta dan orang tua yang tidak bisa berjalan melainkan dengan orang yang menuntunnya (menurut Imam Abu Hanifah).

Abuz Zubair meriwayatkan dari Jabir, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka pada hari Jum’at dia wajib mendatangi salat Jum’at, kecuali orang sakit, musafir, wanita, anak-anak dan hamba sahaya. Maka barangsiapa yang tidak mendatangi salat Jum’at karena permainan atau karena jual beli, Allah tidak butuh kepadanya, dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (HR. Daraquthniy) (Dalam kitab Tafsir Al Qurthubiy juz 18, hal 68).

 

2. Imam Ibnu Katsir (wafat 774 H)

Berkata Imam Ibnu Katsir di dalam kitabnya:

وَاِنَّـمَا يُؤْمَرُ بِحُضُوْرِ الْجُمُعَةِ الرِّجَالُ الْأَحْرَارُ دُوْنَ الْعَبِيْدِ وَالنِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ، وَيُعَذَّرُ الْمُسَافِرُ وَالْمَرِيْضُ وَقَيِّمُ الْمَرِيْضِ وَمَا اَشْبَهَ ذٰلِكَ مِنَ الْاَعْذَارِ كَمَا هُوَ مُقَرَّرٌ فِي كُتُبِ الْفُرُوْعِ. تفسير ابن كثير 4: 366

Artinya: Dan sesungguhnya yang diperintahkan untuk mendatangi salat Jum’at adalah kaum laki-laki yang merdeka, bukan hamba sahaya, bukan para wanita dan anak-anak. Dan diberi rukhsah bagi musafir, orang sakit, orang yang mengurusi orang sakit, dan yang serupa itu dari orang-orang yang berhalangan sebagaimana ditetapkan dalam kitab-kitab fiqih (Tafsir Ibnu Katsir juz 4, hal 366).

 

3. Imam Al Maraghiy (wafat 1371 H)

Berkata Imam Al Maraghiy di dalam kitabnya:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْآ اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوْا الْبَيْعَ اَيْ اِذَا اَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ بَيْنَ يَدَىِ الْاِمَامِ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ لِلصَّلَاةِ فَاتْرُكُوْا الْبَيْعَ وَاسْعَوْا لِتَسْمَعُوْا مَوْعِظَةَ الْاِمَامِ فِى خُطْبَتِهِ، وَعَلَيْكُمْ اَنْ تَـمْشُوا الْـهُوَيْنِيَّ بِسَكِيْنَةٍ وَوَقَارٍ حَتَّى تَصِلُوْا اِلَى الْمَسْجِدِ.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli”. Yaitu apabila muazin telah menyerukan azan di depan imam yang sudah berada di mimbar pada hari Jum’at untuk salat (Jum’at), maka tinggalkanlah jual beli dan bersegeralah berangkat untuk mendengarkan nasihatnya imam di dalam khotbahnya. Dan berjalanlah (datanglah) dengan tenang dan tidak tergesa-gesa, hingga kalian sampai di masjid (Tafsir Al Maraghiy juz 28, hal. 101).

 

B. Hadis Berkaitan dengan Salat Jum’at

Banyak diantaranya hadis yang menjelaskan tentang salat Jum’at. Hadis tersebut sebagai acuan penafsiran ayat. Beberapa diantara hadis yang sering digunakan sebagai dalil ataupun pembatas adalah sebagai berikut:

 

Hadis Pertama

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ أَنْبَأَنَا يَزِيدُ بْنُ زِيَادِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ عَنْ زُبَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ عَنْ عُمَرَ قَالَ صَلَاةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ وَالْفِطْرُ وَالْأَضْحَى رَكْعَتَانِ تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. ابن ماجه

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr berkata, telah memberitakan kepada kami Yazid bin Ziyad bin Abu Al Ju'd, dari Zubaid, dari 'Abdurrahman bin Abu Laila, dari Ka'b bin Ujrah, dari Umar (bin Khaththab) ia berkata, "Salat safar itu dua rakaat, Jum'at dua rakaat, Idul Fitri dan Idul Adha dua rakaat, sempurna tanpa meringkas sebagaimana sabda Muhammad SAW. " (HR. Ibnu Majah, no. 1054).

Keterangan: Hadis pada riwayat tersebut hadis hasan. Hal tersebut karena ada perawi Yazid bin Ziyad bin Abu Al Ju'd. An Nasaa’iy mengomentari laisa bihi ba`s (tidak mengapa). Abu Hatim mengomentari la ba`sa bih (tidak apa-apa).

 

Hadis Kedua

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَبِي سُلَيْمَانَ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً فَظَنَّ أَنَّا اشْتَقْنَا أَهْلَنَا وَسَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا فِي أَهْلِنَا فَأَخْبَرْنَاهُ وَكَانَ رَفِيقًا رَحِيمًا فَقَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي وَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Isma'il, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Abu Sulaiman Malik bin Al Huwairits, dia berkata; "Kami datang kepada Nabi SAW sedangkan waktu itu kami adalah pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama dua puluh malam. Beliau mengira kalau kami merindukan keluarga kami, maka beliau bertanya tentang keluarga kami yang kami tinggalkan. Kami pun memberitahukannya, beliau adalah seorang yang sangat penyayang dan sangat lembut. Beliau bersabda: "Pulanglah ke keluarga kalian. Tinggallah bersama mereka dan ajari mereka serta perintahkan mereka dan salatlah kalian sebagaimana kalian melihatku salat. Jika telah datang waktu salat, maka hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan azan, dan yang paling tua dari kalian hendaknya menjadi imam kalian'." (HR. Bukhari, no. 5549)

 

Hadis Ketiga

و حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ السَّعْدِيُّ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ صَاحِبِ الزِّيَادِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ، قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ. قَالَ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ، فَقَالَ: أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُخْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ. و حَدَّثَنِيهِ أَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ يَعْنِي ابْنَ زَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْحَارِثِ قَالَ خَطَبَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ فِي يَوْمٍ ذِي رَدْغٍ وَسَاقَ الْحَدِيثَ بِمَعْنَى حَدِيثِ ابْنِ عُلَيَّةَ وَلَمْ يَذْكُرْ الْجُمُعَةَ وَقَالَ قَدْ فَعَلَهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و قَالَ أَبُو كَامِلٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ بِنَحْوِهِ و حَدَّثَنِيهِ أَبُو الرَّبِيعِ الْعَتَكِيُّ هُوَ الزَّهْرَانِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ يَعْنِي ابْنَ زَيْدٍ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ وَعَاصِمٌ الْأَحْوَلُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَلَمْ يَذْكُرْ فِي حَدِيثِهِ يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ شُمَيْلٍ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ صَاحِبُ الزِّيَادِيِّ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْحَارِثِ قَالَ أَذَّنَ مُؤَذِّنُ ابْنِ عَبَّاسٍ يَوْمَ جُمُعَةٍ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ فَذَكَرَ نَحْوَ حَدِيثِ ابْنِ عُلَيَّةَ وَقَالَ وَكَرِهْتُ أَنْ تَمْشُوا فِي الدَّحْضِ وَالزَّلَلِ و حَدَّثَنَاه عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَامِرٍ عَنْ شُعْبَةَ ح و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ كِلَاهُمَا عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ أَمَرَ مُؤَذِّنَهُ فِي حَدِيثِ مَعْمَرٍ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ بِنَحْوِ حَدِيثِهِمْ وَذَكَرَ فِي حَدِيثِ مَعْمَرٍ فَعَلَهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و حَدَّثَنَاه عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِسْحَقَ الْحَضْرَمِيُّ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ وُهَيْبٌ لَمْ يَسْمَعْهُ مِنْهُ قَالَ أَمَرَ ابْنُ عَبَّاسٍ مُؤَذِّنَهُ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ بِنَحْوِ حَدِيثِهِمْ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepadaku Ali bin Hujr As Sa'di, telah menceritakan kepada kami Ismail dari Abdul Hamid kawan Az Ziyadi, dari Abdulah bin Al Harits dari Abdullah bin Abbas berkata kepada muazinnya pada waktu hujan: Apabila engkau selesai mengucapkan perkataan Asyhadu an laa ilaaha illallaah, asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah jangan melanjutkan mengucapkan Hayya ‘Alash-shalah, tetapi ucapkanlah Sholluu fii buyuutikum (salatlah kamu sekalian di rumahmu masing-masing). Ibnu Abbas mengatakan seolah-olah orang-orang itu memungkiri pada perkara tadi. Selanjutnya Ibnu Abbas berkata: Sesungguhnya orang yang lebih baik daripadaku ialah Nabi Muhammad SAW beliau telah bersabda: bahwasannya Salat Jum’at itu ‘Azmah (hukum asal) dan aku tidak senang menyusahkan kamu sekalian supaya kamu sekalian berjalan di lumpur dan becek. Telah menceritakan kepada kami Abu Kamil Al Jahdari tentang hadis tersebut, telah menceritakan kepada kami Hammad yaitu Ibnu Zaid dari Abdul Hamid, katanya: "Aku pernah mendengar Abdullah bin Harits mengtakan: Abdullah bin Abbas pernah berkhotbah di hadapan kami, tepatnya ketika hari turun hujan, lalu dia membawakan hadis yang semakna dengan hadis Ibnu 'Ulayyah, tetapi dirinya tidak menyebutkan Jum’at, katanya: Hal ini juga pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik daripadaku, yakni Nabi SAW. Dan Abu Kamil mengatakan: telah menceritakan kepada kami Hammad dari 'Ashim dari Abdulah bin Harits dengan hadis yang sama. Telah menceritakan kepadaku Abu Rabi' Al 'Ataki yaitu Az Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hammad yaitu Ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ayyub dan 'Ashim Al Ahwal dengan sanad ini, tetapi dia tidak menyebutkan "Yakni Nabi SAW." Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Syumail, telah mengabarkan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid kawannya Az Ziyadi, katanya: "Aku mendengar Abdullah bin Al Harits katanya: "Muazin Ibnu Abbas mengumandangkan azan pada hari Jum’at ketika hujan deras," dia kemudian menyebutkan seperti hadisnya Ibnu 'Ulayyah, dia mengatakan: "Dan aku tidak suka jika kalian berjalan di lumpur dan becek." Telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid, telah menceritakan kepada kami Said bin Amir dari Syu'bah. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid, telah mengabarkan kepada kami Abdurrazaq, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar, keduanya dari 'Ashim Al Ahwal dari Abdullah bin Al Harits bahwa Ibnu Abbas pernah menyuruh muazinnya dalam hadis Ma'mar pada hari Jum’at ketika hari hujan semisal hadis mereka, dia juga menyebutkan dalam hadis Ma'mar: "Dan orang yang lebih baik dariku juga pernah melakukan hal ini, yakni Nabi SAW." Telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ishaq Al Khadhrami, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Abdullah bin Al Harits. Wuhaib mengatakan: "Namun Ayyub tidak mendengarnya dari Abdulah bin Al Harits." Ibnu Al Harits berkata: Ibnu Abbas menyuruh muazinnya pada hari Jum’at ketika hari turun hujan, seperti hadis mereka. (HR. Muslim, no. 1128).

 

Hadis Keempat

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik, dari Nafi', dari 'Abdullah bin 'Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Salat berjama'ah lebih utama dibandingkan salat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat." (HR. Bukhari, no. 609).

 

Hadis Kelima

حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْعَظِيمِ حَدَّثَنِي إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا هُرَيْمٌ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْتَشِرِ عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ قَالَ أَبُو دَاوُد طَارِقُ بْنُ شِهَابٍ قَدْ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَسْمَعْ مِنْهُ شَيْئًا. أبو داود

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Abbas bin 'Abdul 'Adzim, telah menceritakan kepadaku Ishaq bin Manshur telah menceritakan kepada kami Huraim (bin Sufyan Al Bujali), dari Ibrahim bin Muhammad Al Muntasyir, dari Qais bin Muslim, dari Thariq bin Syihab, dari Nabi SAW, beliau bersabda; "Jum'at itu wajib bagi setiap muslim dengan berjama'ah, kecuali empat golongan, yaitu; hamba sahaya (budak), wanita, anak-anak, dan orang yang sakit." Abu Daud berkata; "Thariq bin Syihab pernah melihat (hidup semasa) Nabi SAW, namun dirinya tidak mendengar sesuatu pun dari beliau." (HR. Abu Dawud, no. 901).

Keterangan: Isnad hadis riwayat Abu Dawud di atas semua rawinya termasuk rawi-rawi kitab hadis Sunan Sittah, kecuali 'Abbas bin 'Abdul 'Adzim. Dia merupakan rawi dalam kitab hadis Muslim dan hadis Sunan Empat, kecuali Imam Bukhari menganggap hadis tersebut mu’allaq. Rawi Huraim bin Sufyan Al Bujali dikatakan hadis tersebut hadis riwayatnya baik tetapi tidak kuat oleh Imam Al Bazzar. Hal tersebut juga dikatakan Imam Syuyuthi bahwa hadis tersebut memiliki ‘illat. Secara bahasa, ‘illat artinya penyakit atau cacat, tepatnya penyakit atau cacat tersembunyi atau samar sehingga nampak shahih. Sebagian besar ulama menganggap hadis ini tidak shahih. Selain itu, sebagaimana dalam hadis disebutkan Abu Dawud bahwasannya Thariq bin Syihab pernah melihat (hidup semasa) Nabi SAW, tetapi dirinya tidak mendengar sesuatu pun dari Nabi.

 

Hadis Keenam

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ إِسْحَاقَ الْفَقِيهُ، ثنا عُبَيْدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْعِجْلِيُّ، حَدَّثَنِي الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْعَظِيمِ الْعَنْبَرِيُّ، حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ، ثنا هُرَيْمُ بْنُ سُفْيَانَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْتَشِرِ، عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي مُوسَى، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلا أَرْبَعَةٌ: عَبْدٌ مَمْلُوكٌ، أَوِ امْرَأَةٌ، أَوْ صَبِيٌّ، أَوْ مَرِيضٌ. هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ فَقَدِ اتَّفَقَا جَمِيعًا عَلَى الاحْتِجَاجِ بِهُرَيْمِ بْنِ سُفْيَانَ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ، وَرَوَاهُ ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْتَشِرِ، وَلَمْ يَذْكُرْ أَبَا مُوسَى فِي إِسْنَادِهِ، وَطَارِقُ بْنُ شِهَابٍ مِمَّنْ يُعَدُّ فِي الصَّحَابَةِ. الحاكم في المستدرك على الصحيحين

Artinya: Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar Ishaq Al-Faqih, telah menceritakan kepada kami ‘Ubaid bin Muhammad Al-‘Ijli, telah menceritakan kepadaku 'Abbas bin 'Abdul 'Adhim Al-‘Anbariy, telah menceritakan kepadaku Ishaq bin Manshur, telah menceritakan kepada kami Huraim bin Sufyan dari Ibrahim bin Muhammad bin Muntashir dari Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab dari Abu Musa Al-Asy'ariy, dari Nabi SAW beliau bersabda: Jum’at itu sungguh wajib bagi tiap-tiap orang Islam dengan berjamaah, kecuali empat golongan yaitu: budak, perempuan, anak kecil, dan orang sakit. Hadis ini shahih menurut syarat Imam Bukhari dan Imam Muslim karena mereka semua sepakat mengutip Huarim bin Sufyan, tetapi keduanya tidak mengeluarkan hadis tersebut. Diriwayatkan Ibnu Uyaynah, dari Ibrahim bin Muhammad bin Al-Muntasir, dan Abu Musa tidak disebutkan dalam isnadnya, dan Thariq bin Syihab adalah salah satu sahabatnya. (HR. Hakim dalam Al Mustadrak di Shahihan, no. 999).

Keterangan: Terkait Abu Bakar bin Ishaq Al-Faqih, riwayat hidupnya belum dikenal dalam kitab-kitab yang menyelidiki perkara rawi-rawi, apakah dianggap tercela atau adil. Demikian pula 'Ubaid bin Muhammad, itupun belum terang riwayatnya. Padahal tambahan rawi yang belum dikenal riwayat hidupnya itu tak dapat diterima hadisnya. Selain itu, jalur hadis seperti di atas menyelisihi jalur periwayatannya lebih masyhur yang tanpa melalui rawi Abu Musa Al-'Asy'ariy.

 

Hadis Ketujuh

أَخْبَرَنَا أَبُو عَلِيٍّ الرَّوذْبَارِيُّ، أنبأ مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ، ثنا أَبُو دَاوُدَ، ثنا عَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْعَظِيمِ، حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ، ثنا هُرَيْمٌ يَعْنِي ابْنَ سُفْيَانَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْتَشِرِ، عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ : الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلا أَرْبَعَةً: عَبْدٌ مَمْلُوكٌ، أَوِ امْرَأَةٌ، أَوْ صَبِيٌّ، أَوْ مَرِيضٌ. قَالَ أَبُو دَاوُدَ: طَارِقُ بْنُ شِهَابٍ قَدْ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَسْمَعْ مِنْهُ شَيْئًا. قَالَ الشَّيْخُ: وَرَوَاهُ عُبَيْدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْعِجْلِيُّ، عَنِ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْعَظِيمِ فَوَصَلَهُ بِذِكْرِ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ فِيهِ، وَلَيْسَ بِمَحْفُوظٍ، فَقَدْ. رَوَاهُ غَيْرُ الْعَبَّاسِ أَيْضًا، عَنْ إِسْحَاقَ دُونَ ذِكْرِ أَبِي مُوسَى فِيهِ. البيهقي في السنن الكبرى

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Abu Ali Ar-Raudzbari, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakr, telah menceritakan kepada kami Abu Dawud, telah menceritakan kepada kami ‘Abbas bin Abdul ’Azhim, telah menceritakan kepadaku Ishaq bin Manshur, telah menceritakan kepada kami Huraim yaitu Ibnu Sufyan, dari Ibrahim bin Muhammad bin Al Muntasyir, dari Qais bin Muslim, dari Thariq bin Syihab, dari Nabi SAW beliau bersabda: Jum’at itu sungguh wajib bagi tiap-tiap orang Islam dengan berjamaah, kecuali empat golongan yaitu: budak, perempuan, anak kecil, dan orang sakit. Berkata Abu Dawud: Thariq bin Syihab pernah melihat (hidup semasa) Nabi SAW, tetapi dirinya tidak mendengar sesuatu pun darinya. Berkata Asy Syaikh: Diriwayatkan oleh Ubaid bin Muhammad Al-Ajli, dari ‘Abbas bin Abdul ‘Azhim, dengan riwayat terhubung hingga Abu Musa Al-Ash’ariy di dalamnya, tetapi hadis tersebut jalurnya tidak mahfudz (terjaga). Selain itu, diriwayatkannya dengan jalur Ishaq, tanpa menyebut Abu Musa Al-Asy’ariy. (HR. Baihaqi dalam Sunan Al Kubra, no. 5140).

Keterangan: Sebagaimana diterangkan dalam hadis bahwa hadis tersebut dari 'Ubaid bin Muhammad Al-‘Ijli, dari 'Abbas bin 'Abdul 'Azhim dengan riwayat terhubung hingga Abu Musa Al-Asy’ariy, tetapi hadis tersebut jalurnya tidak mahfudz (terjaga). Selain itu, diriwayatkan pula dengan jalur Ishaq, tanpa menyebut Abu Musa Al-Asy’ariy. Imam Al-Hafizh Al-Asqalaniy di dalam kitab Al-Ishabah juz 3, hal. 414 berkata, “Jikalau Imam Al-Hakim telah mengeluarkan hadis melalui jalan yang mengatakan dari Thariq dari Abu Musa Al-Asy’ariy dan ulama-ulama menyalahkan Al-Hakim pada jalan tadi, wallahu a’lam.”

 

Hadis Kedelapan

حَدَّثَنَا أَبُو يَزِيدَ الْقَرَاطِيسِيُّ، حَدَّثَنَا أَسَدُ بْنُ مُوسَى، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ طَلْحَةَ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنْ ضِرَارٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ الشَّامِيِّ، عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: الْجُمُعَةٌ وَاجِبَةٌ إِلَّا عَلَى امْرَأَةٍ أَوْ صَبِيّ أَوْ مَرِيْضٍ أَوْ عَبْدٍ أَوْ مُسَافِرٍ. الطبرانى

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Yaziid Al Qaraathiisiy, telah menceritakan kepada kami Asad bin Musa, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Thalhah, dari Al Hakam (bin ‘Amr), dari Dhirar (bin Amr Al Multhi), dari Abi Abdillah Asy-Syaamiy, dari Tamim Ad-Daariy, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Salat Jum’at itu wajib, kecuali bagi wanita, anak-anak, orang sakit, hamba sahaya, atau musafir (orang yang berpergian)” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir, no. 1243).

Keterangan: Hadis riwayat Thabarani di atas dlaif. Hal tersebut karena ada rawi yang bernama Al Hakam (bin ‘Amr). Dia Tertuduh dusta. Selain itu dalam isnad terdapat Dhirar bin Amr Al Multhi. Menurut Yahya bin Ma’in, dia termasuk dlaif dan juga dikatakan “laa syai’a” (tidak diperhatikan).

 

Hadis Kesembilan

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَجَّاجِ بْنِ رِشْدِينَ بْنِ سَعْدٍ الْمِصْرِيُّ ، قَالَ: نا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمَّادِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ الْمَدِينِيُّ، قَالَ: نا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خَمْسَةٌ لا جُمُعَةَ عَلَيْهِمْ: الْمَرْأَةُ، وَالْمُسَافِرُ، وَالْعَبْدُ، وَالصَّبِيُّ، وَأَهْلُ الْبَادِيَةِ. لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ مَالِكٍ ، إِلا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمَّادِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ. الطبراني

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Al Hajjaj bin Rusydin bin Saad Al Masri, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Hammad bin Abi Hazim Al Madaini, telah menceritakan kepada kami Malik bin Anas, dari Abu Az Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Lima orang yang tidak wajib Jum’ah adalah: perempuan, musafir (orang yang berpergian), budak, anak kecil, dan penduduk pelosok pegunungan. Thabarani berkata: “Tidak ada yang meriwayatkan hadis ini dari Malik kecuali Ibrahim bin Hammad bin Abi Hazim (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jamul Al Awsath, no. 211).

Keterangan: Hadis dari Abu Hurairah di atas dalam sanadnya ada rawi yang bernama Ibrahim bin Hammad. Ia di-dlaif-kan oleh Daruquthniy.

 

Hadis Kesepuluh

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ بْنِ الْمُهْتَدِي بِاللَّهِ، ثنا يَحْيَى بْنُ نَافِعِ بْنِ خَالِدٍ بِمِصْرَ، ثنا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ، ثنا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنِي مُعَاذُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْر،ِ عَنْ جَابِرٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَعَلَيْهِ الْجُمُعَةُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلَّا مَرِيضٌ أَوْ مُسَافِرٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيُّ أَوْ مَمْلُوكٌ، فَمَنِ اسْتَغْنَى بِلَهْوٍ أَوْ تِجَارَةٍ اسْتَغْنَى اللَّهُ عَنْهُ وَاللَّهُ غَنِيُّ حُمَيْدٌ. الدارقطني

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Abdush-Shamad bin Al Muhtadi Billah, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Nafi' bin Khalid di Mesir,  telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abi Maryam, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah telah menceritakan kepada kami Mu'adz bin Muhammad Al Anshari, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka dia wajib melaksanakan salat Jum'at pada hari Jum'at, kecuali orang yang sakit, orang yang sedang bepergian, wanita, anak kecil, atau hamba sahaya. Maka barangsiapa yang merasa sibuk dengan permainan atau perdagangan, Allah pun akan lepas darinya dan Allah Maha kaya lagi Maha terpuji" (HR. Daruquthni dalam Sunan Daruquthni, no. 1560).

Keterangan: Hadis riwayat Daruquthni tersebut dalam sanadnya ada rawi Ibnu Lahi’ah yang namanya adalah Abdullah bin Lahi’ah. Adz Dzahabi mengomentarinya dlaif.

 

Hadis Kesebelas

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ يَعْنِي الطَّيَالِسِيَّ وَمُسْلِمٌ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ عُثْمَانَ حَدَّثَنِي إِسْمَعِيلُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَطِيَّةَ عَنْ جَدَّتِهِ أُمِّ عَطِيَّةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ جَمَعَ نِسَاءَ الْأَنْصَارِ فِي بَيْتٍ فَأَرْسَلَ إِلَيْنَا عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ فَقَامَ عَلَى الْبَابِ فَسَلَّمَ عَلَيْنَا فَرَدَدْنَا عَلَيْهِ السَّلَامَ ثُمَّ قَالَ أَنَا رَسُولُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْكُنَّ وَأَمَرَنَا بِالْعِيدَيْنِ أَنْ نُخْرِجَ فِيهِمَا الْحُيَّضَ وَالْعُتَّقَ وَلَا جُمُعَةَ عَلَيْنَا وَنَهَانَا عَنْ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ. أبو داود

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid yaitu Ath Thayalisi, dan Muslim, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Ishaq bin 'Utsman, telah menceritakan kepadaku Isma'il bin Abdurrahman bin 'Athiyah, dari neneknya yaitu Ummu 'Athiyah, bahwa ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau mengumpulkan para wanita Anshar di suatu rumah, beliau mengutus Umar bin Khattab untuk menemui kami, lalu Umar berdiri di depan pintu, dia memberi salam kepada kami dan kami pun menjawab salamnya, lalu dia berkata; "Aku adalah utusan Rasulullah SAW kepada kalian, beliau memerintahkan kami untuk menyuruh keluar wanita haid dan para hamba sahaya pada dua hari raya, tidak mewajibkan salat Jum'at atas kami dan beliau melarang kami ikut mengantar jenazah." (HR. Abu Dawud, no. 962).

Keterangan: Hadis Ummu ‘Athiyah berisnad tunggal. Ujung sanad adalah Ummu 'Athiyah (Nusaibah binti Ka'ab) dan kemudian adalah Isma'il bin Abdurrahman bin 'Athiyah. Terkait Isma’il, Adz Dzahabi tidak menyebutkannya, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah menyebutkan di shahihnya. Namun demikian, Isma’il tidak dikenal riwayat hidupnya dalam kitab-kitab Jarh atau Ta’dil (kitab yang mencela atau membenarkan rawi-rawi).

 

Hadis Keduabelas

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَسْعَدَةَ ، ثنا أُسَيْدُ بْنُ عَاصِمٍ ، ثنا بَكْرُ بْنُ بَكَّارٍ ، ثنا يَاسِينُ بْنُ مُعَاذٍ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ ، وَأَبِي سَلَمَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الْجُمُعَةِ رَكْعَةً صَلَّى إِلَيْهَا أُخْرَى ، فَإِنْ أَدْرَكَهُمْ جُلُوسًا صَلَّى الظُّهْرَ أَرْبَعًا. الدارقطني

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Mas'adah, telah menceritakan kepada kami Asad bin Ashim, telah menceritakan kepada kami Bakr bin Bakkar, telah menceritakan kepada kami Yasin bin Mu'adz, dari Az-Zuhri, dari Sa'id bin Al Musayyab dan Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari salat Jum'at, maka hendaklah dia mengerjakan salat satu rakaat lagi. Jika mendapatkan mereka (jamaah) sedang duduk, maka hendaklah dia mengerjakan salat Zuhur empat rakaat." (HR. Daruquthni dalam Sunan Daruquthni, no. 1581).

Keterangan: Hadis tersebut hanya Yasin bin Muadz As-Sajjad sendiri yang meriwayatkan. Yahya Bin Ma'in menganggap hadis tersebut tidak mengapa. Menurut Imam Bukhari, hadis tersebut munkar. An-Nasa'iy dan Ibnu Junaid mengatakan bahwa hadis itu matruk (ditinggalkan oleh ahli hadis). Ibnu Hibban mengatakan bahwa riwayat tadi palsu. Abu Dawud berkata: Hadis ini matruk lagi pula dlaif. Ibnu ‘Adi berkata riwayat Yasin itu tidak Mahfudz (tidak dipelihara oleh ahli hadis).

 

C. Pendapat Tentang yang Wajib Salat Jum’at

Memahami berbagai dalil di dalam Alquran maupun Hadis, diantaranya ada beberapa pendapat mengenai yang berkewajiban salat Jum’at. Kedua pendapat yang ada mempunyai pendukung dan pembela dengan dalil-dalil yang tidak dapat dipertemukan kembali. Pendapat yang dimaksud adalah sebagai berikut:

 

Pendapat Pertama

Jum’at merupakan nama hari dan nama salat. Hal itu sebagaimana perkataan “jama’atun fulaanun” yang berarti si fulan salat Jum’at. Kewajiban salat Jum’at itu bagi tiap-tiap mukalaf dan sah dikerjakan oleh satu orang (tidak berjamaah). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Abdullah bin Abbas, Dawud bin Ali Ad-Dhariri, Qasyani, Hasan bin Shalih, dan disepakati oleh Imam Ahmad Muhammad Syakir dalam komentarnya terhadap kitab Al Muhalla karangan Ibnu Hazm Al-Andalusiy.

 

Pendapat Kedua

Jumhur ulama berpendapat bahwa salat Jum’at hanya sah dikerjakan dengan berjamaah. Bagi kaum muslim yang ketinggalan salat Jum’at itu wajib mengerjakan salat Zuhur empat rakaat. Menurut jumhur ulama, salat Jum’at itu diwajibkan menjadi pengganti salat Zuhur dan bukan merupakan kewajiban yang asal (hukum asal). Menurut jumhur ulama juga menyatakan bahwa salat Jum’at itu gugur bagi perempuan, budak, orang berpergian (musafir), orang sakit, dan penduduk di pelosok pegunungan. Namun demikian, bagi orang-orang yang gugur kewajiban salat Jum’at itu diwajibkan salat Zuhur empat rakaat. Apabila orang-orang yang gugur kewajiban salat Jum’at tadi mengerjakan salat Jum’at, maka sah salat Jum’atnya dan tidak perlu mengerjakan salat Zuhur.

 

D. Ringkasan Penjelasan Tentang Dalil Salat Jum’at

Dalil salat Jum’at yang pasti benar adalah dalil dari Alquran surat Al Jumu’ah ayat 9. Bunyi dalil dari Alquran surat Al Jumu’ah ayat 9 adalah sebagai berikut:

 

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نُودِىَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا۟ إِلَىٰ ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا۟ الْبَيْعَ ۚ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ. الجمعة: 9

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada Hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS. Al Jumu’ah: 9).

 

Khitab syar’i diserukan bagi orang-orang mukalaf, yaitu ditujukan kepada laki-laki maupun perempuan. Mukalaf itu juga termasuk yang mukim maupun safar, sehat maupun sakit, yang di kota ataupun pelosok pegunungan. Hal tersebut tidak bisa dibatasi (takhsis) selain menggunakan dalil yang memiliki derajat shahih atau setidaknya hasan lidzaatihi (hadis yang sanadnya tersambung dengan perantara perawi yang adil tapi terdapat kekurangan pada hafalannya, tidak ada syadz dan illat). Pelaksanaan salat Jum’at dilakukan dengan dua rakaat sebagaimana yang diterangkan pada hadis pertama.

 

Hadis pertama diriwayatkan oleh Umar, yaitu: Salat safar itu dua rakaat, Jum'at dua rakaat, dan id dua rakaat, sempurna tanpa meringkas sebagaimana sabda Muhammad SAW. Pelaksanaan salat Jum’at di hari Jum’at itu dua rakaat baik berjamaah maupun sendirian (munfarid). Hal tersebut sebagaimana mutlaknya hadis sahabat Umar. Namun demikian salat secara berjamaah lebih utama dari pada salat sendirian sebagaimana hadis keempat. Dinamakan hari Jum’at karena berkumpulnya orang-orang, tetapi tidak menghalangi kewajiban salat Jum’at dua rakaat. Berkumpulnya orang-orang untuk melaksanakan salat Jum’at sudah menjadi kebiasaan. Namun bukan berarti salat Jum’at harus berjamaah. Hal tersebut sebagaimana seruan yang ada pada surat Al Jumu’ah ayat 9 yang menjadi kewajiban bagi orang-orang beriman. Salat Jum’at hukumnya wajib yang merupakan hukum asal. Hadis yang menerangkan salat Jum’at itu hukum asal adalah sebagaimana hadis ketiga.

 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ: إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ: صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ، قَالَ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُخْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ. مسلم

Artinya: Dari Abdullah bin Abbas, dia mengatakan kepada muazinnya ketika turun hujan, jika engkau telah mengucapkan Asyhadu an laa ilaaha illallaah, asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, maka janganlah kamu mengucapkan "Hayya alash shalaah," namun ucapkanlah shalluu fii buyuutikum (salatlah kalian di rumahmu masing-masing)." Abdullah bin Abbas berkata; "Ternyata orang-orang sepertinya tidak menyetujui hal ini,” lalu ia berkata; "Apakah kalian merasa heran terhadap ini kesemua? Padahal yang demikian pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku. Salat Jum'at itu ‘Azmah (hukum asal), dan aku tidak suka jika harus membuat kalian keluar sehingga kalian berjalan di lumpur dan becek." (HR. Muslim).

 

Melalui hadis ketiga dapat kita ketahui bahwa salat Jum’at adalah ‘azmah (hukum asal). Oleh karenanya, dapat diketahui bahwa kewajiban salat Jum’at adalah hukum asal. Penegasan wajib yaitu selama manusia berakal, maka hukumnya wajib melaksanannya. Apabila kewajiban tidak dilaksanakan, maka akan mendapat dosa. Seperti salat fardu yang lain, salat Jum’at dikatakan wajib. Namun bukan berarti harus dilaksanakan secara berjamaah. Sepertihalnya hadis di atas menerangkan bahwa ketika hujan di hari Jum’at, Rasulullah SAW memerintahkan muazin supaya menyeru shalluu fii buyuutikum (salatlah kalian di rumahmu masing-masing). Hal tersebut menunjukkan bahwa salat Jum’at ketika itu tidaklah dilaksanakan secara berjamaah di masjid. Sebagian ulama berkata bahwa bagi orang yang tidak mendatangi salat Jum’at, cukup baginya mengerjakan dua rakaat saja. Hal tersebut menurut perintah asal dan bukan pengganti salat Zuhur. Salat dulunya dikerjakan dua rakaat-dua rakaat sehingga turun perintah penambahan jumlah rakaat sebagaimana disebutkan pada hadis berikut:

 

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ فَرَضَ اللَّهُ الصَّلَاةَ حِينَ فَرَضَهَا رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ فِي الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ فَأُقِرَّتْ صَلَاةُ السَّفَرِ وَزِيدَ فِي صَلَاةِ الْحَضَرِ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik, dari Shalih bin Kaisan, dari 'Urwah bin Az Zubair, dari 'Aisyah Ibu kaum Mu'minin, ia berkata, "Allah telah mewajibkan salat, dan awal diwajibkannya adalah dua rakaat dua rakaat, baik saat mukim atau saat dalam perjalanan. Kemudian ditetapkanlah ketentuan tersebut untuk salat safar (dalam perjalanan), dan ditambahkan lagi untuk salat di saat mukim." (HR. Bukhari, no. 337).

 

Menurut hadis di atas, mulanya jumlah rakaat salat wajib adalah dua rakaat-dua rakaat. Jumlah dua rakaat itu baik mukim maupun dalam perjalanan. Kemudian ada ketetapan yang mengharuskan penambahan jumlah rakaat salat saat kondisi mukim. Oleh karenanya apabila dikembalikan ke hukum asal, maka yang berlaku adalah salat dua rakaat di waktu zuhur saat hari Jum’at. Pengecualian ini karena ada perintah salat Jum’at pada Surat Al Jumu’ah ayat 9. Selain itu, salat Jum’at sudah dilaksanakan sebelum Rasulullah Hijrah. Dalil salat Jum’at dikerjakan dua rakaat sebelum hijrah sebagaimana hadis berikut:

 

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ خَلَفٍ أَبُو سَلَمَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ عَنْ أَبِيهِ أَبِي أُمَامَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كُنْتُ قَائِدَ أَبِي حِينَ ذَهَبَ بَصَرُهُ فَكُنْتُ إِذَا خَرَجْتُ بِهِ إِلَى الْجُمُعَةِ فَسَمِعَ الْأَذَانَ اسْتَغْفَرَ لِأَبِي أُمَامَةَ أَسْعَدَ بْنِ زُرَارَةَ وَدَعَا لَهُ فَمَكَثْتُ حِينًا أَسْمَعُ ذَلِكَ مِنْهُ ثُمَّ قُلْتُ فِي نَفْسِي وَاللَّهِ إِنَّ ذَا لَعَجْزٌ إِنِّي أَسْمَعُهُ كُلَّمَا سَمِعَ أَذَانَ الْجُمُعَةِ يَسْتَغْفِرُ لِأَبِي أُمَامَةَ وَيُصَلِّي عَلَيْهِ وَلَا أَسْأَلُهُ عَنْ ذَلِكَ لِمَ هُوَ فَخَرَجْتُ بِهِ كَمَا كُنْتُ أَخْرُجُ بِهِ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلَمَّا سَمِعَ الْأَذَانَ اسْتَغْفَرَ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ فَقُلْتُ لَهُ يَا أَبَتَاهُ أَرَأَيْتَكَ صَلَاتَكَ عَلَى أَسْعَدَ بْنِ زُرَارَةَ كُلَّمَا سَمِعْتَ النِّدَاءَ بِالْجُمُعَةِ لِمَ هُوَ قَالَ أَيْ بُنَيَّ كَانَ أَوَّلَ مَنْ صَلَّى بِنَا صَلَاةَ الْجُمُعَةِ قَبْلَ مَقْدَمِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَكَّةَ فِي نَقِيعِ الْخَضَمَاتِ فِي هَزْمٍ مِنْ حَرَّةِ بَنِي بَيَاضَةَ قُلْتُ كَمْ كُنْتُمْ يَوْمَئِذٍ قَالَ أَرْبَعِينَ رَجُلًا. ابن ماجه

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Khalaf Abu Salamah berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, dari Muhammad bin Ishaq, dari Muhamad bin Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari bapaknya Abu Umamah, dari 'Abdurrahman bin Ka'b bin Malik, ia berkata, "Aku adalah pemandu Bapakku tatkala penglihatannya telah hilang. Jika aku keluar dengannya untuk salat Jum'at dan ia mendengar azan, maka ia memintakan ampun dan berdoa untuk Abu Umamah As'ad bin Zurarah. Sejenak aku terdiam untuk mendengarkannya, kemudian aku berguman di dalam hatiku, "Demi Allah, ia (Bapakku) adalah orang yang lemah, setiap ia mendengar azan Jum'at dan meminta ampun bagi Abu Umamah aku mendengarnya, namun aku tidak pernah bertanya kenapa ia melakukan hal itu." Lalu aku berangkat bersama untuk salat Jum'at sebagaimana biasa, ketika mendengar azan ia juga meminta ampun sebagaimana yang biasa dilakukannya. Maka aku pun bertanya kepadanya, "Wahai Bapakku, kenapa engkau selalu mendoakan As'ad bin Zurarah setiap kali engkau mendengar azan pada hari Jum'at?" Ia menjawab, "Wahai putraku, dia adalah orang yang pertama kali mengimami kami salat Jum'at sebelum kedatangan Rasulullah SAW dari Makkah di Naqi' Al Khadlamat daerah gurun dataran rendah bani Bayadlah. "Aku bertanya kembali, "Berapakah jumlah kalian saat itu?" ia menjawab, "empat puluh orang” (HR. Ibnu Majah, no. 1072). 

 

Hadis tadi menunjukkan bahwa sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, salat Jum’at sudah ditegakkan. Imam Asy-Syaukaniy dalam kitab Nailul Authar juz 3 hal. 274 mengatakan bahwa salat Jum’at itu diwajibkan kepada Nabi SAW di Makkah sebelum hijrah. Namun belum bisa dilaksanakan karena adanya gangguan dari orang kafir. Setelah ada sahabat Nabi SAW yang mendahului hijrah ke Madinah, lalu diperintahkan kepadanya untuk salat Jum’at yang seterusnya dilaksanakan. Waktu itu jumah orang yang mengerjakan salat Jum’at ada empat puluh orang. Melalui hadis tadi dapat diambil keterangan bahwa salat Jum’at sudah dikerjakan sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Salat Jum’at merupakan hukum asal. Barulah ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, terdapat perintah penambahan jumlah rakaat salat wajib. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut:

 

نا أَحْمَدُ بْنُ نَصْرٍ الْمُقْرِئُ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ الصَّبَّاحِ الْعَطَّارُ الْبَصْرِيُّ قَالَ أَحْمَدُ: أَخْبَرَنَا , وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: حَدَّثَنَا مَحْبُوبُ بْنُ الْحَسَنِ، نا دَاوُدُ يَعْنِي ابْنَ أَبِي هِنْدَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: فَرْضُ صَلَاةِ السَّفَرِ وَالْحَضَرِ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، فَلَمَّا أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ زِيدَ فِي صَلَاةِ الْحَضَرِ رَكْعَتَانِ رَكْعَتَانِ، وَتُرِكَتْ صَلَاةُ الْفَجْرِ لِطُولِ الْقِرَاءَةِ، وَصَلَاةُ الْمَغْرِبِ لِأَنَّهَا وِتْرُ النَّهَارِ. ابن خزيمة

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Nashr Al Muqri dan Abdullah bin Ash-Shabah Al Aththar Al Bashri, Ahmad berkata: telah mengabarkan kepada kami bahwa Abdullah berkata, Mahbub bin Al Hatan menceritakan hadis kepada kami, Daud menceritakan kepada kami maksudnya Ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya’bi, dari Masruq dari Aisyah, ia berkata, “Salat saat safar dan salat saat tidak safar diwajibkan dua rakaat-dua rakaat. Ketika Rasulullah SAW menetap di kota Madinah, salat saat tidak bepergian ditambah dua rakaat-dua rakaat. Dan, salat subuh dibiarkan dengan bacaan panjang serta salat maghrib, karena ia merupakan salat witir dari waktu siang” (HR. Ibnu Khuzaimah, dalam Shahihnya no. 305).

 

Melalui hadis di atas bisa dipahami bahwa penambahan rakaat salat Zuhur, Ashar, dan Isya’ terjadi ketika Nabi Muhammad SAW telah hijrah dan menetap di Madinah. Sehingga bisa disimpulkan bahwa salat Jum’at merupakan hukum asal. Hadis kelima derajatnya mu’allaq, hadis keenam derajatnya lemah karena ada rawi yang tidak diketahui riwayat hidupnya (majhul) meskipun dengan syarat Imam Bukhari dan Imam Muslim, hadis ketujuh jalurnya tidak mahfudz (terjaga), hadis kedelapan derajatnya dlaif, hadis kesembilan derajatnya dlaif, hadis kesepuluh derajatnya dlaif, hadis kesebelas ada rawi yang tidak dikenali riwayat hidupnya, dan hadis keduabelas adalah hadis yang matruk.  Hal tersebut tidak bisa menjadi pembatas mengenai siapa saja yang dikecualikan untuk tidak wajib melaksanakan salat Jum’at. Oleh karenanya, salat Jum’at itu diwajibkan atas tiap orang mukalaf sebagaimana firman Allah surat Al Jumu’ah ayat 9. Dengan demikian, ayat tersebut mentakhsiskan hadis-hadis yang memuat keterangan golongan yang gugur kewajiban salat Jum’atnya. Sebagaimana penjelasan singkat yang ada, penulis lebih condong pada pendapat pertama.

 

Pendapat pertama yaitu, Jum’at merupakan nama hari dan nama salat. Hal itu sebagaimana perkataan “jama’atun fulaanun” yang berarti si fulan salat Jum’at. Kewajiban salat Jum’at itu bagi tiap-tiap mukalaf dan sah dikerjakan oleh satu orang (tidak berjamaah). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Abdullah bin Abbas, Dawud bin Ali Ad-Dhariri, Qasyani, Hasan bin Shalih, dan disepakati oleh Imam Ahmad Muhammad Syakir dalam komentarnya terhadap kitab Al Muhalla karangan Ibnu Hazm Al-Andalusiy.

 

Wallahu a’lam bish-shawab

No comments:

Post a Comment