Ma’asyiral
muslimin wal muslimat rakhimakumullah.
Kaum muslim yang taat senantiasa
mengharap rida Allah SWT. Demi menggapai rida Allah SWT, seorang hamba akan
berusaha mendekatkan diri kepada Rabb-nya. Oleh sebab itu, mau tidak mau
seorang hamba itu senantiasa menyandarkan diri pada nilai-nilai ke-Islam-an. Nilai-nilai
ke-Islam-an telah diajarkan oleh Rasulullah dan Rasulullah-lah yang tahu persis
bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah. Oleh sebab itu, untuk meniti
jalan pendekatan diri kepada Allah, seorang hamba hendaknya mengikuti apa yang
diajarkan oleh Rasulullah. Diantara cara mendekatkan diri kepada Allah adalah menambah
kebaikan dengan beramal.
Kata amal (عَمَلَ) berasal dari bahasa Arab yang berarti
berbuat, bekerja. Sedangkan arti kata amal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah perbuatan baik atau buruk. Bisa kita ambil pengertian bahwa amal adalah
segala perbuatan atau pekerjaan yang berasal dari manusia dan dilakukan dengan
sengaja. Amal sebagai perbuatan ada yang baik dan ada yang buruk. Sepertihanya dijelaskan
di dalam Alquran di dalam surat Fushilat ayat 46. Allah SWT berfirman:
مَنْ عَمِلَ
صَالِحًا فَلِنَفْسِه وَ مَنْ اَسَآءَ فَعَلَيْهَا، وَ مَا رَبُّكَ بِظَلاَّمٍ
لّلْعَبِيْدِ. فصلت:46
Barangsiapa
yang mengerjakan amal yang salih, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan
barangsiapa yang berbuat jahat, maka (dosanya) atas dirinya sendiri, dan
sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-(Nya). [QS. Fushilat: 46]
Melalui surat Fushilat ayat 46
tadi bisa kita petik pelajaran bahwa seseorang yang berbuat kebaikan, maka
kebaikannya untuk dirinya sendiri dan bila seseorang berbuat jahat, maka
dosanya untuk dirinya sendiri. Tentu kita sebagai seorang yang beriman
menghendaki berbuat baik atau beramal salih demi mengharap rida Allah. Perbuatan
baik seorang yang beriman akan kembali kepada dirinya sendiri. Perbuatan baik seorang
yang beriman akan menghantarkannya ke surga. Oleh sebab itu, kita sebagai insan
yang beriman diperintahkan untuk menjaga segala amal perbuatan kita agar
senantiasa bernilai amal salih. Allah SWT berfirman:
ياَيُّهَا
الّذِيْنَ امَنُوْآ اَطِيْعُوا اللهَ وَ اَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَ لاَ
تُبْطِلُوْآ اَعْمَالَكُمْ. محمد:33
Hai
orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan
janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. [QS. Muhammad: 33]
Surat Muhammad ayat 33 telah
menerangkan supaya kita mentaati Allah dan Rasulullah, serta berupaya menjaga
pahala amal-amal yang telah kita kerjakan. Semua pahala amal-amal yang telah
kita kerjakan janganlah sampai rusak. Oleh sebab itu, mari kita telusuri
bersama bab-bab yang menyebabkan suatu amalan bisa rusak. Rasulullah sebagai
utusan Allah yang paham betul tentang risalah Islam pernah bersabda:
سِتَّةُ
اَشْيَاءَ تُحْبِطُ اْلاَعْمَالِ: اْلاِشْتِغَالُ بِعُيُوْبِ النَّاسِ، وَ
قَسْوَةُ اْلقُلُوْبِ، وَ حُبُّ الدُّنْيَا، وَ قِلَّةُ اْلحَيَاءِ، وَ طُوْلُ
اْلاَمَلِ، وَ ظَالِمٌ لاَ يَنْتَهِى. الديلمى عن عدى بن حاتم
Ada enam
perkara yang dapat menggugurkan amal: (1) sibuk mencari cela dan kesalahan
orang lain: (2) kerasnya hati; (3) cinta dunia; (4) sedikit sekali perasaan
malunya; (5) panjang angan-angan; dan (6) terus-menerus berbuat aniaya. [HR. Dailamiy dari ‘Adiy bin
Hatim]
Menurut hadis riwayat Dailamiy
dari ‘Adiy bin Hatim tersebut, terdapat enam perkara yang mampu merusak amal
salih seorang hamba. Sebisa mungkin kita dapat menghindari enam perkara
tersebut. Agar lebih jelasnya, mari kita simak penjelasan singkat berikut:
1.
Sibuk mencari cela dan kesalahan
orang lain (اْلاِشْتِغَالُ بِعُيُوْبِ النَّاسِ)
Sebagai umat muslim, kita
dilarang untuk mencari kesalahan orang lain. Larangan tersebut tertuang pada
Alquran surat Al Hujurat ayat 12. Allah SWT berfirman:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا
اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مّنَ الظَّنّ اِنَّ بَعْضَ الظَّنّ اِثْمٌ وَّ لَا
تَجَسَّسُوْا وَ لَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا، اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ
يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ، وَ اتَّقُوا اللهَ، اِنَّ
اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ. الحجرات: 12
Hai orang-orang yang beriman,
jauhkanlah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu
adalah dosa dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian
yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [QS. Al Hujuraat: 12]
Melalui
surat Al Hujurat ayat 12 bisa kita ketahui bahwa Allah SWT memerintahkan orang
yang beriman untuk menjauhi prasangka, melarang untuk tajassus atau
mencari kesalahan aib orang lain, dan menggunjing orang lain. Perbuatan yang
disebutkan di dalam surat Al Hujurat diibaratkan memakan daging saudaranya yang
telah mati itu menegaskan bahwa perbuatan-perbuatan tersebut tidak layak
dilakukan oleh orang yang mengaku sebagai seorang muslim. Sebab kaum muslim itu
akan senantiasa menjaga perbuatannya sehingga saudaranya tidak terluka
karenanya. Suatu hadis menyebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو عَنِ النَّبِيّ
ص قَالَ: الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَ يَدِهِ. وَ
الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ. البخارى 1: 8
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr dari Nabi
SAW, beliau bersabda, “Orang Islam itu ialah orang yangmana orang-orang Islam
yang lain selamat dari perbuatan lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah
ialah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah. [HR. Bukhari juz 1, hal. 8]
2.
Kerasnya hati (قَسْوَةُ
اْلقُلُوْبِ)
Hati yang keras tidak mampu
menerima kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah. Oleh sebab itu berbahagialah
orang yang hatinya ditundukkan Allah agar mampu menerima kebenaran yang dibawa
Rasulullah. Umat Rasulullah Muhammad SAW diajak berpikir oleh Allah di dalam surat
Al Hadid ayat 16. Allah berfirman:
اَلَمْ يَأْنِ
لِلَّذِيْنَ امَنُوْآ اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَ مَا نَزَلَ
مِنَ اْلحَقّ، وَ لاَ يَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اُوْتُوا اْلكِتبَ مِنْ قَبْلُ
فَطَالَ عَلَيْهِمُ اْلاَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْ، وَ كَثِيْرٌ مّنْهُمْ
فسِقُوْنَ. الحديد: 16
Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Alkitab kepadanya,
kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi
keras. Dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasik. [QS. Al-Hadiid: 16]
Melalui surat Al Hadid ayat 16
bisa kita ketahui bahwa Allah mengajak orang-orang beriman untuk berpikir bahwa
apakah belum tiba saatnya manusia itu menerima kebenaran Allah dan Rasulullah. Penerimaan
kebenaran Allah dan Rasulullah membuat orang beriman tidak terjerumus kedalam
kefasikan. Orang fasik adalah orang yang melanggar ketentuan-ketentuan agama,
baik berupa ucapan maupun perbuatan.
3.
Cinta dunia (حُبُّ
الدُّنْيَا)
Sebagai umat musim, kita
diperintahkan untuk tidak menjadikan dunia sebagai tujuan. Dunia hanya
kesenangan yang sedikit (مَتَعٌ قَلِيلٌ). Dibanding dunia, ada tujuan yang lebih
hakiki, yaitu akhirat. Allah SWT berfirman:
مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْاٰخِرَةِ
نَزِدْ لَهُۥ فِى
حَرْثِهِۦ ۖ وَمَن
كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِۦ مِنْهَا
وَمَا لَهُۥ فِى
الْاٰخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ. الشورى: 20
Barangsiapa
menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambahkan keuntungan itu baginya,
dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian
darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat.
[QS. Asy Syura: 20]
Melalui
surat Asy Syura ayat 20 bisa kita ambil pelajaran bahwa apabila kita
menginginkan keuntungan akhirat, maka keuntungan di dunia akan Allah sertakan. Namun
apabila menjadikan dunia ini sebagai tujuan, maka Allah akan memberikan
sebagian keuntungan dunia dan Allah tidak akan memberinya keuntungan di
akhirat.
4.
Sedikit rasa malu (قِلَّةُ
اْلحَيَاءِ)
Akhlak seorang muslim adalah rasa
malu. Sebagian cabang iman adalah malu. Suatu hadis menyebutkan:
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: َاْلحَيَاءُ مِنَ اْلاِيْمَانِ
وَ اْلاِيْمَانُ فِى اْلجَنَّةِ. وَ اْلبَذَاءُ مِنَ اْلجَفَاءِ وَ اْلجَفَاءُ فِى
النَّارِ. الترمذى و قال هذا حديث حسن صحيح،
Dari Abu Hurairah, ia berkata:
Rasulullah SAW bersabda, “Malu itu sebagian dari iman, dan iman itu di surga.
Perkataan kotor itu termasuk perangai yang kasar dan perangai yang kasar itu di
neraka”. [HR
Tirmidzi, ia berkata, “Ini hadits hasan shahih”, juz 3, hal. 247, no.
2077]
Melalui hadis riwayat Tirmidzi
tersebut bisa kita ambil pelajaran bahwa malu adalah sebagian dari iman yang
menghantarkan ke surga. Sebaliknya,perkataan kotor adalah perangai atau sikap
kasar yang menjerumuskan ke dalam neraka. Oleh sebab itu, kita sebagai seorang
muslim hendaknya menghindari hilangnya rasa malu pada diri kita.
5.
Panjang angan-angan (طُوْلُ
اْلاَمَلِ)
Umat muslim dilarang untuk
panjang angan-angan. Sebab dengan panjangnya angan, setan menyesatkan manusia
sehingga terjerumus ke dalam kekafiran. Tidak ada tempat layak bagi orang yang
ingkar kepada Allah kecuali neraka. Allah SWT berfirman:
إِنَّ
الَّذِينَ ارْتَدُّوا۟ عَلَىٰٓ أَدْبٰرِهِم
مِّنۢ بَعْدِ
مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى ۙ الشَّيْطٰنُ سَوَّلَ
لَهُمْ وَأَمْلَىٰ لَهُمْ. محمد:25
Sesungguhnya
orang-orang yang berbalik (kepada kekafiran) setelah petunjuk itu jelas bagi
mereka, setanlah yang merayu mereka dan memanjangkan angan-angan mereka. [QS. Muhammad: 25]
Melalui surat Muhammad ayat 25
tadi kita ambil pelajaran bahwa kita sebisa mungkin menghindari perilaku panjang
angan, sehingga hati kita senantiasa mampu menerima dan menghayati kebenaran petunjuk
ayat-ayat Alquran.
6.
Terus menerus berbuat aniaya/
zalim (ظَالِمٌ لاَ يَنْتَهِى)
Berbuat aniaya atau disebut
zalim. Sementara lawannya zalim adalah adil. Orang yang adil adalah orang yang
mampu menempatkan sesuatu hal pada tempatnya. Sedangkan zalim bisa diambil
pengertian bahwa seseorang yang tidak mampu menempatkan sesuatu hal pada
tempatnya. Perbuatan zalim ini baik terhadap diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan bahkan Allah dan Rasulullah. Perbuatan zalim tersebut telah
dilarang oleh Allah dan Rasulullah. Sebab perbuatan zalim merupakan perbuatan
keji dan hina. Sebagai seorang muslim tidaklah pantas berbuat zalim. Suatu hadis
menjelaskan:
عَنْ عَلِيّ
رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: يَقُوْلُ اللهُ: اِشْتَدَّ غَضَبِى عَلَى مَنْ
ظَلَمَ مَنْ لاَ يَجِدُ لَهُ نَاصِرًا غَيْرِى. الطبرانى فى الصغير و الاوسط، فى
الترغيب و الترهيب 3: 188
Dari Ali RA,
ia berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda: Allah berfirman, “Aku sangat murka
kepada orang yang berbuat zalim terhadap orang lain yang orang itu tidak
mempunyai penolong selain Aku”. [HR. Thabarani di dalam Ash-Shaghir dan Al-Ausath, dalam Targhib
wat Tarhib juz 3, hal. 188]
Melalui hadis riwayat Thabarani
bisa kita pahami bahwa Allah sangat murka kepada orang zalim terhadap orang
yang beriman. Padahal kita tahu ketika Allah murka terhadap sesuatu, maka akah
ditimpakan azab terhadapnya, baik di dunia maupun diakhirat. Oleh sebab itu,
mari semaksimal mungkin kita menjauhi perbuatan zalim.
Ma’asyiral
muslimin wal muslimat rakhimakumullah.
Melalui hadis yang menerangkan enam
perkara perusak amal, kita berupaya untuk menjauhi perilaku: (1) sibuk mencari
cela dan kesalahan orang lain (اْلاِشْتِغَالُ
بِعُيُوْبِ النَّاسِ): (2) kerasnya hati (قَسْوَةُ
اْلقُلُوْبِ); (3) cinta dunia (حُبُّ
الدُّنْيَا); (4) sedikit sekali perasaan malunya (قِلَّةُ
اْلحَيَاءِ); (5) panjang angan-angan (طُوْلُ
اْلاَمَلِ); dan (6) terus-menerus berbuat aniaya (ظَالِمٌ
لاَ يَنْتَهِى).
Wallahu A'lam
Penyampai: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd.