Thursday, May 9, 2019

Kultum: Empat Kebaikan Dunia dan Akhirat



Ma’asyiral muslimin wal muslimat rakhimakumullah.

Sebagai seorang muslim kita menginginkan untuk hidup mulia di dunia dan di akhirat. Kenikmatan hidup mulia di dunia dan di akhirat adalah dambaan bagi setiap kaum muslim. Kenikmatan hidup mulia di dunia dan di akhirat bukanlah perkara yang murah dan bisa didapatkan begitu saja. Seorang yang mengaku beriman tentunya tidak dibiarkan begitu saja oleh Allah. Mereka yang mengaku beriman akan diuji oleh Allah sejauh mana ketakwaan mereka. Ujian yang diberikan bisa berupa kesusahan (misalnya kemiskinan) dan ujian berupa kesenangan (misalnya harta kekayaan). Ujian itulah yang menjadi sarana Allah dalam menilai hamba-Nya. Hamba yang lulus, maka hadiahnya adalah surga yang merupakan kenikmatan di akhirat. Bahkan kita tidak bisa menukar kenikmatan itu meski dengan emas sepenuh bumi. Setiap orang akan mempertanggungjawabkan apa yang diperbuatnya. Oleh sebab itu, kita sebagai seorang muslim hendaknya mengupayakan kenikmatan di dunia dan di akhirat. Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada umatnya dalam mengupayakan kenikmatan dunia dan akhirat. Beliau berpesan di dalam hadisnya tentang empat perkara kebaikan dunia dan akhirat. Hadis yang dimaksud sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ النَّبِيُّ ص: اَرْبَعٌ مَنْ اُعْطِيَهُنَّ فَقَدْ اُعْطِيَ خَيْرَ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ، لِسَانٌ ذَاكِرٌ وَ قَلْبٌ شَاكِرٌ وَ بَدَنٌ عَلَى اْلبَلاَءِ صَابِرٌ وَ زَوْجَةٌ لاَ تَبْغِيْهِ حَوْبًا فِى نَفْسِهَا وَ لاَ مَالِهِ. الطبرانى
Dari Ibnu 'Abbas RA, ia berkata: Nabi SAW telah bersabda, "Ada empat perkara, barangsiapa diberi empat perkara itu berarti dia telah diberi kebaikan dunia dan akhirat: (1) Lisan yang senantiasa berzikir; (2) Hati yang bersyukur; (3) Bila mendapat balak (mushibah) dia bershabar; dan (4) Istri yang tidak berkhianat, tidak berkhianat pada dirinya dan harta suaminya". [HR. Thabrani]

Empat anugerah tersebut keseluruhannya masuk dalam (كَسْب) kasb (upaya) manusia. Masing-masing anugerah berdiri sendiri dan memerlukan berbagai tahapan pelatihan dan pembiasaan diri dalam proses pengintegrasiannya. Bila keempat-empatnya menghiasi diri seseorang muslim, maka sungguh dia telah mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Nilai kebaikan itu lebih tinggi dibandingkan dengan apa yang diusahakan berupa harta benda, peternakan, perkebunan, pertambangan dan lain sebagainya. Untuk lebih jelas poin per poin, mari kita simak penjelasan singkat berikut:

1. Lisanan Dzakiran (Lisan yang senantiasa berzikir)
Usaha yang bisa kita lakukan yang pertama adalah dengan menjaga lisan dan menghiasi tutur kata kita denga berzikir kepada Allah. Berzikir adalah upaya kita terus mengingat Allah supaya hati menjadi tentram.

... .أَلَا بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ. الرعد:٢٨
... Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram. [QS. Ar Ra’d: 28] 
    
Hendaklah bibir dibasahi dengan zikir kepada Allah. Zikir yang dilakukan hendanya tidak hanya sekali atau dua kali, tetapi upayakan istiqomah atau ajeg. Kita sebagai seorang muslim diperintahkan untuk berzikir sebanyak-banyaknya. 

ياَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا وَّ سَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّ اَصِيْلاً. الاحزاب:41-42
Hai orang-orang yang beriman berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. [QS. Al-Ahzab: 41-42]

Melalui ayat tadi bisa kita petik pelajaran bahwa kita diperintahkan untuk senantiasa berzikir sebanyak-banyaknya dan bertasbih di waktu pagi dan petang. Berzikir bisa kita lakukan setelah salat fardu maupun zikir di luar setelah salat. Dalam berzikir kita bisa mengucap tasbih, tahmid, takbir, tahlil, dan juga istighfar. Didalam suatu riwayat juga terdapat penghulunya istighfar yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW di waktu pagi dan petang. Penghulunya istighfar yang dimaksud adalah:


عَنْ شَدَّادِ بْنِ اَوْسٍ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: سَيّدُ اْلاِسْتِغْفَارِ: اَللّهُمَّ اَنْتَ رَبّى لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ، خَلَقْتَنِى وَ اَنَا عَبْدُكَ وَ اَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَ وَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، اَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ وَ اَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِى فَاغْفِرْلِى، فَاِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ. اَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرّ مَا صَنَعْتُ. اِذَا قَالَ حِيْنَ يُمْسِى فَمَاتَ دَخَلَ اْلجَنَّةَ اَوْ كَانَ مِنْ اَهْلِ اْلجَنَّةِ. وَ اِذَا قَالَ حِيْنَ يُصْبِحُ فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ مِثْلَهُ. البخارى 7: 150
Dari Syaddad bin Aus, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Penghulunya Istighfar adalah Alloohumma anta robbii laa ilaaha illaa anta kholaqtanii wa ana ‘abduka wa ana ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu, abuu-u laka bi ni’matika wa abuu-u laka bi dzanbii faghfirlii, fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta, a’uudzu bika min syarri maa shona’tu (Ya Allah, Engkau Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau, Engkau telah menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu, dan aku tetap pada janji-Mu dan perintah-Mu semaksimalku, aku mengakui ni’mat-Mu dan aku mengakui dosaku maka ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan perbuatanku). Barangsiapa yang membaca kalimat ini pada waktu sore lalu mati, maka ia masuk surga atau ia termasuk ahli surga. Dan barangsiapa membaca pada waktu pagi, lalu mati pada hari itu, maka iapun seperti itu pula. [HR. Bukhari juz 7, hal. 150, Fathul Baari juz 11, hal. 134]

Keutamaan membaca penghulunya istighfar di waktu pagi dan petang adalah: Barangsiapa yang membaca kalimat ini pada waktu sore lalu mati, maka ia masuk surga atau ia termasuk ahli surga. Dan barangsiapa membaca pada waktu pagi, lalu mati pada hari itu, maka iapun seperti itu pula. Oleh sebab itu, mari kita amalkan sehingga menjadi sarana pemberat amal perbuatan baik yang menghantarkan kita ke surga.

2. Qolban Syakiron (Hati yang terus bersyukur)
Usaha kedua yang bisa dilakukan seorang muslim adalah bersyukur atas nikmat karunia Allah. Ketika hati dan pikiran kita senantiasa mengingat Allah, maka Allah akan ingat kepada kita. Tentu saja bila Allah ingat kepada kita, Allah akan mencukupi apa yang kita butuhkan. Disaat Allah sudah mengkaruniakan nikmat, hendaklah kita tidak mengingkari akan nikmat Allah.


فَاذْكُرُوْنِيْ اَذْكُرْكُمْ وَ اشْكُرُوْلِيْ وَ لاَ تَكْفُرُوْنِ. البقرة:152
Maka ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. [QS. Al-Baqarah: 152].

Nikmat yang Allah berikan sudah semestinya kita syukuri. Melalui hati yang senantiasa bersyukur, niscaya kita akan diberi nikmat yang lebih. Namun bila hati kita tidak merasa syukur akan nikmat Allah, maka Allah sudah mengancam dengan peringatannya akan azab neraka yang sangat pedih. Hal itu sebagaimana janji Allah: 
 
... لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ. ابراهيم:٧
... Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat [QS. Ibrahim: 7] 

Bisa kita petik pelajaran bahwa dengan bersyukur akan nikmat Allah, maka Allah akan menambah nikmat kepada Kita. Sebaliknya bila kita tidak mensyukuri nikmat Allah, maka Allah memperingatkan bahwa azab-Nya sangatlah berat.

3. Shobar (Bersabar)
Rasa syukur bila ada dalam hati, maka sifat sabar akan melekat pada diri seorang hamba. Betapa beruntungnya orang yang penyabar. Orang penyabar karena iman itu senantiasa mengembalikan segala sesuatu kepada Allah, sebab Allah-lah muara dari kehidupan ini. Manusia yang mampir ngombe di dunia ini kelak akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan-Nya. Firman Allah yaitu:


وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوٰلِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرٰتِ ۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِينَ {١٥٥} الَّذِينَ إِذَآ أَصٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا۟ إِنَّا لِلَّـهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رٰجِعُونَ {١٥٦} البقرة: ١٥٥، ١٥٦
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali). [QS. Al Baqarah: 155-156] 

Orang yang mengembalikan segala sesuatu kepada Allah adalah orang yang mendapat nikmat ampunan dan tergolong orang yang mendapat petunjuk.

أُو۟لٰٓئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُو۟لٰٓئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ. البقرة: ١٥٧
Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk [QS. Al Baqarah: 157]

4. Zaujatan (Jodoh/ pasangan)
Zaujatan yang dimaksud adalah istri yang tidak berkhianat, baik pada dirinya dan harta suaminya. Hal itu merupakan salah satu ciri istri yang shalihah. Istri shalihah adalah perhiasan terindah dunia. Dengannya rumah tangga menjadi sejuk dan sakinah. Masa depan anak-anak menjadi sempurna ketika dibina oleh seorang ibu yang shalihah. Namun demikian, janganlah lupa istri yang shalihah pun manusia. Ia butuh makan dan nasihat. Maka kewajiban suami adalah memenuhi kebutuhan dan senantiasa memberikan nasihat baik dengan perkataan maupun dengan keteladanan. Oleh sebab itu suatu keberuntungan apabila memiliki istri shalihah yang senantiasa menjaga kehormatan diri maupun suaminya. Istri shalihah apabila dipandang suaminya tampak menyenangkan. Bila ia diperintah oleh suaminya, maka ia akan mentaatinya. Istri shalihah juga akan menjaga kehormatan diri dan keluarga. Di dalam hadis disebutkan:

خَيْرُ النِّسَاءِ مَنْ تَسُرُّكَ اِذَا اَبْصَرْتَ وَ تُطِيْعُكَ اِذَا اَمَرْتَ وَ تَحْفَظُ غَيْبَتَكَ فِى نَفْسِهَا وَ مَالِكَ. الطبرانى
Sebaik-baik wanita adalah apabila engkau pandang menyenangkan, apabila engkau perintah dia taat dan apabila engkau tidak ada, dia menjaga kehormatannya dan harta bendamu. [HR. Ath-Thabrani]

Ma’asyiral muslimin wal muslimat rakhimakumullah.

Melalui hadis yang menerangkan empat kebahagiaan kita berupaya untuk senantiasa membasahi bibir ini dengan berzikir kepada Allah (lisanan dzakiran), kemudian mengupayakan hati untuk selalu bersyukur (qolban syakiran), sabar dalam menghadapi cobaan, dan memiliki zaujatan atau pasangan yang tidak berkhianat, baik pada dirinya dan harta kita.


Penyampai: Revolusi Prajaningrat Saktiyudha, S.Si., M.Pd.
Tanggal: 9 Mei 2019

No comments:

Post a Comment