Ma'asyiral
muslimin wal muslimat rahimakumullah.
Kita sudah di penghujung tahun 2018, untuk
melihat diri kita yang sesungguhnya, marilah untuk pandai-pandai dalam mawas
diri. Kita adalah umat Islam yang memegang teguh ajaran Islam yang datang dari
Allah.
Rasulullah SAW bersabda:
اَلْإِسْلاَمُ
يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى.
الدارقطني
“Islam itu tinggi dan tidak ada yang
mengalahkan ketinggiannya.” [HR. Ad-Daruquthni (III/ 181 no. 3564), tahqiq
Syaikh ‘Adil Ahmad ‘Abdul Maujud dan Syaikh ‘Ali Mu’awwadh, Darul Ma’rifah, th.
1422 H dan al-Baihaqy (VI/205) dari Shahabat ‘Aidh bin ‘Amr al-Muzany
Radhiyallahu anhu. Lihat Irwaa-ul Ghalil (V/106 no. 1268) oleh Syaikh al-Albany
rahimahullah]
Dengan demikian semestinya umat Islam menjadi umat
yang terbaik. Umat Islam adalah orang-orang yang memeluk agama yang di ridai
oleh Allah dan merupakan agama yang telah sempurna. Umat Islam-lah yang paham
dan mengerjakan apa-apa yang telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, serta
berbagai hal yang dilarang oleh Allah dan Rasulullah sekuat tenaga dijauhi.
Agama Islam juga mengajarkan untuk senantiasa beriman kepada Allah serta
mengerjakan kebajikan dan menjauhi kemungkaran. Allah telah berfirman di dalam
surat Ali Imran ayat 110:
كُنتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ ۗ ... . آل
عمران: ١١۰
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar dan beriman kepada Allah... . [QS. Ali Imran: 110]
Namun kenyataan berkata lain. Umat Islam saat
ini jauh dan telah meninggalkan ke-Islam-an mereka. Sebab umat Islam saat ini
jauh dengan kitab sucinya dan berbagai ketetapan dari Rasulullah. Meskipun
mengaku sebagai umat Islam, tetapi tidak mendapat kebaikan Islam itu sendiri.
Orang-orang mengaku sebagai umat Islam, tetapi tidak berpegang teguh kepada
syariat Islam. Di lain sisi mereka juga merasa sebagai umat yang tebaik.
Padahal mereka tertipu dengan angan-angan yang kosong.
Allah SWT berfirman:
لَّيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ ... . النساء: ١٢٣
Pahala dari Allah itu bukanlah menurut
angan-anganmu yang kosong ... . [QS. An Nisa: 123]
Mereka memperoleh kebatilan yang dipoles
seolah-olah nampak baik dan benar. Persangkaan atas sesuatu yang kiranya
dianggap baik tetapi hal itu bukan merupakan hak di sisi Allah adalah perbuatan
sia-sia dan bahkan akan berujung dosa. Allah SWT telah berfirman didalam Surat
Al Kahfi ayat 103-104:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمٰلًا
.الكهف:١۰٣
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى الْحَيَوٰةِ
الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا .الكهف:١۰٤
Katakanlah (Muhammad), “Apakah akan Kami beritahukan
kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” [QS. Al
Kahfi: 103]
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia
perbuatannya dalam kehidupan di dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka
berbuat sebaik-baiknya [QS. Al Kahfi: 104]
Oleh sebab itu marilah kita sadari bersama
segala kekurangan dan kelemahan kita untuk segara diperbaiki. Janganlah timbul
sifat sombong diantara kita bahwa mayoritaslah yang pasti menang, yang banyak bolo-nya
yang akan berkuasa.
Di dalam era modern ini kualitas sangat
menentukan kemenangan dalam persaingan. Al Qur’an di dalamnya telah terdapat
gambaran pada Surat At Taubah ayat 25.
Penjelasan dari ayat tersebut bahwa yang banyak tidak memberikan manfaat
sedikitpun karena congkak. Kaum muslimin pada peristiwa perang Hunain memiliki
pasukan tentara yang sangat banyak, yakni 12000 prajurit. Sedangkan orang kafir
hanya memiliki pasukan 4000 prajurit yang tentunya lebih sedikit dari kaum
muslimin.
Perbedaan jumlah tersebut membuat kaum muslim
merasa bangga karena dengan jumlah yang banyak pasti tidak akan terkalahkan.
Namun pada kenyataannya, tentara kaum muslimin dipukul mundur oleh tentara
orang-orang kafir. Seolah-olah dengan jumlah yang banyak, harta serta persiapan
perang yang matang itu tidak berguna. Sampai-sampai terasa bagi mereka bahwa
bumi yang luas terasa sempit sehingga menyebabkan mereka lari ke belakang dalam
keadaan bercerai-berai.
Ma'asyiral
muslimin wal muslimat rahimakumullah.
Pada era sekarang ini yang kita butuhkan
adalah kesadaran penuh dari umat bahwa kita ini masih jauh dari kata kuat.
Melalui kesadaran ini kita berharap akan tumbuh semangat untuk berbenah dan
senantiasa memperbaiki diri. Kita menyadari bahwa seluruh kekuatan itu milik
Allah SWT. Kita tidak akan mendapatkannya melainkan bila kita kembali ke jalan
Allah SWT. Tidak ada kemenangan kecuali dengan kekuatan, tidak ada kekuatan
kecuali dengan persatuan, tidak ada persatuan kecuali dengan keutamaan
(akhlak), tidak ada keutamaan kecuali dengan agama, tidak ada agama kecuali
yang sesuai dengan kitab dan sunnah. Oleh sebab itu perlu perhatian kita
bersama untuk senantiasa berbenah dan memperbaiki diri ditengah keterpurukan
yang melanda umat Islam.
Keterpurukan yang merupakan ketertinggalan
umat Islam sekarang ini adalah bukan karena umat lain lebih maju, melainkan
kurang sadarnya umat Islam itu sendiri. Kurang sadarnya umat Islam diantaranya
adalah memilih jalan hidup yang tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah.
Perwujudan jalan yang tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah diantaranya
banyak pemuka umat yang berperilaku seperti para pemuka agama Yahudi dan
Nasrani. Mereka mencampurkan antara yang hak dan yang batil. Lalu
menyembunyikan sebagian yang hak dengan alasan keduniawian semata. Padahal
Allah telah memberi peringatan di dalam surat Al Baqarah ayat 42:
وَلَا تَلْبِسُوا۟
الْحَقَّ بِالْبٰطِلِ وَتَكْتُمُوا۟
الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ. البقرة :٤٢
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak
dengan yang batil, dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu
mengetahui
[Al Baqarah: 42].
Ma'asyiral
muslimin wal muslimat rahimakumullah.
Sebagai akibat pencampuradukan yang hak dan
yang baitil adalah tidak ada kejelasan mana yang hak dan yang batil, mana yang
haram dan mana yang halal. Kebenaran semestinya disampaikan dengan jelas,
tegas, dan benar. Tetapi seakan-akan jadi kabur dan samar-samar. Keterpurukan
juga dibarengi umat Islam yang enggan mempelajari kebenaran yang langsung pada
sumbernya, yaitu Al Qur’an dan Sunnah.
Dampak yang ditimbulkan karena dalam beragana
seperti orang-orang Yahudi maupun Nasrani yang begitu taqlid buta kepada
apa yang menjadi ketetapan pemuka agama mereka. Kita sebagai seseorang muslim
seharusnya berpegang teguh pada Al Qur’an dan Sunnah.
اِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا مَسَكْتُمْ بـِهِمَا: كِتَابَ
اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ. مالك، فى الموطأ 2: 899
Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,
"Kutinggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat
apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu: Kitab Allah dan sunnah
Nabi-Nya". [HR. Malik dalam Al-Muwaththa’ juz 2, hal. 899]
Oleh sebab itu, agar kita selamat adalah
dengan berpegang teguh pada Al Qur’an dan Sunnah. Bila kita berpegang pada Al
Qur’an dan Sunnah tidak akan mungkin tersesat. Kita seharusnya tidak mengikuti pendapat
kyai, ustadz, dukun, pemimpin spiritual, atau bahkan lingkungan yang tidak
merujuk pada Al Qur’an dan Sunnah. Pendapat-pendapat mereka yang tidak merujuk
pada Al Qur’an dan Sunnah merupakan mitos, tradisi yang tidak baik, atau
pendapat umumnya manusia yang tidak belajar Al Qur’an dan Sunnah. Padahal di
dalam Surat Al An’am ayat 116 telah menegaskan:
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِى الْأَرْضِ
يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللهِ ۚ
إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ. الأنعام:١١٦
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang
di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka
tidak lain hanyalah persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta
(terhadap Allah) [QS. Al An’am: 116].
Ma'asyiral muslimin
wal muslimat rahimakumullah.
Berdasarkan pemaparan tadi bisa kita petik
pelajaran bahwa untuk mendapatkan kembali kekuatan dan kejayaan umat Islam,
setidaknya ada lima tangga yang harus dilalui. Tangga-tangga itu dimulai dengan
mempelajari Al Qur’an dan Sunnah lalu mengamalkannya sehingga terwujudlah cara
beragama sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan Rasulullah. Bila semua itu
sudah dilaksanakan, maka secara otomatis terjadi perbaikan moral umat yang akhlakul
karimah. Melalui moral yang akhlakul karimah terbangunlah
persaudaraan sehingga terwujudlah persatuan yang mendatangkan kekuatan.