Ma'asyiral
muslimin wal muslimat rahimakumullah.
Dalam syariat Islam, yang dimaksud dengan
bersuci adalah menghilangkan perkara yang dapat menghalangi seseorang untuk
melaksanakan ibadah, diantaranya shalat. Perkara tersebut dapat berupa hadats
ataupun najis. Hukum bersuci dari najis adalah wajib sesuai kemampuan yang bisa
dilakukan oleh seseorang, sedangkan hukum bersuci dari hadats adalah wajib
dalam rangka sahnya shalat seseorang.
Hadats adalah istilah yang menunjukkan kondisi
badan seseorang yang sedang tidak suci. Hadats terbagi dua, yaitu hadats kecil
dan hadats besar. Hadats kecil dalam bersuci cukup berwudhu atau tayamum terlebih
dahulu sebelum sholat. Di antara yang menyebabkan seseorang berada dalam
kondisi berhadats kecil adalah setelah buang air kecil, setelah buang air
besar, kentut, dan lain-lain. Adapun yang dimaksud dengan hadats besar dalam
bersuci harus mandi janabah terlebih dahulu sebelum sholat. Apabila tidak ada air, maka mandi janabah bisa digantikan dengan tayamum. Diantara yang
menyebabkan seseorang berada dalam kondisi berhadats besar adalah setelah
keluarnya air madzi, berhenti dari haidh dan nifas.
Najis atau Rijs adalah sesuatu yang dipandang
kotor oleh syara’/ hukum agama. Berdasarkan keterangan yang diambil dari ayat
dan berbagai hadits, najis terbagi menjadi tiga diantaranya: (1) Najis Aqidah
merupakan kotor dalam kepercayaan atau keyakinan; (2) Najis untuk dimakan/
diminum adalah benda-benda yang haram hukumnya untuk dimakan/ diminum; (3) Najis
disentuh yang merupakan suatu kewajiban kita sebagai seorang muslim untuk
mencuci/ membersihkannya bila kita menyentuh/ tersentuh oleh benda-benda yang
najis hukumnya. Menurut kaidah ushul (berbagai aturan untuk menetapkan suatu
hukum agama), asal segala sesuatu benda itu adalah halal dan suci serta boleh dipergunakan
untuk apa saja, kecuali bila ada keterangan agama berdasarkan Al Quran dan
hadits sahih yang mencegahnya. Oleh sebab itu dalam menetapkan bahwa sesuatu
benda itu tergolong najis, wajib ada nash Al Quran dan hadits shahih yang
menjelaskannya, sehingga dalam hukum agama hal yang wajib kita untuk
mensucikannya antara lain: (1) kotoran manusia; (2) kencing manusia; (3) air
madzi; (4) darah haid; dan (5) darah nifas.
Bersuci merupakan hal penting dalam
implementasi Rukun Islam yang kedua di kehidupan sehari-hari, yaitu sholat.
Seorang muslim dengan seorang non-muslim yang membedakannya adalah sholat. Dalam
ibadah sholat, sangat erat sekali hubungannya dengan wudlu. Sholat seseorang
akan tidak sah apabila wudlunya tidak sempurna. Oleh karena itu kita harus
memperhatikan sejak dari wudlu untuk memperoleh sholat yang sah. Hal itu
sebagaimana firman Allah SWT:
ياَيُّهَا
الَّذِيْنَ امَنُوْآ اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلَوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ
وَ اَيْدِيَكُمْ اِلَى اْلمَرَافِقِ وَ امْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَ اَرْجُلَكُمْ
اِلَى اْلكَعْبَيْنِ. المائدة:6
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki ... [QS. Al-Maidah : 6]
Ayat
tersebut menerangkan bahwa orang yang hendak shalat (dan berhadats kecil) wajib
hukumnya untuk berwudlu. Adapun tatacara berwudlu berdasar sunnah-sunnahnya adalah
sebagai berikut: (1) membaca basmalah; (2) membasuh dua tangan sampai
pergelangan; (3) berkumur dan menaikkan air ke hidung, lalu menghembuskannya;
(4) membasuh muka hingga rata; (5) membasuh kedua tangan hingga siku-siku
sampai rata; (6) mengusap kepala dengan air yang ada pada kedua telapak tangan
dan langsung telinga sebanyak satu kali; (7) membasuh kaki hingga mata kaki dan
meratakannya; (8) membaca syahadat. Adapun penjelasan tata cara wudlu beserta
sunnah-sunnahnya ialah sebagai berikut:
1.
Membaca Basmalah
Sebelum
berwudlu hendaknya mengucap basmalah terlebih dahulu. Hal tersebut dijelaskan
dalam hadist berikut:
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رض.
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوْءَ لَهُ وَ لاَ وُضُوْءَ
لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ. ابن ماجه 1: 140
Dari Abu
Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tak ada shalat bagi orang yang tidak
berwudlu, dan tidak ada wudlu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah
atasnya”. [HR. Ibnu Majah 1 : 140].
Hadist
tersebut menerangkan bahwa kita diperintahkan untuk mengucap basmalah sebelum
berwudlu sebagai wujud menyebut asma Allah SWT.
2.
Membasuh Dua Tangan Sampai Pergelangan
Basuh kedua
telapak tangan dengan air hingga pergelangan dengan mendahulukan yang kanan.
Hal tersebut berdasarkan hadist berikut:
عَنْ اَوْسِ بْنِ اَوْسٍ الثَّقَفِيّ رض قَالَ: رَأَيْتُ
رَسُوْلَ اللهِ ص تَوَضَّأَ فَاسْتَوْكَفَّ ثَلاَثًا أَيْ غَسَلَ كَفَّيْهِ. احمد و
النسائى، فى نيل الاوطار 1: 162
Dari Aus bin
Aus Ats-Tsaqafiy RA, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW berwudlu, maka
beliau memulai dengan membasuh telapak tangannya tiga kali, yaitu mencuci dua
telapak tangan beliau”. [HR. Ahmad dan Nasai, dalam Nailul Authar 1 : 162]
3.
Berkumur dan menaikkan air ke hidung, lalu
menghembuskannya
Caranya adalah
dengan mengambil air seciduk dengan telapak tangan kemudian sebagian air
digunakan untuk berkumur dan sebagian dinaikkan untuk dimasukkan ke hidung. Hal
tersebut sebagaimana hadist berikut:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: اَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ ص
بِاْلمَضْمَضَةِ وَ اْلاِسْتِنْشَاقِ. الدارقطنى، فى نيل الاوطار 1: 170
Dari Abu
Hurairah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW menyuruh berkumur dan menghirup air ke
hidung”. [HR. Daruquthni, dalam Nailul Authar 1 : 170]
4.
Membasuh muka hingga rata
Caranya
adalah dengan mengambil air dengan dua telapak tangan, lalu dibasuhkan ke muka
sampai merata. Dasar hadistnya ialah sebagai berikut:
عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى اْلمَازِنِيِّ رض قَالَ: قِيْلَ
لِعَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدٍ يَوْمًا: تَوَضَّأْ لَنَا وُضُوْءَ رَسُوْلِ اللهِ ص: فَدَعَا
بِاِنَاءٍ فَاَكْفَأَ مِنْهُ عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثًا، ثُمَّ اَدْخَلَ
يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَضْمَضَ وَ اسْتَنْشَقَ مِنْ كَفًّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ
ذلِكَ ثَلاَثًا، ثُمَّ اَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا،
ثُمَّ اَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ يَدَيْهِ اِلَى اْلمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ،
ثُمَّ اَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَاَقْبَلَ بِيَدَيْهِ
وَ اَدْبَرَ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ اِلَى اْلكَعْبَيْنِ، ثُمَّ قَالَ: هَكَذَا كَانَ
وُضُوْءَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ. احمد و البخارى و مسلم
Dari ‘Amr
bin Yahya Al-Mazani RA, ia berkata, “Pada suatu hari ada orang meminta kepada
‘Abdullah bin Zaid supaya menerangkan (memberi contoh) tentang wudlunya Rasulullah
SAW. Maka ‘Abdullah bin Zaid meminta bejana berisi air lalu menuangkan air atas
kedua tangannya dan membasuhnya tiga kali. Sesudah itu beliau memasukkan
tangannya ke dalam bejana untuk menceduk air dan berkumur-kumur, menghirupnya
ke hidung dan menghembuskannya, dari satu telapak tangannya, beliau mengerjakan
tangannya lagi ke dalam bejana untuk menciduk air dan terus membasuh mukanya
tiga kali, sesudah itu beliau memasukkan tangannya untuk menceduk air dan
membasuh kedua tangan hingga siku dua kali. Sesudah itu, beliau memasukkan
tangannya ke dalam bejana, lalu mengeluarkannya dan menyapu kepala dengan dua
tangannya ke depan dan ke belakang (beliau mengusapkan kedua tangannya sampai
ke belakang hingga ke tengkuk dan mengembalikan ke muka lagi). Sesudah itu
beliau membasuh kakinya hingga dua mata kaki. Kemudian beliau berkata,
“Beginilah wudlunya Rasulullah SAW”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim].
5.
Membasuh kedua tangan hingga siku-siku sampai rata
Caranya
adalah dengan mengambil seciduk air dengan telapak tangan kanan atau dengan dua
tangan untuk mencuci tangan kanan dengan rata sampai siku-siku. Lalu ambil
seciduk air dengan tangan kiri atau dengan dua tangan untuk mencuci tangan kiri
dengan rata sampai siku-siku. Hal tersebut sebagaimana ‘Abdullah bin Zaid dalam
memperagakan wudlu Rasullullah SAW demikian:
...ثُمَّ اَدْخَلَ
يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ يَدَيْهِ اِلَى اْلمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ....
مسلم
... kemudian ia masukkan tangannya (untuk menciduk air) lalu ia
keluarkan, terus dicucinya kedua tangannya sampai siku-sikunya.... [HR. Muslim,
juz 1 hal. 210]
6.
Mengusap kepala dengan air yang ada pada kedua telapak
tangan dan langsung telinga sebanyak satu kali
Caranya
adalah dengan membasahi kedua telapak tangan dan letakkan di kepala sebelah depan,
lalu sapukan tangan tersebut kebelakang kepala, kemudian kembalikan menyapu
kedepan, lalu turunkan tangan itu, terus disapukan/ diusapkan pada dua telinga
dengan memasukkan jari telunjuk kedalam telinga untuk menyapu/ mengusap daun
telinga yang sebelah dalam, dan ibu jari untuk menyapu/ mengusap daun telinga
sebelah luar. Hal tersebut sebagaimana yang dijelaskan pada hadist berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدٍ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص
مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَاَقْبَلَ بِهِمَا وَ اَدْبَرَ، بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ
ثُمَّ ذَهَبَ بِهِمَا اِلَى قَفَاهُ، ثُمَّ رَدَّهُمَا اِلَى اْلمَكَانِ الَّذِى بَدَأَ
مِنْهُ. الجماعة، فى نيل الاوطار 1: 183
Dari
‘Abdullah bin Zaid RA, bahwasanya Rasulullah SAW mengusap kepala beliau dengan
kedua tangannya, beliau tarik kedua tangan itu ke depan dan ke belakang. Beliau
memulai dari bagian depan kepala, lalu mengusap dengan kedua tangannya itu
sampai ke tengkuknya, kemudian mengembalikan kedua tangan itu ke tempat
memulainya tadi. [HR. Jama’ah, dalam Nailul Authar 1 : 183]
Lalu dalam
hadist lain juga menerangkan sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رض قَالَ: ثُمَّ رَاَيْتُ
النَّبِيَّ ص مَسَحَ بِرَاْسِهِ وَ اَدْخَلَ اُصْبُعَيْهِ السَّبَابَتَيْنِ فِى اُذُنَيْهِ
وَ مَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ طَاهِرَ اُذُنَيْهِ. ابو داود و النسائى
Dari
‘Abdullah bin ‘Amr RA, ia berkata, “Kemudian saya melihat Nabi SAW menyapu
kepalanya dan memasukkan dua jari telunjuknya dalam lipatan daun telinganya dan
mengusap bagian belakang telinganya dengan kedua ibu jarinya”. [HR. Abu Dawud
dan Nasai]
7.
Membasuh kaki hingga mata kaki dan meratakannya
Caranya
adalah dengan membasuh kaki kanan terlebih dahulu sampai dengan mata kaki
hingga bersih, kemudian membasuh kaki kiri sampai bersih. Hal tersebut
dijelaskan dalam hadist berikut:
‘Abdullah
bin Zaid dalam memperagakan wudlu Rasullullah SAW demikian:
... ثُمَّ غَسَلَ
رِجْلَيْهِ اِلَى اْلكَعْبَيْنِ .... البخارى و مسلم
... kemudian
ia mencuci dua kakinya sampai dua mata kakinya .... [HR. Al Bukhari dan Muslim]
8.
Membaca syahadat
Perintah
membaca syahadat untuk menyempurnakan wudlu diterangkan dalam hadist berikut:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
ص: مَا مِنْكُمْ مِنْ اَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُسْبِغُ الْوُضُوْءَ ثُمَّ يَقُوْلُ: اَشْهَدُ
اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ. اِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ ابْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ
يَدْخُلُ مِنْ اَيِّهَا شَاءَ. احمد و مسلم و ابو داود، فى نيل الاوطار 1: 204
Dari Umar
bin Khaththab RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang
diantara kalian yang berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya, lalu membaca, “Asyhadu
allaa ilaaha illalloohu wahdahu laa syariika lah, wa asyhadu anna muhammadan
‘abduhu wa rosuuluh. (Aku bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah
yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad itu
hamba-Nya dan Rasul-Nya) melainkan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang
delapan, ia boleh masuk dari pintu manasaja yang ia kehendaki”. [HR. Ahmad,
Muslim dan Abu Dawud, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 204].
Umumnya kita
membasuh anggota wudlu sebanyak tiga kali-tiga kali. Namun perlu kita melihat
situasi keberadaan air yang ada dalam sebelum berwudlu. Keberadaan air yang
sulit tetapi cukup untuk berwudlu, kita sebaiknya berwudlu dengan membasuh
anggota-anggota wudlu dengan satu kali-satu kali atau dua kali-dua kali. Adapun
membaca basmalah, mengusap kepala serta daun telinga, dan membaca syahadat tetap
hanya sekali saja. Landasan dalam berwudlu dengan membasuh anggota wudlu dengan
satu kali-satu kali ialah berdasarkan hadist sebagai berikut:
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: اِنَّ النَّبِيَّ ص تَوَضَّأَ مَرَّةً مَرَّةً. الجماعة
الا مسلما
Dari Ibnu
‘Abbas RA, ia berkata, “Sesungguhnya Nabi SAW berwudlu sekali-sekali”. [HR. Jama’ah, kecuali Muslim]
Berwudlu
dengan membasuh anggota wudlu sebanyak dua kali-dua kali dijelaskan dalam
hadist sebagai berikut:
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدٍ رض قَالَ: اِنَّ النَّبِيَّ ص تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ
مَرَّتَيْنِ. احمد و البخارى
Dari ’Abdullah
bin Zaid RA, ia berkata, “Sesungguhnya Nabi SAW berwudlu dua kali-dua kali”. [HR. Ahmad dan Bukhari]
Kemudian
membasuh anggota wudlu sebanyak tiga kali-tiga kali berdasarkan pada hadist
berikut:
عَنْ عُثْمَانَ
بْنِ عَفَّانَ رض قَالَ: اِنَّ النَّبِيَّ ص تَوَضَّأَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا. احمد و
مسلم
Dari ‘Utsman
bin ‘Affan RA, ia berkata, “Sesungguhnya Nabi SAW berwudlu tiga kali-tiga kali”. [HR. Ahmad dan Muslim]
Apabila kita hendak
melaksanakan sholat tetapi ternyata kita sedang tidak suci karena berhadats
besar, maka kita harus mandi janabah terlebih dahulu. Mandi janabah atau yang
populer dinamakan mandi besar/ mandi keramas merupakan mandi yang disyariatkan
oleh agama bagi orang-orang yang hendak melaksanakan shalat bila berhadats
besar. Tata cara mandi janabah bagi laki-laki yaitu: (1) membaca basmalah; (2)
mencuci kedua tangan; (3) mencuci kemaluan; (4) berwudlu; (5) menyiram kepala
sebanyak tiga kali; (6) meratakan/ membasuh air keseluruh tubuh secara merata;
(7) mencuci kedua kaki. Adapun dalil pelaksanaannya ialah sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا اغْتَسَلَ مِنَ اْلجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ
يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِيْنِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ
يَتَوَضَّأُ وُضُوْءَهُ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ يَاْخُذُ اْلمَاءَ فَيُدْخِلُ
اَصَابِعَهُ فِى اُصُوْلِ الشَّعَرِ حَتَّى اِذَا رَاَى اَنْ قَدِ اسْتَبْرَأَ
حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ اَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ
ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ. مسلم
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata : Adalah Rasulullah SAW apabila mandi janabat,
beliau memulai dengan mencuci dua tangannya. Kemudian beliau menuangkan air
dengan tangan kanannya pada tangan kirinya, lalu mencuci kemaluannya. Kemudian
beliau berwudlu seperti wudlu untuk shalat, lalu mengambil air (dengan tangan)
dan memasukkan jari-jari beliau pada pangkal-pangkal rambut, sehingga apabila
dirasanya sudah merata, barulah beliau menyiram kepala beliau tiga kali dengan
kedua tangan. Kemudian beliau menyiram seluruh tubuhnya, lalu mencuci kedua
kaki beliau”. [HR.
Muslim I : 253]
Sedangkan tata cara
mandi janabah bagi perempuan secara umum sama dengan laki-laki, tetapi terdapat
keringanan yaitu: bagian kepala cukup disiram tiga kali tanpa harus membuka sanggul
rambutnya, kemudian menyiramkan air ke seluruh tubuh hingga rata. Adapun
landasan dalil pelaksanaannya sebagai berikut:
عَنْ اُمِّ سَلَمَةَ
قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنِّى امْرَاَةٌ اَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِيْ
اَفَاَنْقُضُهُ لِغُسْلِ اْلجَنَابَةِ؟ قَالَ: لاَ، اِنَّمَا يَكْفِيْكِ اَنْ
تَحْثِى عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيْضِيْنَ عَلَيْكِ اْلمَاءَ
فَتَطْهُرِيْنَ. مسلم 1: 259
Dari Ummu Salamah, ia berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya
Rasulullah, saya adalah seorang wanita yang memintal (nglabang) rambut saya,
oleh karena itu apakah saya harus membukanya untuk mandi janabat ?”. Rasulullah
SAW bersabda, “Tidak, cukup bagimu hanya dengan menyiram kepalamu tiga kali
siraman, kemudian kamu menyiramkan air ke seluruh tubuhmu. Dengan begitu kamu
sudah bersih”. [HR.
Muslim I : 259]
Sebagian kaum muslim
yang berdomisili didaerah yang tidak terdapat air mendapatkan suatu keringanan
bahwa ketika akan melaksanakan sholat cukup dengan tayammum. Orang bermukim
yang tidak mendapat air maksudnya adalah walaupun ada air tetapi tempatnya
sangat jauh menurut ukuran yang umum, atau tempatnya berbahaya. Selain itu juga
walaupun ada air, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan diperlukan untuk
keperluan penting lainnya (seperti minum dan memasak), sehingga adanya sama
dengan tidak ada. Tayammum adalah suatu syariat agama sebagai pengganti wudlu/
mandi janabah bagi yang hendak melaksanakan sholat karena suatu keadaan. Hal
tersebut sudah dijelaskan dalam Al Quran, yaitu:
وَ اِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى
اَوْ عَلَى سَفَرٍ اَوْ جَآءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ اْلغَآئِطِ اَوْ لَـمَسْتُمُ
النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَآءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا
فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَ اَيْدِيْكُمْ.... النساء 43 و المائدة:6
Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang
air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan tanganmu. [QS. An-Nisaa’ : 43 dan Al-Maaidah : 6]
Cara Tayammum yang dituntunkan Nabi SAW adalah sebagai
berikut: (1) menepukkan tangan ke tempat yang suci dan mengandung debu dengan
satu kali tepukan; (2) kemudian mengusapkannya ke muka dan pada kedua tangan
hingga pergelangan; (3) boleh pula meniup-niupnya terlebih dahulu. Adapun dalil
pelaksanaannya ialah sebagai berikut:
فَضَرَبَ النَّبِيُّ ص بِكَفَّيْهِ اْلاَرْضَ وَ نَفَخَ
فِيْهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَ كَفَّيْهِ. البخارى 1: 87
Lalu Nabi SAW menepukkan kedua tangannya ke bumi, lalu
meniup keduanya, kemudian menyapukannya ke muka dan dua tangannya (hingga
pergelangan)”. [HR.
Bukhari juz 1, hal 87]
Secara umum dapat kita ketahui bahwa sholat seseorang akan tidak sah apabila
wudlunya tidak sempurna. Oleh karena itu kita harus memperhatikan sejak dari
cara bersuci kita dengan memperhatikan kondisi kita apakah berhatats kecil atau
besar dan ada tidaknya air. Bila berhadats kecil cukup dengan berwudlu dan bila
berhadats besar perlu mandi janabah.
Apabila pada situasi tidak ada air maka bersuci untuk melaksanakan
sholat ialah dengan tayammum. Demikian yang bisa saya haturkan. Mohon maaf
apabila ada kesalahan dan terdapat tutur kata yang kurang berkenan. Mari kita tutup dengan doa penutup majlis.
No comments:
Post a Comment