Wednesday, February 20, 2019

Tutorial Salat Sunah Duha



Selain melakukan ibadah wajib, kaum muslim dianjurkan juga melakukan ibadah sunah. Diantaranya salat sunah yaitu mendirikan salat sunah duha. Salat sunah menjadi ibadah tambahan dan bernilai pahala. Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai: (a) pengertian dan dalil pelaksanaan salat duha; (b) hukum salat duha; (c) tempat pelaksanaan salat duha; (d) waktu pelaksaan salat duha; (e) tata cara salat duha dan bilangan rakaatnya; dan (f) fadilah salat duha.

 

A. Pengertian dan Dalil Pelaksanaan Salat Duha

Sekadar diketahui bahwa kata duha (atau ada yang menulis dhuha atau dluha) secara bahasa adalah nama untuk awal siang hari (pagi). Sedangkan salat duha dalam fikih adalah salat sunah yang dilakukan di waktu duha, yaitu mulai matahari terbit seukuran satu tombak (tujuh hasta atau 2,5 meter) sampai waktu zawal (saat matahari tergelincir ke arah barat). Adapun dalil adanya salat duha adalah sebagai berikut.

 

Hadis Pertama

حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا أَبُو التَّيَّاحِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو عُثْمَانَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ: صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami 'Abdul Warits, telah menceritakan kepada kami Abu At Tayyah, ia berkata: telah menceritakan kepada saya Abu 'Utsman dari Abu Hurairah RA berkata: Kekasih saya (Nabi Muhammad SAW) telah berwashiat kepada saya dengan tiga perkara yaitu: (1) puasa tiga hari tiap-tiap bulan; (2) salat duha dua rakaat; dan (3) salat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari, no. 1845).

 

B. Hukum Salat Duha

Mayoritas ulama menyatakan salat duha hukumnya sunah muakkad (sangat dianjurkan). Hal tersebut dikarenakan Rasulullah senantiasa mengerjakannya dan berpesan kepada para sahabatnya untuk mengerjakan salat duha sekaligus menjadikannya sebagai wasiat. Adapun wasiat yang diberikan Rasulullah kepada satu orang juga berlaku untuk seluruh umat, kecuali terdapat dalil yang menunjukkan kekhususan hukumnya bagi orang tersebut. Pada suatu hadis menerangkan sebagai berikut.

 

Hadis Kedua

و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ عَنْ سَعِيدٍ الْجُرَيْرِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ قَالَ: قُلْتُ لِعَائِشَةَ هَلْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى قَالَتْ لَا إِلَّا أَنْ يَجِيءَ مِنْ مَغِيبِهِ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, telah mengabarkan kepada kami Yazid bin Zurai' dari Said Al Jurairi dari Abdullah bin Syaqiq, katanya: Aku berkata kepada 'Aisyah: “Apakah Nabi SAW selalu melaksanakan salat duha?” ‘Aisyah menjawab, “Tidak, kecuali beliau baru tiba dari perjalanannya.” (HR. Muslim, no. 1172).

 

C. Tempat Pelaksanaan Salat Duha

Pada dasarnya, salat bisa dikerjakan di mana saja asalkan tempat tersebut adalah tempat yang bersih dan suci. Namun demikian sebagaimana salat sunah yang lain, salat duha lebih utama dikerjakan di rumah. Dalil pelaksanaan yang meyatakan salat sunah lebih utama dikerjakan di rumah adalah pada hadis berikut.

 

Hadis Ketiga

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ قَالَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ قَالَ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ عَنْ سَالِمٍ أَبِي النَّضْرِ عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّخَذَ حُجْرَةً قَالَ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ مِنْ حَصِيرٍ فِي رَمَضَانَ فَصَلَّى فِيهَا لَيَالِيَ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَلَمَّا عَلِمَ بِهِمْ جَعَلَ يَقْعُدُ فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ قَدْ عَرَفْتُ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ صَنِيعِكُمْ فَصَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ صَلَاةُ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوبَةَ. قَالَ عَفَّانُ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا مُوسَى سَمِعْتُ أَبَا النَّضْرِ عَنْ بُسْرٍ عَنْ زَيْدٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Abdul A'la bin Hammad, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Wuhaib, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Musa bin 'Uqbah dari Salim Abu An Nadlr dari Busr bin Sa'id dari Zaid bin Tsabit, bahwasannya Rasulullah SAW membuat satu ruangan. Busr berkata: Aku menduga Zaid bin Tsabit berkata: Membuat tikar pada bulan Ramadan, lalu beliau melaksakan salat malam di (kamar atau tikar) tersebut dalam beberapa malam. Kemudian para sahabat mengikuti salat beliau. Ketika mengetahui apa yang mereka lakukan beliau pun berdiam di rumah, setelah itu beliau keluar seraya berkata kepada mereka: "Sungguh aku telah mengetahui sebagaimana aku lihat apa yang kalian lakukan. Salatlah wahai manusia di rumah-rumah kalian, karena sebaik-baik salat itu ialah salat seseorang di rumahnya, kecuali salat fardu." 'Affan berkata: telah menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Musa, aku mendengar Abu An Nadlr dari Busr dari Zaid dari Nabi SAW. (HR. Muslim, no. 689).

 

Melalui hadis tadi bisa kita ambil pengertian bahwa salat sunah lebih utama dikerjakan di rumah, termasuk di dalamnya salat sunah duha. Adapun alasan mengapa kita dianjurkan untuk melaksanakan salat duha karena salat duha merupakan salah satu wasiat Nabi Muhammad SAW. Anjuran yang merupakan wasiat Nabi Muhammad di dalam hadis yang dimaksud adalah supaya puasa tiga hari setiap bulan (puasa sunnah tanggal 13, 14, 15 kalender Hijriyah), salat duha dua rakaat, dan salat witir sebelum tidur.

 

D. Waktu Pelaksaan Salat Duha

Waktu pelaksanaan salat duha dilakukan di pagi hari dengan setidaknya menghindari waktu yang tidak diperbolehkan untuk salat. Pada waktu pagi terdapat waktu dimana tidak diperbolehkan salat, yaitu setelah salat subuh hingga terbitnya matahari. Dalil tersebut termaktub dalam hadis berikut.

 

Hadis Keempat

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ عَنْ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعَتَيْنِ وَعَنْ لِبْسَتَيْنِ وَعَنْ صَلَاتَيْنِ نَهَى عَنْ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَجْرِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ وَعَنْ اشْتِمَالِ الصَّمَّاءِ وَعَنْ الِاحْتِبَاءِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ يُفْضِي بِفَرْجِهِ إِلَى السَّمَاءِ وَعَنْ الْمُنَابَذَةِ وَالْمُلَامَسَةِ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Ubaid bin Isma'il, dari Abu Usamah dari 'Ubaidullah dari Khubaib bin 'Abdurrahman dari Hafsh bin 'Ashim dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah SAW melarang dari dua macam jual beli, dua cara berpakaian dan dua salat. Beliau melarang salat setelah Subuh sampai terbit matahari dan setelah 'Asar sampai matahari terbenam. Melarang dari pakaian shama` dan duduk ihtiba` dengan satu kain sehingga menghadapkan kemaluannya ke langit. Dan beliau juga melarang dari jual beli Al Munabadzah dan Al Mulamasah. (HR. Bukhari, no. 549).

 

E. Tata Cara Salat Duha dan Bilangan Rakaatnya

Pelaksanaan salat duha sepertihalnya salat fardu, tetapi dengan dua rakaat lalu salam – dua rakaat lalu salam. Salat duha dikerjakan secara sendiri-sendiri dengan bacaan sirr (suara lembut). Berikut adalah hadis yang menerangkan salat sunah dikerjakan dua rakaat lalu salam – dua rakaat lalu salam.

 

Hadis Kelima

أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَغُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ عَنْ عَلِيٍّ الْأَزْدِيِّ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَلَاةُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى. وَقَالَ أَحَدُهُمَا رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ. الدارمي

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Ghudar dari Syu'bah dari Ya'la bin 'Atho` dari Ali Al Azdi dari Ibnu Umar ia berkata: "Rasulullah SAW bersabda: "Salat (sunah) di malam dan siang adalah dua dua." Salah seorang dari mereka menyebutkan, "Dua rakaat, dua rakaat." (HR. Darimi, no. 1422).

 

Adapun salat duha bisa dikerjakan dengan berdiri, duduk, atau bahkan tiduran. Penejelasannya terdapat pada hadis berikut.

 

Hadis Keenam

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَ أَخْبَرَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ أَخْبَرَنَا حُسَيْنٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَأَلَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي قَالَ حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ عَنْ أَبِي بُرَيْدَةَ قَالَ حَدَّثَنِي عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ وَكَانَ مَبْسُورًا قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَلَاةِ الرَّجُلِ قَاعِدًا فَقَالَ إِنْ صَلَّى قَائِمًا فَهُوَ أَفْضَلُ وَمَنْ صَلَّى قَاعِدًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَائِمِ وَمَنْ صَلَّى نَائِمًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَاعِدِ. البخاري

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur berkata: telah mengabarkan kepada kami Rauh bin 'Ubadah, telah mengabarkan kepada kami Husain dari 'Abdullah bin Buraidah dari 'Imran bin Hushain RA bahwa dia pernah bertanya kepada Nabi SAW, dan telah mengabarkan kepada kami Ishaq berkata: telah mengabarkan kepada kami 'Abdush Shamad berkata: Aku mendengar Bapakku (Rauh bin Ubadah) berkata: telah menceritakan kepada kami Al Husain dari Abu Buraidah berkata: telah menceritakan kepada saya 'Imran bin Hushain RA yang dahulu ia sakit bawasir (ambeiyen), ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang salatnya seseorang dengan duduk, maka beliau SAW bersabda, "Jika (orang) salat dengan berdiri, itu adalah yang paling baik/ sempurna, dan barangsiapa yang salat dengan duduk, maka baginya separuh dari pahala yang berdiri, dan barangsiapa salat dengan tiduran maka baginya separuh dari pahala yang duduk." Abu 'Abdullah berkata: "Menurutku yang dimaksud dengan tidur adalah berbaring." (HR. Bukhari, no. 1049).

Keterangan: Salat-salat yang dimaksud dalam hadis ini adalah salat sunah karena salat wajib tidak boleh dikerjakan dengan duduk atau berbaring/ tiduran kecuali ada sebab/ uzur yang dibenarkan oleh agama.

 

Apabila hendak melaksanakan salat duha bisa dengan berdiri, duduk, atau tiduran. Masing-masing pilihan cara pelaksanaan terdapat ketentuan sendiri-sendiri. Bila dikerjakan dengan berdiri, maka pahalanya sempurna. Bila dikerjakan dengan duduk, maka pahalanya separuh dari salat duha dengan berdiri. Bila salat duha dikerjakan dengan tiduran, maka pahalanya separuh dari salat duha yang dikerjakan dengan duduk.  Supaya pahala yang kita dapat bisa maksimal, kiranya kita mengerjakan salat duha dengan berdiri.

 

Selain cara pelaksaan yang beragam, bilangan rekaat salat duha juga beragam. Bilangan rakaat salat duha minimal dua rakaat dan maksimal delapan rakaat. Adapun masing-masing dalil tentang jumlah rakaat salat duha sebagaimana berikut.

 

1. Salat Duha Dua Rakaat

Salat duha sebanyak dua rakaat sepertihanya keterangan hadis yang sudah disampaikan di awal tentang wasiat Nabi SAW. Hadis yang dimaksud adalah hadis riwayat Bukhari nomor 1845 dan hadis berikut.

 

Hadis Ketujuh

حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا أَبُو التَّيَّاحِ حَدَّثَنِي أَبُو عُثْمَانَ النَّهْدِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ بِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ. و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبَّاسٍ الْجُرَيْرِيِّ وَأَبِي شِمْرٍ الضُّبَعِيِّ قَالَا سَمِعْنَا أَبَا عُثْمَانَ النَّهْدِيَّ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ و حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ مَعْبَدٍ حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُخْتَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ الدَّانَاجِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو رَافِعٍ الصَّائِغُ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ أَوْصَانِي خَلِيلِي أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ فَذَكَرَ مِثْلَ حَدِيثِ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farukh, telah menceritakan kepada kami Abdul Warits, telah menceritakan kepada kami Abu Tayyah, telah menceritakan kepadaku Abu Utsman An Nahdi dari Abu Hurairah katanya: “Sahabat karibku (Rasulullah) SAW mewasiatiku tiga hal: (1) puasa tiga hari pada setiap bulan; (2) salat duha dua rakaat; (3) dan salat witir sebelum tidur.” Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basyar, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abbas Al Jariri dan Abu Syimr Adl Dluba`i, keduanya berkata: Kami mendengar Abu Utsman An Nahdi menceritakan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW seperti hadis di atas. Dan telah menceritakan kepadaku Sulaiman bin Ma'bad, telah menceritakan kepada kami Mu'alla bin Asad, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Mukhtar dari Abdullah bin Danakh katanya: telah menceritakan kepadaku Abu Rafi' Ash Shaigh katanya: Aku mendengar Abu Hurairah mengatakan: "Sahabat akrabku Abul Qasim SAW mewasiatikan kepadaku untuk melakukan tiga perkara, lantas ia menyebutkan hadis Abu Utsman dari Abu Hurairah. (HR. Muslim, no. 1182).

 

2. Salat Duha Empat Rakaat

Salat duha bisa dikerjakan sebanyak empat rakaat. Adapun jumlah rakaat salat duha sebanyak empat rekaat berdasarkan hadis berikut.

 

Hadis Kedelapan

حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا يَزِيدُ يَعْنِي الرِّشْكَ حَدَّثَتْنِي مُعَاذَةُ أَنَّهَا سَأَلَتْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، كَمْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي صَلَاةَ الضُّحَى قَالَتْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَيَزِيدُ مَا شَاءَ. حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ يَزِيدَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ وَقَالَ يَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ. مسلم

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farukh, telah menceritakan kepada kami Abdul Warits, telah menceritakan kepada kami Yazid yaitu Yazid Ar Risyk, telah menceritakan kepadaku Ma'adzah, ia pernah bertanya kepada 'Aisyah RA: “Berapa raka’at Rasulullah SAW salat duha?” Jawab Aisyah, “Empat rakaat dan kadang-kadang beliau menambah dengan beberapa yang beliau kehendaki.” Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basyar, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Yazid dengan sanad seperti ini, Yazid mengatakan: "Maasya Allah." (HR. Muslim, no. 1175).

 

3. Salat Duha Delapan Rakaat

Salat duha bisa dikerjakan sebanyak delapan rakaat. Dalil tentang salat duha delapan rakaat adalah sebagai berikut.

 

Hadis Kesembilan

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى قَالَ: مَا أَخْبَرَنِي أَحَدٌ أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى إِلَّا أُمُّ هَانِئٍ فَإِنَّهَا حَدَّثَتْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ بَيْتَهَا يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ فَصَلَّى ثَمَانِي رَكَعَاتٍ مَا رَأَيْتُهُ صَلَّى صَلَاةً قَطُّ أَخَفَّ مِنْهَا غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ يُتِمُّ الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ. وَلَمْ يَذْكُرْ ابْنُ بَشَّارٍ فِي حَدِيثِهِ قَوْلَهُ قَطُّ. مسلم

Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basyar, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Amru bin Murrah dari Abdurrhman bin Abu Laila katanya: “Tidak ada seseorang yang mengkabarkan kepadaku bahwa ia melihat Nabi SAW salat Duha kecuali Ummu Hani’. Sesungguhnya ia berkata, “Bahwasanya Nabi SAW masuk ke rumahnya pada waktu Fathu Makkah, kemudian beliau salat Duha delapan rakaat, saya tidak pernah melihat beliau salat yang lebih ringan dari pada itu, namun beliau tetap menyempurnakan rukuk dan sujudnya.” Namun dalam hadisnya, Ibnu Basyar tidak menyebutkan ucapannya sama sekali. (HR. Muslim , no. 1177).

 

4. Salat Duha Dua Belas Rakaat

Terdapat riwayat tentang salat duha sebanyak dua belas rakaat. Hal tersebut berdasarkan hadis sebagai berikut.

 

Hadis Kesepuluh

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ مُوسَى بْنِ أَنَسٍ عَنْ ثُمَامَةَ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ صَلَّى الضُّحَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْرًا مِنْ ذَهَبٍ فِي الْجَنَّةِ. ابن ماجه

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair dan Abu Kuraib, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Yunus bin Bukair, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Muhamad bin Ishaq dari Musa bin Anas dari Tsumamah bin Anas dari Anas bin Malik ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang salat Duha dua belas rakaat, Allah akan membangunkan untuknya istana emas di surga.” (HR. Ibnu Majah, no. 1370).

Keterangan: Terkait rawi Musa bin Anas yakni Musa bin Fulan bin Anas merupakan tabi'ut tabi'in kalangan biasa. Ibnu Hajar Al 'Asqalani mengomentarinya majhul.

 

Hadis pelaksanaan salat duha sebanyak dua belas rakaat terdapat perawi yang majhul, maka hadis tersebut adalah dla’if. Oleh karena itu hadis tersebut tidak bisa kita jadikah dasar/ hujjah dalam pengamalan ibadah kita.

 

 

F. Fadilah Salat Duha

Ibadah yang kita lakukan hanyalah untuk mengharap rida Allah SWT semata. Apa yang kita upayakan adalah agar kelak kita bisa memanen banyak kebaikan yang kita peroleh selama di dunia. Sebagai penambah semangat, amaliyah yang bisa kita lakukan dalam hal ini adalah salat dhuha. Dijelaskan oleh Rasulullah SAW bahwa bila kita melaksanakan salat dhuha, maka amaliyah paling ringan untuk mensedekahi 360 persendian tubuh bila kita tidak mampu menutup dahak di masjid atau menyingkirkan gangguan di jalan. Bila kita pikir, siapa yang mampu mensedekahi 360 persendiannya sendiri kalau tidak kita sendiri usahakan? Penjelasan Rasulullah SAW terdapat dalam hadis berikut.

 

Hadis Kesebelas

حَدَّثَنَا زَيْدٌ حَدَّثَنِي حُسَيْنٌ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي بُرَيْدَةَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: فِي الْإِنْسَانِ سِتُّونَ وَثَلَاثُ مِائَةِ مَفْصِلٍ، فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهَا صَدَقَةً. قَالُوا: فَمَنْ الَّذِي يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا أَوْ الشَّيْءُ تُنَحِّيهِ عَنْ الطَّرِيقِ، فَإِنْ لَمْ تَقْدِرْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُ عَنْكَ. احمد

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Zaid (bin Al Hubbab bin Ar Rayyan), telah bercerita kepadaku Husain (bin Waqid), telah bercerita kepadaku 'Abdullah bin Buraidah berkata: Aku mendengar Buraidah berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Dalam diri manusia itu ada 360 persendian, yang ia harus bersedekah untuk tiap-tiap persendian itu.” Para sahabat bertanya, “Lalu siapa orang yang mampu mengerjakan yang demikian itu, ya Rasulullah?” Beliau bersabda, “Engkau menutup dahak yang berada di masjid dengan tanah (itu merupakan sedekah), atau engkau menyingkirkan gangguan yang ada di jalan (itu merupakan sedekah), jika kamu tidak mampu maka mengerjakan salat Duha dua rakaat itu mencukupi bagimu.” (HR. Ahmad, 21920).

 

Kita patut bersyukur bahwa 360 persendian yang ada pada diri kita berfungsi semua. Bayangkan bila ada beberapa yang tidak bisa berfungsi dengan baik, pastilah menjadi masalah dan mengganggu kita dalam kegiatan sehari-hari. Sudah semestinya kita berupaya mensedekahinya sebagai wujud syukur kita. Oleh sebab itu, didalam hadis diatas bisa kita pahami bahwa dalam rangka mensedekahi 360 persendian yang terdapat pada diri kita adalah minimal dengan menutup dahak di masjid atau menyingkirkan gangguan di jalan. Namun bila kita tidak mampu, maka salat dhuha dua rekat sudah dinyatakan cukup untuk mensedekahi 360 persendian yang ada pada diri kita. Wallahu a’lam bishshawwab. Semoga kita menjadi hamba yang istiqomah dan bersungguh-sungguh dalam menggapai rida Allah SWT sehingga termasuk hamba-hamba yang bertakwa. Aamiin.

 

Demikianlah berbagai dalil ataupun pelajaran yang bisa menjadi acuan kita dalam ibadah salat duha. Dalil yang kita gunakan untuk beribadah adalah dalil dari Al-Qur’an yang sudah pasti benar dan/ atau hadis shahih atau setidaknya hasan lidzatihi. Adapun selain dalil yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat dalil yang shahih maupun sharih lainnya yang bisa kita gunakan sebagai landasan hukum ibadah. Semoga kita semuanya mampu melaksanakan salat dengan baik dan benar sebagai upaya kita meraih kesempurnaan amal salih. Aamiin.

Sunday, January 27, 2019

Kultum: Menjauhi Sifat Sombong




Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.


Akhir-akhir ini kita sering menjumpai berita di media elektronik maupun di media sosial tentang bencana. Bencana banjir telah menimpa Desa Alas Malang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi. Akibat banjir ini, 23 rumah rusak berat dari total 415 unit yang terdampak. Lalu terjadi gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat dengan kekuatan 6,4 skala richter yang berpusat di utara pulau sehingga berdampak pada wilayah Lombok Utara dan Lombok Timur. Belum selesai upaya pengkondisian disana, lalu disusul dengan gempa dan tsunami di Palu. Gempa yang menimpa wilayah Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah berkekuatan magnitudo 7,7. BNPB mencatat jumlah korban meninggal akibat bencana gempa dan tsunami di Palu sebanyak 2.113 orang. Selain terjadi gempa dan tsunami, di Palu terjadi adanya likuifaksi yang membuat sejumlah desa ditelan lumpur. Terjadi juga kecelakaan pesawat di Karawang. Kemudian disusul bencana banjir yang menimpa Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Bencana banjir datang setelah hujan deras di Mandailing Natal. Aikbat banjir ini 11 orang siswa SD meninggal terseret arus. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Utara menyebutkan data saat itu sebanyak 22 orang meninggal dunia serta 15 orang hilang. 


Selanjutnya juga terjadi tsunami yang menerjang sejumlah kawasan di pesisir pantai Banten dan Lampung pada Sabtu, 22 Desember 2018 malam. Tsunami Selat Sunda ini berbeda dengan yang pernah terjadi karena tidak didahului gempa bumi. Tercatat korban meninggal akibat Tsunami Selat Sunda mencapai 437 orang. Belum lagi bencana tanah longsor yang melanda Sukabumi dan bencana banjir yang melanda Kebumen.


Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.


Kejadian-kejadian telah kita dengar, kita lihat, dan kita ketahui. Semuanya itu semestinya membuat kita semakin tawadhu’ atau rendah hati dan tidak sombong. Sebab mudah bagi Allah untuk membunuh kita. Maha Kuasa Allah atas kita yang tidak mampu menembus bumi dan kita tidaklah setinggi gunung. Allah SWT berfirman:


وَلَا تَمْشِ فِي اْلاَرْضِ مَرَحًا، اِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ اْلاَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُوْلًا. الاسراء: 37
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. [QS. Al-Israa': 37]


Kita sebagai kaum muslim dilarang sombong. Dengan sombong, kita tidak akan bisa menerima kebenaran yang membawa kita kepada jalan yang lurus, jalan yang keselamatan, jalan yang diridai Allah. Dengan sombong, kita tidak mampu menerima perintah dan larangan Allah dan Rasulullah. Allah telah berfirman:


سَاَصْرِفُ عَنْ اٰيٰتِيَ الَّذِيْنَ يَتَكَبَّرُوْنَ فِي اْلاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقّ، وَاِنْ يَّرَوْا كُلَّ اٰيَةٍ لَّا يُؤْمِنُوْا بِهَا، وَاِنْ يَّرَوْا سَبِيْلَ الرُّشْدِ لَا يَتَّخِذُوْهُ سَبِيْلًا، وَاِنْ يَّرَوْا سَبِيْلَ الْغَيّ يَتَّخِذُوْهُ سَبِيْلًا، ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا وَكَانُوْا عَنْهَا غٰفِلِيْنَ. الاعراف: 146
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai daripadanya. [QS. Al-A'raaf : 146]


Selain itu Rasulullah juga telah berpesan:


عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ. قَالَ رَجُلٌ: اِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ اَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَ نَعْلُهُ حَسَنَةً؟ قَالَ: اِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ اْلجَمَالَ. اَلْكِبْرُ بَطَرُ اْلحَقّ وَ غَمْطُ النَّاسِ. مسلم 1: 93
Dari Abdullah bin Mas'ud, dari Nabi SAW beliau bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar dzarrah dari sombong".  Lalu ada seorang laki-laki bertanya: "Sesungguhnya ada orang senang bajunya itu bagus dan sandalnya bagus, (yang demikian itu bagaimana, ya Rasulullah?"). Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah itu indah dan suka pada keindahan. Sombong itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan manusia". [HR. Muslim juz 1, hal. 93]


Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.


Rasulullah telah menjelaskan hakikat sombong. Pengertian yang bisa kita petik adalah sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan manusia. Kita dilarang untuk sombong. Sebab hanya Allah yang pantas sombong. Dalam hadis disebutkan bahwa:


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: يَقُوْلُ اللهُ سُبْحَانَهُ: اَلْكِبْرِيَاءُ رِدَاءِيْ وَ اْلعَظَمَةُ اِزَارِيْ. فَمَنْ نَازَعَنِيْ وَاحِدًا مِنْهُمَا اَلْقَيْتُهُ فِى النَّارِ. ابن ماجه 2: 1397، رقم: 4175
Dari Ibnu Abbas ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Allah Yang Maha Suci berfirman: Sombong itu adalah selendang-Ku dan kebesaran itu adalah pakaian-Ku, maka barangsiapa mencabut salah satunya dari-Ku, Aku akan melemparkan orang itu ke neraka". [HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1397, no. 4175]


Oleh sebab itu kita tidak pantas menyandang sombong dan kita tentunya tidak mau sampai dimasukkan ke dalam neraka lantaran sombong. Sombong merupakan selendang Allah dan kita tidak pantas untuk memakainya. Sebab bila manusia dengan lancang memakai selendang kesombongan saja, maka Allah akan melemparkankannya kedalam neraka. Salah satunya diambil bisa masuk neraka. Apalagi orang sombong dan merasa besar, Allah pasti akan memasukkan dalam neraka. Selain itu dalam hadis yang lain dijelaskan:


عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يَدْخُلُ النَّارَ اَحَدٌ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ اِيْمَانٍ. وَ لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ اَحَدٌ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ كِبْرِيَاءَ. مسلم 1: 93، رقم: 148
Dari 'Abdullah (bin Mas'ud), ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan masuk neraka seseorang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari iman. Dan tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya ada seberat biji sawi dari sombong". [HR. Muslim juz 1, hal. 93, no. 148]


Melalui hadis tadi bisa kita pahami bahwa orang yang di dalam hatinya terdapat iman meskipun sebesar biji sawi, maka dia tidak akan masuk neraka. Sebaliknya apabila seseorang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi, maka ia layak masuk neraka. Berbeda dengan orang yang rendah hati. Orang yang rendah hati atau tidak sombong kelak akan masuk surga. Dalam hadis disebutkan:


عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ  ص: مَنْ مَاتَ وَ هُوَ بَرِيْءٌ مِنَ اْلكِبْرِ وَ اْلغُلُوْلِ وَ الدَّيْنِ دَخَلَ اْلجَنَّةَ. الترمذى 3: 67، رقم: 1620
Dari Tsauban, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa meninggal dunia, sedangkan ia terbebas dari sombong, khianat dan hutang, maka ia masuk surga". [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 67, no. 1620]


Oleh sebab itu marilah kita menjauhi sifat sombong. Melalui upaya menjauhi sifat sombong, kita akan mampu tunduk patuh menerima kebenaran dari Allah dan Rasulullah, terhindar dari siksa api neraka, dan senantiasa tumbuh sifat rendah hati. Melalui sifat rendah hati dan sadar akan kecilnya kita dihadapan Allah akan mempupuk keimanan dalam diri kita. Sebab Allah Maha Kuasa yang mampu menurunkan azab dari atas kita, yaitu langit, maupun dari bawah kita, yaitu dari apa yang kita pijak. Dimanapun manusia itu berada tidak akan lepas dari pengawasan Allah. Maka kita sebagai insan yang beriman hendaknya mengambil pelajaran dari berbagai kejadian yang ada. Allah telah berfirman:


قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَىٰ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ ۗ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ. الأنعام: 65
Katakanlah (Muhammad), “Dialah yang berkuasa mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain.” Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kekuasaan Kami) agar mereka memahami(nya). [QS. Al An’am (6): 65]  


Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.


Berbagai kejadian yang menimpa saudara seiman kita maupun saudara sebangsa kita adalah suatu peringatan kepada kita semua agar tidak sombong. Bila kesombongan terus dipelihara, maka azab bisa saja turun di dataran tinggi dengan tanah longsor ataupun gunung meletus, bisa saja di daerah pesisir dengan tsunaminya, bisa saja di dataran rendah dengan banjir atau puting beliung. Oleh sebab itu, marilah meninggalkan sifat sombong dan memupuk sifat rendah hati agar selamat di dunia dan di akhirat.